Tampilkan postingan dengan label Dana Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dana Desa. Tampilkan semua postingan

07 Agustus 2017

Miliaran Rupiah Dana Desa Mengendap

INFODES - Miliaran rupiah dana desa mengendap di rekening pemerintah daerah setiap tahun karena persoalan administrasi. Akibatnya, ribuan desa terlambat atau bahkan tidak menikmati dana desa hingga tahun anggaran berakhir.
Miliaran rupiah dana desa mengendap di rekening pemerintah daerah setiap tahun karena persoalan administrasi. Akibatnya, ribuan desa terlambat atau bahkan tidak menikmati dana desa hingga tahun anggaran berakhir.
DANA DESA untuk DESA MEMBANGUN
Dana desa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Alokasi ini ditujukan untuk pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Minggu (6/8), menyatakan, dana yang mengendap itu disebabkan kombinasi dua persyaratan administrasi yang belum terpenuhi.

Pertama, adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa belum atau terlambat ditetapkan. Kedua, adalah laporan penggunaan dana desa tahun sebelumnya atau tahap sebelumnya yang belum selesai disusun.

Penyaluran dari pemerintah pusat ke desa dilakukan dengan perantaraan pemerintah daerah. Kementerian Keuangan mentransfer dana desa dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD). Dari RKUD, dana tersebut ke rekening kas desa.


Dana desa yang masih mengendap di RKUD mencapai Rp 203,7 miliar per 31 Desember 2015 atau sekitar 1 persen dari total dana desa 2015 senilai Rp 20,7 triliun. Hingga 31 Desember 2016, dana desa tahun 2015 yang masih mengendap di RKUD mencapai Rp 93,6 miliar untuk 1.270 desa di 45 daerah.

Dana desa 2016 yang mengendap di RKUD mencapai Rp 240,5 miliar. Sampai akhir Juli lalu, dana desa 2016 yang mengendap di RKUD masih Rp 109,3 miliar untuk 546 desa di 90 daerah. "Ini berimplikasi pada penyaluran dana desa tahap I tahun 2017," kata Boediarso.

Implikasi itu meliputi dua hal. Pertama, sisa dana desa yang mengendap di rekening pemerintah daerah diperhitungkan sebagai pengurang dalam penyaluran dana desa tahap I-2017. Kedua, mengingat batas waktu penyaluran dana desa tahap I-2017 sudah lewat, yakni 31 Juli 2017, besarnya dana desa yang diperhitungkan sebagai pengurang tersebut tidak disalurkan dari RKUN ke RKUD dan menjadi sisa anggaran di RKUN.

Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, berpendapat, aparatur dan masyarakat desa belum sepenuhnya paham perundang-undangan itu karena sosialisasi belum tuntas.

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum memberikan pemahaman yang memadai kepada aparatur dan masyarakat desa. Namun, desa telah dicecar sejumlah kewajiban dan persyaratan administrasi yang tak mudah," kata Palupi.


Kualitas pendamping

Anggota Satuan Tugas Dana Desa, Arie Sudjito, dalam konferensi pers, Minggu, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan, salah satu masalah yang muncul dalam penyaluran dana desa adalah pendampingan terhadap perangkat desa oleh pemerintah yang belum maksimal.

"Dari hasil evaluasi memang ada pendamping yang bisa membantu dengan baik. Namun, banyak juga pendamping yang tidak memenuhi kualifikasi sehingga kepala desa mengeluh persoalan yang mereka hadapi tidak segera terpecahkan," katanya.

Peneliti Senior Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Bambang Hudayana menjelaskan, pengelolaan dana desa idealnya terlepas dari kontrol pemerintah daerah supaya desa bisa mandiri dalam mengelola keuangan.

"Masyarakat desa yang mandiri itu mampu menghadapi elite desa dan daerah yang akan selalu berusaha kongkalikong dan meninabobokan masyarakatnya," kata Bambang.


Direktur Eksekutif Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta Sunaji Zamroni mengatakan, upaya pemerintah untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas perangkat desa belum berjalan optimal. Kondisi itu mengakibatkan masih banyak perangkat desa yang belum memahami mekanisme pengelolaan dana desa secara baik.

Kepala Biro Administrasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Anom Surahno mengatakan, salah satu upaya meningkatkan kapasitas perangkat desa adalah pendidikan dan pelatihan penyusunan pelaporan dan penggunaan anggaran desa. Pelatihan itu diikuti pengurus 7.724 desa di Jawa Timur.

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Nata Irawan mengatakan, pemerintah tak bisa menghilangkan peran kepala daerah dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah desa. Aparatur daerah diandalkan untuk mengawasi pemanfaatan dana desa.

"Pemerintah masih mengandalkan aparatur daerah untuk mengawasi penggunaan dana desa. Namun, kami mengakui bahwa fungsi inspektorat di daerah masih kurang optimal," kata Nata. 

Sumber: https://kompas.id/baca/utama/2017/08/07/miliaran-rupiah-dana-desa-mengendap/

06 Agustus 2017

Mendes PDTT: Jangan Main-Main dengan Dana Desa

INFODES - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengingatkan pemangku desa agar tidak main-main dalam mengelola dana desa. Ia juga menyayangkan adanya indikasi keterlibatan unsur pemerintah daerah dalam korupsi dana desa di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
Foto: Kemendesa, PDTT
"Saya sangat menyesalkan kejadian ini. Kalau korupsi ya harus ditindak tegas. Agar ada efek jera bagi yang lainnya," ujar Menteri Eko di Jakarta, Minggu (6/8).

Ia menegaskan, tindakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merusak tatanan berbangsa dan bernegara. Sebab dengan korupsi negara menjadi rusak dan masyarakat menjadi korban. "Makanya korupsi harus kita perangi secara bersama-sama,” tegasnya.

Untuk itu Menteri Eko meminta kepada masyarakat untuk tidak takut melaporkan setiap adanya indikasi penyelewengan dana desa. Keluhan dan laporan dapat disampaikan kepada Satgas dana desa melalui Call Center 1500040.

“Pemerintah pasti akan menindak lanjuti setiap laporan tersebut. Pengawasan dana desa akan lebih efektif dengan bantuan pengawasan dari semua unsur masyarakat," ujarnya.

Ia mencontohkan, terungkapnya indikasi penyelewengan dana desa di Kabupaten Pamekasan, berawal dari laporan pendamping desa terhadap penegak hukum. Menurutnya, penyelewengan dana desa akan dengan mudah diketahui, karena tidak hanya diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat serta media massa.

"Saya mengapresiasi KPK dan penegak hukum lainnya yang menangani kasus ini dengan cepat. Sehingga tidak terjadi pembiaran, dan bisa menjadi pelajaran bagi pemangku desa lainnya agar tidak main-main dalam mengelola dana desa," ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Satgas Dana Desa, Bibit Samad Rianto juga mengapresiasi tindakan KPK yang melakukan OTT di Kabupaten Pamekasan. Menurutnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi akan menindak tegas jika terjadi penyelewengan penggunaan dana desa.

“Kalau ada pelanggaran pidana kita serahkan ke polisi. Jangan seperti Pamekasan, dilaporkan tapi ditilep, tidak diproses,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Bibit sendiri mengakui adanya potensi dan kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana desa, baik oleh pemerintah daerah maupun aparat desa. Untuk itu Satgas dana desa akan membuat sebuah sistem dan aturan yang tidak memungkinkan terjadinya sebuah pelanggaran. Selain itu, Satgas dana desa juga akan menggerakkan masyarakat untuk turut mengawasi serta mendorong aparat desa agar transparan.

“Ada Kades (Kepala Desa) yang sudah buat baliho terima dana sekian-sekian. Nah dana itu kan dicek masyarakatnya toh, nah ini kita himpun. Melanggar pidana nggak tanggung-tanggung, kita tindak,” tegasnya.

Dalam waktu dekat ia menargetkan 4 hal. Pertama, adanya sinkronisasi kebijakan dan aturan antar lembaga dan kementerian terkait desa. Kedua, terbantunya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tetinggal dan Transmigrasi dalam membuat kebijakan, peraturan dan pengawasan dana desa. Ketiga, tereliminasinya perbuatan-perbuatan melanggar serta meningkatkan kemampuan pendamping desa.

Di sisi lain, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam surat himbuan KPK terkait pengelolaan keuangan Desa/Dana Desa nomor B.7508/01-16/08/2016 mengatakan pengelolaan keuangan desa termasuk dana desa merupakan bagian dari upaya membangun kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu KPK memandang penting pengelolaanya harus dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggung jawabkan. Berkenan dengan hal tersebut, pertama, KPK meminta seluruh aparatur pemerintah Desa mematuhi seluruh peraturan pengelolaan keuangan Desa khususnya dalam pengunaan dana desa.

Kedua, meminta para aparatur Desa harus memahami dengan baik dan mengunakan aplikasi keuangan desa (Siskudes) yang di kembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPK) bekerjasama dengan Mendagri untuk pengelolan keuangan Desa.

Ketiga, meminta Desa membuka ruang partisipasi aktif masyarakat dengan mengintruksikan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan atas pemanfaatan keuangan desa termasuk dana desa.

Keempat, KPK bersama dengan kementrian Desa PDT dan Transmigrasi dan Kementrian Dalam Negeri melakukan pemantuan dan pengawasan terhadap pelaksanan penggunaan Keuangan Desa khususnya Dana Desa.

Kelima, dalam surat himbaunya KPK mendorong partisipasi masyarakat agar melakukan pemgawasan dan melaporkan imformasi serta keluhan yang dianggap terkait penggunaan keuangan Desa khususnya Dana Desa Kepada satgas Desa, Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi dengan menghubungi:Telepon 1500040, SMS 081288990040/087788990040 dan Website http://satgas.kemendesa.go.id/.

Keenam, memperbanyak surat himbauan ini dan menempelkannya di tempat-tempat strategis misalnya di kantor Desa atau di tempat-tempat lain yang mudah dibaca masyarakat.

Surat yang langsung ditandatangani oleh Ketua KPK Agus Rahardjo tersebut dimaksudkan untuk menjadi perhatian bagi unsur yang berkepentingan dengan dana desa termasuk kepala Desa, agar bisa menjalankan amanah pengelolaan keuangan termasuk dana desa secara baik dan benar.(*)

04 Agustus 2017

KPK Segera Panggil Mendagri dan Mendes PDTT Soal Dana Desa

INFODES - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa (Mendes) Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo guna membicarakan pengelolaan dan pengawasan dana desa.
Kawal Dana Desa/ Ilustrasi 
KPK menyoroti buruknya pengelolaan dana desa dalam kurun waktu dua tahun.

Ditambah lagi baik KPK maupun Kementerian Desa dibanjiri laporan soal dana desa.

Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan sedikitnya KPK menemukan 300 laporan soal buruknya pengelolaan dana desa.

Dalam rapat Bulan Maret lalu, Kemendes juga menyampaikan menerima sedikitnya 600 laporan soal buruknya pengolaan dana desa.

"Jadi kita harus cepat-cepat bahas ini, kami bertanggung jawab juga. Nanti akan kami panggil Kemendes dan Kemendagri untuk rapat lagi," ucap Pahala, Jumat (4/8/2017).

Pahala menjelaskan saat ini pengelolaan dana desa ‎masih tumpang tindih antar Kementeriaan.

Sehingga, lembaga pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa saling lempar-tanggungjawab

"Kami pikir ini struktural sekali problemnya, terus terang di KPK juga sebenernya mempertanyakan ini siapa sih di negara ini yang bertanggung jawab terkait dana desa," katanya.

Untuk itu, ‎KPK meminta pemerintah kembali mengkaji ulang pengawasan terhadap pengelolaan dana desa yang saat ini bermasalah.‎

Diketahui baru-baru ini KPK menangkap Kajari, Bupati, Inspektur Inspektorat, hingga Kepala Desa di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Pejabat daerah tersebut diduga kompak untuk mengamankan serta menghentikan perkara penyimpangan dana desa yang sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan.

Untuk menghentikan perkara tersebut, Kajari dan sejumlah Pejabat Pemkab Pamekasan membuat kesepakatan dengan membayar uang suap Rp 250 juta.(Sumber: Tribunnews)

02 Agustus 2017

Penyerapan Anggaran Lambat, Pemda Terancam Diberi Sanksi

INFODES - Kementerian Keuangan melakukan beberapa langkah untuk mempercepat penyerapan anggaran di daerah. Apabila ada Pemda yang terlambat melakukan penyerapan anggaran, maka mereka terancam terkena sanksi.
Uang Indonesia/Ilustrasi
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan, pemerintah mendorong Pemda menetapkan dan menyampaikan Perda APBD-nya secara tepat waktu. Sesuai ketentuan PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan PMK No.04/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah, Pemda yang terlambat menyampaikan Perda APBD dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU.

''Selain itu, mendorong Pemda mempercepat dan melaksanakan anggaran secara optimal dan tepat waktu,'' ucap Boediarso, saat dihubungi, Rabu (2/8).

Pelaksanan anggaran yang cepat dan optimal itu dilakukan melalui penyaluran transfer ke daerah dapat dilakukan dalam bentuk non tunai atau penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) bagi daerah-daerah yang mempunyai posisi kas tidak wajar.

Menurut dia, penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, terutama DAK Fisik dan dana desa berdasarkan kinerja penyerapan dana dan pelaksanaan kegiatan, sebagaimana diatur dalam PMK No.50/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

''Apabila Pemda terlambat menyampaikan Perda APBD, dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU sebesar 25 persen dari besarnya penyaluran DAU per bulan,'' ucap Boediarso.

Ia menambahkan, apabila Pemda mempunyai posisi kas yang tidak wajar, termasuk dana yang disimpan di Perbankan, yang jumlahnya melebihi dari estimasi kebutuhan belanja operasional dan belanja modal untuk 3 bulan kedepan, maka penyaluran DBH dan/atau DAU akan di konversi dalam bentuk nontunai (SBN).

Selain itu, jika daerah belum dapat merealisasikan penyerapan DAK Fisik dan capaian output pada triwulan sebelumnya, maka penyaluran DAK Fisik pada periode/triwulan berikutnya tidak dapat dilakukan.

Sebelumnya, anggaran yang disimpan di bank oleh Pemerintah daerah hingga saat ini mencapai Rp 222,6 triliun.(Sumber: Republika)

27 Juli 2017

Kejari Banda Aceh Bentuk Tim Investigasi Dana Desa

INFODES - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh membentuk tim investigasi dugaan penyimpangan anggaran dana gampong atau ADG yang dilaporkan masyarakat.

"Kami sudah membentuk tim investigasi yang akan menyelidiki dugaan penyimpangan ADG yang dilaporkan masyarakat," kata Kepala Kejari Banda Aceh Husni Thamrin di Banda Aceh, Rabu.
Penyelewengan Dana Desa/ Ilustrasi
Sebelumnya, kata Husni Thamrin, warga Gampong (desa) Lamdhom, Kecamatan Lueng Bata Banda Aceh, bersama sejumlah anggota Tuha Peut atau lembaga parlemen desa, melaporkan dugaan penyimpangan dana desa.

Laporan disampaikan Jumat (21/7) pekan lalu dengan terlapor keuchiek atau kepala desa setempat. Laporan disampaikan secara tertulis, lengkap dengan dokumen ADG, kata Husni Thamrin.

Laporan yang disampaikan tersebut, lanjut dia, terkait dugaan penyimpangan anggaran desa dari tahun 2013 hingga 2016. Ada beberapa poin dugaan penyimpangan yang dilaporkan.

Di antaranya dana hibah lomba desa tahun 2014 sebesar Rp65 juta, uang sewa rumah milik desa sebesar Rp30 juta, pengadaan sewa molen atau mesin pengaduk semen fiktif, dan lainnya.

"Tim investigasi ini dibentuk untuk menindaklanjuti laporan warga. Tim bertugas mengumpulkan data dan keterangan terkait kasus yang dilaporkan tersebut," kata Husni Thamrin.

Husni Thamrin menegaskan, jika nantinya memang ditemukan bukti kuat adanya penyimpangan, tentu akan diusut hingga tuntas. Begitu juga sebaliknya, jika tidak ada bukti, kejaksaan akan menyampaikan hasil investigasi kepada masyarakat yang melaporkannya.

"Tim investigasi akan mencari kebenaran, apakah yang dilaporkan ini benar adanya atau tidak. Jadi, kami belum bisa menyimpulkannya sekarang karena tim investigasi baru akan bekerja," kata Husni Thamrin. (Ant)

25 Juli 2017

Jokowi: Dana Desa Harus Menjangkau Penduduk Lapisan Bawah

Ayo Bangun Desa - Presiden Joko Widodo meminta agar program-program Kementerian, terutama Kementerian Pertanian, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta penyaluran Dana Desa harus betul-betul bisa menjangkau 40% penduduk lapisan terbawah.
Foto: Kemendes PDTT 
Program Kementerian harus fokus pada peningkatan pendapatan dan daya beli mayoritas rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian maupun di sektor informal.

"Saya ingin program subsidi yang dialokasikan dari Kementerian Pertanian bisa tepat sasaran serta mampu menaikkan nilai tukar petani," tegas Presiden usai memimpin Rapat Terbatas tentang Perkembangan High Speed Train serta Ratas Perkembangan Implementasi Program Pengetasan Kemiskinan, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/7).

Menurut Presiden Jokowi, pemerintah telah mengalokasikan Dana Desa. Tiga tahun yang lalu, Dana Desa yang disalurkan sebesar Rp20 triliun. Tahun lalu nilainya sebesar Rp47 triliun dan tahun ini sebesar Rp60 triliun. Ini juga harus berdampak dalam mensejahterakan masyarakat yang kurang mampu," pintanya.

Adapun terkait dengan bantuan sosial, Presiden meminta agar program-program bantuan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program Keluarga Harapan (PKH) kemudian Beras Sejahtera bisa disalurkan kepada sasaran dan tepat waktu, sehingga bisa menurunkan beban hidup masyarakat miskin.

Karena itu, agar penyalurannya tepat sasaran maka data harus betul-betul akurat, mutakhir, satu dan terpadu.

"Jangan menggunakan data sendiri sendiri. Saya ingatkan jangan bekerja linier, lakukan perubahan baik dalam sistem pendataan, sistem penyaluran," pinta Presiden Jokowi seraya menambahkan, bahwa salah satu reformasi bantuan sosial yang digulirkan adalah penerapan sistem bantuan pangan non tunai kartu, sehingga bantuan sosial bisa lebih tepat sasaran dan mengurangi kebocoran.

Dalam Ratas tersebut, Presiden Jokowi meminta agar stabilitas harga kebutuhan pokok betul-betul dijaga. Demikian juga dengan kebijakan yang mendorong kenaikan harga kebutuhan pokok harus betul-betul dikalkulasi dengan matang, karena bila harga bahan pokok naik artinya garis kemiskinan akan naik, dan artinya biaya hidup penduduk miskin juga akan naik.

"Ini akan membuat kenaikan pendapatan penduduk miskin kita baik petani maupun buruh bangunan menjadi kurang berarti," ujar Presiden dalam rapat terbatas kabinet.(Berita Moneter)

14 Juli 2017

Kemendagri: Dana Desa Baru Terserap Rp.30 Triliun

Ayo Bangun Desa - Dana desa yang dialokasikan pada 2017 sebanyak Rp60 triliun hingga pertengahan tahun baru terserap sekitar Rp30 triliun karena kapasitas sumber daya manusianya kurang memadai untuk mengelola anggaran.


Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Nata Irawan saat membuka diskusi bertajuk "Menyoal Keberpihakan Negara terhadap Masyarakat Adat Beserta Hak Ulayat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pembentukan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia", di Jakarta, Kamis.

"Sudah beberapa tahun berjalan, dana desa tampaknya kurang berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Misalnya saja, angka kemiskinan masih di kisaran 28,5 juta jiwa. Kondisi itu terjadi karena penyerapan dana desa belum maksimal, salah satu penyebabnya, kapasitas pemerintah desa mengelola anggaran masih cukup rendah," kata Nata. 



Alhasil, pihaknya di Bina Pemerintahan Desa akan terus berupaya meningkatkan kapasitas SDM sehingga dana desa dapat dikelola secara baik.

"Kendala kami, anggaran di Kemendagri untuk membina aparatur pemerintahan desa hanya mencapai sekitar Rp21 milyar. Padahal pihak kementerian bertanggung jawab meningkatkan kapasitas SDM di sekitar 74.010 desa di Indonesia. Misalnya, satu desa dikali lima orang, tentu hal tersebut akan jadi masalah," tambahnya.

Dalam kesempatan sama, ia mengapresiasi pembentukan asosiasi pengajar hukum adat (APHA) dan berjanji akan menfasilitasi diskusi lebih lanjut dengan pihak kementerian.

"Saya harap forum diskusi mengenai negara dan hukum adat hari ini dapat terus berlanjut dan dibuat lebih besar lagi demi memetakan masalah hukum dan hak ulayat di Indonesia," kata Nata dalam pidato pembukaannya, Kamis.

Acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) di Jakarta, Kamis, turut diisi paparan dari sejumlah pakar, diantaranya Dekan FH Universitas Pancasila Ade Saptomo, Guru Besar FH Universitas Parahyangan Catharina Dewi Wulansari, dan Pengajar FH Universitas Atma Jaya Caritas Woro Murdiati.


Dalam forum diskusi itu, Prof Ade menjelaskan keutuhan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditentukan dari keberadaan masyarakat adat.

"Power (kekuatan) dari Indonesia sebagai state (negara) ada pada masyarakat adat. Pasalnya, jika negara bubar, masyarakat adat akan tetap utuh," kata Ade di Jakarta, Kamis. Dengan demikian, negara harus berpihak terhadap hak dan kepentingan masyarakat adat.

Meski demikian, Ade menambahkan kebijakan pemerintah terhadap masyarakat adat cenderung menafikkan perspektif hidup komunitas tersebut.

"Misalnya dalam urusan kepastian hukum dalam kepemilikan tanah. Negara cenderung memaksakan adanya pengukuran dan pemberian sertifikat, tetapi buat masyarakat adat, misalnya suku Nagari di Sumatera Barat itu tidak cocok dengan sistem atau hukum adat komunitasnya," kata Dekan FH Universitas Pancasila tersebut.

Di penghujung acara, ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) sekaligus salah satu penggerak dibentuknya Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Laksanto Utomo mengatakan jurnal yang berisi kajian hukum adat akan segera diluncurkan.

"Sumbangan pemikiran dari pengajar hukum adat ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dan pijakan bagi para pembuat kebijakan dalam upayanya mengakui dan berpihak terhadap masyarakat adat," kata Laksanto dalam forum yang dihadiri sekitar 40 pengajar, pakar, dan perwakilan pemerintahan. (Antaranews.com).

11 Juli 2017

1.135 Desa Belum Terima Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Akibat delapan pemerintah kabupaten belum melengkapi persyaratan, 1.135 desa terancam tak menerima dana desa tahap pertama tahun anggaran 2017. Batas akhir penyaluran dana desa dari pusat ke daerah adalah 31 Juli atau sekitar tiga minggu lagi.

Alokasi dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 60 triliun.
RPJM Desa/Ilustrasi
Alokasi dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 60 triliun. Sasarannya adalah 74.954 desa di 434 kabupaten dan kota. Penyalurannya dilakukan dalam dua tahap, masing-masing 60 persen dan 40 persen dari pagu atau Rp 36 triliun dan Rp 24 triliun.

"Hingga saat ini masih terdapat delapan daerah yang belum dapat direkomendasikan penyaluran dana desa tahap pertamanya karena belum memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Nilainya Rp 538,4 miliar," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Minggu (9/7).


Jika delapan daerah tersebut tidak menyampaikan persyaratan sampai batas waktu terakhir, Boediarso melanjutkan, dana desa tahap pertama tidak akan disalurkan. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2017, penyaluran tahap pertama paling lambat adalah akhir Juli.

Menurut Boediarso, persyaratan yang belum dipenuhi oleh delapan kabupaten itu mencakup semua jenis persyaratan. Hal ini meliputi laporan konsolidasi penggunaan dana desa tahun sebelumnya, laporan realisasi penyaluran dana desa dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Umum Desa (RKDes), serta peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah mengenai rincian dana desa per desa.

"Laporan realisasi penyaluran dana desa dan laporan konsolidasi penggunaan dana desa menunjukkan aspek akuntabilitas pengelolaan dana desa tahun sebelumnya. Sementara peraturan daerah dan peraturan kepala daerah menjadi dasar otorisasi anggaran yang diperlukan untuk penyaluran dana desa," kata Boediarso.

Sementara itu, Kementerian Keuangan sampai dengan 5 Juli telah merekomendasikan penyaluran dana desa tahap pertama untuk 426 daerah dari 434 daerah penerima dana desa. Nilainya Rp 35,2 triliun atau 97,8 persen dari pagu penyaluran tahap pertama.

Sampai dengan 5 Juli, Kementerian Keuangan telah menyalurkan dana desa tahap pertama senilai Rp 34,4 triliun atau 95,5 persen untuk 413 daerah. Sementara untuk 13 daerah lainnya masih dalam proses penyampaian ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk penerbitan surat perintah pencairan dana.

Tidak cekatan

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, 1.135 desa adalah jumlah yang sangat besar. Pemerintah daerah semestinya cekatan menyampaikan persyaratan.

Dalam hal penyaluran, tidak ada masalah di pusat. Masalahnya sekarang justru berada di daerah dan desa sendiri. Di desa, masalahnya antara lain karena usulan dokumen tersendat. Sementara di kabupaten dan kota, masalahnya bisa menyangkut urusan birokrasi atau politik.

"Dengan konsep administrasi berjenjang, persoalannya tidak sekadar administrasi, tetapi juga politis. Ini tidak gampang diselesaikan. Pembinaannya berada di ranah Kementerian Dalam Negeri. Hambatan terbesar ke depan justru di titik tengah ini," kata Endi.

Dana desa disalurkan secara berjenjang. Kementerian Keuangan menyalurkan ke pemerintah daerah. Selanjutnya pemerintah daerah menyalurkan ke desa. Dana desa menjadi sumber utama pendapatan desa. Porsinya rata-rata bisa mencapai 60-70 persen.

Sementara alokasi dana desa dari pemerintah daerah sekitar 20 persen. Sisanya tersebar di sumber pendapatan lainnya, seperti bagi hasil pajak dan retribusi yang dipungut di desa serta pendapatan asli desa.

"Aparat desa lebih memprioritaskan dana desa yang nilainya memang mayoritas ketimbang program dari dinas di pemerintah daerah setempat. Jadi, ada semacam kontestasi antara program daerah yang basisnya desa dan dana desa dari pusat. Kuncinya adalah integrasi program. Ini yang belum jalan," kata Endi.

Sumber: print.kompas.com