Tampilkan postingan dengan label Pojok Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pojok Desa. Tampilkan semua postingan

05 November 2019

Ternyata Desa Siluman Memang Ada di Indonesia

Ternyata Desa Siluman memang ada di Indonesia. Desa berhantu juga ada, karena memang ada sejumlah desa di nusantara ini yang memiliki sejarah atau legenda kelam dimasa lalu sehingga desa tersebut menjadi angker, seram dan berhantu.


Tetapi "Desa Hantu" yang lagi viral di media ternyata adalah desa fiktif yang dibentuk untuk menggerogoti dana desa, meskipun tanpa penduduk dan penghuninya. 

Hal ihwal bocornya "Desa Hantu" diketahui setelah Kementerian Keuangan mendapatkan laporan bahwa ada desa-desa fiktif alias "Desa Hantu" yang segaja dibentuk untuk mendapatkan aliran anggaran dari Dana Desa.

Kita pun bertanya-tanya. Kalau desa tanpa penghuni. Lalu siapa yang menyusun perdes, siapa yang membuat Rencana Kegiatan Pembangunan Desa (RKP Desa) dan siapa menyusun dokumen APBDes, dan bagaimana cara "Desa Hantu" mengelola Laporan Keuangan Desa.

Apa mungkin semua itu dilakukan oleh hantu? Kita tunggu saja bagaimana hasil investigasi dan evaluasi oleh pihak berwenang.

Kenapa harus ada desa fiktif? Padahal tatacara pembentukan sebuah desa yang definitif sudah ada regulasi hukumnya yaitu Permendagri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa.

15 April 2019

Meluruskan Sejarah UU Desa atas Klaim Prabowo

Masa kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden telah berakhir, Sabtu 13 April 2019 jam 24.00 WIB. Kampanye dalam bentuk debat calon Presiden dan Wakil Presiden yang diselenggarakan KPU RI selama 5 kali, sungguh menarik dan memberikan gambaran yang baik atas kedua kandidat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Debat pamungkas yang diselenggarakan KPU RI di Hotel Sultan Jakarta, Sabtu 13 April 2019, jam 20.00 – 22.30 WIB pada sesi closing statemen, sangat menarik dan penting untuk ditanggapi.

Calon Presiden No Urut 02 (Prabowo Subianto) menyatakan bahwa dirinya mengaku sebagai salah satu inisiator UU Desa.

Dalam sesi tersebut, Calon Presiden No Urut 02 (Prabowo Subianto) menyatakan bahwa dirinya mengaku sebagai salah satu inisiator UU Desa. Begini pernyataannya,“…hanya untuk keterangan bahwa undang-undang desa itu sebetulnya sudah ada sebelum Bapak jadi presiden, dan itu salah satu inisiatornya adalah saya sendiri, sebagai ketua umum HKTI, dan itu ada rekaman, semuanya ada, dan alhamdulillah itu sudah digolkan, dan itu adalah hak rakyat, dan itu tidak perlu dipolitisasi, itu adalah hak rakyat di desa,…”. Kami sebagai warga negara yang sedang mengikuti acara debat tersebut melalui siaran TV dan livestreaming, terkejut dengan pernyataan tersebut, karena kami adalah bagian dari masyarakat sipil yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU Desa.

Kami para pegiat pembaharuan desa yang terlibat langsung dalam pembahasan UU Desa, menjadi terusik dan saling cek maupun memeriksa kembali dokumen risalah sidang pembahasan RUU Desa di rapat-rapat Pansus RUU Desa dan sidang Paripurna DPR RI tanggal 18 Desember 2013. Berpijak pada hasil penelusuran dan pemeriksaan dokumen-dokumen penting di seputar sejarah pembahasan RUU Desa tersebut, kami terpanggil dan berkewajiban secara moral untuk menanggapi pernyataan tersebut. Kami penting menjelaskan dan menginformasikan mengenai sejarah UU Desa kepada public, agar kerja-kerja kolektif dalam menginisiasi dan membahas RUU Desa ini tidak dinarasikan ke dalam klaim gagasan dan kerja individual atau kelompok tertentu.

Lahirnya UU Desa adalah sejarah panjang yang penuh liku. Pada tahun 2005 pemerintah dan DPR RI sepakat untuk memecah UU 32/2004 menjadi tiga UU, yaitu UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada Langsung dan UU Desa. Tahun 2006, kerjasama Diten PMD dan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (gabungan antara IRE Yogyakarta, STPMD "APMD", Gita Pertiwi, dan beberapa lembaga lain, serta beberapa individu yang tergabung di dalamnya seperti Ari Dwipayana, Arie Djito, Bambang Hudayana, Haryo Habirono, Diah Y. Suradireja, Rossana Dewi, Widyo Hari, dll meneruskan diskusi dan kajian, yang secara resmi pada Januari 2007 mulai menyusun Naskah Akademik RUU Desa. NA didiskusikan dengan para pihak, baik pegiat maupun Asosiasi Desa, di banyak kota dan pelosok. NA selesai pada bulan Agustus 2007, dan disusul dengan drafting RUU Desa.

Di saat pembahasan RUU Desa di tubuh pemerintah yang sangat panjang, para pegiat desa terus melakukan diskusi dan aksi di lapangan. Kami misalnya banyak bicara soal “satu desa, satu rencana dan satu anggaran”, sembari menambah haluan baru, yang tidak hanya masuk ke ranah gerakan sosial tetapi juga harus masuk ke politik. Pada 2009, pegiat desa mendukung caleg Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan) di Dapil Cilacap-Banyumas, yang mengusung RUU Desa. Setelah masuk ke Senayan, Budiman menjadi jangkar politik bagi pegiat desa, misalnya mempertemukan pegiat desa dengan Komisi II secara institusional dan personal. Budiman punya peran memindahkan isu desa dari pinggiran ke pusat kekuasaan di Senayan.

Perjuangan RUU Desa tambah kenceng setelah lahir Parade Nusantara (2009) di bawah pimpinan Sudir Santosa, dan Budiman juga hadir sebagai pembinanya. Parade terus menerus melakukan desakan kepada pemerintah agar menyelesaikan pembahasan RUU Desa. Desakan paling seru terjadi di antara bulan September hingga Desember 2011, yang kemudian Presiden SBY mengeluarkan ampres RUU Desa pada Januari 2012. DPR RI lantas membentuk Pansus RUU Desa yang dipimpin oleh Ketua Akhmad Muqowam (PPP), serta wakil ketua Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan), Khatibul Umam Wiranu (Demokrat), Ibnu Mundzir (Golkar).

Ketua Akhmad Muqowam begitu piawai, dengan politik jalan miring, sanggup melakukan konsolidasi yang solid terhadap 30 anggota Pansus RUU Desa. Mereka semua bersepakat bahwa RUU Desa harus ditempuh dengan cara menanggalkan politik kepartaian, sembari mengutamakan politik kenegaraan dan politik kerakyatan.

Dalam pembahasan RUU Desa, Dana Desa (DD) memang yang paling panjang dan seru, mengundang pro dan kontra. DPR pernah meminta kepada pemerintah tentang data makro uang yang masuk desa, tetapi pemerintah tidak menyediakan. Karena itu Ganjar Pranowo meminta kepada Sutoro Eko (sekarang Ketua STPMD ”APMD) untuk mengumpulkan data mikro uang desa. Sutoro Eko bersama tim Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" beserta jaringan bergerak melakukan pengumpulan data dengan survei. Berdasarkan basis data 2011, survei menunjukkan bahwa rata-rata desa menerima uang sebesar 1,040 M pe tahun, tentu dengan sumber yang bermacam-macam, dan 76% di antaranya dari pemerintah pusat. Data ini yang dijadikan basis dan pegangan bagi Pansus.

Pembicaraan tentang dana desa memang dinamis. Ada anggota Pansus yang hanya bicara “satu desa, satu milyar”, ada pula yang bicara dengan data dan argumen. Pihak Kementerian Keuangan dan Bappenas selalu keberatan. Budiman bicara soal “kombinasi cash transfer dan demokrasi lokal akan memperbanyak kelas menengah desa”. 

Pada tanggal 30 September 2013, terjadi diskusi yang menarik di ruang meeting Ketua DPR RI. Dalam pertemuan itu hadir 9 anggota Pansus/Panja, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, pejabat Bappenas, dan rapat dipimpin oleh Ketua Marzuki Alie (Demokrat). Kemenkeu dan Bappenas keberatan dengan dana desa. Menteri Dalam Negeri dan Ketua Akhmad Muqowam bermain cantik untuk meng-goal-kan Dana Desa. Mendagri Gamawan Fauzi berujar: “Saya setuju dana desa, asalkan satu pintu, tidak ada lagi bantuan langsung masyarakat”. Ketua DPR dengan sangat tegas “marah” pada menteri yang menolak dana desa, sembari mengatakan bahwa “kalau untuk rakyat kita harus wujudkan, Presiden SBY sudah setuju”.

Hari-hari berikutnya banyak diisi diskusi mengenai formula dana desa. Dalam sidang di bulan November, dua orang anggota Pansus (tidak usah saya sebut namanya), berujar: “pokoknya satu desa, satu M”. Menanggapi hal ini Ketua Akhmad Muqowam menjawab: “Kalau hanya bicara satu desa satu M, semua orang juga bisa. Kita semua sudah sepakat dana desa. Kita sekarang sedang merumuskan formula dan pasal dana desa yang tepat”.

Formula ini memang susah. Kami melakukan exersice sejumlah formula tetapi belum sepakat. Pada tanggal 12 malam hingga 13 Desember 2013 pagi, Raker Mendagri bersama Pansus sungguh bersejarah. Dari berbagai gagasan yang diperdebatkan, muncul usulan rumusan dari Dr. AW Thalib (PPP), sebagai berikut: “Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Usulan ini diterima oleh sidang dan dijadikan penjelasan Pasal 72 ayat (2) tentang dana desa.

Pertemuan itu juga menyepakati untuk menyudahi pembahasan RUU Desa dan 18 Desember 2013 untuk Sidang Paripurna. Alhamdulillah, 18 Desember 2013, Sidang Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Priyo Budi Santosa, menetapkan UU Desa. Pada sidang ini, FPD mengerahkan sekitar 3000 pamong desa. Sebagian di Fraksi balkon, sebagian besar di jalan depan gedung DPR RI. Mereka sujud syukur begitu Sidang Paripurna menetapkan UU Desa, dan kemudian disahkan oleh Presiden SBY menjadi UU No. 6/2014 pada 15 Januari 2014.

Release Media - Perkumpulan Badan Hukum Jarkom Desa.

11 Desember 2018

Pembangunan Desa Tertinggal dan Mandiri Melampaui Target RPJM Nasional

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa empat tahun Pembangunan Desa dibawah Pemerintah Presiden Joko Widodo - Yusuf Kalla mengalami keberasilan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah desa berkembang dan menurunnya jumlah desa tertinggal di Indonesia.

Pembangunan Desa Tertinggal dan Mandiri Melampaui Target RPJM Nasional

Berdasarkan hasil pendataan Potensi Desa (Podes) 2018 yang dirilis BPS pada Senin (12/12) tercatat jumlah Desa tertinggal mengalami penurunan sebesar 6.518 desa dari sebanyak 19.750 desa pada 2014 menjadi 13.232 desa pada tahun 2018. 

Sedangkan untuk desa berkembang mengalami peningkatan sebesar 3.853 desa dari sebanyak 51.026 pada 2014 menjadi 54.879 desa pada 2018. Begitu juga dengan desa yang berstatus desa mandiri mengalami peningkatan dari 2.894 desa pada 2014 menjadi 5.559 desa pada 2018.

Jika melihat target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - 2019 yakni mengentaskan 5.000 desa tertinggal dan meningkatkan 2.000 desa berkembang dan mandiri. Dengan demikian, target yang ada dalam RPJMN telah terlampaui pada tahun 2018 ini.

empat tahun pembangunan desa

Atas keberhasilan dalam mengurangi desa tertinggal dan meningkatkan desa berkembang dan desa mandiri. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan bahwa pelaksanaan program dana desa maupun program pembangunan desa lainnya dari sejumlah kementerian dan semangat para Kepala Daerah dan Desa serta masyarakat dalam membangun desanya. 

Dari keberhasilan capaian dalam RPJMN tersebut, Mendes PDTT Eko optimis bahwa status desa tertinggal pada 2029 mendatang akan terhapuskan jika semangat untuk membangun desa bisa terus dipertahankan.

"Kalau keberhasilan ini bisa terus di pertahankan, saya yakin 10 tahun kedepan sudah tidak ada lagi desa tertinggal di Indonesia," katanya.

Mengenai masih adanya desa tertinggal yang mungkin sulit dilampaui seperti di Indonesia Timur, Menteri Eko menyampaikan bahwa program dana desa maupun program lainnya yang masuk ke desa akan sulit jika tidak ada dukungan infrastruktur jalan atau akses jalan yang terbatas sehingga perlu ada pembangunan infrastruktur seperti jalan dan ketersediaan bahan bakar minyak dengan harga terjangkau yang hingga saat ini pemerintah masih terus memprioritaskan agar proyek-proyek pembangunan di kawasan Indonesia timur masih terus berlanjut agar desa terus semakin berkembang dan mandiri.


empat tahun pembangunan desa

Sementara itu, Kepala BPS Suhariyanto menyampaikan bahwa BPS telah melakukan pendataan potensi desa 2018 yang salah satu tujuannya yakni mengetahui Indeks Pembangunan Desa (IPD) di Indonesia. IPD ini adalah indeks komposit yang menggambarkan tingkat kemajuan atau perkembangan desa pada suatu waktu. 

Ada lima dimensi yang menjadi tolak ukur dari IPD ini yakni ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur, aksesibilitas/transportasi, pelayanan umum dan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan tolak ukur ini diperoleh 3 kategori yakni Desa Tertinggal, Desa Berkembang dan desa mandiri.

Pendataan dilakukan terhadap seluruh desa, nagari, kelurahan, unit permukiman transmigrasi (UPT) dan satuan pemukiman transmigrasi (SPT). Dari data Podes 2014 ke 2018 tersebut desa tertinggal berkurang sebesar 6.518.

"Artinya, berbagai pembangunan yang dilakukan di desa mampu mengurangi desa tertinggal," kata Suhariyanto dalam menyampaikan hasil Podes 2018 yang dihadiri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.

Dengan berkurangnya desa tertinggal tersebut telah menjadi keberhasilan pemerintah yang dalam RPJMN 2015-2019 menargetkan untuk mengentaskan 5.000 desa tertinggal dan meningkatkan 2.000 desa mandiri.

"Ini sebuah capaian yang kita patut apresiasi dan ke depan kita perlu menelisik berbagai persoalan yang masih ada di desa. Kita harapkan jumlah desa mandiri terus meningkat dan desa tertinggal semakin menipis," katanya.(*/Kemendes)

10 Desember 2018

Desa Sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru Semakin Nyata

Sejak Dana Desa digulirkan oleh pemerintah dalam payung hukum Undang-Undang Desa, desa-desa di Indonesia ramai-ramai membenahi diri. Berbagai model kewirausahaan sosial berbasis BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) muncul dan berkembang. Tentu masih banyak masalah yang harus diurus, namun mimpi menjadikan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru semakin nyata.
Sejak Dana Desa digulirkan oleh pemerintah dalam payung hukum Undang-Undang Desa, desa-desa di Indonesia ramai-ramai membenahi diri. Berbagai model kewirausahaan sosial berbasis BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) muncul dan berkembang. Tentu masih banyak masalah yang harus diurus, namun mimpi menjadikan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru semakin nyata.

Kisah sukses dari Desa Ponggok yang terletak di Klaten Jawa tengah adalah salah satu kisah sukses dana desa. Berawal dari desa miskin dengan pendapatan tahunan hanya 14 Juta di tahun 2006 kita menjelma menjadi makmur dengan total pendapatan 15 Milyar rupiah di tahun 2017. 

Saat ini BUMDes Desa Ponggok menaungi 13 unit usaha, mulai dari wisata air sampai warung kelontong. Semuanya dikelola secara profesional, modern, dan memanfaatkan teknologi informasi. Program kesejahteraannya pun beragam, mulai dari subsidi untuk pendidikan tinggi sampai "gaji" untuk para lansia.

Namun menurut Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah cukup. Karena, berapapun dana yang digulirkan pemerintah ke desa, desa-desa di era digital tidak akan dapat bertahan dan bersaing secara global jika masih bertindak sendiri-sendiri. Desa-desa harus mulai menjalin kolaborasi ekonomi dengan desa-desa lain disekitarnya, maupun antar desa di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir pasca Undang-undang Desa, ia bersama teman-teman pegiat desa aktif mendorong desa-desa untuk tidak hanya membangun BUMDes, tapi juga bergabung membangun entitas ekonomi yang lebih besar yakni BUMADes (Badan Usaha Milik Antar Desa).


Budiman Sudjatmiko menyakini bahwa dalam jejaring kolaborasi ekonomi antardesa ini, terlebih jika ia menjadi perusahaan-perusahaan teknologi dan data raksasa, akan menjelma sebuah kekuatan ekonomi baru yang kompetitif secara global. 

Karenanya, jejaring desa-kota dan jejaring kampung-kampus harus segera dirintis dan dibangun. Desa, dengan segala modal ekonomi dan sosial yang dimilikinya saat ini harus segera dihubungkan dengan pelaku ekonomi, penggerak sosial dan inovator teknologi yang ada di kota dan dunia untuk dapat bekerja bersama mengeksplorasi peluang yang terbuka oleh karena perkembangan teknologi. Kreativitas kota, kebajikan desa dan peluang dunia harus bertemu untuk membangun dan berbagi solusi digital yang inovatif, dengan didasari semangat  partisipasi, kolaborasi, desentralisasi, keterbukaan dan multidisiplin. 

Karena itu pula, sebuah ikhtiar dan kerjasama raksasa harus dibangun di antara mereka yang bekerja untuk membuat masyarakat cerdas (pejabat publik yang visioner, pendidik yang inovatif dan wirausahawan sosial yang inklusif), mereka yang membuat alat teknologi cerdas (pakar kecerdasan buatan/mesin pembelajar, pakar ilmu data, ahli blockchain dan sebagainya) dengan mereka yang membuat tubuh biologis kita cerdas (ahli neuroscience, perekayasa genetik, pakar biologi sintetik dan semacamnya). 

Merekalah inovator-inovator sosial dan teknologi yang terus belajar dari alam dan memastikan semua yang dibuat oleh manusia sesuai dengan hukum-hukum alam, bicara dengan bahasa alam (baca: matematika) dan rangsang neuron (denyut sel saraf otak). 

Revolusi Industri 4.0 cuma bisa kita menangkan dengan cara-cara di atas. Ia membuka tak terhingga peluang kepada kita untuk menjadi bangsa yang berkedaulatan dalam data, berkeadilan dalam teknologi dan akses informasi.

Suatu masa depan, di mana setiap inovasi teknologi akan membawa  kehidupan yang lebih baik untuk semua pandu bangsa, di mana kemajuan teknologi tidak mengancam prospek pekerjaan, tetapi justru menciptakan segudang peluang dan kesempatan bisnis; di mana setiap individu memiliki kuasa penuh atas informasi yang ia bagi di dunia maya, dengan siapa ia membaginya dan bagaimana informasi tersebut dimanfaatkan di mana konektivitas fisik dan digital menjadi perwujudan yang sesungguhnya dari persatuan Indonesia dan bahkan kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Konektivitas yang meruntuhkan tembok geografis, sosial dan kultural yang memisahkan, serta memberi kesempatan yang sama pada tiap-tiap pandu bangsa untuk mempunyai akses sumber daya alam dan digital, dan berkontribusi terhadap proses perubahan, pengelolaan dan kemajuan negara.

Ia juga tak mempungkirinya bahwa ada rasa was-was dan kekhawatiran yang senantiasa mengiringi keinginan untuk maju. Khawatir adalah wujud kehati-hatian. Tapi penolakan pada kemajuan adalah refleksi keterancaman akan terganggunya kemapanan diri dan kelompok yang nyaman berselimut gelap masa lalu.

Dalam pidato kebudayaan, Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, ia mengajak kita semua, untuk berpihak pada masa depan, mengubah kekhawatiran menjadi energi yang mampu mendorong gelombang sejarah ke arah yang tepat - arah yang memungkinkan kita mewujudkan mimpi-mimpi besar bangsa Indonesia.

Tulisan disarikan dari Pidato Kebudayaan Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko, "Indonesia 4.0: Berguru Pada Alam Yang Terkembang" pada Kongres Kebudayaan Indoensia 2018.

Pidato lengkap unduh disini.

05 Desember 2018

Inilah Uang Rupiah yang Tidak Berlaku lagi Tahun 2019, Sebarkan Informasi ini ke Masyarakat

Pada tanggal 31 Desember 2008, Bank Indonesia (BI) mengumumkan telah mencabut empat jenis pecahan mata uang rupiah dan dinyatakan tidak berlaku lagi pada tahun 2019.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.

Pencabutan dan penarikan pecahan mata rupiah lama dilakukan Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 tentang Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.

Informasi lengkap daftar mata uang kertas pecahan rupiah lama yang dicabut atau ditarik dari peredaran oleh Bank Indonesia, sebagai berikut:

1. Uang kertas rupiah Rp10.000 Tahun Emisi (TE) 1998 (Gambar Muka: Pahlawan Nasional Tjut Njak Dhien).

Uang pecahan Rp 10.000 tahun emisi 1998 bergambar pahlawan nasional wanita Cut Nyak Dien yang di sisi sebaliknya menampilkan pemandangan Sagara Anak di Gunung Rinjan.

2. Uang kertas rupiah Rp20.000 Tahun Emisi (TE) 1998 (Gambar Muka: Pahlawan Nasional Ki Hadjar Dewantara)

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.
Uang pecahan Rp 20.000 tahun emisi 1998, terdapat gambar Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional yang terkenal dengan semboyan “Tut Wuri Handayani".

3. Uang kertas rupiah Rp50.000 Tahun Emisi (TE) 1999 (Gambar Muka: Pahlawan Nasional WR. Soepratman)

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.
Uang kertas pecahan Rp 50.000 tahun emisi 1999 terdapat gambar Wage Rudolf (WR) Soepratman yang merupakan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.

4. Uang kertas rupiah Rp100.000 Tahun Emisi (TE) 1999 (Gambar Muka: Pahlawan Proklamator Dr.Ir.Soekarno dan Dr. H. Mohammad Hatta).

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.
Uang Rp 100.000 tahun emisi 1999 bergambar pasangan presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia, yakni Soekarno-Hatta yang ditemani gambar gedung MPR di sisi sebaliknya.

BI menghimbau kepada masyarakat Indonesia, siapa saja yang memiliki uang kertas tersebut untuk melakukan penukarannya sebelum tanggal 31 Desember 2018 di seluruh kantor Bank Indonesia hingga 30 Desember 2018. 

Bank Indonesia juga membuka layanan khusus pada tanggal 29-30 Desember 2018 di seluruh kantor Bank Indonesia. 

Bank Indonesia secara rutin melakukan pencabutan dan penarikan uang rupiah. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan antara lain masa edar uang, adanya uang emisi baru dengan perkembangan teknologi unsur pengaman (security features) pada uang kertas.

Informasi ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia, terutama yang ada di perdesaan. Karena ada faktanya, masih terdapat warga desa yang suka menyimpan uang dibawah kasur dan batal.

Inilah Uang Rupiah yang Tidak Berlaku lagi Tahun 2019, Sebarkan Informasi ini ke Masyarakat. Berbagi itu Indah.

(Informasi ini diolah dari sumber Bank Indonesia dan goodnewsfromindonesia.id)

25 September 2018

Cara Terbaru Membuat Website Desa dan Pemohonan Domain Desa ID

Desa masa kini berbeda dengan desa masa lalu. Sekarang, desa memiliki kewenangan yang besar dalam menentukan dan merumuskan masa depan desanya melalui kewenangan hak asal usul (rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (subsidaritas).

Cara Terbaru Membuat Website Desa dan Pemohonan Domain Desa ID

Dalam menjalankan kewenangannya. Pemerintah Desa dituntut untuk mempraktikkan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Ada banyak manfaat keterbukaan informasi desa. Diantaranya, dapat meningkatkan kemampuan, kemauan, inisiatif dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa dan lain sebagainya.


Desa yang kreatif dengan cepat melakukan berbagai inovasi untuk merespon perubahan dan kemajuan zaman. Salah satunya, melalui pemanfaatan teknologi internet. Website desa adalah salah satu bentuk inovasi desa dalam pemanfaatan internet sebagai media penyebaran informasi desa yang sangat efektif.

Melalui website desa berbagai potensi desa, produk unggulan desa, kreatifitas desa dapat dipublikasikan. Sehingga membuka peluang bagi desa lain untuk melakukan replikasi inovasi. 

Website desa dapat difungsikan sebagai media peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat desa secara online. Dengan adanya website desa beragam kinerja pemerintahan desa dapat disampaikan, sehingga masyarakat bisa mengetahui keadaan yang terjadi di desanya, termasuk oleh pihak-pihak diluar desa atau supra desa.

Bagaimana cara membuat website desa..?

Cara membuat website desa sebenarnya sangat mudah. Karena pendaftaran domain desa (desa.id) dilakukan secara online melalui situs https://domain.go.id

Persyaratan pendaftaran juga tidak rumit. Desa hanya menyiapkan beberapa surat saja. Surat permohonan domain desa.id yang ditujukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, Surat Kuasa Kepala Desa kepada Sekretaris Desa.


Sementara itu, tatacara pendaftaran domain desa.id secara lengkap silahkan donwload disini. Sedangkan untuk tutorial pendaftaran domain desa.id akan kita sharing dalam posting berikutnya.

Demikian informasi tentang cara terbaru membuat website desa dan pendaftaran domain desa. Semoga bermanfaat.

30 Juli 2018

OJK Selenggarakan Kompetisi Inklusi Keuangan Perdesaan 2018

Inklusi keuangan adalah jumlah populasi yang menggunakan produk dan atau layanan jasa keuangan formal. Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penurunan ketimpangan pendapatan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Inklusi keuangan adalah jumlah populasi yang menggunakan produk dan atau layanan jasa keuangan formal. Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penurunan ketimpangan pendapatan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Paska kejadian krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 topik inklusi keuangan menjadi fokus kebijakan global. Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi tertinggi di dunia memiliki potensi tinggi dalam peningkatan inklusi keuangan dunia. 

Oleh karena itu, dalam rangka mencapai target inklusi keuangan nasional sebesar 75 persen tahun 2019 masih diperlukan berbagai inovasi baik dalam penyusunan aturan, model inklusi keuangan ataupun pengoptimalan fungsi desa dalam rangka meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat. Salah satu langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan Indonesia adalah dengan melaksanakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK). 

Berdasarkan survei tahun 2016 menunjukan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat perdesaan sebesar 23,9 persen, lebih rendah dibandingkan indeks literasi masyarakat perkotaan yaitu sebesar 33,3 persen. Sedangkan, untuk indeks inklusi keuangan masyarakat perdesaan 2016 sebesar 63,2 persen, lebih rendah dibanding indeks inklusi keuangan masyarakat perkotaan yaitu sebesar 71,2 persen.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 ini meningkat bila dilihat data hasil survei tahun 2013 dengan indeks inklusi keuangan sebesar 59,7 persen dan indeks literasi keuangan sebesar 21,8 persen.

Dari hasil survei tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan cenderung memiliki awareness (kesadaran) rendah terhadap produk dan layanan jasa keuangan.

Padahal, Desa memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional karena desa yang mandiri secara ekonomi merupakan pondasi yang kuat dalam menopang ekonomi nasional. Desa-desa yang memiliki latar belakang suku dan budaya berbeda-beda memiliki potensi yang sangat besar terhadap munculnya keberagaman produk unggulan dengan ciri khas tertentu.

Terlebih lagi dengan keberadaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, suara desa kini semakin didengar. Desa kini tidak hanya menjadi fokus pembangunan, tetapi juga sebagai perancang pembangunan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Kini desa tidak boleh lagi menjadi obyek sasaran pembangunan, tetapi menjadi subyek yang berperan aktif sebagai motor penggerak pembangunan.

Pemerintah saat ini telah menempatkan pembangunan desa sebagai bagian terpenting dalam perwujudan cita-cita pembangunan. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan merupakan salah satu program prioritas Nawa Cita pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla. 

Saat ini total desa yang tercatat di seluruh Indonesia adalah sebanyak 74.958 desa. Namun demikian berdasarkan data Potensi Desa BPS tahun 2014, akses keuangan di pedesaan relatif masih cukup rendah yaitu hanya 7.704 desa (10,3%) yang terdapat fasilitas bank HIMBARA dan BPD, 3.708 desa (49,5%) yang terdapat BPR dan 2.869 (3,8%) yang terdapat Bank Umum Swasta. Desa juga memiliki potensi pengembangan LKM/LKMS, yang terlihat dari banyaknya jumlah Koperasi Simpan Pinjam (Kospin). Terdapat 15.884 desa (21,2%) yang memiliki Kospin dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi LKM.

Potensi pengembangan kawasan pedesaan juga diperkuat dengan adanya Alokasi Dana Desa (ADD) sejak tahun 2015 yang merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Nominal Dana Desa yang diberikan setiap tahunnya relatif terus meningkat, dimana pada awalnya diberikan anggaran Rp.20,76 T pada 2015 dengan rata-rata sebesar Rp.280,3 juta per desa menjadi total anggaran Rp.60 T dengan rata-rata Rp.800,4 juta per desa pada tahun 2018.

Atas dasar berbagai hal tersebut di atas, OJK berinisiatif untuk kembali menyelenggarakan Kompetisi Inklusi Keuangan (KOINKU) di tahun 2018 dengan mengangkat tema “Model Inklusi Keuangan Perdesaan”Kompetisi yang telah diselenggarakan sejak tahun 2014 ini menjadi salah satu strategi OJK dalam meningkatkan pemahaman dan awareness masyarakat terhadap inklusi keuangan dan dalam rangka mencari ide-ide kreatif serta inovatif terkait model inklusi keuangan. 

Adapun hasil kompetisi ini diharapkan dapat direplikasikan guna memperluas akses keuangan sehingga dapat mendukung dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Kriterian peserta dan mekanisme kompetisi Inklusi Keuangan Perdesaan sebagai berikut:

1. Persyaratan Peserta:
  • Peserta wajib mengikuti seluruh rangkaian kompetisi.
  • Peserta dapat merupakan masyarakat umum dengan kepesertaan merupakan
  • tim yang terdiri dari 2 (dua) atau 3 (tiga) orang.
  • Peserta dapat mengirimkan lebih dari satu proposal model inklusi keuangan.
  • Berdomisili di Indonesia.
  • Pegawai organik OJK tidak diperkenankan untuk mengikuti kompetisi.
2. Mekanisme Pengumpulan Model Inklusi Keuangan

Dokumen yang dikumpulkan kepada panitia adalah sebagai berikut:
1) Curriculum Vitae (CV) seluruh anggota tim beserta nama tim.
2) Proposal model inklusi keuangan disampaikan dalam bentuk proposal
maksimum 20 halaman (tidak termasuk cover dan lampiran) serta tayangan
microsoft power point maksimal 10 slide (tidak termasuk cover dan lampiran).

Kedua dokumen tersebut di atas dituliskan dalam satu file berformat pdf,
dan diunggah ke website yang sudah ditentukan dengan format subject (JUDUL PROPOSAL MODEL INKLUSI KEUANGAN). 

Informasi lengkap tentang pelaksanaan Lomba Inklusi Keuangan Perdesaan Tahun 2018 dapat dilihat disini atau melalui situs https://www.koinku2018.id/

Adapun total hadiah kompetisi inklusi keuangan perdesaan 2018 sebesar Rp.80 juta rupiah.(*)