01 Agustus 2018

Desa Diminta Tetap Merawat Kearifan Lokalnya

Desa adalah merupakan ujung tombak dari pemerintahan yang lebih besar dan miniatur dari pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Aparatur desa harus tanggap kondisi. Paham serta peka terhadap segala dinamika yang terjadi di lingkungannya. Sehingga, ketika ada gelagat yang mencurigakan bisa segera di deteksi. Antisipasi pun akan lebih gampang di koordinasikan dengan pihak terkait.

Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Hadi Prabowo mengatakan itu saat menjadi narasumber di acara sarasehan peningkatan kapasitas perangkat desa yang dihadiri ribuan orang perangkat desa dari Jawa Timur dan Jawa Tengah di GOR Ken Arok, Rabu (1/8).

Menurut Hadi, perangkat desa tak hanya harus paham akan tata kelola keuangan serta perencanaan pembangunan. Tapi juga peka terhadap setiap gelagat yang terjadi di lingkungannya. Apalagi, tantangan dan ancaman yang di hadapi bangsa ini kian kompleks. Hadi pun menyebut narkotika, radikalisme dan terorisme sebagai ancaman yang tak lagi bersifat laten, namun telah jadi ancaman nyata. Termasuk korupsi dan ketimpangan sosial. 

"Harapan Pak Mendagri bahwa perangkat desa hendaknya juga harus betul-betul memahami terhadap beberapa tantangan dan juga ancaman ancaman yang ada di sekeliling kita baik terorisme, radikalisme, ketimpangan sosial, korupsi atas kelola pemerintahan desa," kata Hadi.

Hadi juga mengingatkan posisi strategis desa. Menurutnya, desa adalah ujung tombak pemerintahan di republik ini. Desa, adalah miniatur dari pemerintahan NKRI. Jadi jika di pusat, ada presiden, di desa juga ada kepala desa. Bila di pusat ada kabinet yang merupakan jajaran pembantu presiden, maka di desa juga ada perangkat desa. Tapi tentu, setiap desa punya kekhasannya sendiri. Karena itu Hadi meminta desa tetap merawat kearifan lokalnya.

"Desa adalah merupakan ujung tombak dari pemerintahan yang lebih besar. Dan desa merupakan miniatur dari pemerintahan NKRI," katanya.

Mengenai program dana desa sendiri kata Hadi, sejak digulirkan pada tahun 2015, hasil manfaatnya menunjukkan kemajuan. Dari sisi jumlah sendiri, oleh pemerintahan Presiden Jokowi dari tahun ke tahun terus ditingkatkan. Tahun ini diupayakan dana desa bisa mencapai 80 triliun lebih.

"Karena itu, ini betul-betul dapat tepat sasaran, tepat program dan tentunya harus bisa meningkatkan daya perekonomian desa. Pak Mendagri sendiri dalam melaksanakan petunjuk bapak Presiden, dana desa hendaknya lebih diprioritaskan kepada infrastruktur berupa padat karya tunai," kata Hadi.

Dengan begitu, kata dia, dana desa memang berputar di desa juga sendiri. Tidak lari keluar dari desa. Dan, masyarakat desa yang sepenuhnya menikmati itu. Bukan pihak ketiga dari luar desa.

"Pak Mendagri juga telah memberikan gagasan ide untuk membantu rehab kantor desa namun besaran tidak besar hanya 50 juta," ujar Hadi. (Sumber: Kemendagri)

30 Juli 2018

OJK Selenggarakan Kompetisi Inklusi Keuangan Perdesaan 2018

Inklusi keuangan adalah jumlah populasi yang menggunakan produk dan atau layanan jasa keuangan formal. Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penurunan ketimpangan pendapatan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Inklusi keuangan adalah jumlah populasi yang menggunakan produk dan atau layanan jasa keuangan formal. Peningkatan akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penurunan ketimpangan pendapatan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Paska kejadian krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 topik inklusi keuangan menjadi fokus kebijakan global. Indonesia sebagai negara dengan jumlah populasi tertinggi di dunia memiliki potensi tinggi dalam peningkatan inklusi keuangan dunia. 

Oleh karena itu, dalam rangka mencapai target inklusi keuangan nasional sebesar 75 persen tahun 2019 masih diperlukan berbagai inovasi baik dalam penyusunan aturan, model inklusi keuangan ataupun pengoptimalan fungsi desa dalam rangka meningkatkan akses keuangan bagi masyarakat. Salah satu langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan Indonesia adalah dengan melaksanakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK). 

Berdasarkan survei tahun 2016 menunjukan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat perdesaan sebesar 23,9 persen, lebih rendah dibandingkan indeks literasi masyarakat perkotaan yaitu sebesar 33,3 persen. Sedangkan, untuk indeks inklusi keuangan masyarakat perdesaan 2016 sebesar 63,2 persen, lebih rendah dibanding indeks inklusi keuangan masyarakat perkotaan yaitu sebesar 71,2 persen.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan 2016 ini meningkat bila dilihat data hasil survei tahun 2013 dengan indeks inklusi keuangan sebesar 59,7 persen dan indeks literasi keuangan sebesar 21,8 persen.

Dari hasil survei tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan cenderung memiliki awareness (kesadaran) rendah terhadap produk dan layanan jasa keuangan.

Padahal, Desa memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional karena desa yang mandiri secara ekonomi merupakan pondasi yang kuat dalam menopang ekonomi nasional. Desa-desa yang memiliki latar belakang suku dan budaya berbeda-beda memiliki potensi yang sangat besar terhadap munculnya keberagaman produk unggulan dengan ciri khas tertentu.

Terlebih lagi dengan keberadaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, suara desa kini semakin didengar. Desa kini tidak hanya menjadi fokus pembangunan, tetapi juga sebagai perancang pembangunan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Kini desa tidak boleh lagi menjadi obyek sasaran pembangunan, tetapi menjadi subyek yang berperan aktif sebagai motor penggerak pembangunan.

Pemerintah saat ini telah menempatkan pembangunan desa sebagai bagian terpenting dalam perwujudan cita-cita pembangunan. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan merupakan salah satu program prioritas Nawa Cita pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla. 

Saat ini total desa yang tercatat di seluruh Indonesia adalah sebanyak 74.958 desa. Namun demikian berdasarkan data Potensi Desa BPS tahun 2014, akses keuangan di pedesaan relatif masih cukup rendah yaitu hanya 7.704 desa (10,3%) yang terdapat fasilitas bank HIMBARA dan BPD, 3.708 desa (49,5%) yang terdapat BPR dan 2.869 (3,8%) yang terdapat Bank Umum Swasta. Desa juga memiliki potensi pengembangan LKM/LKMS, yang terlihat dari banyaknya jumlah Koperasi Simpan Pinjam (Kospin). Terdapat 15.884 desa (21,2%) yang memiliki Kospin dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi LKM.

Potensi pengembangan kawasan pedesaan juga diperkuat dengan adanya Alokasi Dana Desa (ADD) sejak tahun 2015 yang merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Nominal Dana Desa yang diberikan setiap tahunnya relatif terus meningkat, dimana pada awalnya diberikan anggaran Rp.20,76 T pada 2015 dengan rata-rata sebesar Rp.280,3 juta per desa menjadi total anggaran Rp.60 T dengan rata-rata Rp.800,4 juta per desa pada tahun 2018.

Atas dasar berbagai hal tersebut di atas, OJK berinisiatif untuk kembali menyelenggarakan Kompetisi Inklusi Keuangan (KOINKU) di tahun 2018 dengan mengangkat tema “Model Inklusi Keuangan Perdesaan”Kompetisi yang telah diselenggarakan sejak tahun 2014 ini menjadi salah satu strategi OJK dalam meningkatkan pemahaman dan awareness masyarakat terhadap inklusi keuangan dan dalam rangka mencari ide-ide kreatif serta inovatif terkait model inklusi keuangan. 

Adapun hasil kompetisi ini diharapkan dapat direplikasikan guna memperluas akses keuangan sehingga dapat mendukung dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera.

Kriterian peserta dan mekanisme kompetisi Inklusi Keuangan Perdesaan sebagai berikut:

1. Persyaratan Peserta:
  • Peserta wajib mengikuti seluruh rangkaian kompetisi.
  • Peserta dapat merupakan masyarakat umum dengan kepesertaan merupakan
  • tim yang terdiri dari 2 (dua) atau 3 (tiga) orang.
  • Peserta dapat mengirimkan lebih dari satu proposal model inklusi keuangan.
  • Berdomisili di Indonesia.
  • Pegawai organik OJK tidak diperkenankan untuk mengikuti kompetisi.
2. Mekanisme Pengumpulan Model Inklusi Keuangan

Dokumen yang dikumpulkan kepada panitia adalah sebagai berikut:
1) Curriculum Vitae (CV) seluruh anggota tim beserta nama tim.
2) Proposal model inklusi keuangan disampaikan dalam bentuk proposal
maksimum 20 halaman (tidak termasuk cover dan lampiran) serta tayangan
microsoft power point maksimal 10 slide (tidak termasuk cover dan lampiran).

Kedua dokumen tersebut di atas dituliskan dalam satu file berformat pdf,
dan diunggah ke website yang sudah ditentukan dengan format subject (JUDUL PROPOSAL MODEL INKLUSI KEUANGAN). 

Informasi lengkap tentang pelaksanaan Lomba Inklusi Keuangan Perdesaan Tahun 2018 dapat dilihat disini atau melalui situs https://www.koinku2018.id/

Adapun total hadiah kompetisi inklusi keuangan perdesaan 2018 sebesar Rp.80 juta rupiah.(*)

28 Juli 2018

Peta Jalan Badan Usaha Milik Desa Indonesia

Badan Usaha Milik Desa yang disingkat BUM Desa adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa dalam upaya memperkuat kemandirian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan masyarakat dan potensi desa.

Peta Jalan Badan Usaha Milik Desa Indonesia ini berisi rincian mengenai keadaan BUMDes masa kini, tantangan yang dihadapi, serta kebijakan dan strategi pengembangan BUMDes masa depan.
Sebagai pilar kebangkitan ekonomi Indonesia dari Desa, keberadaan BUMDes dari Sabang sampai Meurauke, dari Miangas sampai Pulau Rote masih memerlukan dukungan dan pendampingan dari berbagai pihak. Agar BUMDes benar-benar menjadi wadah atau pusat pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi di desa.

Dalam menguatkan ekonomi desa, tim dari BUMDes.id telah menyusun sebuah Peta Jalan Badan Usaha Milik Desa Indonesia. Peta jalan ini dilahirkan atas sinergi dari Academics-Business-Community-Government-Financial Institution dan Media (ABCGFM)

Dalam peta jalan BUMDes tersebut mengambarkan mengenai keadaan BUMDes masa kini, tantangan yang dihadapi, serta kebijakan dan strategi pengembangan BUMDes masa depan.

Supaya BUMDes dapat maju dan mandiri, maka setiap Desa harus percaya pada kemampuan warganya untuk mengubah nasib. Nasib Desa tidak akan berubah, kecuali warga desa itu sendiri yang merubahnya. 

Desa bukan miskin potensi, tetapi desa miskin keberanian dan inovasi. Warga desa perlu dibangun mental wirausaha. Bagaimana melihat dan menangkap peluang, serta mengubah peluang tersebut menjadi profit. 

Baca juga: BUMDes Pilar Ekonomi Masa Depan Desa.

Sebuah mental untuk selalu berpikir positif, percaya usaha sendiri dan berani mengambil risiko. Kondisi desa harus dilihat dari kacamata wirausaha. Banyak warga desa yang silau atas kemajuan daerah lain, padahal mereka sedang duduk di gunungan emas. 

Peningkatan kapasitas SDM diperlukan untuk mengolah potensi yang ada sesuai kearifan lokal dan perkembangan pasar. 

Untuk itu BUMDes harus menjadi rumah besar semua usaha di desa. Harus mampu jadi lokomotif untuk menggerakkan semua potensi desa. BUMDes Harus mampu jadi panggung untuk mendorong warga desa jadi pemain, bukan penonton. 

Oleh karena itu, berbagai informasi yang disajikan dalam Petan Jalan BUMDes Indonesia menuju Kemandirian Desa ini sangat layak untuk dibaca.

Salah satu kunci kemandirian desa adalah inovatif dan kreatif desa dalam menggali, mengelola dan mengembangkan potensi desa menjadi produktif dan bernilai bagi kesejahteraan masyarakat desa.(*)

27 Juli 2018

Kantor Desa Mirip Istana Merdeka, Siapa Arsiteknya?

Pusat Pemerintahan Desa Kemuningsari Kidul Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kantor desa termengah di Indonesia, karena bentuk gedung yang mirip istana kepresidenan.


Pusat Pemerintahan Desa Kemuningsari Kidul Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kantor desa termengah di Indonesia, karena bentuk gedung yang mirip istana kepresidenan.
Desa Kemuningsari Kidul/Foto: penanusantara.id
Desain bangunan kantor desa ini tergolong unik, karena bentuk gedungnya yang mirip dengan istana merdeka. Warna putih gading mendominasi bangunan kantor desa ini, lengkap dengan lambang burung garuda pancasila di tengahnya. 

Berdasarkan informasi dari daulatdesa.com, kantor desa Kemuningsari Kidul ini dibangun diatas lahan milik desa seluas seluas 3 hektar. Sedangkan luas gedung yang mirip istana merdeka 30 meter x 50 meter. Sisanya akan digunakan untuk pengembangan obyek wisata. Di antaranya kolam renang, tempat memancing dan taman rekreasi anak.

Untuk mewujudkannya, Sujarwo mengaku dibutuhkan anggaran sekitar Rp 3,2 miliar. “Sekarang ini sudah Rp 1,8 miliar, jadi kurang Rp 3,2 miliar. Total anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 5 miliar,” pungkasnya.

Bangunan kantor Desa Kemuningsari Kidul, Kecamatan Jenggawah terlihat megah karena mirip Istana Merdeka. Menariknya, bangunan ini diarsiteki sendiri oleh sang kades.

“Memang saya arsiteki sendiri detail bangunannya. Karena saya sendiri mantan kontraktor, dan memang saya mencontoh Istana Merdeka,” terang Sujarwo.

Sujarwo menambahkan, ia ingin kantor desanya juga berbeda dari kantor desa pada umumnya.

“Ingin beda saja, biar tidak sama dengan yang lain. Apalagi Istana Merdeka kan ada di Jakarta. Kalau di sini ada bangunan yang kayak gitu kan tidak usah jauh-jauh ke Jakarta,” lanjutnya.

Sebagai mantan kontraktor, Sujarwo sendiri yang melakukan perencanaan konstruksi hingga membuat Rencana Anggaran Belanja (RAB) untuk pembangunan gedung tersebut.

Namun diakui Sujarwo, meski didirikan sejak tahun 2014 silam, kondisi bangunan itu baru selesai 80 persen.

“Mulai ditempati hari ini. Baru 80 persen. Tapi ruangan sudah ada, yakni ruangan saya sebagai kades, terus dua ruangan untuk perangkat dan satu aula. Yang kurang adalah pintu belakang dan samping,” terang Sujarwo.

Untuk membangun kantor desa tersebut, Sujarwo mengaku biaya yang sudah digelontorkan mencapai sekitar Rp 1,8 miliar. Dananya diperoleh dari berbagai sumber.

“Ada dari pemasukan desa, bagi hasil pajak, swadaya masyarakat dan dana hibah,” papar Sujarwo.

Kades yang akan menjabat hingga 11 bulan ke depan ini pun berharap replika Istana Merdeka itu bisa selesai secepatnya. Barulah setelah itu, ia akan membangun taman di sekitar kantor desa yang berfungsi sebagai obyek wisata.

“Tanahnya kan luas, sekitar 3 hektar. Setelah bangunan tuntas, sisa lahan akan kita bangun untuk tempat wisata desa. Mungkin taman dan tempat rekreasi lainnya,” ujarnya.(*)

26 Juli 2018

BUMDes Bukan Lembaga Suplier Produk Luar Desa?

Pendirian dan pengelolaan BUMDes pada dasarnya adalah membangun tradisi berdemokrasi ekonomi di desa untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat desa yang lebih baik. 

Pendirian dan pengelolaan BUMDes pada dasarnya adalah membangun tradisi berdemokrasi ekonomi di desa untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat desa yang lebih baik.

Pendirian Badan Usaha Milik Desa dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 6/2014 tentang Desa. Pendirian BUMDes disepakati melalui musyawarah desa dan ditetapkan melalui Peraturan Desa (Perdes). Pengelolaan dilaksanakan dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.


Dana Desa dapat dipergunakan sebagai modal dasar BUMDes untuk melaksanakan kegiatan usahanya baik usaha dibidang ekonomi maupun bidang pelayanan sosial. 

Penentuan jenis-jenis usaha BUMDes menyesuaikan dengan potensi desa dan kebutuhan masyarakat desa. Dengan demikian, kelahiran badan usaha milik desa benar-benar menjadi solusi bagi desa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat desa. 

Karena minimnya daya inovasi dan kreasi sehingga menyebabkan banyak usaha BUMDes tidak mengakar pada upaya penggalian potensi dan optimalisasi aset-aset desa. 

Ujung-ujungnya BUMDes sekadar menjadi lembaga suplier produk dari luar  desa untuk dijual kepada masyarakat desa, padahal yang diharapkan bukan demikian.


Karena untuk menjadi desa mandiri dan sejahteraan dapat dicapai jika desa mampu menggali, menggerakan, mengelola dan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. 

Pada sisi lain, berbagai permasalah dalam pengembangan BUMDes disebabkan belum terbentuk iklim berusaha yang kondusif, keterbatasan informasi dan akses pasar, manajemen, rendahnya daya inovasi kreasi pengelola dan keterbatasan modal. 

Oleh karenanya, BUMDes sebagai pilar pemberdayaan ekonomi desa masa depan membutuhkan dukungan dari berbagai stakeholder, termasuk goodwill dari supra desa.