21 Februari 2020

Lowongan Kerja Tenaga Pendamping Kawasan Transmigrasi Tahun 2020

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kembali membuka kesempatan kerja kepada seluruh warga negara Indonesia untuk ditempatkan di sejumlah provinsi dan kabupaten/kota. 

Lowongan kerja terbaru Tahun 2020 di Kementerian Desa, PDTT yang sudah dibuka yaitu Seleksi Calon Tenaga Pendamping Kawasan Transmigrasi. 

Kesempatan kerja ini diutamakan bagi yang memiliki pengetahuan tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan.

Seleksi Calon Tenaga Pendamping Kawasan Transmigrasi.

Persyaratan Umum 

Kriteria


1) Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di Desa dalam wilayah Kawasan Transmigrasi yang menjadi lokasi pendampingan; 

2) Memiliki pengetahuan di bidang manajerial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan;

3) Memiliki kemampuan mengoperasikan komputer paling sedikitMicrosoft Office dan jaringan internet; 

4) Memiliki rekam jejak, integritas, dan moralitas yang baik;

5) Berusia paling muda 25 tahun dan paling tua 40 tahun pada tanggal penutupan lamaran; 

6) Sehat jasmani dan rohani, serta tidak cacat fisik yang dapat mengganggu dalam melaksanakan tugas; 

7) Tidak terikat hubungan kerja dengan instansi/lembaga/pihak lain; 

8) Tidak sebagai pengurus/anggota partai politik; 

9) Tidak berstatus sebagai calon Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Kebutuhan Tenaga Pendamping 


Syarat administrasi 

1) Warga Negara Republik Indonesia, dibuktikan dengan photo copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga; 

2) Berpendidikan sekurang-kurangnya D-3 program studi Pertanian, Peternakan, Komunikasi, yang dibuktikan dengan photo copy ijazah dilegalisir pejabat berwenang; 

3) Pas photo berwarna, ukuran 4 X 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dengan latar belakang warna merah; 

4) Surat Keterangan Sehat dari dokter pemerintah; 

5) Surat Keterangan Bebas Narkoba dari instansi pemerintah yang berwenang; 6) Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK); 

7) Copy Buku/Akte Nikah bagi yang sudah berkeluarga; 

8) Surat pernyataan bermaterai cukup untuk bersedia bertempat tinggal di lokasi penugasan; 

9) Surat pernyataan bermaterai cukup tidak menjadi pengurus/anggota partai politik; 

10) Surat referensi pengalaman sebagai pendamping pengembangan masyarakat pedesaan dari lembaga yang terkait; 

11) Surat persetujuan dari suami/isteri bagi yang sudah berkeluarga; 

12) Surat pernyataan bermaterai cukup tidak menuntut sebagai ASN; 

13) Surat pernyataan bermaterai cukup bersedia menandatangani perjanjian/kontrak kerja; 

14) Surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebelum masa kontrak berakhir; 

15) Menyertakan karya tulis minimal 2.000 kata, dengan topik “Inovasi dan Strategi Pendampingan Ekonomi di Kawasan Transmigrasi”.

Tata Cara Pengajuan Lamaran

a. Lamaran diketik pada kertas ukuran A4 dengan huruf Arial 12, ditujukan kepada Panitia Rekrutmen Tenaga Pendamping Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Ditjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan alamat Jl. TMP Kalibata Nomor 17, Gedung C Lantai 4 Jakarta Selatan, dan e-mail: pansel tpkt@gmail.com

b. Lamaran sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat sesuai Formulir A yang ditanda-tangani di atas materai Rp.6000,- dan dilengkapi dokumen administrasi yang disyaratkan sebagai berikut: 

1) Photo copy KTP dan Kartu Keluarga dilegalisasi Kepala Desa atau sebutan lain, serta surat keterangan domisili (bagi pelamar tidak sesuai alamat yang tertera pada KTP); 

2) Photo copy ijazah pendidikan terakhir dilegalisir instansi berwenang; 

3) Daftar Riwayat Hidup dilengkapi pas photo 4 x 6 menggunakan Formulir B yang ditandatangani peserta dan disetujui oleh Kepala Desa atau sebutan lain yang bersangkutan; 

4) Surat Keterangan Dokter Pemerintah dilengkapi stempel Rumah Sakit atau Puskesmas atau Klinik yang bersangkutan; 

5) Pernyataan bermaterai cukup sesuai Formulir C dari Kepala Desa atau sebutan lain bahwa tidak pernah dijatuhi hukuman pidana;

6) Pernyataan bermaterai Rp. 6000,- sesuai Formulir D dari peserta bahwa tidak memiliki afiliasi dan/atau menjadi anggota partai politik, yang dilegalisasir Kepala Desa atau sebutan lain; 

7) Pernyataan bahwa tidak terikat hubungan kerja dengan Instansi/Lembaga lain bermaterai cukup yang dilegalisir oleh Kepala Desa atau sebutan lain (sesuai Formulir E); 

8) Pernyataan peserta bermaterai cukup sesuai Formulir F bahwa bersedia tinggal menetap dilokasi penugasan; 

9) Photo copy bukti-bukti pengalaman yang diketahui oleh Kepala Desa atau sebutan lain yang bersangkutan. 

c. Lamaran beserta dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dimasukkan ke dalam 1 (satu) amplop tertutup dan sudah diterima Panitia Rekrutmen paling lambat tanggal 20 Februari 2020 pukul 18 waktu setempat; 

d. Dokumen persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud huruf c, sepenuhnya menjadi milik Panitia Rekrutmen dan tidak dapat diminta kembali.

B. KETENTUAN KHUSUS

1. Lamaran yang diproses adalah lamaran beserta dokumen administrasi yang lengkap sesuai persyaratan dan tidak diperkenankan mengganti atau menambah atau mengurangi dokumen yang telah diterima Panitia Rekrutmen; 


2. Dalam proses seleksi tidak dikenakan biaya atau pungutan dalam bentuk apapun; 

3. Seluruh biaya akomodasi, transportasi, kelengkapan administrasi, dan biaya pribadi yang dikeluarkan peserta selama proses seleksi ditanggung peserta; 

4. Keputusan Panitia Rekrutmen bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat; 

5. Apabila di kemudian hari diketahui pelamar memberikan data/keterangan tidak benar, Panitia Rekrutmen berhak membatalkan hasil seleksi.

TAHAPAN SELEKSI

Seleksi Tenaga Pendamping Pengembangan Kawasan Transmigrasi Tahun 2020, Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut: 

a. Seleksi Administrasi 

1) Dilaksanakan melalui penelitian kelengkapan, dan keabsahan dokumen lamaran peserta yang diterima Panitia Rekrutmen; 

2) Hasil seleksi Administrasi sebagaimana dimaksud angka 1) diumumkan pada pengumuman resmi disampaikan kepada yang bersangkutan melalui pos/e-mail; 

3) Bagi peserta yang dinyatakan memenuhi syarat dalam Seleksi Administrasi, dapat mengikuti tahapan seleksi berikutnya. 

b. Seleksi Kompetensi 

1) Seleksi kompetensi dilaksanakan di Kantor OPD yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketransmigrasian Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan calon lokasi penugasan; 

2) Seleksi kompetensi teknis dilaksanakan melalui dua tahapan, Pertama tes tertulis, Kedua wawancara oleh Panitia Rekrutmen dan/atau Petugas yang ditunjuk Dirjen Pengembangan Kawasan Transmigrasi; 

3) Peserta wajib mengikuti seleksi kompetensi teknis dan dinyatakan gugur
apabila tidak mengikuti salah satu tahapan tes, sebagaimana dimaksud pada angka 2); 

4) Hasil seleksi kompetensi teknis diumumkan secara resmi melalui papan pengumuman resmi dan disampaikan kepada yang bersangkutan melalui pos/e-mail; 

5) Peserta yang dinyatakan memenuhi syarat kompetensi teknis akan diberikan pembekalan sebelum melaksanakan tugas di lapangan.

Jadwal Pelaksanaan Seleksi Calon Tenaga Pendamping Kawasan Transmigrasi Tahun 2020 sebagai berikut:

Seleksi Calon Tenaga Pendamping Kawasan Transmigrasi.


1. Seleksi Administrasi 29 Jan – 20 Feb 2020 Direktorat Jenderal Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen PKTrans)

2. Pemberitahuan kepada peserta yang lulus administrasi pada tanggal 24 - 26 Februari 2020 di Kantor OPD yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketransmigrasian Provinsi/Kabupaten dan pelamar bersangkutan.
3. Pelaksanaan Test Tulis dan Wawancara pada tanggal 2 - 5 Maret 2020 di Kantor OPD yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketransmigrasian Provinsi/Kabupaten dan pelamar bersangkutan.

4. Pengumuman Hasil Akhir Seleksi 11 Maret 2020 Ditjen PKTrans 

5. Mobilisasi Tenaga Pendamping ke lokasi penugasan 12 Maret 2020 Direktorat PUT.

Demikian informasi tentang Lowongan kerja terbaru Tahun 2020 di Kementerian Desa, PDTT.

Info lebih lanjut tentang Rekrutmen Tenaga Pendamping Kawasan Transmigrasi Tahun 2020, dapat dilihat pada website atau portal Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi: https://www.kemendesa.go.id/

Semoga bermanfaat.

05 Februari 2020

Format Pendataan Kepala Desa dan Perangkat Desa

Dalam rangka meningkatkan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa untuk mendorong terwujudnya Desa yang Kuat, Maju, Mandiri dan Demokratis.
Program Pemberian Nomor Induk Kepala Desa dan Nomor Induk Perangkat Desa.
Karena sebagaimana kita pahami bersama bahwa dalam kedudukannya sebagai lembaga pemerintah, Desa memegang peranan strategis untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pemerintahan dan kemasyarakatan dalam lingkup kewenangan Desa

Seperti meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum, pengurangan kemiskinan, memajukan perekonomian masyarakat desa, penyelamatan lingkungan serta penanggulangan bencana.

Dalam kedudukannya yang strategis tersebut dan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa Pasal 5 ayat (3) bahwa masa kerja perangkat desa sampai dengan usia 60 tahun.

Maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terus menerus untuk mendorong terwujudnya kepala desa dan perangkat desa sebagai birokrat profesional.

Sebagai langkah awal dalam meningkatkan pembinaan dan pengawasan Kepala Desa dan Perangkat Desa, Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Bina Pemerintahan Desa, akan melaksanakan pendataan Kepala Desa dan Perangkat Desa serta jadwal fasilitasi Program Pemberian Nomor Induk Kepala Desa dan Nomor Induk Perangkat Desa.

Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam Surat Kementerian Dalam Negeri yang ditujukan kepada Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. Tanggal 3 Februari 2020 dengan perihal Pengelolaan Data Kepala Desa, Perangkat Desa dan Jadwal Pemilihan Kepala Desa.

Donwload disini Format Pendataan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Semoga bermanfaat.

28 Januari 2020

Aplikasi Sipades dan Modul Penggunaanya

Pengertian Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) atau perolehan Hak lainnya yang sah.

Sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, aset desa harus ditata dan dikelola secara efektif, transparan dan akuntabel.

Sistem Pengelolan Aset Desa merupakan sebuah aplikasi yang disediakan untuk percatatan administrasi aset desa sesuai dengan Permendagri 1/2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.

Sipades (Sistem Pengelolan Aset Desa) merupakan sebuah aplikasi yang disediakan untuk percatatan administrasi aset desa sesuai dengan Permendagri 1/2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.

Tujuan pembangunan dan pengembangan aplikasi Sipades diantaranya untuk menertibkan kepemilikan aset sehingga dapat meminimalisir resiko hilangnya aset desa, untuk mempermudah kepala desa dalam menyampaikan laporan kekayaan milik desa dan sebagai alat bantu bagi pemerintah desa dalam malakukan tata kelola aset yang dimilikinya.

Sementara itu, azas dari pengelolaan aset desa dilaksanakan berdasarkan azas kepastian nilai. Dimana seluruh aset desa harus dapat berdaya guna dan berhasil guna untuk meningkatkan pendapatan desa.

Spesifikasi Aplikasi Sipades

Aplikasi Sipades berbasis desktop based. Dimana aplikasi ini dijalankan pada perangkat komputer secara independen tanpa memerlukan koneksi internet dan alat bantu browser. 

Aplikasi ini juga cocok dengan berbagai sistem operasi komputer dan dapat dioperasional pada operasi windows7, Windows8 dan Windows10.

Aplikasi Sipades User friendly, sehingga mudah dalam proses installasi dan penggunaanya bagi semua tingkatan kemampuan. 

Aplikasi sipades menggunakan basis data access. Acces merupakan salah satu perangkat lunak dari Microsoft yang diperuntukan untuk mengelola database pada sistem Windosw yang sangat berguna dalam dalam merancang, membuat dan mengolah data dengan cepat dan mudah.

Kini aplikasi Sipades tersebut sudah dapat didownload dan dapat digunakan oleh Desa. 

Donwload disni Aplikasi SIPADES dan Modul Penggunaannya. Semoga bermanfaat.

27 Januari 2020

Siapa Pengecer Pupuk Bersubsidi di Desa?

Pupuk Bersubsidi adalah barang dalam pengawasan yang pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari Pemerintah untuk kebutuhan Petani di Sektor Pertanian.

Sektor pertanian yaitu sektor yang berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, hijauan pakan ternak, dan budidaya ikan, termasuk pemanfaatan lahan perhutani dan kebutuhan untuk peningkatan produksi tanaman pangan dan hortikultura.

Jenis pupuk bersubsdi disektor pertanian meliputi Pupuk Urea, Pupuk SP 36, Pupuk ZA, Pupuk NPK dan jenis pupuk bersubsidi lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

Jenis Pupuk Bersubsidi tahun 2020

Sedangkan untuk kebutuhan pupuk bersubsidi petani mengacu pada Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang disusun dalam satu tahun berdasarkan musyawarah anggota Kelompok Tani dan merupakan alat pesanan pupuk bersubsidi kepada pengencer resmi yang ditetapkan secara manual atau melalui sistem elektronik (e-RDKK).

Siapa Pengecer Pupuk Bersubsidi di Desa?

Pengecer adalah perusahaan perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang berkedudukan di Kecamatan dan/atau Desa, yang ditunjuk oleh Distributor berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) dengan kegiatan pokok melakukan penjualan Pupuk Bersubsidi secara langsung hanya kepada Kelompok Tani dan/atau Petani di wilayah tanggung jawabnya.

Persyaratan Pengecer/Kios Pengencer Pupuk Bersubsidi :
  1. Harus bergerak dalam bidang usaha perdagangan umum;
  2. Memiliki pengurus yang aktif menjalankan kegiatan usaha atau mengelola perusahaannya;
  3. Memenuhi syarat-sayarat umum untuk melakukan kegiatan perdangangan yaitu Surat Izin Usaha Perdangangan (SIUP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
  4. Memiliki atau menguasai saranan untuk penyaluran Pupuk Bersubsidi guna menjamin kelancaran penyaluran Pupuk Bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya masing-masing, dan;
  5. Memiliki pemodalan yang cukup.
Tugas dan Tanggung Jawab Kios Pengencer Pupuk Bersubsidi :

  1. Bertanggung jawab atas kelancara penyaluran Pupuk Bersubsii yang diterimanya dari Distributor kepada Kelompok Tani/Petani;
  2. Bertanggungjawab menyalurkan pupuk Bersubsidi sesuai dengan peruntukannya;
  3. Bertanggungjawa dan menjamin persedian atas semua jenis Pupuk Bersubsidi di wilayah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Distributor;
  4. Melaksanakan sendiri kegiatan penyaluran Pupuk Bersubsidi hanya kepada Kelompok Tani/Petani sebagai konsumen akhir sesuai dengan lingkup wilayah tanggung jawab;
  5. Menjual secara tunai Pupuk Bersubsidi sesuai dengan Harga Enceran Tertinggi (HET) yang berlaku dalam kemasan 50 kg, 40 kg atau 20 kg dengan penyerahan barang i lini IV/Kios Pengencer;
  6. Wajib memasang papan nama dengan ukuran 0,50 x 0,75 meter sebagai Pengencer Resmi dari Distributor yang itunjuk oleh Produsen; dan
  7. Wajib memasang daftar harga sesuai HET yang berlaku.
Kios Pengencer Pupuk bersubsidi wajib melaksanakan menyalurkan pupuk bersubsidi kepada petani dan kelompok tani berdasarkan RDKK. 

Pengecer hanya dapat melakukan penebusan Pupuk Bersubsidi dari 1 (satu) Distributor yang menunjuknya sesuai masing-masing jenis Pupuk Bersubsidi.

Demikian informasi terbaru tentang Siapa Pengecer Pupuk Bersubsidi di Desa. Semoga bermanfaat.

Referensi dan download


24 Januari 2020

Cara Perhitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa

Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa, diterbitkan untuk menggantikan PMK Nomor 193/PMK.07/2018 tentang Pengelolaan Dana Desa.

Alokasi Dana Desa Tahun 2020


PMK Nomor 205/PMK.07/2019 ini diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nmor 20 Tahun 2019 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020, ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Penghitungan Rincian Dana Desa setiap Desa.

Yang dimaksud dengan Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai Penyelenggaraan Pemerintah, Pelaksanaan Pembangunan, Pembinaan Kemasyarakatan, dan Pemberdayaan Masyarakat.

Sedangkan yang dimaksud dengan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) adalah bagian dari Belanja Negara yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.

Sementara itu, Pengelolaan Dana Desa yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permekeu) Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa Tahun 2020 meliputi: 

a. Penganggaran
b. Pengalokasian, 
c. Penyaluran,
d. Penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan, 
e. Pedoman penggunaan, dan 
f. pemantauan serta evaluasi.

Bagaimana Cara Perhitungan Rincian Dana Desa setia Desa?

Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/kota dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan Alokasi Dasar, Alokasi Afirmasi, Alokasi Kinerja dan Alokasi Formula.

Alokasi Dasar

Pagu alokasi dasar dihitung sebesar 69 persen dari anggaran Dasa Desa dibagi secara merata kepada setiap Desa secara nasional.

Alokasi Afirmasi

Pagu Alokasi Afirmasi dihitung sebesar 1,5 persen dari anggaran Dana Desa dibagi secara proposional kepada Desa tertinggal dan desa sangat tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin tinggi.

Alokasi Kinerja

Pagu Alokasi Kinerja dihitung sebesar 1,5 persen dari anggaran Dana Desa dibagi kepada desa dengan kinerja terbaik. 

Desa dengan kinerja terbaik adalah desa yang dipilih sebanyak 10 persen dari jumlah Desa yang memiliki hasil penilaian kinerja terbaik berdasarkan Pengelolaan Keuangan Desa, Pengelolaan Dana Desa, Capaian Keluaran Dana Desa, Capai Hasil Pembangunan dengan bobot:

a. 20 %untuk pengelolaan keuangan
b. 20 % untuk pengelolaan dana desa
c. 25 % untuk capaian keluaran Dana Desa, dan
d. 35 % untuk capaian hasil pembangunan desa.

Alokasi Formula

Pagu Alokasi Formula dihitung sebesar 28 persen dari anggaran Dana Desa dibagi berdasarkan jumlah penduduk desa, angka kemiskinan Desa, Luas Wilayah Desa, dan tingkat kesulitan georafis Desa dengan bobot:

a. 10 % untuk jumlah penduduk
b. 50 % untuk angka kemiskinan
c. 15 % untuk luas wilayah
d. 25 % untuk tingkat kesulitan georafis

Penyaluran Dana Desa 

Penyaluran Dana Desa dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama paling cepat bulan Januari dan paling lambat bulan Juli sebesar 40 persen.

Tahap dua paling cepat bulan Maret dan paling lambat Minggu keempat bulan Agustus sebesar 40 persen. Dan tahap ketiga paling cepat bulan Juli sebesar 20 persen.

Untuk Desa berstatus Desa Mandiri penyaluran Dana Desa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama paling cepat bulan Januari dan paling lambat bulan Juni sebesar 60 persen. Tahap kedua paling cepat bulan Juli sebesar 40 persen.

Desa Mandiri merupakan Desa hasil penilaian yang dilakukan setiap tahun dan ditetapkan oleh Kementeria Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

Selengkapnya tentang Penyaluran Dana Desa silahkan dibaca dan donwload disini Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Desa.

Demikian tentang Tata Cara Perhitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa sebagaimana diatur dalam Permenkeu PMK No.205/PMK.07/2019. Semoga bermanfaat.

20 Januari 2020

Contoh SK Tim Penyusunan Perdes Kewenangan Desa

Kewenangan desa adalah kewenangan yang dimiliki desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat desa.



Kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan berskala lokal desa ditetapkan melalui Peraturan Desa. 

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 

Dalam penyusunan peraturan desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, didahului dengan pembentukan Tim Perumus Penyusunan Draf Rancangan Peraturan Desa tentang Kewenangan Desa yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala Desa.

Tugas Tim Penyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Kewenangan Desa antara lain melakukan indentifikasi, inventarisasi dan kajian terhadap kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan lokal berskala desa. 

Sementara itu, tatacara penyusunan peraturan desa berpedoman pada Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa. 

Dalam Pemerndagri 111/2014 ini dijelaskan alur penerbitan peraturan Desa (Perdes) terdiri dari proses perencanaan, penyusunan, pembahasan dan penetapan.

Donwload Contoh Surat Keputusan (SK) Kepala Desa tentang Pembentukan Tim Penyusun Peraturan Desa tentang Kewenangan Berdasarkan Hal Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

Memahami Kewenangan Desa Berdasarkan UU Desa

1. Pengantar

Perdebatan soal bentuk dan jenis kewenangan lokal desa berdasarkan hak asal-usul, dan kewenangan desa berskala lokal sampai saat ini masih terus bergulir, dan bahkan tidak sedikit kalangan pemerintahan daerah merasa keberatan atas banyaknya kewenangan yang dimiliki desa, dan pada saat yang sama, pemerintah pusat melalui UU No. 23/2014 mengurangi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam urusan perijinan dan pendidikan SLTA. Atas kondisi tersebut, masing-masing daerah seringkali menafsirkan sendiri soal kewenangan yang dimiliki desa tersebut. Hal ini disebabkan penafsiran terkait kewenangan tersebut memiliki konsekwensi langsung dan tidak langsung terhadap cakupan kekuasaan atas pengusulan, perencanaan pembangunan dan penggunaan anggaran negara di desa. Pada saat yang sama, tata kelola desa berada dalam dua kutub kewenangan yang bersifat hirarkis.


Pertama, kewenangan di bidang pemerintahan berada di kutub kendali Kementerian Dalam Negeri, kedua, kewenangan di bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan di bawah naungan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

Kedua kutub tersebut saling berebut saling berebut kendali terhadap desa, hal ini bisa dilihat dari berbagai dokumen kebijakan yang di terbitkan oleh dua kementerian tersebut yang saling overlapting (tumpang tindih). Kondisi ini tentu sangat “mengganggu” kewenangan yang bersifat rekognisi yang dimiliki desa. Atas persoalan tersebut, penulis sedikit membeberkan sekaligus memetakan kewenangan yang dimiliki desa, sebagaimana yang dimandatkan dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa.

Sekedar merefresh ingatan bahwa dalam UU No.6/2014 tersebut pada ketentuan umumnya mendefinisikan sekaligus menjelaskan bahwa “Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Defenisi tersebut oleh penulis dipahami sebagai adanya pengakuan secara substantif tentang kedaulatan desa, bahkan secara radikal dapat dipahami sebagai pengakuan (bukan pemberian) kewenangan pemerintah pusat, dan pemerintah daerah terhadap eksistensi desa. Hal ini dipertegas dalam definisi Kewenangan Desa yang dijelaskan dalam UU No.6/2014 bahwa kewenangan desa adalah “kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa”.

Pengakuan soal empat kewenangan tersebut, jika di konteks-kan dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah, maka posisi otonomi desa, secara politik adalah equal, dimana prinsip desentralisasi, dekonsentrasi, delegasi dan tugas pembantuan juga dilaksanakan di desa.

Dengan kata lain, posisi politik dan anggaran desa jika dilihat dari 4 bentuk dan atau jenis kewenangan tersebut, sangat otonom, strategis dan setara dengan posisi pemerintah daerah jika berhadapan dengan pemerintah pusat.

2. Memahami Kewenangan

Secara konseptual, istilah wewenang atau kewenangan yang dalam bahasa Belanda disebut “bevoegdheid” yang berarti wewenang atau berkuasa. Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam literasi politik-kekuasaan dan Hukum Tata Pemerintahan atau Hukum Administrasi, karena suatu pemerintahan atau organisasi pemerintah dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam konstitusi maupun regulasi turunannya, seperti peraturan perundang-undangan.

Jika mengacu pada pandangan SF. Marbun (1997), Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara, seperti halnya desa dalam menjalankan fungsinya. Dengan kata lain, wewenang desa adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum[1]

Asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum, seperti halnya bagi desa. Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian, substansi asas legalitas adalah wewenang, yaitu suatu kemampuan untuk melakukan suatu tindakan-tindakan hukum tertentu.

Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (1989) diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan[2]. Lebih lanjut Hassan Shadhily memperjelas terjemahan authority dengan memberikan suatu pengertian tentang “pemberian wewenang (delegation of authority)”. Delegation of authority ialah proses penyerahan wewenang dari seorang pimpinan (manager) kepada bawahannya (subordinates) yang disertai timbulnya tanggungjawab untuk melakukan tugas tertentu.

Dengan menggunakan pendekatan tersebut di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kewenangan yang dimiliki desa merupakan proses delegation of authoritydan proses decentralization of powerdilaksanakan melalui langkah-langkah konstitusional.

Prajudi Atmosudirdjo (1981) menyebutkan bahwa kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberi oleh Undang-Undang) atau dari Kekuasaan Eksekutif/Administratif. Kewenangan adalah kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap sesuatu bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak hukum publik”[3].

Jika merujuk pada defenisi UU No. 6/2014, maka kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat. Artinya bahwa kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang dimiliki desa, bukan karena pemberian dari pemerintah pusat, melainkan kewenangan yang bersifat otonom hasil dari rahim riwayat desa tersebut.

Hal ini tentu saja berbeda dengan Kewenangan lokal berskala Desa, yaitu kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakarsa masyarakat Desa, konsep kewenangan ini didasari pada prinsip desentralisasi, dan delegasi, dekonsentrasi.

3. Apa Saja Ruang Lingkup Kewenangan Berdasarkan Hak Asal –Usul?

UU No. 6/2014 merupakan lompatan besar adanya pengakuan kedaulatan desa. Kebijakan ini sangat progresif, karena membuka akses dan relasi antara negara dan masyarakat desa. Dimana selama ini relasi tersebut sangat timpang dan bersifat subordinat, sehingga melumpuhkan kreatifitas dan inovasi desa dalam membangun dirinya dan masyarakatnya. Melalui UU No. 6/2014, khususnya Permendes No.1/2015, negara mengakui adanya kewenangan desa. Dimana secara eksplisit dijelaskan bahwa ruang lingkup kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa meliputi:

a. sistem organisasi perangkat Desa;

b. sistem organisasi masyarakat adat;

c.  pembinaan kelembagaan masyarakat;

d. pembinaan lembaga dan hukum adat;

e. pengelolaan tanah kas Desa;

f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik Desa yang menggunakan sebutan setempat;

g. pengelolaan tanah bengkok;

h. pengelolaan tanah pecatu;

i.  pengelolaan tanah titisara; dan

j.  pengembangan peran masyarakat Desa.

Kewenangan berdasarkan hak asal usul desa tersebut di atas ( point a sampai j) tidak lagi (sekedar) mencerminkan (bayangan), akan tetapi menjadi nyata soal adanya legitimasi desa dalam tata kelola pemerintahan, tata kelola masyarakat dan tata kelola aset desa. Mengacu pada ruang lingkup kewenangan yang dimiliki tersebut, maka tantangan yang harus dilewati oleh desa adalah, memastikan dengan seluruh kewenangan yang dimiliki tersebut dapat progresif membangun dan menyejahterakan masyarakat desanya.

Selain menjelaskan soal kewenangan hak asal usul desa, pada Pasal 3 (Permendes No. 1/2015), juga dijelaskan soal kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat meliputi:

a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat;

b. pranata hukum adat;

c. pemilikan hak tradisional;

d. pengelolaan tanah kas Desa adat;

e. pengelolaan tanah ulayat;

f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa adat;

g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat Desa adat; dan

h. masa jabatan kepala Desa adat.

Decentralization of power dan delegation of authority dalam UU No. 6/2014 diperkuat dengan prinsip rekognisi. Artinya siapapun dalam NKRI ini, termasuk pemerintah pusat memberikan pengakuan terhadap seluruh kewenangan yang dimiliki desa, dimana konsekwensi dari pengakuan tersebut, adanya jaminan politik-anggaran desa menjadi bagian dari penganggaran nasional (APBN). Hal ini juga yang mandatkan dalam Pasal 14, bahwa pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota harus mengakui, menghormati dan melindungi kewenangan berdasarkan hak asal usul.

4. Apa itu Kewenangan Lokal Berskala Desa?

Selain memberikan kepastian jaminan adanya kewenangan berdasarkan hak asal-usul, negara juga memberikan jaminan adanya kewenangan lokal yang berskala desa. Hal ini di atur dalam Pasal 5 (bab III), dimana kriteria kewenangan lokal berskala Desa meliputi:

a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat;

b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa;

c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari masyarakat Desa;

d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;

e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa; dan

f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota

Kewenangan lokal berskala desa tersebut (poin a sampai f) merupakan bentuk koreksi kritis terhadap perangai kebijakan pemerintah daerah (yang selama ini) menjadikan sebagai obyek pembangunan dan bukan sebagai subyek. Pengakuan kewenangan lokal berskala desa, juga menjadi solusi alternatif meretas persoalan terjadinya overlapting program dan kebijakan antar pemerintah daerah kabupaten, provinsi dan pusat tentang desa. Melalui kewenangan lokal berskala desa tersebut, pemerintah pusat memberikan warning kepada pemerintah daerah agar tidak lagi “menjadikan desa sebagai lokasi proyek” pembangunan. Perencanaan pembangunan yang di rancang oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) tidak boleh mengambil alih kewenangan desa, dan demikian sebaliknya, bahwa desa dalam merencanakan pembangunan desa, tidak boleh mengambil kewenangan yang seharusnya menjadi porsi pemerintah kabupaten atau provinsi.

Hal ini seperti yang dipertegas pada Pasal 7 Kewenangan lokal berskala Desa meliputi:

1. bidang pemerintahan Desa,

2. pembangunan Desa;

3. kemasyarakatan Desa; dan

4. pemberdayaan masyarakat Desa.

Pasal 8 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a antara lain meliputi:

1. penetapan dan penegasan batas Desa;

2. pengembangan sistem administrasi dan informasi Desa;

3. pengembangan tata ruang dan peta sosial Desa;

4. pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja Desa;

5. pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian;

6. pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, pencari kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja;

7. pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan;

8. pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri;

9. penetapan organisasi Pemerintah Desa;

10. pembentukan Badan Permusyawaratan Desa;

11. penetapan perangkat Desa;

12. penetapan BUM Desa;

13. penetapan APB Desa;

14. penetapan peraturan Desa;

15. penetapan kerja sama antar-Desa;

16. pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai Desa;

17. pendataan potensi Desa;

18. pemberian izin hak pengelolaan atas tanah Desa;

19. penetapan Desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana, konflik, rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan kejadian luar biasa lainnya dalam skala Desa;

20. pengelolaan arsip Desa; dan

21. penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Desa.

Pasal 9 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pembangunan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi:

1. pelayanan dasar Desa;

2. sarana dan prasarana Desa;

3. pengembangan ekonomi lokal Desa; dan

4. pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan Desa.

Pasal 10 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a antara lain meliputi:

1. pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes;

2. pengembangan tenaga kesehatan Desa;

3. pengelolaan dan pembinaan Posyandu melalui: 1) layanan gizi untuk balita; 2) pemeriksaan ibu hamil; 3) pemberian makanan tambahan; 4) penyuluhan kesehatan; 5) gerakan hidup bersih dan sehat; 6) penimbangan bayi; dan 7) gerakan sehat untuk lanjut usia.

4. pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional;

5. pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif di Desa;

6. pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini;

7. pengadaan dan pengelolaan sanggar belajar, sanggar seni budaya, dan perpustakaan Desa; dan

8. fasilitasi dan motivasi terhadap kelompok-kelompok belajar di Desa.

Pasal 11 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang sarana dan prasarana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b antara lain meliputi:

1. pembangunan dan pemeliharaan kantor dan balai Desa;

2. pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa;

3. pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani;

4. pembangunan dan pemeliharaan embung Desa;

5. pembangunan energi baru dan terbarukan;

6. pembangunan dan pemeliharaan rumah ibadah;

7. pengelolaan pemakaman Desa dan petilasan;

8. pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan;

9. pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala Desa

10. pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier;

11. pembangunan dan pemeliharaan lapangan Desa;

12. pembangunan dan pemeliharaan taman Desa;

13. pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya perikanan; dan

14. pengembangan sarana dan prasarana produksi di Desa.

Pasal 12 Kewenangan lokal berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c antara lain meliputi:

1. pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa;

2. pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa;

3. pengembangan usaha mikro berbasis Desa;

4. pendayagunaan keuangan mikro berbasis Desa;

5. pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan;

6. pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan dan penetapan cadangan pangan Desa;

7. penetapan komoditas unggulan pertanian dan perikanan Desa;

8. pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit pertanian dan perikanan secara terpadu;

9. penetapan jenis pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan;

10. pengembangan benih lokal;

11. pengembangan ternak secara kolektif;

12. pembangunan dan pengelolaan energi mandiri;

13. pendirian dan pengelolaan BUM Desa;

14. pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu;

15. pengelolaan padang gembala;

16. pengembangan wisata Desa di luar rencana induk pengembangan pariwisata kabupaten/kota;

17. pengelolaan balai benih ikan;

18. pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan; dan

19. pengembangan sistem usaha produksi pertanian yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal.

Pasal 13 Kewenangan lokal berskala Desa di bidang kemasyarakatan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi:

1. membina keamanan, ketertiban dan ketenteraman wilayah dan masyarakat Desa;

2. membina kerukunan warga masyarakat Desa;

3. memelihara perdamaian, menangani konflik dan melakukan mediasi di Desa; dan

4. melestarikan dan mengembangkan gotong royong masyarakat Desa.

Pasal 14 Kewenangan lokal berskala Desa bidang pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d antara lain:

1. pengembangan seni budaya lokal;

2. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat;

3. fasilitasi kelompok-kelompok masyarakat melalui: 1) kelompok tani; 2) kelompok nelayan; 3) kelompok seni budaya; dan 4) kelompok masyarakat lain di Desa.

4. pemberian santunan sosial kepada keluarga fakir miskin;

5. fasilitasi terhadap kelompok-kelompok rentan, kelompok masyarakat miskin, perempuan, masyarakat adat, dan difabel;

6. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa;

7. analisis kemiskinan secara partisipatif di Desa;

8. penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat;

9. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi kader pembangunan dan pemberdayaan masyarakat;

10. peningkatan kapasitas melalui pelatihan usaha ekonomi Desa;

11. pendayagunaan teknologi tepat guna; dan

12. peningkatan kapasitas masyarakat melalui: 1) kader pemberdayaan masyarakat Desa; 2) kelompok usaha ekonomi produktif; 3) kelompok perempuan; 4) kelompok tani; 5) kelompok masyarakat miskin; 6) kelompok nelayan; 7) kelompok pengrajin; 8) kelompok pemerhati dan perlindungan anak; 9) kelompok pemuda; dan 10) kelompok lain sesuai kondisi Desa.

5. Bagaimana Cara Mengindentifikasi Kewenangan Desa?

Bupati/Walikota melakukan pengkajian untuk identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dengan cara:

a. inventarisasi daftar kegiatan berskala lokal Desa yang ditangani oleh satuan kerja perangkat daerah atau program-program satuan kerja perangkat daerah berbasis Desa;

b. identifikasi dan inventarisasi kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang sudah dijalankan oleh Desa; dan

c. membentuk Tim Pengkajian dan Inventarisasi terhadap jenis kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

Dalam hal identifikasi tersebut, Desa melakukan identifikasi terhadap kegiatan yang sudah ditangani dan kegiatan yang mampu ditangani tetapi belum dilaksanakan. Untuk memastikan hal tersebut, maka desa membentuk tim pengkajian dan inventarisasi kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Tugas Tim Pengkajian dan Inventarisasi meliputi:

a. membuat rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa berdasarkan hasil kajian;

b. melakukan pembahasan rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa;

c. pembahasan rancangan sebagaimana dimaksud pada huruf b harus melibatkan partisipasi Desa, unsur pakar dan pemangku kepentingan yang terkait; dan

d. menghasilkan rancangan daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa.

Hasil rancangan daftar kewenangan ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota, serta Bupati/Walikota harus melakukan sosialisasi Peraturan Bupati/Walikota kepada Desa, yang diikuti proses fasilitasi penetapan daftar kewenangan di tingkat Desa.

Peran kepala desa dan BPD menjadi sangat penting dalam urusan pengkajian dan inventarisasi serta identifikasi kewenangan tersebut, dimana pada Pasal 19 disebutkan bahwa:

“Kepala Desa bersama-sama BPD harus melibatkan masyarakat Desa melakukan musyawarah untuk memilih kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dari daftar yang telah ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota sesuai dengan kebutuhan dan kondisi Desa”.

Lebih lanjut disebutkan pada Pasal 20, bahwa kepala Desa bersama-sama BPD dapat menambah jenis kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa lainnya sesuai dengan prakarsa masyarakat, kebutuhan dan kondisi lokal Desa. Serta Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa (pasal 21).

6. Pungutan Desa yang di larang dan di bolehkan

Desa dilarang melakukan pungutan atas jasa layanan administrasi yang diberikan kepada masyarakat Desa. (2) Jasa layanan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. surat pengantar; b. surat rekomendasi; dan c. surat keterangan.

Sedangkan kewenangan melakukan pungutan, sesuai Pasal 23 (1) disebutkan bahwa Desa berwenang melakukan pungutan atas jasa usaha seperti pemandian umum, wisata desa, pasar Desa, tambatan perahu, keramba ikan, pelelangan ikan, dan lain-lain. 

(2) Desa dapat mengembangkan dan memperoleh bagi hasil dari usaha bersama antara pemerintah Desa dengan masyarakat Desa.

7. Penutup

Kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan desa berskala lokal desa, merupakan bentuk dan jenis kewenangan yang diakui oleh negara dalam rangka mempercepat proses DESA MEMBANGUN INDONESIA. Oleh sebab itu desa harus memiliki kepercayaan diri dan optimisme dalam menata dan membangun dirinya. Keberhasilan desa untuk bangkit dari keterpurukan dan keterbelakangan ketika seluruh stakeholders desa bersatu, gotong royong menjalankan seluruh kewenangan yang dimilikinya secara konsisten untuk kepentingan bersama, bukan untuk membangun kejayaan segelintir orang apalagi untuk kepentingan kepala desa dan perangkat desa semata.

Penulis adalah Pendobrak Desa

Sumber: https://www.karanganyar.desa.id/2017/11/17/memahami-kewenangan-desa-berdasarkan-uu-desa/

02 Januari 2020

Apa Saja Pembiayaan BPD dalam APBDes?

Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis (pasal 1 angka 4 UU 6/2014).

Dalam sistem pemerintahan desa paska lahirnya UU Desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan dan kepentingan masyarakat desa. 

Tugas BPD diantaranya yaitu menyerap, mengelola dan menyapaikan aspirasi masyarakat serta menjadi penyeimbang jalannya pemerintahan di desa. Penjabaran fungsi dan tugas BPD telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa.

Pembiayaan BPD dalam APBDes?


Dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, BPD mendapatkan biaya operasional yang bersumber dari APB Desa. Penentuan alokasi biaya operasional BPD memperhatikan komponen kebutuhan operasional dan kemampuan Keuangan Desa. 

Pimpinan dan anggota BPD mempunyai hak untuk memperoleh tunjangan meliputi tunjangan pelaksanaan tugas dan fungsi dan tunjangan lainnya. Tunjangan pelaksanaan tugas dan fungsi merupakan tunjangan kedudukan. Sedangkan tunjangan lainnya merupakan tunjangan kinerja.

Tunjangan kedudukan anggota BPD diberikan berdasarkan kedudukan anggota dalam kelembagaan BPD. Untuk tunjangan kinerja dapat diberikan dalam hal terdapat penambahan beban kerja. Tunjangan kinerja bersumber dari Pendapatan Asli Desa (APBDes). Sedangkan besaran tunjangan BPD ditetapkan oleh Bupati/Wali kota.

Pembiayaan pengembangan kapasitas bersumber dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota dan APB Desa.

Pendanan pelaksanaan kegiatan BPD dibebankan pada:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; dan 
d. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Berikut ini contoh komponen pembiayan untuk operasionalisasi BPD dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai bahan pengajuan dalam RKP Desa maupun APB Desa sebagai berikut: 


Demikian jawaban atas pertanyaan tentang Apa Saja Pembiayaan BPD dalam APBDes.

*Jawaban tersebut disadur dari Buku Panduan BPD Tahun 2018 yang diterbitkan Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa dengan dukungan KOMPAK. Semoga bermanfaat.

26 Desember 2019

Tujuan Musrembangdes?

Musrembangdes adalah forum musyawarah perencanaan pembangunan desa yang dilaksanakan setiap tahun untuk membahas, mengkaji, menentukan dan menyepakati Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahun anggaran yang direncanakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada di Desa.

Musrembangdes adalah forum musyawarah perencanaan pembangunan desa yang dilaksanakan setiap tahun untuk membahas, mengkaji, menentukan dan menyepakati Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahun anggaran yang direncanakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada di Desa.

Stakeholder desa adalah semua pihak yang ada dalam masyarakat, baik itu individu, kelompok dan komunitas masyarakat yang memiliki hubungan terhadap permasalahan dan kepentingan bersama dalam pembangunan desa.

Dalam musrembangdes seluruh masyarakat desa mendapatkan ruang untuk menyampaikan aspirasi dan mengusulkan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhannya. Inilah yang disebut dengan musyawarah desa yang ideal.

Namun dalam pelaksanaan musrembangdes dihampir semua desa masih sebatas kegiatan rutinitas dan ruang pertemuan dialogis elit-elit desa dengan pihak supradesa (kecamatan dan pendamping). Sehingga perencanaan desa yang partisipatif menjadi sepi di desa, terutama dalam perlibatan kaum perempuan desa.

Imbas dari sepinya perencanaan desa yang tidak partisipatif. Membuat proses perencanaan dan penganggaran desa rentan terhadap kepentingan kades, aparatur desa, BPD dan elit-elit desa. 

Maka tak heran bila usulan-usulan dari masyarakat sering tersingkirkan pada saat penetapan prioritas kegiatan pembangunan desa. Jika seperti yang terjadi, wajar jika masyarakat bertanya Seperti Apa Pemimpin Desa yang Ideal?

Padahal musrembangdes itu sebagai media pertemuan bagi pemerintah desa bersama masyarakat desa untuk merembugkan dan memikirkan persoalan-persoalan terkait pembangunan desa sebelum diputuskan menjadi sebuah keputusan bersama di desa.

Tujuan Musrembang Desa

Beberapa tujuan dari pelaksanaan musrembangdes dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Menetukan dan memutuskan prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan oleh desa sendiri melalui dana swadaya/gotong royong masyarakat desa.
  2. Menentukan dan memutuskan prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan oleh desa sendiri melalui Alokasi Dana Desa (ADD) yang berasal dari APBD kabupaten/kota.
  3. Menentukan dan memutuskan prioritas kegiatan desa yang akan dilaksanakan oleh desa sendiri melalui Dana Desa (DD) yang berasal dari APBN.
  4. Menentukan prioritas masalah daerah yang ada di desa yang akan diusulkan melalui musrembang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan dibiayai melalui APBD kabupaten/kota, Provinsi dan APBN.
  5. Menyepakati perwakilan atau utusan Desa untuk memaparkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat di desanya dalam forum musyawarah kecamatan untuk menjadi penyusunan program pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya.

Demikian jawaban singkat atas pertanyaan Apa Tujuan Musrembangdes?.

Dalam artikel sebelumnya kita juga sudah membahas secara lengkap dan tutas tentang Pedoman Pelaksanaan Musrembang Desa berserta langkah-langkah dalam penyusunan dokumen RKP Desa.
Semoga  bermanfaat.