13 Desember 2019

Ketahanan Iklim bermula di Desa

  • Desa sebagai garda terdepan dalam merespon ancaman dan dampak dari bencana iklim, dan membuka peluang terwujudnya desa yang tangguh, selain tentunya sebagai pihak yang selama ini menjadi korban dari climate disaster/climate catastrophe.
  • Dari total desa di Indonesia yaitu 82.190 desa, desa yang tergolong rentan terhadap dampak perubahan iklim dengan kategori sangat tinggi berjumlah 2.400 atau 2.92%, dan kategori kerentanan tinggi sebesar 4.881 atau 5,94%.
  • Masyarakat desa umumnya bergantung pada penghidupan subsisten atau mata pencaharian skala kecil yang rentan terhadap variasi iklim dan memiliki infrastruktur yang tidak memadai atau kurang terjaga.
  • Penguatan kapasitas adaptasi dari perubahan iklim di desa menjadi hal yang krusial dan mendesak. Upaya menekan dampak bencana terkait iklim pendekatan berbasis masyarakat pada tingkat desa kurang dipopulerkan sebagai aksi yang masif dan sistematis.

Tulisan singkat sebagai dorongan kepada pemerintah khususnya dan pegiat/praktisi adaptasi perubahan iklim di Indonesia untuk meletakkan Desa sebagai garda terdepan dalam merespon ancaman dan dampak dari bencana iklim, sekaligus membuka peluang terwujudnya desa yang tangguh, selain tentunya sebagai pihak yang selama ini menjadi korban dari climate disaster/climate catastrophe yang mengakibatkan kerugian sosial, ekonomi dan lingkungan.

Dalam konstelasi perundingan perubahan iklim dan beragam laporan ilmiah yang diterbitkan oleh bebrapa lembaga internasional, disebut dampak merugikan dari perubahan iklim akan semakin besar magnitude-nya, seiring ‘keterlambatan’ masyarakat global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai penyebab pemanasan global yang berakibat perubahan iklim.

Kaum imuwan mengingatkan bahwa kita hanya punya waktu 12 tahun untuk menjaga agar kenaikan suhu bumi dipertahankan dibawah 1,5 C demi menghindari dampak yang lebih buruk. Ditengah pesimisme atas upaya bersama negara-negara untuk menekan lepasan emisi gas yang mengemuka dalam pembicaraan di COP 25 Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-bangsa yang sedang berlangsung di Madrid, inilah saatnya merencanakan bagaimana bisa beradaptasi dengan segala konsekuensinya jika tidak bisa dihindari. Kenaikan suhu menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian bencana alam.

Salah satu strategi yang sejalan adalah memperkuat ketahanan iklim pada tingkat mikro di desa. Upaya ini seringkali diabaikan karena skalanya. Namun, sebetulnya terdapat peluang besar membuatnya menjadi besar dan mengungkit dampaknya menjadi global.


Desa Rentan dan Peluang memperkuat ketahanan Iklim

Dari total desa di Indonesia yaitu 82.190 desa, desa yang tergolong rentan terhadap dampak perubahan iklim dengan kategori sangat tinggi berjumlah 2.400 atau 2.92%, dan kategori kerentanan tinggi sebesar 4.881 atau 5,94% (KLHK, 2017). Sementara itu, yang masuk kategori kerentanan sedang, 54.458 (72,34%), kerentanan rendah 7.085 (8,62%) dan sisanya sebesar 8.366 (10,18%) berkategori sangat rendah.

Desa saat ini dihadapkan dengan tekanan akibat eksploitasi dan penghancuran ekosistem, kerusakan dan penebangan hutan ilegal dan meningkatnya pencemaran oleh aktifitas di hulu yang meningkatkan kerentanan dan risiko. Fenonema perubahan iklim memberi tekanan baru dari kondisi yang sudah ada.

Masyarakat desa umumnya bergantung pada penghidupan subsisten atau mata pencaharian skala kecil yang rentan terhadap variasi iklim. Mereka memiliki infrastruktur yang tidak memadai atau kurang terjaga. Mereka memiliki sedikit aset dan sedikit untuk jatuh kembali saat krisis terjadi. Biasanya, mereka memiliki keterbatasan akses terhadap pengetahuan baru atau kesempatan untuk mempelajari keterampilan baru. Di sisi lain, pengalaman dari ikatan sosial masyarakat desa menjadi modal optimisme dalam membangun ketahanan masyarakat desa dari ancaman perubahan iklim.

Penguatan kapasitas adaptasi dari perubahan iklim di desa menjadi hal yang krusial dan mendesak. Kuat atau lemahnya kapasitas desa dapat dilihat dari sisi eksternal seperti daya dukung ekosistem dan lingkungan, juga sisi internal yang dilihat dari kesiapan perangkat regulasi dan kelembagaan, pendanaan serta sumberdaya manusia.


Tindakan berbiaya rendah namun berdampak langsung

Pertanian, perkebunan dan perikanan adalah contoh dari sektor utama pembangkit ekonomi desa sekaligus pilar penyangga ketahanan pangan. Sebab itu adanya faktor luar terhadap kondisi iklim yang dapat mengganggu sudah pasti berpengaruh buruk pada sumber-sumber ekonomi tadi. Dalam perspektif desa, adaptasi berbasis kepada masyarakat merupakan aktifitas yang pragmatis, namun berpotensi besar menjadi sistem yang terstruktur dan berlanjut. Kegiatan pada tingkat desa-berbiaya murah, sederhana, namun berdampak langsung upaya memperkuat daya lenting atau tingkat ketahanan lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat.

Sayangnya, upaya menekan dampak bencana terkait iklim pendekatan berbasis masyarakat pada tingkat desa kurang dipopulerkan sebagai aksi yang masif dan sistematis. Padahal, instrumen pendukung untuk mewujudkan masyarakat pada level terendah seperti Undang-undang Desa yang memberi ruang kepada desa melalui anggaran yang diberikan untuk mengembangkan dan membangun program yang dapat berkontribusi pada pencapaian kesejahteraan masyarakat, termasuk dalam hal ini program ketangguhan dalam merespon ancaman dan bencana terkait iklim. Kekuatan pendekatan berbasis masyarakat mampu menciptakan ruang kontrol, termasuk di dalamnya pemanfaatan ruang dan penggunaan sumber daya alam yang baik dan berkelanjutan, didasari oleh pemahaman, pengetahuan dan kesepakatan antar masyarakat tersebut.

Pengetahuan dan kearifan yang masih kental dan berlaku di beberapa daerah dalam memperlakukan lingkungan dan ekosistemnya sebagai bagian dari nilai-nilai hidup mereka dapat menjadi perekat dan memperkaya strategi dan respon terhadap perubahan iklim yang dikembangkan dalam mengatasi perubahan iklim. Kerja sama antar desa dalam satu kawasan yang terpapar dampak perubahan iklim dan bencana dimungkinkan melalui skema pembangunan kawasan perdesaan. Pendekatan lansekap untuk penanganan dampak perubahan iklim mendapatkan peluang melalui kerja sama antar kawasan dalam satu Kabupaten atau Kota.

Pada konteks modal sosial di tingkat desa, nilai kepercayaan tidak diukur dari lemah atau kuatnya ikatan antar individu masyarakat namun juga persepsi yang baik dan benar terhadap isu tertentu, penyampaian pesan informasi dan pengetahuan mengenai persoalan ini harus dipahami masyarakat desa, agar mereka mampu merespon isu tersebut dengan baik dan benar pula.

Sebaliknya, kemampuan kapasitas beradaptasi tidak ditentukan ketersediaan teknologi saja, namun kapasitas termasuk struktur pengambilan keputusan dalam masyarakat itu sendiri. Kebijakan perubahan iklim hakekatnya memprioritaskan kepada aspek penyelamatan sebuah wilayah, bangsa dan negara dari ancaman yang ditimbulkan. Secara mikro ketahanan perekonomian masyarakat desa menjadi pertaruhan dari rendah dan tingginya tingkat kerentanan. Dampak yang ditimbulkan akan bergeser pada tingkat ekonomi makro negara. Memobilisasi gagasan untuk mendapatkan respon dan pemahaman yang sama membutuhkan unsur perekat yang mampu mendorong masyarakat desa secara kolektif ke arah yang diinginkan.

*Ari Mochamad dan Suryani Amin. Keduanya adalah pegiat lingkungan dan adaptasi perubahan iklim. Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis.

Sumber: https://www.mongabay.co.id/2019/12/13/ketahanan-iklim-bermula-di-desa/

11 Desember 2019

Apakah Sekdes Boleh Melaksanakan Pengadaan Barang Jasa di Desa?

Setelah diterbitnya Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Banyak yang bertanya. Apakah Sekretaris Desa boleh melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di Desa? Kalau tidak diperbolehkan apa dasar hukumnya? 

Apa saja tugas dari TPK/TPBJ di Desa?

Untuk menjawab pertanyaan ini, tentu diperlukan penelaahan yang mendalam terhadap peraturan perundang-undangan. Ada baiknya sebelum kita mengupas lebih lanjut terhadap pertanyaan diatas. Mari kita pahami dulu apa saja tugas Sekretaris Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan Keuangan DesaPada Pasal 5 Ayat (1) menjelaskan bahwa Sekretaris Desa adalah Koordinator Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD). 

Selanjutnya dalam Pasal 5 Ayat (2) menyebutkan Sekretaris Desa mempunyai tugas sebagai berikut:

  1. Mengorganisasikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan APB Desa;
  2. mengordinasikan penyusunan rancangan APB Desa dan rancangan perubahan APBDes;
  3. Mengordinasikan penyusunan rancangan peraturan desa tentang APBDes, perubahan APBDes, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDesa;
  4. Mengkoordinasikan penyusunan rancangan peraturan kepala desa tentang penjabaran APBDes dan Perubahan Penjabaran APBDes;
  5. Mengorganisasikan tugas perangkat desa lain yang menjalankan tugas PPKD, dan 
  6. Mengorganisasikan penyusunan laporan keuangan desa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes.
Selain tugas-tugas diatas, Sekretaris desa mempunyai tugas melakukan verifikasi terhadap Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA), Dokumen Pelaksana Anggaran Lanjutan (DPAL) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA), melakukan verifikasi terhadap Rencana Anggaran Kas Desa (RAK Desa) dan melakukan verifikasi terhadap bukti penerimaan dan pengeluaran APBDes.

Dalam Permendagri tersebut secara tegas menempatkan posisi Sekretaris Desa sebagai koordinator pelaksana dalam pengelolaan keuangan desa, dan pelaksana kegiatan anggaran menjadi tugas Kasi/Kaur. 

Kemudian dalam Pasal 7 (Ayat) 1 dijelaskan bahwa kaur dan kasi dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh tim yang melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa yang karena sifat dan jenisnya tidak dapat dilakukan sendiri.

Nah, kembali pada pertanyaan diatas tentang Apakah Sekdes Boleh Melaksanakan Pengadaan Barang Jasa di Desa? 

Yang perlu dipahami adalah dasar hukum pengadaan barang/jasa di desa saat ini mengacu pada Peraturan LKPP No.12/2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa, yang merupakan perubahan atas Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015.

Dalam peraturan terbaru pengadaan barang dan jasa di Desa, dalam Pasal 8 disebutkan bahwa para pihak dalam pengadaan terdiri dari Kepala Desa, Kasi/Kaur, TPK, Masyarakat dan Penyedia.

Kemudian dalam Pasal selanjutnya, yakni Pasal 10 (Ayat) 1 dijelaskan bahwa Kasi/Kaur mengelola pengadaan untuk kegiatan sesuai bidang tugasnya. 

Dari penjelasan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa pengadaan barang/jasa di desa menjadi tupoksi Kaur dan Kasi.

Demikian jawaban singkat dari admin atas pertanyaan, Apakah Sekdes Boleh Melaksanakan Pengadaan Barang Jasa di Desa?. Apabila terdapat kekeliruan harap dikoreksi. Semoga bermanfaat.

07 Desember 2019

Apakah Kaur Keuangan Boleh Menjabat Sebagai Pengelola Pengadaan di Desa?

Dalam Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, kaur keuangan termasuk dalam unsur staf sekretariat desa yang bertugas membantu Sekretaris Desa dalam urusan pelayanan administrasi pendukung pelaksana tugas-tugas pemerintahan.


Menurut Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, kaur keuangan memiliki fungsi melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan, administrasi keuangan, dan administrasi penghasilan kepala desa, perangkat desa, badan permusyawaratan desa (BPD) dan lembaga pemerintahan desa lainnya.

Apakah Kaur Keuangan Boleh Menjabat Sebagai Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di Desa?

Pengadaan barang/jasa di Desa yang selanjutnya disebut Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan melalui swakelola dan/atau penyedia barang/jasa. 


Terkait dengan pertanyaan diatas, apakah kaur keuangan boleh menjabat sebagai pengelola pengadaan di desa?
Dalam Pasal 10 Ayat 4 Peraturan LKPP diatas, jelas disebutkan bahwa Kaur Keuangan tidak boleh menjabat sebagai pengelola pengadaan.

Perlu juga diketahui bahwa para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengadaan di Desa harus mematuhi 9 etika pengadaan sebagai berikut:

  1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan;
  2. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan;
  3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
  4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
  5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan;
  6. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan desa;
  7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan 
  8. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan.
Sekian jawaban singkat atas pertanyaan Apakah Kaur Keuangan Boleh Menjabat Sebagai Pengelola Pengadaan di Desa? Semoga bermanfaat.

03 Desember 2019

Siapa Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa?

Pelaksana Kegiatan adalah pelaksana kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang terdiri dari unsur Perangkat Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan unsur masyarakat.

Pelaksana Kegiatan adalah pelaksana kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang terdiri dari unsur Perangkat Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan unsur masyarakat.

Kepala Desa mengorganisasikan pelaksanaan kegiatan pembangunan desa terhitung sejak ditetapkan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes).

Pelaksanaan kegiatan pembangunan desa dilaksanakan secara swakelola oleh pemerintah desa. Dalam kondisi desa membutuhkan keahlian khusus dan jasa konstruksi dapat melibatkan jasa pihak ketiga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengadaan barang jasa.


Siapa Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa?

Tim Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa yang terdiri dari atas perangkat desa dan/atau unsur masyarakat desa.

Pelaksana kegiatan pembangunan desa bertugas membantu kepala desa dalam tahapan persiapan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban kegiatan pembangunan Desa.

Dalam Paragraf 1 Ayat 51 Permendes Nomor 17 Tahun 2019dijelaskan bahwa Kepala Desa berwenang menganti anggota tim pelaksana kegiatan dalam hal anggota tim pelaksana kegiatan mengundurkan diri, pindah domisili keluar desa, dan atau berhalangan melaksanakan tugas.

Selanjutnya dalam pasal 53 disebutkan Tim Pelaksana Kegiatan bertugas menyusun rencana kerja tim bersama kepala desa. 

Adapun rencana kerja yang disusun harus memuat antara lain; uraian kegiatan, biaya, waktu pelaksanaan, lokasi, kelompok sasaran, tenaga kerja, dan daftar Pelaksana Kegiatan.

Sekian jawaban singkat atas pertanyaan Siapa Pelaksana Kegiatan Pembangunan Desa? Semoga bermanfaat.

Format RPJM Desa dan Panduan Penyusunan

Perencanaan Pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Desa.

A. Tahapan Penyusunan dan Penetapan RPJM Desa


Musyawarah Desa tentang perencanaan Desa
Pembentukan tim penyusun RPJM Desa

Penyelarasan Arah Kebijakan Desa dengan Kebijakan Pembangunan Kabupaten /Kota

Pengkajian keadaan desa

Pemetaan dan pengembangan aset dan potensi aset Desa

Penyusunan rancangan RPJM Desa

Musrenbang Desa membahas rancangan RPJM Desa Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati RPJM Desa

Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati RPJM Desa

Musyawarah BPD untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa tentang RPJM Desa

Sosialisasi RPJM Desa

01 Desember 2019

5 Tahapan Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa

Tata cara pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa di Desa diatur dengan peraturan Bupati/Walikota tentang Pengadaan Barang/Jasa di Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa di Desa.


Bupati/Walikota dalam menyusun peraturan tentang pengadaan barang dan jasa di Desa dengan berpedoman pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa dengan tetap memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa

Tatacara pengadaan barang dan jasa di Desa terdiri 5 tahapan yaitu tahapan perencanaan pengadaan, persiapan pengadaaan, pelaksanaan pengadaaan, tahapan pelaporan dan serah terima.

Tahapan Perencanaan Pengadaan

Perencanaan pengadaan dilakukan pada saat penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Perencanaan pengadaan yang dimuat dalam RKP Desa meliputi:

a. jenis kegiatan; 
b. lokasi;
c. volume;
d. biaya;
e. sasaran;
f. waktu pelaksanaan kegiatan;
g. pelaksana kegiatan anggaran;
h. tim yang melaksanakan kegiatan; dan
i. rincian satuan harga untuk kegiatan pengadaan yang akan dilakukan.

Kemudian hasil perencanaan pengadaan dituangkan dalam Berita Acara Hasil Musrenbangdes dalam penyusunan RKP Desa.

Selanjutnya Kepala Desa mengumumkan hasil perencanaan pengadaan yang ada dalam RKPDes melalui media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat desa, sekurang-kurangnya pada papan pengumuman Desa. 

Pengumuman perencanaan pengadaan yang diumumkan oleh Kepala Desa paling sedikit memuat: 

1) Nama Kegiatan; 
2) Nilai Pengadaan; 
3) Jenis Pengadaan; 
4) Keluaran/Output (terdiri dari volume dan satuan); 
5) Nama TPK; 
6) Lokasi; dan 
7) Waktu Pelaksanaan.

Perencanaan Pengadaan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa dan Rencana Kerja Kegiatan Desa.

4 tahapan lainnya dalam pengadaan barang dan jasa di Desa, yakni tahapan persiapan pengadaaan, pelaksanaan pengadaaan, pelaporan dan serah terima.

20 November 2019

Apa Tugas Kepala Desa Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa

Aturan terbaru Pengadaan Barang/Jasa di Desa berpedoman kepada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Aturan terbaru Pengadaan Barang/Jasa di Desa berpedoman kepada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Dalam Peraturan LKPP No.12/2019 ini yang dimaksud dengan Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang selanjutnya disebut Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan melalui swakelola dan/atau penyedia barang/jasa.

Adapun para pihak yang terlibat dalam pengadaan terdiri dari atas Kepala Desa, Kasi/Kaur, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), Masyarakat dan Penyedia (BAB III Pasal 8).

Pertanyaannya. Apa Tugas Kepala Desa Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa? Berikut jawabannya.

Pasal 9

Tugas Kepala Desa dalam Pengadaan adalah: 
  1. Menetapkan TPK hasil Musrenbangdes; 
  2. Mengumumkan Perencanaan Pengadaan yang ada di dalam RKP Desa sebelum dimulainya proses Pengadaan pada tahun anggaran berjalan; dan 
  3. Menyelesaikan perselisihan antara Kasi/Kaur dengan TPK, dalam hal terjadi perbedaan pendapat.

Pasal 10

Kasi/Kaur mengelola Pengadaan untuk kegiatan sesuai bidang tugasnya.

Tugas Kasi/Kaur dalam mengelola Pengadaan:
  1. Menetapkan dokumen persiapan Pengadaan;
  2. Menyampaikan dokumen persiapan Pengadaan kepada TPK;
  3. Melakukan Pengadaan sesuai dengan ambang batas nilai dan kegiatan yang ditetapkan Musrenbangdes;
  4. Menandatangani bukti transaksi Pengadaan;
  5. Mengendalikan pelaksanaan Pengadaan;
  6. Menerima hasil Pengadaan;
  7. Melaporkan pengelolaan Pengadaan sesuai bidang tugasnya kepada Kepala Desa; dan
  8. Menyerahkan hasil Pengadaan pada kegiatan sesuai bidang tugasnya kepada Kepala Desa dengan berita acara penyerahan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas diatas, Kasi/Kaur dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani surat perjanjian dengan Penyedia apabila anggaran belum tersedia atau anggaran yang tersedia tidak mencukupi. 

Kaur Keuangan tidak boleh menjabat sebagai pengelola Pengadaan.

Demikian jawaban tentang Tugas Kepala Desa dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Pengadaan Barang Jasa di Desa.

Untuk diketahui, dengan dikeluarnya Peraturan LKPP No.12/2019 tentang Pedoman Penyusunan Pengadaan Barang Jasa di Desa ini, maka Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa dinyatakan tidak berlaku.

19 November 2019

Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Pengadaan Barang Jasa di Desa

Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Dalam Peraturan LKPP ini yang dimaksud dengan Pengadaan Barag/Jasa di Desa yang selanjutnya disebut Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan melalui swakelola dan/atau penyedia barang/jasa.

Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan

melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Kepala Urusan yang selanjutnya disebut Kaur adalah perangkat Desa yang berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat Desa yang menjalankan tugas Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).

Kepala Seksi yang selanjutnya disebut Kasi adalah perangkat Desa yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis yang menjalankan Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).

Tim Pelaksana Kegiatan yang selanjutnya disingkat TPK adalah tim yang membantu Kasi/Kaur dalam melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa yang karena sifat dan jenisnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh Kasi/Kaur.


Masyarakat adalah masyarakat Desa setempat dan/atau masyarakat desa sekitar lainnya.

Penyedia Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Penyedia adalah badan usaha atau orang perorangan yang menyediakan barang/jasa.

Pembelian langsung adalah metode pengadaan yang dilaksanakan dengan cara membeli/membayar langsung kepada 1 (satu) Penyedia tanpa permintaan penawaran tertulis yang dilakukan oleh Kasi/Kaur atau TPK.

Permintaan Penawaran adalah metode Pengadaan dengan membeli/membayar langsung dengan permintaan penawaran tertulis paling sedikit kepada 2 (dua) Penyedia yang dilakukan oleh TPK.

Lelang adalah metode pemilihan Penyedia untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia yang memenuhi syarat.

Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa dengan dikerjakan sendiri oleh TPK dan/atau masyarakat setempat.

Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.

Pembinaan Pengadaan adalah kegiatan yang meliputi proses pembentukan peraturan bupati/walikota, konsultasi dan bimbingan teknis Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Prinsip Pengadaan Barang/Jasa di Desa
  1. Pengadaan di Desa harus menerapkan prinsip-prinsip Efisien, Efektif, Transparan, Terbuka, Pemberdayaan masyarakat, Gotong-royong, Bersaing, Adil, dan Akuntabel.
  2. Efisien, berarti Pengadaan harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang
  3. ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum;
  4. Efektif, berarti Pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya;
  5. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh masyarakat dan Penyedia yang berminat;
  6. Terbuka, berarti Pengadaan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas;
  7. Pemberdayaan masyarakat, berarti Pengadaan harus dijadikan sebagai wahana pembelajaran bagi masyarakat untuk dapat mengelola pembangunan desanya.
  8. Gotong-royong, berarti penyediaan tenaga kerja oleh masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa.
  9. Bersaing, berarti Pengadaan harus dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin Penyedia yang setara dan memenuhi persyaratan.
  10. Adil, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dan
  11. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Etika Pengadaan di Desa


Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pengadaan harus mematuhi etika sebagai berikut:
  1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan;
  2. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan;
  3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
  4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
  5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan;
  6. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan desa;
  7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
  8. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan.

Ruang Lingkup Pengadaan 

Pasal 4

(1) Pengadaan merupakan pelaksanaan Kewenangan Desa yang kegiatan dan anggarannya bersumber dari APBD esa.

(2) Kewenangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Tata cara Pengadaan yang merupakan pelaksanaan Kewenangan Desa dan pembiayaannya bersumber dari APB Desa diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota.

(4) Peraturan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan berpedoman pada Peraturan Lembaga ini dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pasal 5

(1) Pengadaan mengutamakan peran serta masyarakat melalui Swakelola dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di Desa secara gotong-royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan tujuan memperluas kesempatan kerja dan pemberdayaan masyarakat setempat.

(2) Dalam hal Pengadaan tidak dapat dilakukan secara Swakelola maka Pengadaan dapat dilakukan melalui Penyedia baik sebagian maupun seluruhnya.

17 November 2019

Rancangan Bangun Bisnis dan Pengelolaan BUMDes

Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejajteraan masyarakat Desa.
Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejajteraan masyarakat Desa.

Setiap Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa melalui prakarsa atau inisiatif masyarakat Desa. Pembentukan Bumdes ditetapkan melalui Peraturan Desa (Perdes). Hal inilah yang membedakan Bumdes dengan lembaga-lembaga ekonomi lainnya seperti koperasi, lembaga lumbung pangan, dan lainnya.

Sebagai lembaga ekonomi resmi di desa. Pendirian BUMDes memiliki dua fungsi yaitu sebagai lembaga sosial (sosial institution) dan komersil (commercial institution). 

Perpaduan dua fungsi Bumdes tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk proteksi agar lembaga ekonomi desa ini tidak menjadi lembaga kapitalis yang hanya mengedepankan keuntungan sebesar-besarnya. Sebagaimana kebanyakan lembaga-lembaga ekonomi yang lahir di era moderen ini.

Pendirian Bumdes memiliki aturan dan mekanisme pembentukannya. Oleh karena itu, landasan pembentukan Bumdes harus dilakukan dengan benar. Agar Bumdes benar-benar menjadi lembaga yang kuat di desa dan diharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi masyarakat desa, terutama masyarakat miskin dan kelompok-kelompok terpinggirkan.

Berikut Beberapa Tahapan dalam Proses Pendirian dan Pengelolaan BUMDes.

A. Perencanaan 

Langkah perencanaan ini sebenarnya sudah selesai ketika pengurus BUMDes sudah menemukan ide-ide bisnis dan memilihnya menggunakan studi kelayakan usaha (SKU). Ide bisnis terpilih ini kemudian lebih didetailkan dengan membuat Perencanaan Usaha BUMDes (Business plan).

Jadi pada tahap ini pengurus BUMDes hanya perlu memeriksa ulang rencana usaha jika telah dibuat dengan melakukan hal-hal berikut ini: 
  1. Memeriksa kembali apakah asumsi-asumsi yang mendasari rencana operasi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia sudah sesuai dengan kondisi internal dan eksternal BUMDes.
  2. Memastikan kembali bahwa tujuan dapat dicapai.
  3. Menyusun rencana produksi, keuangan, fasilitas, pemasaran, sumber daya manusia, dan logistik.
  4. Menyusun kebijakan berupa pedoman untuk pengambilan keputusan
  5. Menyusun prosedur dan aturan.
  6. Menyusun anggaran dan kegiatan.
B. Pengorganisasian 

1. Tujuan Pengorganisasian Kesepakatan tentang Organisasi BUMDes dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART). 

Anggaran Dasar Bumdes memuat paling sedikit rincian nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan.

Sedangkan, Anggaran Rumah Tangga memuat paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber permodalan. 

Rancangan AD/ART Bumdes sekurang-kurangnya berisi: 
  1. Badan Hukum,
  2. Bentuk organisasi,
  3. Usaha yang dijalankan,
  4. Kepengurusan,
  5. Hak dan kewajiban,
  6. Permodalan,
  7. Bagi hasil laba usaha,
  8. Keuntungan dan kepailitan,
  9. Kerjasama dengan pihak ketiga,
  10. Mekanisme pertanggung jawaban,
  11. Pembinaan dan pengawasan masyarakat.
  12. Dll
Tujuan dari Pengorganisasian BUMDes adalah :
  1. Menjamin agar terjadi pembagian pekerjaan yang harus dilakukan dalam pekerjaan dan unit tertentu pada BUMDes.
  2. Mengatur pemberian tugas dan tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan masing-masing.
  3. Mengkoordinasikan tugas-tugas BUMDes yang beragam.
  4. Menyusun kelompok pekerjaan ke dalam unit atau bagian tertentu.
  5. Menetapkan hubungan antar individu, kelompok tugas, dan unit/bagian.
  6. Menetapkan jalur formal otoritas.
  7. Mengalokasikan dan mengerahkan sumber daya organisasi atau mengelola usaha yang dijalankan.
Struktur dan desain organisasi BUMDes perlu dibuat agar tujuan dari proses pengorganisasian tersebut dapat dicapai. Struktur organisasi merupakan susunan formal pekerjaan dalam sebuah organisasi melalui pendesainan organisasi.

2. Menyusun Struktur Organisasi Pengelolaan BUMDes berdasarkan pada AD/ART.

Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintah desa dan paling sedikit terdiri atas :

1. Penasihat atau komisaris.
2. Pelaksana operasional atau direksi:
a. Direktur atau manajer; dan
b. Kepala unit usaha
3. Pengawas

Penasihat atau komisaris dipegang oleh kepala desa. Jika anggota penasihat dan komisaris ditambah dengan tokoh masyarakat yang lain maka disebut dewan komisaris/penasihat.

Penasihat atau komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan pengelolaan usaha desa. Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa. Pelaksana operasional atau direksi bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha desa dan mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan.

Pengelolaan BUMDes dilakukan dengan persyaratan:

  1. Pengurus yang berpengalaman dan atau profesional;
  2. Mendapat pembinaan manajemen;
  3. Mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal;
  4. Menganut prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan
  5. Melayani kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil. Struktur di atas merupakan struktur standar, di mana pemerintah desa dapat menyesuaikan struktur organisasi BUMDes tersebut menurut kondisi setempat dan kebutuhan organisasi.
Prinsip dasarnya adalah struktur organisasi BUMDes harus sesuai dengan tujuan, fungsi, dan usaha yang dijalankan oleh BUMDes. Bisa jadi BUMDes belum membutuhkan kepala unit usaha jika masih menjalankan satu jenis usaha. 

Sebagai contoh, BUMDes cukup menambahkan satu orang staf operasional untuk unit usaha. Namun, untuk BUMDes yang sudah menjalankan berbagai unit usaha maka mungkin membutuhkan membentuk unit usaha yang dikepalai oleh Kepala Unit dengan dibantu oleh beberapa staf. 

Setelah struktur organisasi terbentuk dan sudah diisi oleh orang-orang yang kompeten maka BUMDes harus segera memulai menjalankan usaha. 

Tahap memulai usaha berbeda dengan tahap mengelola BUMDes setelah unit usaha didirikan. Metode yang sebaiknya digunakan pada tahap memulai usaha adalah menggunakan manajemen proyek

Proyek memulai unit usaha BUMDes dengan melakukan kegiatan-kegiatan sbb.: 
  1. Membangun tim kerja, menyusun daftar pekerjaan, pembagian kerja.
  2. Menyusun kebutuhan dana (anggaran) yang dibutuhkan untuk memulai usaha BUMDes sebelum usaha beroperasi.
  3. Mencari dan mengumpulkan sumber modal.
  4. Mengurus aspek legalitas usaha jika penting dan dibutuhkan.
  5. Merancang bangun produk atau jasa yang akan diproduksi beserta fasilitas produksinya.
  6. Pembelian peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
  7. Pengadaan tanah, bangunan, kendaraan, atau mesin yang diperlukan untuk operasional.
  8. Merancang strategi promosi dan menentukan target pasar.
  9. Kegiatan-kegiatan tambahan lainnya sesuai kebutuhan khusus jenis usaha.
Kegiatan memulai usaha ini merupakan kegiatan proyek yang dibatasi oleh waktu, membutuhkan pengarahan, dan pengendalian oleh pimpinan proyek yaitu direktur BUMDes.

Kegiatan ini dapat memakan waktu singkat atau waktu yang panjang tergantung pada tingkat kerumitan dan kompleksitas jenis usaha yang akan dijalankan oleh BUMDes. 

Kegiatan dalam memulai usaha ini sangat penting sehingga harus direncanakan dan dilakukan dengan cermat dan tepat waktu. Setelah tahap ini selesai maka pengelola dan staf BUMDes siap untuk memulai menjalankan operasional rutin dari unit usaha BUMDes.

Disarikan dari Buku Pintar BUM Desa dan berbagai sumber referensi lainnya. Semoga bermanfaat.