29 September 2018

Menengok Data Perkembangan Desa

Data perkembangan desa menjadi kebutuhan pokok untuk mengukur bagaimana arah perubahan desa terjadi. Selama ini pemerintah telah menjadikan desa sebagai salah satu poros utama pembangunan. Puluhan triliun dana telah digelontorkan oleh pemerintah demi menjalankan misi pembangunan tersebut. Target pemerintah setidaknya mencapai 2.000 desa mandiri serta mengentaskan 5.000 desa tertinggal menjadi berkembang.

Data perkembangan desa menjadi kebutuhan pokok untuk mengukur bagaimana arah perubahan desa terjadi. Selama ini pemerintah telah menjadikan desa sebagai salah satu poros utama pembangunan. Puluhan triliun dana telah digelontorkan oleh pemerintah demi menjalankan misi pembangunan tersebut. Target pemerintah setidaknya mencapai 2.000 desa mandiri serta mengentaskan 5.000 desa tertinggal menjadi berkembang.
Semenjak UU Desa digulirkan empat tahun lalu, pemerintah mendukung gerakan pembangunan desa agar masyarakat desa bisa menjadi subjek pembangunan. Bukti ini tercetak jelas dalam Nawacita ketiga, yaitu "Membangun dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa Dalam Kerangka Negara Kesatuan." Upaya ini kemudian diperkuat dengan dukungan materiil berupa program dana desa.

Dana desa yang disalurkan tak tanggung-tanggung, mengalami kenaikan tiap tahunnya yaitu pada 2015 sebesar Rp 20,67 triliun, 2016 sebesar Rp 46,98 triliun, 2017 sebesar Rp 60 triliun, 2018 masih sebesar Rp 60 triliun, dan untuk 2019 pemerintah mengalokasikan hingga Rp 73 triliun. Dana ini banyak digunakan untuk perbaikan infrastruktur seperti jalan desa, air bersih, MCK, irigasi, PAUD, dan sebagainya. Pemerintah tentu mengharapkan hasil bagunan fisik ini berdampak besar pada akselerasi kemajuan desa.

Data yang Tersedia

Perkembangan desa bisa dilihat dari berbagai data yang tersedia. Salah satunya adalah Indeks Desa Membangun (IDM) yang diluncurkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT). Indeks ini mengelompokkan desa menjadi lima kategori yaitu desa mandiri, desa maju, desa berkembang, desa tertinggal, dan desa sangat tertinggal. IDM mulai diluncurkan pada 2015 dengan bersumber pada data Potensi Desa yang telah dipublikasikan oleh BPS.

Ada 54 variabel yang kemudian dikelompokkan menjadi 3 dimensi yaitu ekonomi, sosial dan ekologi. Indikator sosial digunakan untuk melihat bagaimana kondisi sosial masyarakat desa yang terdiri dari modal sosial, kesehatan, pendidikan, dan permukiman. Dimensi ekonomi digunakan untuk menggambarkan bagaimana ketahanan ekonomi desa yang dilihat dari keragaman produksi desa, tersedianya pusat pelayanan perdagangan, akses distribusi/logistik, akses ke lembaga keuangan, lembaga ekonomi, dan keterbukaan wilayah. Sedangkan, dimensi terakhir yaitu dimensi ekologi melihat kondisi lingkungan desa dari variabel kualitas lingkungan, potensi rawan bencana, dan tanggap bencana.

Pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo yakni 2015, hanya 173 (0,23%) dari 74.093 desa yang menduduki kategori desa mandiri, disusul 3.610 desa maju (4,83%), 22.916 desa berkembang (30,66%), 33.948 desa tertinggal (45,41%), dan 14.107 desa sangat tertinggal (18,87%). Data ini menunjukkan bahwa kondisi desa pada waktu itu masih didominasi oleh kategori desa tertinggal dan sangat tertinggal, sementara desa mandiri dan desa maju hanya mengambil porsi kurang dari 5% saja.

Perlu diingat kembali bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 pemerintah menargetkan terjadi peningkatan desa paling sedikit 2.000 desa mandiri dan penurunan desa tertinggal sampai dengan 5.000 desa tertinggal. Artinya, pemerintah harus bisa membuat komposisi perkembangan status desa yang terdiri dari setidaknya 2,93% desa mandiri, dan menekan jumlah desa tertinggal hingga tersisa 39,07% pada 2019. Bukan pekerjaan mudah tentunya. Pemerintah perlu terus memantau bagaimana perkembangan desa setiap tahunnya agar penanganan melalui kebijakan bisa sigap dilakukan.

Pada tahun berikutnya 2016, Kemendesa PDTT melakukan survei untuk mengisi kekosongan input data IDM, karena publikasi data Potensi Desa yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) tidak dilakukan setiap tahun. Ada 1.429 desa yang dijadikan sebagai sampel yang hasilnya menunjukkan bahwa komposisi status perkembangan desa mengalami perbaikan. Meski tidak bisa dijadikan patokan sepenuhnya bahwa realitas seluruh desa lainnya mengalami perubahan dengan komposisi demikian, namun setidaknya dengan hasil survei ini, pemerintah bisa melihat gambaran kasar bagaimana arah pembangunan desa.

Dalam rentang waktu satu tahun, komposisi desa tertinggal mengalami penurunan dari 45,41% pada 2015 menjadi 31,36% pada 2016, jauh melebihi target yang diharapkan. Sementara, untuk desa mandiri juga mengalami perbaikan dari semula 0,23% menjadi 1,19% pada 2016. Komposisi status lainnya yaitu 15,32% desa maju, 46,95% desa berkembang, dan 5,17% desa sangat tertinggal. Sekali lagi, capaian ini diperoleh melalui hasil survei dengan sampel yang sedikit, sehingga pemerintah belum bisa melakukan klaim sepenuhnya.

Pada 2017, pemerintah absen dalam publikasi data perkembangan desa. Hal ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Kali ini pemerintah melakukan survei kembali untuk melihat perkembangan desa secara lebih nyata dengan jangkauan sampel yang lebih besar yaitu 69.115 desa, hampir mendekati total keseluruhan desa yang berjumlah 74.794 desa. Konsekuensinya waktu yang dibutuhkan juga panjang, sehingga hasil survei yang telah dimulai pada 2017 ini baru bisa disampaikan ke publik satu tahun berikutnya yaitu tahun sekarang 2018.

Melihat dari segi jumlah sampelnya, survei kali ini dirasa lebih tepat dibandingkan dengan tahun dasar yakni 2015. Selama 3 tahun berjalan, status beberapa desa telah mengalami perbaikan. Jumlah desa maju bertambah menjadi 4.784 desa (6,92%), desa berkembang sebanyak 30.293 desa (43,83%), dan desa sangat tertinggal jauh berkurang menjadi 6.633 desa (9,6%). Bahkan untuk target pemerintah dalam mengentaskan setidaknya 5.000 desa tertinggal hampir tercapai, karena jumlah desa tertinggal terbaru sebanyak 27.092 desa (39,20%). Angka ini jauh berkurang dibandingkan 2015.

Jerih payah pemerintah dan berbagai pihak untuk mengangkat desa dari ketertinggalan tercermin dari hasil tersebut. Namun demikian, pekerjaan rumah tetap belum usai karena kondisi berbeda untuk target peningkatan desa mandiri. Datanya memang mengalami peningkatan namun tidak signifikan, yakni dari 173 desa pada 2015 menjadi 313 desa mandiri pada 2018, masih jauh dari target yang diinginkan. Akselerasi perbaikan status desa tertinggal sepertinya lebih kencang daripada desa mandiri.

Pemerintah harus bergegas diri untuk menelisik lebih dalam dan mencari solusi guna mewujudkan target yang telah direncanakan. Waktu yang tersisa kini hanya 1 tahun, butuh kerja keras dan dorongan gotong royong dari semua pihak. Mengungkit status desa demi kesejahteraan masyarakat desa merupakan tugas semua pihak yakni pemerintah, masyarakat desa, dan juga kita.

Oleh: Ana Fitrotul Mu'arofah, S.E, M.E 
Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia

Sumber: Detik.com

27 September 2018

BUMDes sebagai Konektor 4.0

Revolusi Industri 4.0 bukan hanya masalah teknologi baru, tetapi masalah gagasan baru.
Revolusi Industri 4.0 bukan hanya masalah teknologi baru, tetapi masalah gagasan baru.
Berbeda dengan pemahaman banyak orang tentang disrupsi Industri 4.0, disrupsi tersebut tidak terjadi dengan acak. Disrupsi menyasar industri yang tidak efisien, contohnya industri transportasi, pemesanan tiket dan hotel dan sebentar lagi perbankan dan pendidikan. 

Customer sekarang berpikir mengapa saya harus membayar mahal, menunggu lama dan repot repot untuk hal hal yang bisa saya dapat lebih murah, cepat dan tidak repot.

Pebisnis lama, terjebak pada keyakinan-keyakinan usang. Bisnis hotel perlu modal besar, naik pesawat terbang memang biayanya mahal, buat supermarket perlu gudang besar. Keyakinan-keyakinan usang itu yang "membunuh" bisnis pemain-pemain lama.

Hal yang sama terjadi di desa. Berbeda dengan keyakinan banyak orang bahwa Revolusi Industri 4.0 akan menyulitkan desa, justru Revolusi Industri 4.0 akan membuka banyak peluang bagi desa.

Saat ini banyak start up didukung kemampuan teknologi tinggi dan pendanaan besar siap masuk desa. 

Mereka mengembangkan drone, dengan kemampuan pencitraan dan sensor yang super sensitif, sehingga bisa memotret warna daun, mengukur suhu, kelembapan dan mengkonversinya, dengan bantuan kecerdasan buatan, untuk menghitung jenis pupuk, komposisi dan takaran yang tepat untuk tiap pohon!

Sistem pengairan yang terhubung dengan kendali elektronik jarak jauh, bisa dikendalikan secara otomatis atau dimodifikasi lewat tablet dan handphone. Hasil pertaniannya sudah terkoneksi dengan pasar nasional dan global lewat e-commerce. Inilah pola pertanian para millenial, mereka bertani dengan gadget.

Akan semakin banyak anak muda millenial, membawa teknologi digital untuk masuk ke desa, khususnya pertanian. Mereka melihat inefisensi terbesar industri di Indonesia ada di pertanian. Mengapa harga Alpokat Soe di NTT hanya Rp3.600 per kg dan menjadi Rp50.000 per kg di Jakarta?

Desa bukan miskin potensi, ataupun sumber daya manusia. Desa hanya tidak memiliki konektivitas yang tepat. Infrastrukur yang jelek, skala produksi yang kecil-kecil dan menyebar, sehingga membuat produk desa kalah bersaing atau tidak menemukan ceruk pasar yang tepat. 

Sebesar-besarnya potensi di desa, tetapi kalau tidak konek dengan pasar yang membutuhkan maka akan sia-sia. Disinilah peluang terbesar generasi millenial dan teknologi digital untuk melakukan intervensi. Argumen kami yang terakhir disinilah peran strategis BUMDes.

BUMDes bisa menjadi konektor, untuk menghubungkan potensi desa yang belum optimal dengan pasar, anak muda dengan teknologi digital dan jejaring pemasaran nasional. Inilah yang kami sebut BUMDed sebagai Konektor 4.0

Jangan sampai dengan hadirnya Revolusi Industri masuk ke desa, desa menjadi maju teapi kehilangan jati dirinya. Harga itu akan menjadi sangat mahal di masa depan, karena selama ratusan tahun desa sudah mengajarkan pada Indonesia, bahwa kearifan lokal, semangat persatuan dan gotong royong, serta konsisten menjaga kelestarian alam adalah modal terbesar untuk bertahan dan berkelanjutan.

Demikian ringkasan materi yang disampaikan di "Konferensi Pembangunan Jawa Barat 4.0" memperingati Dies Natalis Unpad ke 61.

Oleh Rudy Suryanto, Founder Bumdes.id

25 September 2018

Cara Terbaru Membuat Website Desa dan Pemohonan Domain Desa ID

Desa masa kini berbeda dengan desa masa lalu. Sekarang, desa memiliki kewenangan yang besar dalam menentukan dan merumuskan masa depan desanya melalui kewenangan hak asal usul (rekognisi) dan kewenangan lokal berskala desa (subsidaritas).

Cara Terbaru Membuat Website Desa dan Pemohonan Domain Desa ID

Dalam menjalankan kewenangannya. Pemerintah Desa dituntut untuk mempraktikkan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Ada banyak manfaat keterbukaan informasi desa. Diantaranya, dapat meningkatkan kemampuan, kemauan, inisiatif dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan Desa dan lain sebagainya.


Desa yang kreatif dengan cepat melakukan berbagai inovasi untuk merespon perubahan dan kemajuan zaman. Salah satunya, melalui pemanfaatan teknologi internet. Website desa adalah salah satu bentuk inovasi desa dalam pemanfaatan internet sebagai media penyebaran informasi desa yang sangat efektif.

Melalui website desa berbagai potensi desa, produk unggulan desa, kreatifitas desa dapat dipublikasikan. Sehingga membuka peluang bagi desa lain untuk melakukan replikasi inovasi. 

Website desa dapat difungsikan sebagai media peningkatan pelayanan publik kepada masyarakat desa secara online. Dengan adanya website desa beragam kinerja pemerintahan desa dapat disampaikan, sehingga masyarakat bisa mengetahui keadaan yang terjadi di desanya, termasuk oleh pihak-pihak diluar desa atau supra desa.

Bagaimana cara membuat website desa..?

Cara membuat website desa sebenarnya sangat mudah. Karena pendaftaran domain desa (desa.id) dilakukan secara online melalui situs https://domain.go.id

Persyaratan pendaftaran juga tidak rumit. Desa hanya menyiapkan beberapa surat saja. Surat permohonan domain desa.id yang ditujukan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, Surat Kuasa Kepala Desa kepada Sekretaris Desa.


Sementara itu, tatacara pendaftaran domain desa.id secara lengkap silahkan donwload disini. Sedangkan untuk tutorial pendaftaran domain desa.id akan kita sharing dalam posting berikutnya.

Demikian informasi tentang cara terbaru membuat website desa dan pendaftaran domain desa. Semoga bermanfaat.

23 September 2018

Bank Dunia: Kemiskinan Masih Jadi Fenomena di Desa Indonesia

INFODES - Tingkat kemiskinan di Indonesia untuk pertama kalinya memang tembus single digit. Namun, menurut Bank Dunia (The World Bank/ WB) kemiskinan di desa-desa di Indonesia masih menjadi fenomena.

Data Bank Dunia kemiskinan di desa-desa di Indonesia masih menjadi fenomena

"Kemiskinan masih cukup besar dan fenomenal baik dalam nilai absolut maupun tingkat (rasio) kemiskinan," demikian dikutip dari Laporan Indonesia Economic Quarterly Bank Dunia September 2018, Jumat (21/9/2018).

Pada Maret 2018, 61,9% penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan dan tingkat kemiskinan di pedesaan telah mencapai 13,2%.

"Hampir dua kali lipat dari 7% di daerah perkotaan," kata Bank Dunia.

Bank Dunia menjelaskan kemiskinan cukup dominan di desa karena keterbatasan akses pekerjaan layak, pasar, kesehatan, dan pendidikan jika dibandingkan dengan perkotaan. 

"Meskipun kemiskinan didominasi oleh desa. Namun, secara perlahan kemiskinan di daerah perkotaan juga meningkat. Dari 34,7% di Maret 2002 ke 38,1% di Maret 2018. Terutama karena urbanisasi," papar Bank Dunia.

Sumber: CNBC Indonesia

22 September 2018

Kabupaten Pakpak Bharat Siap Laksanakan Program Inovasi Desa

INFODES - Kabupaten Pakpak Bharat siap melaksanakan Program Inovasi Desa mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi perdesaan serta membangun kapasitas desa yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan kemandirian desa. 

Kabupaten Pakpak Bharat siap melaksanakan Program Inovasi Desa mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi perdesaan serta membangun kapasitas desa yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan kemandirian desa.

Hal tersebut disampaikan oleh Arjuna (Tenaga Ahli P3MD-PID Kabupaten Pakpak Bharat) pada saat menghadiri acara serah terima jabatan Camat STTU Julu dari pejabat lama Bapak Elhidayat Berutu, SH. MAP kepada pajabat Plt Bapak Robincem Habeahan di aula Kantor Camat STTU Julu Kabupaten Pakpak Bharat, 20 September 2018.

Arjuna, atas nama seluruh Tenaga Pendamping Desa dalam sambutannya menyampaikan ucapan selamat kepada Bapak Elhidayat Berutu yang dipercaya mengemban jabatan baru sebagai Kepala Dinas Sosial Kabupaten Pakpak Bharat dan berterima kasih atas kerjasama dalam mendampingi dan memfasilitasi pembangunan desa. Arjuna (TA-PP) yang hadir bersama Mordahai Hutabarat (TA-PMD) dan Kusnarto (TA-PED), menambahkan bahwa STTU Julu merupakan salah satu kecamatan terbaik dalam progres pelaksanaan pembangunan desa baik dalam perencanaan dan pelaksanaannya.

“Untuk meningkatkan kapasitas desa dalam pembangunan desa sesuai amanat UU No 6 Tahun 2014, kita akan melaksanakan Program Inovasi Desa dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bupati Pakpak Bharat tentang TIM INOVASI KABUPATEN PAKPAK BHARAT, ini juga sejalan dengan visi dan misi Kabupaten Pakpak Bharat," ungkap Arjuna.


Turut hadir dalam acara serah terima mewakili Bupati, Bapak Drs. Tekki Angkat (Asisten Pemerintahan) sekaligus Plt Kepala Dinas PMD Perempuan dan PA Kabupaten Pakpak Bharat, dalam arahannya beliau menyampaikan agar pengelolaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa dioptimalkan dengan melibatkan Pendamping Desa.

Sebagaimana diketahui, untuk meningkatkan kapasitas pendamping dalam pelaksanaan Program Inovasi Desa telah dilaksanakan Pelatihan Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat pada tanggal 24-30 Agustus 2018 di Medan yang dibuka oleh Direktur PMD Ditjen PPMD Kemendesa PDTT Bapak Moh Fachri, SSTP, MSi didampingi Kepala Dinas PMD Provinsi Sumatera Utara Bapak Ir. H. Aspan Sofian, MM.

Setelah terbitnya SK TIK, Tim TAPM Kabupaten Pakpak Bharat melakukan koordinasi dengan Dinas PMD PPA Kabupaten Pakpak Bharat, dalam rangka percepatan Pelaksanaan Program Inovasi Desa di Kabupaten Pakpak Bharat, dimana pada tanggal 25 September 2018 akan dilaksanakan sosialisasi Program Inovasi Desa kepada OPD terkait, dilanjutkan dengan Musyawarah Antar Desa (MAD) 1 sampai dengan 28 September 2018 dan direncanakan pelaksanaan Bursa Inovasi Desa dilaksankan pada Minggu ke-2 bulan Oktober 2018.(Rilis)

18 September 2018

Aturan Keuangan Desa Berubah, Desa Dipaksa Belajar Lagi

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) sudah masuk tahun ke empat, karena efektif berjalan sejak 2015.
 
tata kelola keuangan desa terbaru
Pemberdayaan desa menemukan beragam tantangan dan pembelajaran. Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh pengelola keuangan desa dalam waktu dekat adalah penyesuaiantata kelola keuangan desa  terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 (Permendagri 20/2018) tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Permendagri 20/2018 mencabut Permendagri 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan beberapa pasal atau ayat terkait pada Permendagri 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Catatan Perubahan Mendasar Pengelolaan Keuangan Desa
  1. Pencatatan akutansi keuangan menggunakan metode Basis Kas. Artinya, transaksi keuangan baru dicatat jika sudah terjadi penerimaan atau pengeluaran. Sebelumnya menggunakan basis akrual yang mencatat semua transaksi meskipun belum ada pengeluaran atau penerimaan kas.
  2. Pengelola keuangan diharuskan berasal dari perangkat desa yang terdiri dari Kepala Urusan (Kaur) dan Kepala Seksi (Kasi). Dalam hal ini sebenarnya Kabupaten/Kota bisa mengatur (melalui Perbup) mengenai adanya unsur masyarakat yang masuk menjadi tim pelaksana kegiatan. Penatausahaan atau fungsi perbendaharaan dilakukan oleh Kaur Keuangan, sebelumnya oleh Bendahara.
  3. Terdapat perubahan struktur kodifikasi Bidang, Sub Bidang, Kegiatan, Jenis Belanja, Obyek Belanja, hingga item belanja/pengeluaran. Struktur ini termasuk penentuan kode rekening yang baku hingga item belanja dalam rancangan anggaran. Penambahan item yang dinamis (di luar kebakuan) hanya disediakan nomor kode rekening 90-99 saja. Terlihat ambisi yang tinggi untuk kepentingan agregasi secara nasional.
  4. Terdapat tambahan format dokumen penganggaran, pelaksanaan, hingga laporan realisasi dan pertanggungjawaban. Dokumen tambahan tersebut (selain yang sudah termuat dalam Permendagri 113/2014) meliputi: DPA, RKA, RKK, RAK, Buku Pembantu Panjar, Buku Pembantu Terima Swadaya, laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan, Catatan atas Laporan Keuangan (CALK), dan laporan program sektoral.
  5. Adanya kewenangan BPD untuk menolak RAPBDesa.
  6. Kewenangan pembinaan dan pengawasan bukan hanya pada level kabupaten/kota dan provinsi, tetapi hingga level Kementerian.
Tantangan Penguatan Kapasitas dan Pemberdayaan Desa

Aturan baru akan mengakibatkan aturan turunan baru. Mekanisme baru akan mengakibatkan penyesuaian secara sosial dan teknis di lapangan. Dalam hal ini pengelola keuangan di desa juga “harus” menyesuaikan tata kelola keuangan yang sudah berjalan selama ini dengan aturan dan mekanisme yang baru. Bukan hanya desa, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi pun juga harus menyiapkan pola penguatan kapasitas dan pendampingan desa sehingga pengelolaan keuangan desa tidak menjebak desa pada aspek teknokratis dan administatif saja. Selain itu, implementasi UUDesa tidak hanya dimaknai dengan pengelolaan Akutansi Dana Desa.

Refleksi
Mengutip pernyataan Sutoro Eko dalam diskusi yang digelar Institute for Research and Empowerment (IRE) pada 21/07/2018 di Yogyakarta bertajuk “Meluruskan Jalan Desa”, ada tiga poin penting reflektif yang perlu dilakukan oleh desa dalam implementasi UUDesa, yaitu:
  1. Radikalisasi Desa, dimaknai sebagai gotong royong dalam merebut kuasa pengelolaan urusan desa
  2. Dekolonialisasi, dimaknai sebagai melawan penjajahan yang menggunakan regulasi dan teknokrasi
  3. Siasat dan Negosiasi, dimaknai dengan Desa harus tetap menyiasati pemberdayaan masyarakat desa demi keutuhan karakter desa yang berdaya.
Silahkan unduh Permendagri 20/2018 dan lampirannya disini.

Sumber: https://sekolahdesa.or.id/aturan-pengelolaan-keuangan-desa-berubah-ambisi-teknokrasi-desa/