Tampilkan postingan dengan label Dana Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dana Desa. Tampilkan semua postingan

16 Agustus 2017

KPK: Dana Desa untuk Kepentingan Warga

INFODES - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif meminta agar dana desa yang disalurkan pemerintah digunakan secara tepat untuk kemaslahatan warga desa.

Hal tersebut disampaikan Syarif di hadapan para kepala desa dan lurah teladan yang ikut Lomba Desa dan Kelurahan yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri, di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (16/8/2017) seperti dilansir kompas.com.

Para kades dan lurah teladan itu mendatangi Gedung KPK untuk mendengar arahan dan pembinaan terkait pencegahan korupsi.

Syarif menyebutkan, tahun ini pemerintah menggelontorkan dana desa sekitar Rp 60 triliun. Tahun depan, jumlahnya bisa meningkat dua kali lipat.


Ia mengatakan, semakin banyak anggaran dana desa, potensi penyalahgunaan bisa terjadi. Oleh karena itu, para kades dan lurah teladan yang hadir diingatkan untuk menggunakan dana desa dengan tepat.

"Saya berharap karena Bapak dan Ibu yang ke sini berprestasi, (jadi) di kasih uang (dana desa) berapa pun bisa untuk kebajikan dan kemaslahatan warga desa," kata Syarif.

Syarif mencontohkan, saat menjadi koordinator kecamatan, ada seorang kepala desa yang meminta pendapatnya soal pembangunan gapura di desa. Gapura itu akan dilengkapi jam.

Syarif menilai hal itu bagus. Akan tetapi, di saat bersamaan, warga desa membutuhkan MCK.

"Masyarakatnya mohon maaf buang air di pinggir sungai. Saya bilang, mana yang lebih penting, bikin MCK atau gapura," kata Syarif.


Kepala desa, kata Syarif, mengatakan bahwa gapura yang lebih penting. Alasannya, si kepala desa ingin gapura itu dapat dilihat oleh camat.

Dengan pengalamannya itu, Syarif ingin mencontohkan bahwa seharusnya kepala desa mementingkan hal yang prioritas bagi warganya.

Apalagi, posisi kepala desa merupakan ujung tombak pemerintahan. Program dana desa adalah program yang tepat.

Akan tetapi, angka pengaduan terkait dana desa yang diterima KPK mulai Januari-Juni 2017 terbilang tinggi. Tercatat ada 459 laporan.

Ia menyoroti kasus dugaan suap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan terkait penanganan korupsi dana desa.

Suap tersebut melibatkan bupati serta pejabat dan seorang kepala desa di Pamekasan.

Dengan nada menyindir, Syarif menceritakan suap sebesar Rp 250 juta kepada Kajari itu untuk menutupi kasus korupsi dana desa yang nilai proyeknya lebih rendah dari nilai suap yakni Rp 100 juta.

Kajari disebut menolak menurunkan nilai suap tersebut. Ia menilai, kasus seperti ini sudah kelewatan.

"Jadi kalau kita dapat laporan seperti itu, pergi tangkap saja, sudah kelewatan," ujar dia
.(*)

10 Agustus 2017

Mendes Serahkan Pengawasan Dana Desa ke KPK

INFODES - Kasus korupsi penyelewengan dana desa marak terjadi. Dana desa juga ada yang menyimpang dari peruntukannya.
Kemdagri bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes) terus berusaha memperbaiki penggunaan dana desa.
Foto: Kemendesa 
“Memang ada kasus penyelewengan korupsi dan kasus dana desa menyimpang, itu terus kita perbaiki. Ada beberapa kejadian kasus korupsi, tapi ini mesti dibedakan. Kalau kita punya mobil rusak terus, bukan mobilnya diperbaiki, tapi jalannya,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjoyo.

(Baca: Satgas Dana Desa Akan Tutup Lahan Korupsi dengan Perbaikan Moral

Hal itu disampaikannya saat bertemu Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Jakarta, Kamis (10/8).

“Persoalan korupsi memang persoalan besar di bangsa ini yang harus kita perangi bersama,” tegas Eko.

Menurutnya, rencana pembentukan lembaga pengawas dana desa tidak diperlukan. “Yang kita tangani bagaimana menata korupsi bisa diminimalisir dan tidak terjadi lagi. Ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga korupsi jalan terus. Bikin lembaga baru akan bingungkan desa dan tidak menjamin korupsi tidak terjadi di lembaga itu,” ujarnya.

Dia menyatakan, Kemdagri bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemdes) terus berusaha memperbaiki penggunaan dana desa. “Kami sepakat untuk terus mengawasi korupsi. Masyarakat harus dilibatkan,” ucapnya.

Dia berharap masyarakat desa tidak takut melaporkan apabila terdapat indikasi penyelewenangan dana desa ke Satgas Dana Desa. “Kalau tidak ada partisipasi masyarakat, sulit. Kalau masyarakat terus mengawasi dan kita mengawal, maka bisa sangat mencegah korupsi. Paling tidak, orang berpikir kalau mau penyelewengan,” kataya.

“Kepala desa kita minta tidak takut. Kalau ada upaya kriminalisasi, segera lapor ke Satgas dana desa. Kita langsung bantu.”

Sumber: Suara Pembaharuan 

07 Agustus 2017

Miliaran Rupiah Dana Desa Mengendap

INFODES - Miliaran rupiah dana desa mengendap di rekening pemerintah daerah setiap tahun karena persoalan administrasi. Akibatnya, ribuan desa terlambat atau bahkan tidak menikmati dana desa hingga tahun anggaran berakhir.
Miliaran rupiah dana desa mengendap di rekening pemerintah daerah setiap tahun karena persoalan administrasi. Akibatnya, ribuan desa terlambat atau bahkan tidak menikmati dana desa hingga tahun anggaran berakhir.
DANA DESA untuk DESA MEMBANGUN
Dana desa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Alokasi ini ditujukan untuk pembangunan desa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Minggu (6/8), menyatakan, dana yang mengendap itu disebabkan kombinasi dua persyaratan administrasi yang belum terpenuhi.

Pertama, adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa belum atau terlambat ditetapkan. Kedua, adalah laporan penggunaan dana desa tahun sebelumnya atau tahap sebelumnya yang belum selesai disusun.

Penyaluran dari pemerintah pusat ke desa dilakukan dengan perantaraan pemerintah daerah. Kementerian Keuangan mentransfer dana desa dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD). Dari RKUD, dana tersebut ke rekening kas desa.


Dana desa yang masih mengendap di RKUD mencapai Rp 203,7 miliar per 31 Desember 2015 atau sekitar 1 persen dari total dana desa 2015 senilai Rp 20,7 triliun. Hingga 31 Desember 2016, dana desa tahun 2015 yang masih mengendap di RKUD mencapai Rp 93,6 miliar untuk 1.270 desa di 45 daerah.

Dana desa 2016 yang mengendap di RKUD mencapai Rp 240,5 miliar. Sampai akhir Juli lalu, dana desa 2016 yang mengendap di RKUD masih Rp 109,3 miliar untuk 546 desa di 90 daerah. "Ini berimplikasi pada penyaluran dana desa tahap I tahun 2017," kata Boediarso.

Implikasi itu meliputi dua hal. Pertama, sisa dana desa yang mengendap di rekening pemerintah daerah diperhitungkan sebagai pengurang dalam penyaluran dana desa tahap I-2017. Kedua, mengingat batas waktu penyaluran dana desa tahap I-2017 sudah lewat, yakni 31 Juli 2017, besarnya dana desa yang diperhitungkan sebagai pengurang tersebut tidak disalurkan dari RKUN ke RKUD dan menjadi sisa anggaran di RKUN.

Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, berpendapat, aparatur dan masyarakat desa belum sepenuhnya paham perundang-undangan itu karena sosialisasi belum tuntas.

"Pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum memberikan pemahaman yang memadai kepada aparatur dan masyarakat desa. Namun, desa telah dicecar sejumlah kewajiban dan persyaratan administrasi yang tak mudah," kata Palupi.


Kualitas pendamping

Anggota Satuan Tugas Dana Desa, Arie Sudjito, dalam konferensi pers, Minggu, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mengatakan, salah satu masalah yang muncul dalam penyaluran dana desa adalah pendampingan terhadap perangkat desa oleh pemerintah yang belum maksimal.

"Dari hasil evaluasi memang ada pendamping yang bisa membantu dengan baik. Namun, banyak juga pendamping yang tidak memenuhi kualifikasi sehingga kepala desa mengeluh persoalan yang mereka hadapi tidak segera terpecahkan," katanya.

Peneliti Senior Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Bambang Hudayana menjelaskan, pengelolaan dana desa idealnya terlepas dari kontrol pemerintah daerah supaya desa bisa mandiri dalam mengelola keuangan.

"Masyarakat desa yang mandiri itu mampu menghadapi elite desa dan daerah yang akan selalu berusaha kongkalikong dan meninabobokan masyarakatnya," kata Bambang.


Direktur Eksekutif Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta Sunaji Zamroni mengatakan, upaya pemerintah untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas perangkat desa belum berjalan optimal. Kondisi itu mengakibatkan masih banyak perangkat desa yang belum memahami mekanisme pengelolaan dana desa secara baik.

Kepala Biro Administrasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur Anom Surahno mengatakan, salah satu upaya meningkatkan kapasitas perangkat desa adalah pendidikan dan pelatihan penyusunan pelaporan dan penggunaan anggaran desa. Pelatihan itu diikuti pengurus 7.724 desa di Jawa Timur.

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Nata Irawan mengatakan, pemerintah tak bisa menghilangkan peran kepala daerah dalam pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah desa. Aparatur daerah diandalkan untuk mengawasi pemanfaatan dana desa.

"Pemerintah masih mengandalkan aparatur daerah untuk mengawasi penggunaan dana desa. Namun, kami mengakui bahwa fungsi inspektorat di daerah masih kurang optimal," kata Nata. 

Sumber: https://kompas.id/baca/utama/2017/08/07/miliaran-rupiah-dana-desa-mengendap/

06 Agustus 2017

Mendes PDTT: Jangan Main-Main dengan Dana Desa

INFODES - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengingatkan pemangku desa agar tidak main-main dalam mengelola dana desa. Ia juga menyayangkan adanya indikasi keterlibatan unsur pemerintah daerah dalam korupsi dana desa di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
Foto: Kemendesa, PDTT
"Saya sangat menyesalkan kejadian ini. Kalau korupsi ya harus ditindak tegas. Agar ada efek jera bagi yang lainnya," ujar Menteri Eko di Jakarta, Minggu (6/8).

Ia menegaskan, tindakan korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merusak tatanan berbangsa dan bernegara. Sebab dengan korupsi negara menjadi rusak dan masyarakat menjadi korban. "Makanya korupsi harus kita perangi secara bersama-sama,” tegasnya.

Untuk itu Menteri Eko meminta kepada masyarakat untuk tidak takut melaporkan setiap adanya indikasi penyelewengan dana desa. Keluhan dan laporan dapat disampaikan kepada Satgas dana desa melalui Call Center 1500040.

“Pemerintah pasti akan menindak lanjuti setiap laporan tersebut. Pengawasan dana desa akan lebih efektif dengan bantuan pengawasan dari semua unsur masyarakat," ujarnya.

Ia mencontohkan, terungkapnya indikasi penyelewengan dana desa di Kabupaten Pamekasan, berawal dari laporan pendamping desa terhadap penegak hukum. Menurutnya, penyelewengan dana desa akan dengan mudah diketahui, karena tidak hanya diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), masyarakat serta media massa.

"Saya mengapresiasi KPK dan penegak hukum lainnya yang menangani kasus ini dengan cepat. Sehingga tidak terjadi pembiaran, dan bisa menjadi pelajaran bagi pemangku desa lainnya agar tidak main-main dalam mengelola dana desa," ujarnya.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Satgas Dana Desa, Bibit Samad Rianto juga mengapresiasi tindakan KPK yang melakukan OTT di Kabupaten Pamekasan. Menurutnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi akan menindak tegas jika terjadi penyelewengan penggunaan dana desa.

“Kalau ada pelanggaran pidana kita serahkan ke polisi. Jangan seperti Pamekasan, dilaporkan tapi ditilep, tidak diproses,” ujarnya.

Terkait hal tersebut, Bibit sendiri mengakui adanya potensi dan kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana desa, baik oleh pemerintah daerah maupun aparat desa. Untuk itu Satgas dana desa akan membuat sebuah sistem dan aturan yang tidak memungkinkan terjadinya sebuah pelanggaran. Selain itu, Satgas dana desa juga akan menggerakkan masyarakat untuk turut mengawasi serta mendorong aparat desa agar transparan.

“Ada Kades (Kepala Desa) yang sudah buat baliho terima dana sekian-sekian. Nah dana itu kan dicek masyarakatnya toh, nah ini kita himpun. Melanggar pidana nggak tanggung-tanggung, kita tindak,” tegasnya.

Dalam waktu dekat ia menargetkan 4 hal. Pertama, adanya sinkronisasi kebijakan dan aturan antar lembaga dan kementerian terkait desa. Kedua, terbantunya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tetinggal dan Transmigrasi dalam membuat kebijakan, peraturan dan pengawasan dana desa. Ketiga, tereliminasinya perbuatan-perbuatan melanggar serta meningkatkan kemampuan pendamping desa.

Di sisi lain, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam surat himbuan KPK terkait pengelolaan keuangan Desa/Dana Desa nomor B.7508/01-16/08/2016 mengatakan pengelolaan keuangan desa termasuk dana desa merupakan bagian dari upaya membangun kesejahteraan masyarakat.

Oleh karena itu KPK memandang penting pengelolaanya harus dilakukan secara transparan dan dapat dipertanggung jawabkan. Berkenan dengan hal tersebut, pertama, KPK meminta seluruh aparatur pemerintah Desa mematuhi seluruh peraturan pengelolaan keuangan Desa khususnya dalam pengunaan dana desa.

Kedua, meminta para aparatur Desa harus memahami dengan baik dan mengunakan aplikasi keuangan desa (Siskudes) yang di kembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPK) bekerjasama dengan Mendagri untuk pengelolan keuangan Desa.

Ketiga, meminta Desa membuka ruang partisipasi aktif masyarakat dengan mengintruksikan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan atas pemanfaatan keuangan desa termasuk dana desa.

Keempat, KPK bersama dengan kementrian Desa PDT dan Transmigrasi dan Kementrian Dalam Negeri melakukan pemantuan dan pengawasan terhadap pelaksanan penggunaan Keuangan Desa khususnya Dana Desa.

Kelima, dalam surat himbaunya KPK mendorong partisipasi masyarakat agar melakukan pemgawasan dan melaporkan imformasi serta keluhan yang dianggap terkait penggunaan keuangan Desa khususnya Dana Desa Kepada satgas Desa, Kementrian Desa, PDT dan Transmigrasi dengan menghubungi:Telepon 1500040, SMS 081288990040/087788990040 dan Website http://satgas.kemendesa.go.id/.

Keenam, memperbanyak surat himbauan ini dan menempelkannya di tempat-tempat strategis misalnya di kantor Desa atau di tempat-tempat lain yang mudah dibaca masyarakat.

Surat yang langsung ditandatangani oleh Ketua KPK Agus Rahardjo tersebut dimaksudkan untuk menjadi perhatian bagi unsur yang berkepentingan dengan dana desa termasuk kepala Desa, agar bisa menjalankan amanah pengelolaan keuangan termasuk dana desa secara baik dan benar.(*)

04 Agustus 2017

KPK Segera Panggil Mendagri dan Mendes PDTT Soal Dana Desa

INFODES - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa (Mendes) Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo guna membicarakan pengelolaan dan pengawasan dana desa.
Kawal Dana Desa/ Ilustrasi 
KPK menyoroti buruknya pengelolaan dana desa dalam kurun waktu dua tahun.

Ditambah lagi baik KPK maupun Kementerian Desa dibanjiri laporan soal dana desa.

Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan sedikitnya KPK menemukan 300 laporan soal buruknya pengelolaan dana desa.

Dalam rapat Bulan Maret lalu, Kemendes juga menyampaikan menerima sedikitnya 600 laporan soal buruknya pengolaan dana desa.

"Jadi kita harus cepat-cepat bahas ini, kami bertanggung jawab juga. Nanti akan kami panggil Kemendes dan Kemendagri untuk rapat lagi," ucap Pahala, Jumat (4/8/2017).

Pahala menjelaskan saat ini pengelolaan dana desa ‎masih tumpang tindih antar Kementeriaan.

Sehingga, lembaga pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa saling lempar-tanggungjawab

"Kami pikir ini struktural sekali problemnya, terus terang di KPK juga sebenernya mempertanyakan ini siapa sih di negara ini yang bertanggung jawab terkait dana desa," katanya.

Untuk itu, ‎KPK meminta pemerintah kembali mengkaji ulang pengawasan terhadap pengelolaan dana desa yang saat ini bermasalah.‎

Diketahui baru-baru ini KPK menangkap Kajari, Bupati, Inspektur Inspektorat, hingga Kepala Desa di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Pejabat daerah tersebut diduga kompak untuk mengamankan serta menghentikan perkara penyimpangan dana desa yang sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan.

Untuk menghentikan perkara tersebut, Kajari dan sejumlah Pejabat Pemkab Pamekasan membuat kesepakatan dengan membayar uang suap Rp 250 juta.(Sumber: Tribunnews)

02 Agustus 2017

Penyerapan Anggaran Lambat, Pemda Terancam Diberi Sanksi

INFODES - Kementerian Keuangan melakukan beberapa langkah untuk mempercepat penyerapan anggaran di daerah. Apabila ada Pemda yang terlambat melakukan penyerapan anggaran, maka mereka terancam terkena sanksi.
Uang Indonesia/Ilustrasi
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan, pemerintah mendorong Pemda menetapkan dan menyampaikan Perda APBD-nya secara tepat waktu. Sesuai ketentuan PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan PMK No.04/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah, Pemda yang terlambat menyampaikan Perda APBD dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU.

''Selain itu, mendorong Pemda mempercepat dan melaksanakan anggaran secara optimal dan tepat waktu,'' ucap Boediarso, saat dihubungi, Rabu (2/8).

Pelaksanan anggaran yang cepat dan optimal itu dilakukan melalui penyaluran transfer ke daerah dapat dilakukan dalam bentuk non tunai atau penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) bagi daerah-daerah yang mempunyai posisi kas tidak wajar.

Menurut dia, penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, terutama DAK Fisik dan dana desa berdasarkan kinerja penyerapan dana dan pelaksanaan kegiatan, sebagaimana diatur dalam PMK No.50/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

''Apabila Pemda terlambat menyampaikan Perda APBD, dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU sebesar 25 persen dari besarnya penyaluran DAU per bulan,'' ucap Boediarso.

Ia menambahkan, apabila Pemda mempunyai posisi kas yang tidak wajar, termasuk dana yang disimpan di Perbankan, yang jumlahnya melebihi dari estimasi kebutuhan belanja operasional dan belanja modal untuk 3 bulan kedepan, maka penyaluran DBH dan/atau DAU akan di konversi dalam bentuk nontunai (SBN).

Selain itu, jika daerah belum dapat merealisasikan penyerapan DAK Fisik dan capaian output pada triwulan sebelumnya, maka penyaluran DAK Fisik pada periode/triwulan berikutnya tidak dapat dilakukan.

Sebelumnya, anggaran yang disimpan di bank oleh Pemerintah daerah hingga saat ini mencapai Rp 222,6 triliun.(Sumber: Republika)

27 Juli 2017

Kejari Banda Aceh Bentuk Tim Investigasi Dana Desa

INFODES - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh membentuk tim investigasi dugaan penyimpangan anggaran dana gampong atau ADG yang dilaporkan masyarakat.

"Kami sudah membentuk tim investigasi yang akan menyelidiki dugaan penyimpangan ADG yang dilaporkan masyarakat," kata Kepala Kejari Banda Aceh Husni Thamrin di Banda Aceh, Rabu.
Penyelewengan Dana Desa/ Ilustrasi
Sebelumnya, kata Husni Thamrin, warga Gampong (desa) Lamdhom, Kecamatan Lueng Bata Banda Aceh, bersama sejumlah anggota Tuha Peut atau lembaga parlemen desa, melaporkan dugaan penyimpangan dana desa.

Laporan disampaikan Jumat (21/7) pekan lalu dengan terlapor keuchiek atau kepala desa setempat. Laporan disampaikan secara tertulis, lengkap dengan dokumen ADG, kata Husni Thamrin.

Laporan yang disampaikan tersebut, lanjut dia, terkait dugaan penyimpangan anggaran desa dari tahun 2013 hingga 2016. Ada beberapa poin dugaan penyimpangan yang dilaporkan.

Di antaranya dana hibah lomba desa tahun 2014 sebesar Rp65 juta, uang sewa rumah milik desa sebesar Rp30 juta, pengadaan sewa molen atau mesin pengaduk semen fiktif, dan lainnya.

"Tim investigasi ini dibentuk untuk menindaklanjuti laporan warga. Tim bertugas mengumpulkan data dan keterangan terkait kasus yang dilaporkan tersebut," kata Husni Thamrin.

Husni Thamrin menegaskan, jika nantinya memang ditemukan bukti kuat adanya penyimpangan, tentu akan diusut hingga tuntas. Begitu juga sebaliknya, jika tidak ada bukti, kejaksaan akan menyampaikan hasil investigasi kepada masyarakat yang melaporkannya.

"Tim investigasi akan mencari kebenaran, apakah yang dilaporkan ini benar adanya atau tidak. Jadi, kami belum bisa menyimpulkannya sekarang karena tim investigasi baru akan bekerja," kata Husni Thamrin. (Ant)