31 Maret 2017

Kurang Waktu 6 Bulan, KUR Rp1 Triliun Masuk ke Desa

Ayo Bangun Desa - Dalam enam bulan terakhir, lebih dari Rp1 Triliun Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank BUMN telah disalurkan ke desa. Hal ini disampaikan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi saat berdialog dengan sejumlah wartawan di Kantor Kalibata Jakarta, Jum'at (31/3). 
Ia mengatakan, model Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan KUR. Sebab, Prukades akan membantu sektor UKM, pertanian, perkebunan, dan kelautan terjamin saat panen. Tersedianya pasca panen akan menjadikan harga lebih stabil sehingga petani menjadi bankable.

Baca: Tingkatkan Ekonomi Desa melalui Program Prudes.

"Sehingga tidak perlu diminta juga bank akan menyalurkan (KUR). Karena bank juga butuh menjual uangnya tapi yang aman," terangnya.

Menteri Eko melanjutkan, pembagian KUR ke desa menjadi penting dengan memperhatikan terlebih dulu kesiapan bisnisnya. Pasalnya, jika KUR telah diberikan sebelum bisnis berjalan justru akan menyusahkan masyarakat. "Bank juga takut kalau tidak ada bisnisnya, kalau dibantu KUR, KUR-nya macet kan pihak bank juga yang akan dipenjara," ujarnya.

Terkait Prukades ia menjelaskan, program tersebut dijalankan dengan melakukan pengklasteran terhadap sektor-sektor pertanian desa. Namun, hal tersebut juga tidak dengan mengesampingkan sektor dan potensi lain di desa. Model tersebut sebelumnya telah diuji coba pada 42 kabupaten, dengan hasil yang baik. Tahun ini, program tersebut dikembangkan melalui gerakan Prukades secara nasional dengan melibatkan sebanyak 436 kabupaten.


"Konkretnya gimana, kita minta mereka (kabupaten) mengusulkan produk unggulannya apa. Nanti kita lakukan afirmasi. Tahun lalu Gorontalo misalnya, kita bantu 25.000 Hektar bibit untuk jagung dari kementerian pertanian, dengan program Prukades. Kabupaten lain ada yang di bidang perikanan, ada pariwisata dengan homestay dan lain-lain, bekerjasama dengan kementerian pariwisata," ujarnya.

Ia mengatakan, problem bagi petani di desa adalah harga produk pertanian tidak stabil karena belum tersedianya pasca panen. Hal ini disebabkan belum adanya sentra ekonomi yang menyebabkan pasca panen bisa masuk ke desa. Prukades dalam hal ini diharapkan mampu menyelesaikan masalah tersebut.

"Saat panen harga turun sehingga petani menjadi kapok, pas (produk) langka harga menjadi mahal. Karena tidak ada sentra ekonomi yang pasca panen bisa masuk ke desa. Nah dengan Model Prukades ini keuntungannya ada tiga, petani bankable, bank lebih mudah menyalurkan, negara juga diuntungkan dengan tidak adanya inflasi yang tidak perlu," ujarnya.


Kemendesa PDTT

30 Maret 2017

Ini Alasan 241 Desa yang Tak Bisa Dapat Dana APBN

Ayo Bangun Desa - Sebanyak 241 desa tidak mendapatkan dana desa pada 2016. Padahal dana yang disediakan oleh pemerintah pusat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sangat besar.

"Ini menyangkut dengan kesiapan daerah untuk mempersiapkan aturan dana desanya, dan kalau itu belum lengkap maka uang tidak bisa diberikan," ungkap Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Baca: Fokus Penggunaan Dana Desa Bergeser Mulai Tahun Depan.

Selain itu, ada juga desa yang mengalami perubahan status. Misalnya berubah menjadi kelurahan, sehingga tidak berhak untuk mendapatkan dana desa.

"Ada desa yang berubah menjadi kelurahan. Juga ada desa ternyata penduduknya enggak ada. Mereka masuk kategori desa tapi itu bagian dari perkebunan dan swasta. Itu otomatis kita tidak salurkan. Juga ada beberapa desa yang ada kasus hukum sehingga tidak diberikan," paparnya.

Eko mencatat beberapa desa tidak mencairkan dana yang sudah diterima. Maka dari itu diperlukan edukasi dari pemerintah pusat maupun daerah. 

Baca: Mengurai Kewajiban Bupati/Walikota dalam Implementasi UU Desa.

"Kemarin salah satunya ini karena ada perubahan nomenklatur yang tadinya badan pemberdayaan masyarakat desa lalu diubah menjadi dinas, ini menjadi keterlambatan. Tapi tahun ini tidak akan ada masalah," tegas Eko.

Pemerintah akan tetap memantau realisasi dana desa agar tepat sasaran. Tujuannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi desa sekaligus pengurangan kemiskinan.

Baca: Cegah Korupsi, Enam Ribu Aparat APIP Akan Dikerahkan Ke Desa

"Pak Presiden menekankan khusus, dana desa pengawasannya berlapis. Ada dari hukum, Satgas dana desa, ada di keuangan lapor 15040. Juga ada dari NGO, media, jadi pengawasannya ketat," tukasnya.

Detik.com

Hikmah Menyulam Jala yang Robek

Untuk mewujudkan sebuah impian butuh waktu dan proses. Panjang pendeknya sebuah proses tergantung waktu, kerja keras, keuletan, kegigihan, dan kesabaran seseorang dalam mengerjakannya.
Jala adalah alat  penangkap ikan. Alat ini tidak hanya digunakan untuk menjaring ikan di waduk, danau, rawa, bahkan dilaut, alat ini bisa juga digunakan untuk menangkap ikan di sugai atau kolam.
Belajar Menyulam Jala yang Robek
Jarang sekali sukses itu diraih secara instan, kecuali datang mujizat dari Tuhan. Maka berusahalah untuk bisa menghargai sebuah proses dalam mencapai impian hidup, banyak orang yang gagal karena tidak mampu untuk sabar.

Manusia yang terlahir kedunia ini saja tidak ada yang lansung berdiri, kemudian berlari. Tapi semua Allah ciptakan secara bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ar-Rum.

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak (memiliki anak."

Semua Orang Mampu Membuat Jala

Bagi yang tinggal di desa pingiran sungai atau berdomisili di pesisir pantai. Alat ini tidak hanya digunakan untuk menjaring ikan di waduk, danau, rawa, bahkan dilaut, alat ini bisa juga digunakan untuk menangkap ikan di sugai atau kolam.

Banyak orang sanggup membeli jala, tapi tidak semua orang mampu membuatnya. Karena, dalam membuat jala membutuhkan kesabaran, ketelitian, fokus dan konsisten.

Jala termasuk jenis anyaman. Benang kapas atau nilon yang dianyam menggunakan tingau dan pengapang. Tingau adalah alat pemintal benang dan untuk menganyam jala. Sedangkan pengapang adalah alat bantu untuk mengatur agar mata jala menjadi teratur dan rapi. Biasanya dibuat dari batang bambu.

Setelah jala siap dibuat. Cara menggunakan jala membutuhkan teknik khusus. Berdiri dengan menyandang sebagian daun jala, sebagian dari daun jala dipegang dengan tangan kiri dan kanan.

Kemudian ambil ancang-ancang yang cukup, jala diayun dan dilemparkan ke lokasi yang diduga terdapat ikan. Jala akan mengambang dan memerangkap ikan dengan areal luas tertentu.

Setelah itu ditarik perlahan agar ikan yang telah terperangkap dalam jala tidak lepas dari jala. Sebagai pemberat jala digunakan gelang timah menyerupai rantai. Cincin rantai pemberat jala ini akan membuat ikan tidak bisa berkutik dan lepas dari perangkap jala.

Hikmah dari Menyulam Jala yang Robek

Stiap orang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Tidak ada manusia supermen, manusia serba bisa dan manusia serba menguasai. Setiap manusia ada sisi lebih dan kurangnya. 

Itulah salah satu hikmah, setelah saya belajar menyulam jala yang robek milik warga sekampung. Meskipun saya belum pernah menggunakan jala, tapi jika mau belajar sampai bisa. Maka tidak ada yang tidak bisa.

Lagi pula tidak ada manusia yang gagal, karena Tuhan tidak pernah menciptakan produk gagal! 

29 Maret 2017

Jokowi: 241 Desa Belum Menerima Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Presiden Joko Widodo mengaku mendapat laporan mengenai penyaluran dana desa pada 2016. Tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 46,98 triliun.

Namun, masih ada empat kabupaten/kota yang dana desanya tidak cair dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah karena keterlambatan di pemerintah kabupaten/kota.

"Selain itu, ada 241 desa yang belum menerima dana desa karena berbagai faktor," kata Jokowi saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Jokowi meminta masalah ini bisa segera diatasi oleh jajarannya. Tahun 2017 ini, Jokowi minta dipastikan betul semua desa bisa menerima dana desa. Apalagi, anggaran untuk dana desa sudah ditingkatkan hingga Rp 60 triliun.

Jokowi juga meminta agar pemanfaatan dana desa dilihat lagi dampaknya pada upaya peningkatan produktivitas perekonomian desa serta upaya mengatasi kemiskinan dan ketimpangan di desa.

Dari data yang Jokowi terima, pemanfaatan dana desa lebih banyak difokuskan untuk memperbaiki infrastruktur yang mendukung bergeraknya perekonomian desa, seperti jalan, jembatan, pasar, fasilitas air bersih, sumur, embung, dan saluran irigasi.

"Tahap berikutnya, saya ingin agar alokasi dana desa digunakan lebih besar lagi untuk pengembangan potensi ekonomi desa, terutama untuk sektor pertanian, perikanan dan industri UMKM di desa," ucap Jokowi.

Selain itu, lanjut Jokowi, dana desa juga harus terus didorong agar membuat partisipasi warga ikut terlibat dalam peningkatan kualitas hidup warga desa. Sekaligus juga ikut mengawasi penggunaan dana desa agar tepat sasaran.

"Dalam pengembangan potensi ekonomi desa, pendekatannya tidak bisa parsial, tidak boleh sektoral, tapi harus betul-betul integratif dari hulu sampai hilir," ucapnya.(*)

Kompas.com


Presiden Jokowi Minta Dana Desa Dimanfaatkan untuk Turunkan Jumlah Penduduk Miskin

Ayo Bangun Desa - Berdasarkan data yang diterimanya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, persentase kemiskinan di pedesaan tercatat 13,96 persen, hampir dua kali lipat persentase penduduk miskin di kota sebesar 7,7 persen. Untuk itu, pemerintah akan terus meningkatkan alokasi Dana Desa agar memberikan manfaat bagi warga di desa, terutama pada penurunan jumlah penduduk yang miskin.
Presiden Joko Widodo
“Pada tahun 2015 dialokasikan Rp20,7 triliun, 2016 dialokasikan Rp46,9 triliun, dan pada 2017 pemerintah menyalurkan Dana Desa sebesar Rp60 triliun,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada rapat terbatas tentang Percepatan Pembangunan Desa, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (29/3) siang.

Presiden berharap agar penyaluran dan pemanfaatan dana desa tersebut bisa betul-betul efektif, sehingga memberikan manfaat bagi warga di desa, terutama pada penurunan jumlah penduduk yang miskin.

Terkait dengan penyaluran Dana Desa itu, Presiden Jokowi mengaku mendapatkan laporan bahwa pada Tahun Anggaran 2016 masih ada 4 (empat) kabupaten/kota yang Dana Desanya tidak cair dari Rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah, karena keterlambatan di pemerintah kabupaten/kota. Selain itu, ada 241 desa yang belum menerima dana desa karena berbagai faktor.

“Saya minta masalah ini segera diatasi. Dan tahun 2017, saya minta dipastikan betul semua desa bisa menerima Dana Desa,” tegas Presiden.

Potensi Ekonomi Desa


Menyinggung pemanfaatan Dana Desa, Presiden menekankan agar dilihat lagi dampaknya pada upaya peningkatan produktivitas perekonomian desa, serta upaya mengatasi kemiskinan dan ketimpangan di desa.

Dari data yang diterimanya, menurut Presiden, pemanfaatan Dana Desa lebih banyak difokuskan 29 persen untuk memperbaiki infrastruktur yang mendukung pergerakan ekonomi desa, seperti jalan desa, jembatan, pasar desa, fasilitas air bersih, sumur, embung, dan saluran irigasi.

Untuk tahap berikutnya, Presiden Jokowi menginginkan agar alokasi Dana Desa lebih besar lagi digunakan untuk pengembangan potensi ekonomi desa, terutama untuk sektor pertanian, perikanan, dan industri UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di desa.

Selain itu, lanjut Presiden, Dana Desa juga harus terus didorong agar partisipasi warga untuk ikut terlibat dalam peningkatan kualitas hidup warga desa, sekaligus untuk ikut mengawasi penggunaan Dana Desa agar tepat sasaran.

“Dalam pengembangan potensi ekonomi desa, pendekatannya tidak bisa parsial, tidak boleh sektoral, tapi betul harus integratif dari hulu sampai hilir,” tegas Presiden.

Rapat terbatas itu dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Budi K Sumadi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.(*)

Setkab.go.id

Fokus Penggunaan Dana Desa Bergeser Mulai Tahun Depan

Ayo Bangun Desa - Penggunaan dana desa untuk kebutuhan membangun infrastruktur dasar ditargetkan selesai tahun ini. Peruntukan dana desa sudah harus bergeser untuk pemberdayaan masyarakat di tahun 2018. 
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Tranamigrasi, Eko Putro Sandjojo, mengatakan bahwa tiga tahun sejak digelontorkannya dana desa pada 2015 sudah melakukan pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, irigasi, dan sebagainya.

Program dana desa harus sudah fokus pada upaya pemberdayaan masyarakat. “Tahun ini, infrastruktur dasar desa diharapkan sudah terpenuhi semua sehingga sudah saatnya bergeser program untuk mengungkit pemberdayaan ekonomi masyarakat desa,” papar Eko seusai melakukan kunjungan kerja ke Malang, Jawa Timur, Senin (27/3).

Pernyataan ini disampaikan Eko seiring dengan akan terus meningkatnya alokasi anggaran untuk dana desa yang tahun depan mencapai 120 triliun rupiah. Dengan kata lain, setiap desa nantinya akan mendapatkan anggaran sekitar 1,8 miliar rupiah per tahun. Untuk itu, kata Eko, kementeriannya akan memperkuat pengembangan Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades). Nantinya, setiap pemimpin daerah diwajibkam untuk menetapkan satu fokus pengembangan potensi wilayahnya.

“Prukades ini akan dijadikan program nasional, kepala daerah silakan pilih fokus pengembangannya. Nanti sesuai instrukai Presiden, ada 19 kementerian dan lembaga yang akan terjun untuk mempercepat program,” ujar Eko. Eko menyebutkan setiap desa dapat memilih fokus pengembangan apakah akan masuk ke bidang pertanian, kelautan, atau pariwisata. Sejumlah daerah, menurut dia, telah menerapkan program tersebut untuk memberdayakan masyarakatnya. “Seperti di Halmahera mau fokus di jagung, nanti Kementerian Pertanian akan turun bantu bibit,” katanya.

Potensi Ekowisata

Begitu juga dengan Sulawesi Utara yang sudah memilih fokus mengembangkan sektor pariwisata. Kemudian, pemerintah turun langsung untuk membuka lima penerbangan langsung ke luar negeri. “Seperti itu nanti wujud support pemerintah pusat,” kata Eko. Tidak hanya di Sulut, pengembangan potensi desa di bidang pariwisata utamanya ekowisata juga dilakukan Desa Sanankerto, Turen, Malang, Jawa Timur, melalui ekowisata Boon Pring.

Kawasan wisata yang dikembangkan melalui dana desa tersebut berfungsi sebagai sumber irigasi utama. Tiga desa dialiri dari sumber tersebut, yakni Desa Sanankerto, Desa Sananrejom, dan Desa Pagedangan. “Awalnya tempat ini hanya kebun bambu, kemudian ada kegiatan konservasi masyarakat, maka pada tahun 1978 dibangun embung,” ujar Kepala Desa Sanankerto, Subur. Pada tahun 2014 lalu, lanjut Subur, kawasan Boon Pring dikembangkan menggunakan konsep ekowisata. Dengan luas dan kedalaman tiga meter, pemanfaatan embung semakin luas, yakni untuk sektor perikanan dan wisata perahu.

Disalurkannya Dana Desa (DD) menginspirasi masyarakat untuk membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kertoharjo. “Ekowisata Boon Pring pun menjadi salah satu unit usahanya,” jelas dia. Ia menjelaskan, pada 2016, ekowisata ini bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 130 juta rupiah per tahun. “BUMDes juga akan kami kembangkan lagi dengan menyertakan modal sebesar 170 juta rupiah yang diambil dari dana desa,” ungkapnya. Rencananya, DD tahun 2017 akan digunakan untuk pengembangan ekowisata. Sebesar 80 juta rupiah untuk pembangunan kolam renang, 40 juta rupiah untuk flying fox, dan 50 juta rupiah untuk sepeda perahu.

Koran-jakarta.com

28 Maret 2017

Menteri PDTT: Dana Desa Naik Lagi Tahun 2018

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjoyo mengungkapkan dana desa yang dikucurkan pemerintah pada 2018 bakal naik lagi hingga mencapai sekitar Rp120 triliun.
Mendes PDTT, Eko Putro Sandjoyo
"Tahun ini dana desa yang dikucurkan sebesar Rp60 triliun dengan rata-rata per desa menerima sebesar Rp800 juta. Dan, tahun depan ada rencana dinaikkan lagi menjadi Rp120 triliun dan setiap desa menerima sebesar Rp1 miliar lebih," kata Mendes PDTT Eko Putro Sandjoyo saat memaparkan kinerja Kemendes PDTT di depan peserta dialog kepala desa dan lurah se-Kabupaten Malang dan Kota Batu di Universitas Islam Malang (Unisma) di Malang, Jawa Timur, Senin (27/3).

Menurut Menteri, dana desa yang dikucurkan ke desa-desa dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2015, dana yang dikucurkan sebesar Rp20,76 triliun atau rata-rata per desa menerima sebesar Rp280,3 juta.

Pada 2016, meningkat menjadi Rp46,98 triliun dan setiap desa menerima dana sebesar Rp643,6 juta. Pada 2017, dana desa yang disalurkan pemerintah mencapai Rp60 triliun dan setiap desa menerima sebesar Rp800 juta. "Tahun depan ada rencana dinaikkan lagi karena untuk mengejar pembangunan infrastruktur maupun nonfisik yang ada di desa," jelasnya.

Ia mengakui dana desa berpengaruh cukup besar terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja nasional, bahkan sata statistik mencatat bahwa pada 2016, dana desa berkontribusi sebesar 0,9 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB), penyumbang 0,04 persen dalam pertumbuhan ekonomi nasional, serta ment=yerap tenaga kerja hingga mencapai 2,34 juta jiwa.

Pada tahun ini, lanjutnya, Kemendes PDTT memiliki empat program prioritas, yakni produk unggulan desa atau produk unggulan kawasan perdesaan. "Kami minta setiap daerah segera menentukan produk unggulan masing-masing untuk meningkatkan perekonomian dan membuka kesempatan kerja secara luas," ujarnya.

Selain itu, katanya, program prioritas lainnya adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai mesuin penggerak ekonomi rakyat. Dalam dua tahun terakhir ini jumlah BUMDes meningkat tajam, yakni pada 2014 hanya 1.022 unit dan saat ini sudah mencapai 18.466 unit.

Untuk mengakomodasi BUMDes yang jumlahnya terus meningkat itu, lanjutnya, pemerintah berinisiasi untuk membentuk satu holding, dimana Bulog sebagai leading sektornya. Dan, ada empat bank milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni BNI, BRI, BTN, dan Bank Mandiri yang menjadi pemegang saham utama holding tersebut.

"Holding BUMDes inilah yang nanti akan mengontrol seluruh BUMDes di Tanah AIr, baik dari segi manajemen, SDM maupun produktivitas. Kami berharap dengana danya holding ini, ribuan jaringan BUMDes mampu menjadi perusahaan besar setara internasional," jelasnya.

Selain dua prioritas tersebut, dua prioritas Kemendes PDTT lain yang bakal dituntaskan pada tahun ini adalah membangun embung air desa dan menciptakan sarana olahraga desa (Raga Desa).

Republika.co.id

27 Maret 2017

Manfaatkan Embung Boon Pring untuk Ekowisata

Sebuah desa di kaki Gunung Semeru memiliki potensi yang masih tersembunyi. Rimbun dengan pohon bambu, masyarakat mengenalnya dengan Boon Pring. Telaga dan embung di Boon Pring yang terletak di Desa Sanankerto, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

Manfaatkan Embung Boon Pring untuk Ekowisata

Telaga dan embung tersebut berfungsi sebagai sumber irigasi utama. Tiga desa dialiri dari sumber tersebut, yakni Desa Sanankerto, Desa Sananrejom dan Desa Pagedangan.

“Awalnya tempat ini hanya kebun bambu. Kemudian ada kegiatan konservasi masyarakat, maka pada tahun 1978 dibangun embung,” ujar Kepala Desa Sanankerto, Subur, saat ditemui di Boon Pring, Senin (27/3).

Pada tahun 2014 lalu, lanjut Subur, kawasan Boon Pring dikembangkan menggunakan konsep ekowisata. Dengan luas dan kedalaman tiga meter, pemanfaatan embung semakin luas, yakni untuk sektor perikanan dan wisata perahu. Disalurkannya Dana Desa (DD) menginspirasi masyarakat untuk membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kertoharjo. Ekowisata Boon Pring pun menjadi salah satu unit usahanya. 

“Pada 2016, ekowisata ini bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 130 juta/ tahun. BUMDes juga akan kami kembangkan lagi dengan menyertakan modal sebesar Rp 170 juta yang diambil dari dana desa,” ungkapnya.

BUMDes yang baru didirikan pada tahun 2016 lalu ini memiliki pengurus dan pengawas sebanyak 10 orang. Awal pendiriannya pun dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Mereka memanfaatkan PAD yang tersedia. Hal itu dilakukan karena dana desa pada 2016 lalu difokuskan untuk membangun infrastruktur berupa tembok penahan jalan dan pemberdayaan masyarakat.

“Rencana DD tahun 2017 akan digunakan untuk pengembangan ekowisata. Sebesar Rp 80 juta untuk pembangunan kolam renang, Rp 40 juta untuk flying fox, dan Rp 50 juta untuk sepeda perahu,” ujar Subur.

Ekowisata Boon Pring kini terus berkembang. Untuk mendukung operasional, pengelola menarik retribusi masuk ke kawasan wisata tersebut sebesar Rp 5.000,00.

Pengembangan embung Boon Pring dengan konsep ekowisata merupakan upaya mewujudkan kemandirian desa. Embung yang memiliki fungsi utama sebagai sumber air bagi masyarakat setempat berhasil memberikan nilai tambah, yakni pengembangan ekowisata yang memberikan manfaat tidak hanya bagi masyarakat desa sekitar, melainkan juga para wisatawan yang berkunjung.

Selain itu, BUMDes yang didapuk menjadi pengelola Boon Pring diyakini akan membuat ekowisata tersebut terus berkembang. Sementara keuntungan yang dihasilkan dapat digunakan untuk membangun desanya.

“Embung desa bisa meningkatkan produksi pertanian kita sebanyak dua kali lipat. Belum lagi bonusnya, yakni peningkatan kegiatan perikanan, pariwisata, dan aktivitas ekonomi lainnya. Itu akan menjadi daya ungkit ekonomi desa,” ujar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo, saat mengunjungi desa ekowisata tersebut.

Menteri Eko menambahkan, embung yang ada di kawasan ini bisa diberikan pompa untuk mengangkat air. Perlu kreativitas para pendamping desa yang juga melibatkan masyarakat agar Boon Pring dapat terus berkembang. Dengan demikian, kawasan ini bisa mengatasi kemiskinan di lingkungan Boon Pring.

“Daerah bagus seperti ini bisa bikin homestay untuk menarik wisatawan, nanti bikin event-event juga bisa di sini. Sangat menarik untuk sektor pariwisata. Kita berikan stimulan Rp 50 juta untuk BUMDes disini,” lanjutnya.

Sumber: kemendesa

26 Maret 2017

Pasar Kawasan Perdesaan untuk Percepatan Ekonomi

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo, meresmikan Pasar Kawasan Perdesaan Wringin di Desa Widarapayung Wetan, Kecamatan Binangun, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (26/3). 
Foto: Ilustrasi
Pasar tersebut merupakan pasar kawasan perdesaan yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP), Kemendes PDTT. Selain itu, Menteri Eko juga menyerahkan kapal tangkap ikan untuk nelayan di desa setempat.

"Pasar Wringin ini diharapkan dapat menjadi sarana percepatan pembangunan ekonomi khususnya di Desa Widarapayung Wetan," ujar Menteri Eko.

Pasar seluas 200 meter persegi tersebut dibangun mulai November 2016 lalu. Total dana yang digunakan yakni sekitar Rp1,1 miliar. Pasar ini memiliki delapan kios dan tiga los yang mampu menampung hingga 15 pedagang.

Setelah meresmikan Pasar Wringin, Menteri Eko singgah di sebuah warung untuk berdialog dengan para Kepala Desa. Ditemani kopi dan tempe mendoan, Menteri Eko mengingatkan para Kepala Desa agar memanfaatkan dana desa dengan sebaik-baiknya.

Dirinya menjelaskan, fokus penggunaan dana desa tahun 2017 ditujukan pada empat hal. Pertama, pembangunan ekonomi melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). 

Menurutnya, BUMDes diharapkan mampu memberikan pengaruh pada peningkatan ekonomi masyarakat, baik melalui usaha simpan pinjam maupun perdagangan ritel khususnya pada pengembangan produk lokal.

“Kedua, kami minta agar desa segera menentukan Produk Unggulan Desa (Prudes). Tiap desa harus lebih fokus pada satu produk. Sehingga, para petani tidak dipermainkan lagi dan memiliki masalah harga dengan para tengkulak,” lanjutnya.

Ketiga, lanjut Menteri Eko, yakni dengan membangun embung air. Hal itu diperlukan untuk meningkatkan produk unggulan para petani yang saat ini masih kesulitan masalah air. Program tersebut juga sekaligus merupakan instruksi Presiden Joko Widodo. Dengan adanya embung, para petani diharapkan dapat lebih produktif. Dari kemampuan panen satu kali menjadi tiga atau empat kali dalam setahun.

"Yang terakhir bangunlah sarana olahraga agar masyarakat desa dapat berkumpul untuk berolahraga bersama. Kita jaga kerukunan dengan baik. Disamping, itu bila terjadi keramaian di tempat-tempat olahraga maka akan ada pergerakan gairah ekonomi yang dibangun oleh masyarakat," ujarnya.(*)

Kemendesa PDTT

Desa Pilar Ekonomi Masa Depan

Sebutkan kata “Desa” maka pikiran orang melayang ke daerah-daerah terkebelakang di atas gunung, atau kampung nelayan di pesisir pantai. Tapi tahukah Anda bahwa dalam tempo 10-20 tahun dari sekarang, desa bisa menjadi pilar unggulan perekonomian nasional? Diam-diam pemerintah sedang memberdayakan 75.000 desa yang kapasitas produksinya akan melipatgandakan GDP Indonesia, bahkan nilai kapitalisasinya akan menandingi perusahaan-perusahaan raksasa dunia.
Ekonomoi Desa

Buang jauh-jauh kepentingan partai, kelompok dan golongan. Mari kita bicara tentang nasib bangsa ini menjelang peringatan 100 tahun Indonesia Merdeka. Sebelum peringatan tersebut, bila program pembangunan desa yang dijalankan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam Nawacita itu berhasil secara merata dan berkesinambungan [dilanjutkan oleh pemerintahan-pemerintahan berikutnya], maka desa-desa di Indonesia akan menciptakan consumption power senilai Rp12.000 triliun atau mendekati US$ 1 triliun —sama seperti GDP Indonesia saat ini, termasuk yang dihasilkan oleh kawasan perkotaan dan kawasan industri.

Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sudah menghitungnya secara cermat bahwa potensi desa yang sangat besar itu harus ditumbuh-kembangkan, karena inilah salah satu pilar unggulan ekonomi Indonesia di masa depan.

Saat ini [2017] penduduk Indonesia berjumlah 259 juta yang mencakup angkatan kerja sebanyak 47% atau 125 juta orang. Setengah dari jumlah ini tinggal di desa-desa. Tapi dalam kurun waktu 10 tahun dari sekarang, Indonesia akan memperoleh bonus demografi ketika jumlah penduduk naik menjadi lebih dari 270 juta orang dan angkatan kerja bertambah menjadi 67% dari jumlah penduduk.

Tahun 2030 jumlah penduduk negeri ini diperkirakan akan mencapai 300 juta orang, sekitar setengahnya berada di kawasan perdesaan. Jika dihitung bahwa nanti terdapat 200 juta angkatan kerja saja —sekitar 10-15 tahun dari sekarang —maka ada 100 juta pekerja yang tinggal di daerah pedesaan.

Dalam kalkulasi Eko Putro Sandjojo, jika setiap desa fokus memproduksi satu produk unggulan tertentu melalui Program Unggulan Desa (Prudes) atau di Jawa dikenal dengan nama Program Kawasan Perdesaan (Prokades) maka akan menghasilkan skala ekonomis yang berdampak.

Setiap angkatan kerja di desa bisa memperoleh penghasilan Rp2 juta per bulan, karena sektor pertanian yang terintegrasi secara vertikal bisa memberikan pekerjaan turunan. Misalnya ada kuli panggul, ada buruh, ada pegawai di perusahaan pasca-panen, sopir truk, warung-warung, retail dan seterusnya. Jadi multiplier effect-nya besar. Maka desa akan menyumbang paling sedikit Rp200 triliun per bulan kepada perekonomian nasional.

Apabila jumlah Rp200 triliun itu menghasilkan consumption effect lima kali lipat —sebagai kalkulasi moderat— maka kapasitas konsumsi berbasis desa akan mencapai Rp1.000 triliun per bulan atau Rp12.000 triliun per tahun atau enam kali APBN 2017. Sehingga akan memberikan kontribusi sekitar US$1 triliun kepada GDP Indonesia.

Ini kalau kita hitung bahwa dalam tempo 10-15 tahun dari sekarang program pembangunan desa yang dijalankan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi itu membuat penghasilan angkatan kerja di desa tumbuh menjadi Rp2 juta per orang per bulan.

Di banyak desa jumlah ini akan jauh lebih besar. Pendapatan rata-rata masyarakat desa di Jawa saat ini pun sudah lebih dari Rp2 juta. Tapi dengan hanya Rp2 juta saja, desa sudah bisa menciptakan nilai sebesar GDP Indonesia saat ini, apalagi kalau bisa lebih, ujar Eko Putro Sandjojo ketika ditemui Pitan Daslani dan Andrea Salman dari Indonesian Leaders.

“Itu yang akan menjadi kekuatan Indonesia. Berarti cita-cita Pak Joko Widodo dalam membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam rangka NKRI itu bukanlah isapan jempol. Secara matematika bisa dibuktikan. Nah, teknisnya, bagaimana agar kita membuat Produk Unggulan Desa (Prudes) ini jalan.”

Produk Unggulan Desa

Kementerian yang dipimpin Eko kini sibuk mendorong desa-desa di Tanah Air untuk fokus mengembangkan produk-produk unggulan tertentu sesuai potensi daerahnya masing-masing dengan semboyan One Village One Product. Selama ini karena tidak terorganisir dengan baik maka desa-desa tidak mempunyai fokus produksi. Namun hal inilah yang sedang dibenahi agar setiap desa memiliki produk unggulan tertentu sehingga bisa mempunyai skala produksi yang besar.

One Village One Product adalah satu dari empat program yang menjadi strategi kementerian ini. Produk-produk unggulan ini akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang merupakan program unggulan kedua. Program unggulan lainnya adalah Embung Desa dan Sarana Olahraga.

BUMDes berbentuk perseroan terbatas (PT) yang dikelola oleh desa dan berada di bawah holding dimana empat bank BUMN yaitu Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI) menjadi pemilik mayoritas (51%) sementara desa mengontrol 49% saham perusahaan tersebut.

Guna meningkatan kinerja serta menerapkan transparansi dalam pengelolaan BUMDes maka pemerintah juga telah mendorong kehadiran mitra-mitra BUMDes untuk bekerjasama.

“Kalau satu desa punya satu mitra BUMDes, dan satu mitra BUMDes bisa untung Rp 1 miliar per tahun, maka jika dikonsolidasikan akan menghasilkan Rp 75 triliun net profit. Sampai sekarang belum ada perusahaan di Indonesia bisa menghasilkan net profit sebesar itu,” ujar Menteri Eko.

Bandingkan net profit dari satu holding ini (Rp75 triliun) dengan keuntungan 138 BUMN yang berjumlah Rp140 triliun. “Nah perusahaan yang punya net profit Rp75 triliun tentu tidak mungkin kita diamkan saja. Saya tentu akan float ke pasar saham.

Kalau price to earning (P/E) ratio-nya 20 misalnya maka kapitalisasi pasarnya sudah Rp1.500 triliun atau US$ 120 miliar, atau sama dengan 30% dari nilai kapitalisasi Apple Computer. BumDes ini bisa menjadi world-class company.”

Menteri Eko yang berlatarbelakang profesional bisnis itu berpendapat bahwa salah satu kunci keberhasilan pengembangan kawasan perdesaan adalah manajemen korporasi BumDes secara profesional.

“Malaysia dan Singapura itu negara kecil yang sumber daya alamnya tak sebanyak Indonesia, tetapi karena dia kompak sehingga bisa mengkapitalisasi bukan hanya resources negaranya tetapi juga recources negara tetangga.”

Embung Air Desa

Karena 82% masyarakat di perdesaan hidup di sektor pertanian, maka titik beratnya adalah membuat tiap desa fokus ke komoditas pertanian dan pendukungnya.

Untuk menunjang penciptaan produk-produk unggulan desa, maka Menteri Eko sibuk mendorong pembangunan embung air sesuai visi yang ditetapkan Presiden.

“Di Indonesia ini hanya 45% desa yang mempunyai saluran irigasi. Sisanya belum punya saluran irigasi. Jadi yang punya saluran irigasi itu bisa tiga kali panen, tapi yang tidak punya saluran irigasi cuma pas musim hujan saja bisa menanam dan hanya satu kali panen. Jadi rata-rata nasional cuma 1,4 kali panen per tahun, padahal seharusnya bisa tiga kali panen, kalau ada air.

“Karena itulah maka tambahan anggaran desa sebesar Rp20 triliun itu Bapak Presiden minta untuk digunakan membangun embung air di setiap desa. Jadi desa mengalokasikan Rp200-500 juta untuk membangun embung air.

“Embung air itu tak perlu harus dibikin di tanah baru; saluran irigasi dilebarkan dan diperdalam itu juga bisa jadi long storage sebagai embung air juga. Sehingga pada saat musim kemarau pun bisa ditarik pakai pompa, airnya bisa buat menanam agar bisa tiga kali panen. Jadi secara nasional bisa naik dua kali lipat dengan lahan yang sama.

“Embung itu juga bisa dimanfaatkan untuk perikanan; jadi supaya tidak idle, digunakan untuk perikanan agar ada additional income buat desa. Perikanan bisa dimanfaatkan juga buat pariwisata. Jadi tahun lalu ada yang curi start, ada 600 desa yang sudah bikin embung. Di Kutai Kartanegara kebetulan kaya dana bagi hasilnya ada Rp 7 triliun, jadi setiap desa dikasih Rp 3 miliar.”

Holding BUMDes

Sistematikanya adalah membangun produk unggulan setiap desa, kemudian disusul pembangunan embung air sehingga penduduk desa mempunyai penghasilan yang meningkat, barulah dibentuk BUMDes di tiap desa lalu di-holding-kan di bawah empat bank BUMN itu.

BUMDes sering tidak dipahami banyak orang yang menyangkanya sebagai koperasi. Padahal BUMDes dan koperasi adalah dua hal yang berbeda karena BUMDes adalah perseroan terbatas (PT) yang dikelola oleh desa dan keuntungannya digunakan 100% untuk kepentingan desa, misalnya membangun atau memperbaiki infrastruktur perdesaan. Sedangkan koperasi dimiliki anggotanya yang menggunakan 100% keuntungannya untuk kepentingan anggota masyarakat.

Banyak BUMDes yang sudah sukses, bahkan mampu mencetak laba Rp10-15 miliar, namun banyak pula yang masih belum sukses karena terkendala oleh minimnya SDM pengelola yang mumpuni.

“Yang sukses itu di daerah-daerah yang mempunyai human resources yang ada kapasitas untuk mengelola semacam BUMDes. Tapi problemnya, tidak semua desa, apalagi desa-desa yang jauh, itu punya SDM demikian.”

Karena itu maka sekarang Menteri Eko dibantu oleh BNI untuk melatih 1.500 BUMDes setiap tahun melalui BNI University yang melatih di bidang kewirausahaan dan manajemen. Tapi bila hanya melatih 1.500 BUMDes per tahun sementara ada 75.000 desa, maka diperlukan 50 tahun untuk melatih SDM BUMDes di semua desa. Inilah sebabnya Menteri Eko kemudian membentuk holding BUMDes.

Pemilik holding ini adalah keempat bank BUMN tersebut yang memegang saham 51%. Holding ini akan mempunyai anak perusahaan di tingkat provinsi, kabupaten, dan desa. Holding dimaksud sudah terbentuk dan sedang menangani proyek percontohan di dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Banten.

Repotnya, holding ini berhadapan dengan BUMDes-BUMDes yang kapasitasnya beragam. Ada yang sudah punya laba bersih Rp15 miliar, ada yang labanya hanya Rp1 miliar, sementara ada juga yang pas-pasan. Ini membuat holding kesulitan untuk melakukan valuasi, Untuk mengatasi kondisi ini maka Menteri Eko munculkan solusi terobosan yaitu membentuk mitra-mitra BUMDes yang sahamnya 51% dimiliki oleh negara melalui holding sedangkan 49% dimiliki oleh desa.

Negara tetap akan mengontrol 51% agar pengelolaan BUMDes bisa transparan dan tidak menjadi monopoli kelompok kepentingan. Sebab pengalaman selama ini ada juga BUMDes yang sukses ternyata pengurusnya adalah anggota keluarga dan kerabat kepala desa. Dengan adanya holding maka praktik semacam itu bisa dicegah dan mereka bisa magang di bawah holding untuk mempelajari manajemen BUMDes secara profesional sebagai korporasi.

Manfaat lainnya adalah pemerintah dapat mennyalurkan semua subsidi melalui mitra-mitra BUMDes dan bank-bank yang mengelola holding akan lebih nyaman memberikan kredit.

Bulan Maret 2017 ketika holding BUMDes mulai beroperasi untuk pilot project di Banten dan Jawa Barat, hasilnya mulai tampak. Total jumlah BUMDes dikabarkan mencapai lebih dari 14.000 namun yang terdata di kementerian ini sudah lebih dari 22.000. Fokus kementerian adalah bukan kuantitas, melainkan kualitasnya agar bisa mandiri.

Selain itu dari sisi keamanan dan pengembangan aset, akan lebih terjamin, misalnya solar cell, traktor, harvester, dan peralatan lainnya. BUMDes yang memiliki 10 traktor misalnya dapat dijaminkan ke bank untuk membeli 20 traktor lagi.

“Jadi dengan anggran negara yang terbatas BUMDes bisa seolah-olah mendapat kapital dalam bentuk barang yang bisa dijaminkan untuk membeli barang baru lagi lalu disewakan kepada masyarakat. Begitu pula apabila diberi satu sarana air bersih, bisa di-leverage menjadi bebrapa sarana air bersih.”

Dengan demikian maka mitra-mitra BUMDes akan dengan mudah mencetak laba Rp100 juta per tahun karena berbagai produk dagangannya seperti beras dan minyak goreng dapat dijual di situ. Nanti distribusinya melalui koperasi-koperasi desa yang terfokus ke komoditas spesifik khas desa, misalnya koperasi transportasi, koperasi jagung, padi, dan lainnya. Pemerintah mensubsidi dengan memberikan pupuk secara gratis.
Sinergi Kementerian dan Lembaga

Ini baru bicara tentang potensi desa, belum lagi tentang dampaknya bagi perekonomian di daerah perkotaan. Akan akan multiplier effects terhadap kota-kota, karena jaringan distribusi produk dari desa serta kebutuhan masyarakat perdesaan akan menciptakan lapangan kerja baru serta dampak ekonominya secara berantai terus sampai ke kota-kota.

Maka Menteri Eko sangat yakin bahwa desa akan mampu menghasilkan tambahan US$1,5 triliun kepada Produk Domestik Bruto nasional. Inilah sebabnya Presiden Jokowi yakin program Prudes dan Prukades bisa sukses.

Banyak kepala daerah mulai menerapkan program ini, misalnya di Halmahera Barat yang bupatinya melapor kepada Menteri Eko bahwa ia sudah membuka kawasan 20.000 hektar untuk jagung, dan bibitnya didapat dari Menteri Pertanian.

Ke depan program yang didukung oleh 19 kementerian dan lembaga ini akan menjadi gerakan nasional dimana masing-masing daerah akan fokus ke produk-produk tertentu sesuai potensi terbesar di daerahnya.

Kementerian dan lembaga-lembaga dimaksud pun Tupoksi-nya berada di desa sehingga memudahkan implementasi program Prudes dan Prukades, ujar Menteri Eko, meyakinkan.

Dengan adanya sinergi dari 19 kementerian dan lembaga ini maka dana desa sebesar Rp60 triliun dari total transfer Rp560 triliun ke daerah itu bisa menjadi penggerak peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Tapi, mungkinkah semua ini akan berjalan dengan baik dari sisi manajemen kebijakan pemerintah pusat?

Menteri Eko menjawabnya enteng: “Enaknya, Pak Jokowi itu kita baru ngomong sedikit, dia sudah menangkap maksudnya; apalagi karena dia juga berlatarbelakang pengusaha. Jadi kita tak perlu bingung-bingung bicara. Dia cepat paham maksud kita; dia langsung panggil menteri-menteri lainnya untuk membantu Menteri Desa. Enaknya Pak Jokowi itu begitu.”

Mengingat bahwa strategi, struktur, sistem, serta skill untuk menjalankan program raksasa ini sudah dibangun, maka perlu adanya kesinambungan kebijakan pemerintah pusat sebagai jaminan konsistensi arah pengembangan kawasan perdesaan terus ke depan.

Penyakit paling menyakitkan di negeri ini adalah ketika terjadi pergantian kepemimpinan nasional maka semua strategi dan program pembangunan yang baik kemudian ditinggalkan dan diganti lagi dengan strategi baru yang dimulai dari awal.

Pemerhati-pemerhati masalah ekonomi memperkirakan bahwa Presiden Jokowi perlu 10 tahun untuk merampungkan rencana besar yang sudah berjalan ini agar manfaatnya bisa dirasakan oleh puluhan ribu desa yang dihuni begitu banyak penduduk Indonesia. [*]

Sumber: majalahleaders.com