26 Maret 2017

Cara Presiden Jokowi Memilih Menteri Desa

Cara Presiden memilih Menteri Kabinet memberikan gambaran tentang apa yang bisa diharapkan dari pemerintahannya. Ada alasan kuat mengapa Presiden Joko Widodo memilih Eko Putro Sandjojo sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Sebab negara hanya akan sebaik pemimpinnya dan pemimpin hanya akan sebaik orang-orang yang dipilih, dimotivasi, dan diberdayakannya.

Ketika Presiden Soeharto memanggil Ali Wardhana untuk menjadi Menteri Keuangan dalam kabinet pertamanya, Ali menolak karena ia belum berpengalaman sebagai pejabat.

Setelah mendengarkan keberatan Ali Wardhana, Pak Harto menjawab, “Kamu pikir saya mau jadi Presiden? Saya juga belum pernah menjadi Presiden. Kamu belum pernah menjadi Menteri Keuangan. Jadi jangan khawatir, kita belajar bersama.”

Ketika Eko Putro Sandjojo dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko memberikan tanggapan yang serupa dengan jawaban Ali Wardhana.

“Waktu itu Presiden menyuruh saya membereskan kementerian ini karena banyak disorot. Saya disuruh untuk membuat terobosan,” kenang Eko saat diremui wartawan Indonesian Leaders.

“Saya katakan ke Presiden, ‘Pak, saya ini nggak pernah jadi pejabat. Saya bukan orang desa, kok saya dijadikan Menteri Desa, Pak?’ Saya katakan itu ke Presiden.”

Jokowi menjawab, “Saya juga belum pernah jadi Presiden; saya dulu seorang pengusaha, berjiwa pengusaha.”

Presiden kemudian berkata, “Pak Menteri kan punya pengalaman 20 tahun di [perdagangan] komoditi. Desa-desa itu pada prinsipnya adalah basis semua komoditi. Kalau orang desa saya jadikan Menteri Desa, karena setiap hari sudah melihat masalah, nanti dia jadi tidak melihat masalah lagi. Nah, coba dengan [pengalaman] berbasis komoditi itu Pak Menteri keliling ke desa-desa; nanti akan punya terobosan.”

Strategi Presiden dalam memilih Menteri ini tepat, sebab menurut teori kepemimpinan yang dicetuskan Tanri Abeng, “Negara hanya sebaik pemimpinnya dan pemimpin hanya sebaik orang-orang yang dipilih, dimotivasi, dan diberdayakannya.”

Latar belakang Presiden Jokowi sebagai pengusaha itu bermanfaat juga dijadikan pijakan dalam memilih anakbuahnya. Sebab pengusaha berorientasi pada hasil yang akan dicapai, bukan tingkat popularitas calon pemimpin yang akan diseleksi. Jokowi mampu melihat potensi yang ada dalam diri Eko Putro Sandjojo serta pengalamannya dalam sektor perdagangan komoditi serta bidang lainnya ketika ia menjadi profesional bisnis.

Bagi Eko sendiri, terobosan yang diharapkan Presiden untuk dilakukannya membuat dia harus berkeliling ke berbagai daerah.

“Ternyata benar. Begitu saya keliling pertama kali, saya lihat problemnya adalah desa-desa tidak punya fokus. Jadi sedikit menanam cabe, sedikit menanam bawang dan sebagainya. Jadi tak ada skala ekonomi. Karena tak ada skala ekonomi maka tak ada [kegiatan ekonomi] pasca-panen. Karena tak ada itu di pasca-panen maka tak ada jaminan harga.”

Akibatnya para petani berganti-ganti komoditas. Hari ini menanam cabe, besok rugi, dia ganti komoditi dengan menanam bawang. Harga jatuh, dia pindah lagi menanam padi. Besok harga jatuh, dia ganti lagi. Jadi customer-nya juga bingung. Tadinya mau membeli cabe di desa itu, tapi petani di sana semua sudah menanam bawang dan bukan cabe lagi.

Bandingkan kondisi ini dengan ruko-ruko kecil di daerah perkotaan seperti di Tanah Abang, Jakarta. Satu ruko saja omzetnya bisa miliaran rupiah.

Menteri Eko katakan, keberpihakan Presiden pada masyarakat kelas bawah sungguh tulus and all-out.

“Dia benar-benar komit sesuai Nawacita. Negara dalam keadaan susah aja pada tahun 2015 dia tetapkan Rp20,8 triliun untuk desa; tahun berikutnya dinaikkan menjadi Rp46,96 triliun, dan tahun 2017 dinaikkan lagi menjadi Rp60 triliun. Tahun 2018 dana desa akan ditingkatkan lagi sampai menjadi Rp 120 triliun.

“Pertama kali dalam sejarah Indonesia bahwa anggaran pemerintah yang ditransfer ke daerah menjadi Rp760 triliun sementara pemerintah pusat hanya menggunakan Rp740 triliun.”

Eko menilai bahwa Presiden bekerja sepenuh hati “karena ia tak mempunyai agenda lain. Mana ada saudaranya Presiden yang terlibat bisnis atau yang memanfaatkan fasilitas negara?”

Ternyata hal ini menjadi salah satu faktor yang menyemangati para Menteri Kabinet. Melihat Presiden bekerja keras dan tulus buat keppentingan rakyat, ujar Eko, “kita jadi semangat dan kita ingin melakukan sesuatu seperti yang dilakukan Presiden.”

Mungkin ini pula sebabnya mengapa Menteri Eko komit memberdayakan 75.000 desa di Tanah Air, meskipun ia tak mau mengambil gaji dari kerja kerasnya itu. Sejak menjabat, gajinya ia kembalikan untuk digunakan sebagai dana operasional kementerian. 

Lessons Learned

Saking semangatnya Pak Menteri yang satu ini sampai perayaan 17 Agustus pun ia memilih tidak menghadirinya di Istana, tetapi merayakannya dengan penduduk di desa-desa.

Suatu ketika Eko menghadap Jokowi. “Pak Presiden, saya minta izin, boleh atau tidak? Saya tidak ikut acara kenegaraan 17 Agustus.” “Kenapa,” tanya Jokowi.

“Saya mau merayakan 17 Agustus di desa-desa, di daerah perbatasan.”

Sejenak Presiden terdiam. Menteri Desa ini bingung. Mungkin Presiden sedang marah, pikirnya.

Sesaat kemudian Presiden Jokowi berkata, “Bagus begitu. Tahun depan seluruh Menteri saya suruh merayakan 17 Agustus di daerah perbatasan.”

Kegiatan safari Menteri Desa ke berbagai daerah membuat dirinya semakin memahami akar permasalahan yang menyebabkan kemiskinan dan keterbelakangan, termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Sejak detik itu saya nggak ada interest lagi di kemewahan. Biasa beli mobil dan suka ngebut, sekarang nggak kepikir lagi itu. “Sudah 71 tahun kita merdeka tapi sebagian masyarakat masih miskin, anak-anak kekurangan gizi, 60% angkatan kerja kita cuma tamatan SD dan SMP.”

Ini sebabnya Eko begitu respek terhadap Jokowi bukan semata-mata karena ia pembantu Presiden, tetapi karena komitmen Presiden untuk mempercepat dan memeratakan pembangunan ke seluruh daerah, khususnya daerah perdesaan, agar negara yang semakin maju ini bisa maju secara merata dan berkeadilan.

Eko kemudian fokus membuat business model yang tepat untuk diberlakukan dengan penyesuaian di berbagai daerah perdesaan. Strateginya adalah menjalankan empat program unggulan yaitu One Village One Product, Embung Desa, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan Sarana Olahraga.

Dalam dua tahun terakhir, jumlah BUMDes meningkat tajam. Pada akhir tahun 2014, jumlah BUMDes hanya sebanyak 1.022 unit, namun tahun 2016 meningkat drastis hingga 14.686 unit.

Dari total jumlah BUMDes itu sebanyak 6.728 unit (52%) berada di Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, diikuti Jawa Timur sebanyak 918 unit (7,14%) dan Jawa Tengah sebanyak 800 unit (6,22%).

Sejumlah BumDes sudah memiliki omzet antara Rp300 juta-Rp8,7 miliar, berdasarkan data kementerian ini. BUMDes yang memiliki omzet tertinggi per tahun adalah BUMDes Tirtonirmolo di Bantul dengan omzet sebesar Rp6,7 miliar dengan jenis usaha jasa simpan pinjam.

BumDes paling sukses di urutan ke-dua adalah BumDes Ponggok Klaten di bidang pariwisata, dan BumDes Gili Amerta di Kabupaten Buleleng masing-masing sebanyak Rp5,1 miliar.

Program Sarana Olahraga termasuk pembangunan lapangan bola serta fasilitas lainnya di desa-desa. Karena Eko Putro Sandjojo bukanlah Menteri Pemuda dan Olahraga, maka tujuan utama pembangunan sarana olahraga ini sebetulnya bukan untuk mencari bibit-bibit atlet dari daerah, tetapi untuk mengumpulkan crowd. Ketika banyak orang berkumpul di satu desa maka akan tercipta kegiatan ekonomi berantai dan dapat pula menjadi tujuan wisata.

Pelajaran kepemimpinan yang bisa dipetik dari cara Presiden memilih Menteri Desa adalah bahwa apabila kita mengharapkan hasil kerja yang maksimal serta terobosan-terobosan kebijakan dari seorang pemimpin, maka cara terbaik adalah memilih orang yang tepat, yaitu mereka yang keahlian dan pengalamannya bisa memberikan nilai tambah bagi lembaga yang dipimpinnya bukan sekadar memilih tokoh-tokoh yang populer namun miskin kemampuan untuk menciptakan nilai tambah.

Sebab, seperti kata Tanri Abeng, Negara hanya sebaik pemimpinnya dan pemimpin hanya sebaik orang-orang yang dipilih, dimotivasi, dan diberdayakannya. (Sumber: 
Majalahleaders.com)

Wonogiri Jadi Model Pembangunan Kawasan Perdesaan Terpadu

Ayo Bangun Desa - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjadikan lima desa di Kabupaten Wonogiri sebagai model pembangunan kawasan perdesaan. Model pembangunan tersebut dimulai dengan mengembangkan peternakan sapi terpadu.
Foto: Kemendesa PDTT
“Kita ingin peternakan ini menjadi bagian penting dari ketahanan pangan dan juga energi. Kotoran padat dan cair yang dihasillkan dari sini dapat menghasilkan energi dalam bentuk gas maupun pupuk. Hal itu tentu sangat bisa menopang produksi pertanian di kawasan ini,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT, Anwar Sanusi, saat meninjau kandang sapi di Desa Semagar, Kecamatan Girimarto, Wonogiri, Jumat (24/3).

Anwar menambahkan, perkembangan peternakan ini pun sangat menjanjikan untuk kemajuan kawasan perdesaan. Hal itu ia utarakan setelah melihat pada pengelolaan sapi yang baik. Setiap kendang di satu desa dapat mengelola lebih dari 30 ekor sapi. Berat rata-rata setiap sapi pun mencapai 600 kilogram.

“Ini adalah satu model pengelolaan keuangan dan juga usaha yang menjanjikan di tingkat desa. Peternakan ini juga sangat berpotensi untuk dapat menjawab kurangnya suplai daging di wilayah sini,” ujar Anwar.

Lima desa yang dijadikan model tersebut adalah Desa Waleng, Semagar, Bubakan, Selorejo, dan Girimarto. Stimulan yang diberikan berupa 180 Sapi Limosin/ Simental, 18 unit kandang kapasitas 10 ekor sapi, bibit rumput gajah, pakan konsentrat, serta obat-obatan.

“Dengan adanya stimulan dari Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan (PKP) ini, kami tentu berharap masyarakat dapat terus mengembangkannya untuk kesejahteraan kawasan perdesaan di Girimarto,” lanjutnya.

Sementara itu, Kepala Desa Semagar, Kastono, mengatakan, pengembangan peternakan ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dirinya pun mengungkapkan saat ini sedang disiapkan lahan pertanian seluas lebih dari 200 hektar untuk mendukung pengembangan produk peternakan di lima desa tersebut.

“Peternakan ini sangat berpengaruh terhadap UMKM kita. Hasil daripada limbah sapi ini akan kita gunakan untuk produksi di UMKM. Kami (lima desa) juga telah membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bersama Lenggar Bujo Giri untuk mengelola pengolahan lanjutan dari peternakan ini ,” ujarnya.

Adanya peternakan tersebut juga menjadi bentuk pemberdayaan masyarakat. Ia berujar, masyarakat dan peternak dari desa lain bisa belajar mengenai pengolahan limbah,pemeliharaan sapi, cara membuat konsentrat, dan lainnya.

“Para pedagang bakso juga siap untuk membeli daging dari sini. Kami juga menjamin tidak ada gelonggongan disini karena sapi-sapi tersebut kita kelola secara baik dan benar dengan pendekatan peternakan modern,” tutup Kastono.(*)

Kemendesa PDTT

24 Maret 2017

Sebelum Diciduk Tim Saber Punggli, DPMD Sudah Ingatkan Kades

Ayo Bangun Desa - Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa telah mengimbau Kepala desa (Kades) supaya tidak menyalahgunakan kewenangan selaku pemimpin di desa.  
Kepala DPMD, Eko Suwanto, mengakui, peringatan tersebut disampaikan saat rapat bersama pengurus Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI), beberapa waktu lalu. 

"Saya minta Kades hati-hati, sekarang ada Tim Saber Pungli. Jangan melakukan perbuatan melawan hukum. Ternyata sudah ada Kades yang ditangkap," kata dia, Jumat (24/3). 

Pihaknya memiliki peran penting mengubah maindsite semua Kades. Hal tersebut akan dilakukan secara berkala ke depannya.
Bahkan, Eko meminta Kades agar mencatat secara baik terkait penggunaan Alokasi Dana Desa dan Dana Desa. 

"Jika pengeluarannya Rp1.000 ya ditulis, dimasukkan dalam catatan. Jangan lantas diabaikan karena nominalnya kecil. Sama halnya, jika biaya kepengurusan akta tanah, dll besarannya sekian, jangan meminta lebih," tegas dia. 

Pihaknya juga meminta masyarakat supaya saat mengurus surat-surat di pemerintah desa, tidak sampai menawarkan imbalan. 

"Jika sama Kades atau perangkat desa diminta imbalan, jangan dikasih. Pemerintah desa tugasnya melayani masyarakat, kalau semisal dibuat sulit atau tidak dilayani, adukan ke pemerintah daerah," harap dia.(*)

Malangvoice.com

22 Maret 2017

Tak Terbukti Korupsi Dana Desa, Hakim Bebaskan Mantan Bendahara dan Sekdes

Ayo Bangun Desa - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh memvonis bebas dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana Gampong Luengbata, Banda Aceh, yang bersumber dari Pendapatan Asli Gampong (PAG) tahun 2012-2014 dengan kerugian Rp 150.956.450. Kedua terdakwa adalah Darwin selaku sekretaris dan Edward selaku bendahara Gampong Luengbata saat itu.
Tak Terbukti Korupsi Dana Desa, Hakim Bebaskan Mantan Bendahara dan Sekdes
Dana Desa untuk Desa Membangun/Ilustrasi
“Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan kesatu primer, kesatu subsider, dan dakwaan kedua. Membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum,” baca ketua majelis hakim, Eti Astuti SH MH dalam sidang pamungkas di Pengadilan Tipikor Banda Aceh, Senin (20/3) di hadapan kuasa hukum terdakwa, Jalaluddin Moebin SH dan Najmuddin SH serta jaksa dari Kejari Banda Aceh.


Majelis hakim juga memerintahkan agar kedua terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan itu diucapkan. Karena, selama proses persidangan, kedua terdakwa ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Banda Aceh yang berada di Gampong Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Selain itu, hakim juga memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukam, harkat, serta martabatnya.

Putusan tersebut berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Banda Aceh selama 4,6 tahun penjara. Namun berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti, hakim berpendapat bahwa kedua terdakwa tidak ikut terlibat melakukan korupsi dana Gampong Luengbata, Banda Aceh, yang bersumber dari PAG tahun 2012-2014 dengan kerugian Rp 150.956.450 dari total Rp 1.075.840.412.


Sebelumnya kasus tersebut juga menyeret mantan Keuchik Luengbata, Syarifuddin. Dalam perkara itu, Syarifuddin terbukti melakukan korupsi dana desa dengan mempergunakannya untuk kepentingan sendiri dan divonis selama 1,5 tahun penjara. Saat ini, Syarifuddin sudah ditahan di Rutan Banda Aceh.
Terkait putusan tersebut, JPU menyatakan pikir-pikir selama tujuh hari apakah menerima atau mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).


Sementara kedua terdakwa bersama kuasa hukumnya menyatakan menerima. “Kami menilai putusan hakim sudah sesuai dan sangat adil, karena memang klien kami tidak bersalah,” kata Jalaluddin yang diaminkan Najmuddin.[]

Aceh.tribunnews.com

Alokasi Dana Desa di Abdya Terancam Tersendat

Ayo Bangun Desa - Alokasi dana desa tahun anggaran 2017 di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh, terancam tersendat, karena 123 desa hingga kini belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban tahap III tahun 2016.
Alokasi dana desa tahun anggaran 2017 di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Provinsi Aceh, terancam tersendat, karena 123 desa hingga kini belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban tahap III tahun 2016.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pengendalian Penduduk dan Pemberdayaan Perempuan (DMP4) Kabupaten Abdya, Ruslan Adli di Blangpidie, Rabu mengatakan, jumlah keseluruhan penerima alokasi dana desa (ADD) tahun 2016 sebanyak 132 desa.


Dari jumlah tersebut, lanjutnya, baru 9 desa yang telah menyerahkan laporan pertanggunjawaban (LPJ), baik dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun dari Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK).

"Selain dana desa dari APBN, Pemkab Abdya ada juga menyalurkan dana desa sumber APBK. Jadi, jika dalam waktu dekat ini pihak desa belum menyerahkan LPJ, maka ADD tahap pertama tahun ini bakal tersendat," ujar dia.

Ruslan mengatakan, pemerintah daerah tidak diperbolehkan mentransfer dana desa ke gampong-gampong (desa) yang belum menyerahkan laporan pertanggungjawaban ADD tahap III tahun 2016.

Kata dia, 9 desa yang telah menyerahkan LPJ ADD tahap III tahun lalu tersebut, enam di antarannya dari Kecamatan Manggeng, yakni Desa Seunelop, Desa Ladang Panah, Desa Panton Makmur, Desa Sejahtera dan Desa Keude Manggeng.

Kemudian Desa Padang Bak Jok dan Desa Ie Lhob dari Kecamatan Tangan-Tangan, Desa Padang Baro, Kecamatan Susoh dan Desa Kuta Jumpa, Kecamatan Jeumpa.

Sementara desa-desa yang berada di Kecamatan Lembah Sabil, Kecamatan Blangpidie, Kecamatan Babahrot, Kecamatan Kuala Batee dan Kecamatan Setia, hingga saat ini satupun belum menyerahkan LPJ ADD.

"Jika LPJ itu belum diserahkan, ADD tahun 2017 tidak bisa ditransfer ke desa-desa. Jadi, kita imbau semua desa untuk segera mungkin menyampaikan LPJ tersebut supaya penyaluran dana desa tahun ini tidak menjadi terhambat," demikian Ruslan Adli.[]

Antaranews.com

Batas Desa, Kewenangan, dan Paradigma Baru Pemberdayaan

Mendiskusi kewenangan desa masih menjadi isu menarik terlebih ditingkat regulasi masih menyisakan beberapa permasalahan dan perbedaan cara pandang terhadap UU Desa, terutama Permendagri No 1 Tahun 2016 tentang Penataan Desa yang dipandang telah menafikan prakarsa desa dalam penataan desa, serta beberapa permasalahan di tingkat daerah, masih minimnya daerah melakukan penataan kewenangan desa melalui peraturan kepala daerah. Persoalan tersebut semoga menjadi sebuah dinamika yang menjadi pembelajaran untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan dalam implementasi UU Desa.
Penyusunan Peta Partisipatif/Foto: Pendampingdesa.or.id 
Hal menarik terkait kewenangan desa adalah terkait batas wilayah, sebagai dasar menata-kelola ruangan penguasaan dalam menjalankan serta menegakan kewenangan desa, yang berimplikasi kepada model pembangunan dan pemberdayaan di Desa.

Desa menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 di definisikan yaitu Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pada pasal 1 angka 1 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, jelas bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah “untuk mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.

Dari defini Desa tersebut saya hanya ingin menggaris bawahi tentang batas wilayah dan kewenangan desa, kewenangan tanpa adanya batas wilayah adalah absurd. Adanya kepastian dan penegasan batas wilayah dan kewenangan desa menjadi faktor penentu dalam proses pembangunan dan pemberdayaan di Desa. Tentang kewenangan saya tidak mengupas lebih dalam karena Amanat UU Desa sudah jelas, tinggal bagaimana melanjutkan pada tingkat regulasi dan implementasi disetiap level.

Batas wilayah adalah persoalan yang sangat pelik sampai saat ini, bukan saja di dalam satu desa dan antar desa, tetapi dengan wilayah kawasan hutan, perkebunan, pertambangan, dll baik dikuasai oleh Negara maupun Swasta/Private. Persoalan yang muncul ditingkat masyarakat maupun kasasi sangat begitu komplek, dan senantiasa melahirkan permaslahan-permasalahan baru hingga saat ini belum mampu diselesaikan, dan hal tersebut menjadi konsern aktivis KPA dan jejaringnya untuk melakukan mediasi dan advokasi terhadap berbagai permaslahan yang seringkali muncul tidak saja oleh masyarakat, tetapi pelanggaran oleh aparat negara, hingga menimbulkan konflik horizontal dan vertikal, persoalan keamanan masyarakat, pelanggaran HAM, dll. Sehingga persoalan agraria bukan sekedar rebutan lahan, tetapi sejatinya adalah persoalan politik dan kedaulatan rakyat, bahkan kedaulatan Negara.

Desa selama ini mengenal batas wilayahnya sebagai batas administratif dari suatu wilayah daratan dan perairan yang ada di wilayah Desa dan Kecamatan, yang dikelola oleh Pemerintah Daerah di dalam batas wilayahnya masing-masing berdasar kewenangannya. Penetapan dan penegasan batas desa merupakan cilkal bakal bagi penetapan dan penegasan batas wilayah yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan pembangunan dan kebijakan-kebijakan lainnya.

Penegasan batas wilayah dilakukan dengan cara pemetaan yang dituangkan dalam bentuk peta desa adalah sebagai implementasi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial dan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Penegasan dan Penetapan Batas Desa menjadi strategis baik untuk kepentingan Desa, Pemerintah Daerah dan Pusat. Bagi Desa batas wilayah desa menjadi sangat penting dalam menerapkan pembangunan desa berbasis asset desa, batas wilayah desa menentukan seberapa penguasaan dan kepemilikan asset sebagai modal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Batas wilayah desa hanya bisa dilakukan dengan pemetaan dengan berbagai metode dengan melibatkan masyarakat, sehingga melahirkan peta partisipatif yang selanjutnya bisa dijadikan peta definitif oleh pemerintah daerah, dengan mengakui peta partisipatif sebagai peta indikatif, peta dasar untuk selanjutnya disempurnakan sesuai dengan kaidah pemetaan oleh pemerintah pusat dan daerah yang berperan sebagai walidata dalam pengelolaan peta dan data.

Seiring dengan Kebijakan Satu Peta yang dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta. Sudah seharusnya seluruh pemangku kepentingan pembangunan khususmya Desa, dapat memahami kebijakan ini sebagai momentum bagi desa untuk melakukan pemetaan partisipatif karena kebijakan ini memberikan peluang adanya pengakuan (rekognisi) dan adopsi data spasial partisipatif, yang bermanfaat bagi pemerintah dalam membantu menyelesaikan berbagai persoalan konflik atas lahan dan ruang dalam wilayah Desa maupun kawasan perdesaan, sehingga sesuai amanat UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 81 ayat 2 menegakan bahwa Pembangunan Kawasan Perdesaan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di kawasan perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. Selanjutnya pada pasal 84 ayat 1, Pembangunan kawasan perdesaan oleh Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak ketiga yang terkait pemanfaatan asset desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintahan Desa. Dalam hal penetapan batas desa pada pasal 8 ayat 3 poin f, disebutkan bahwa batas wilayah desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa, ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota. Inilah hal regulasi strategis yang semakin membuka ruang bagi desa untuk mengambil bagian dan memiliki prakarsa dalam proses mengaktualisasikan Desa dalam kancah pembangunan daerah maupun Nasional.

UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Ketentuan Umum Pasal 1 mendefinisikan 2 konsepsi, yaitu: Pembangunan Desa dan Pemberdayaan desa. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. (pasal 1 angka 8) dan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. (pasal 1 angka 12).

Menurut Bito Wikantosa, Subdit Perencanaan dan Pembangunan Partisipatif Kementerian Desa, PDTT, pada Seminar Nasional Kebijakan Satu Peta yang diselenggarakan JKPP di Bogor menegaskan bahwa dalam kontek pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, batas desa ataupun peta desa yang dilakukan secara partisipatif dapat membangun kesadaran kolektif di Desa, sekaligus mendorong perubahan kerangka pemberdayaan masyarakat desa serta membangun paradigma baru pembangunan desa yang selama ini cenderung bersifat “belanja anggaran” yang sekedar mengakomodir keinginan kelompok bahkan elite desa dalam memanfaatkan anggaran desa, tetapi melalui Kebijakan Satu Peta dengan pengakuan pemetaan partisipatif di Desa dapat mengarahkan penggunaan anggaran desa untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki sebagai asset desa untuk membangun kesejahteraan masyarakat desa.

Cara pandang saat ini bahwa dalam proses perencanaan pembangunan desa senantiasa menitikberatkan pada pendekatan masalah dalam merumuskan program dan kegiatan pada prioritas pembangunan desa, sehingga tidak heran cara pandang “belanja anggaran” menjadi paradigma yang dianut melekat selama ini. Hal tersebut dapat kita cermati dalam dokumen perencanaan desa baik RPJMDesa maupun RKPdesa yang belum menunjukan optimalisasi penggunaan potensi Desa, hal tersebut ditenggarai model fasilitasi dalam proses musyawarah pembangunan desa masih mengedepankan pembahasan yang bersifat usulan masalah, keluhan, keinginan kelompok mayarakat bahkan elite bukan lagi telaah terhadap kondisi realitas desa secara utuh untuk membangun kemakmuran desa.

Dana Desa sebagai bentuk Cash Transfer Negara seyogyanya dipandang sebagai instrumen yang mampu menjembatani masyarakat desa dalam mengoptimalkan pengelolaan atas asset yang dimiliki. Menurut Borni Kurniawan, dalam Buku Pengelolaan Asset Desa, setidaknya ada lima jenis asset desa yang saling komplementer dalam rangka membangun kesejahteraan masyarakat desa yaitu, 1. Sumber daya alam, 2. Sumber daya keuangan, (termasuk dana desa), 3. Modal Fisik berupa infrastruktur yang sudah ada, 4. Modal Sosial berupa nilai-nilaimkehidupan masyarakat (gotong royong,dll) dan 5. Sumber daya manusia, berupa kader-kader desa, pengusaha desa, dll.

Pemetaan di Desa mampu mengidentifikasi seluruh potensi asset sebagaimana disebut diatas, hanya bagaimana proses pemetaan ini dilakukan dalam ruang wilayah desa, dengan kepastian tata batas sebagai ruang kekuasaan desa dalam mengelola assetnya. Perlu adanya pengakuan atas kerja-kerja partisipastif yang dilakukan masyarakat dan perlunya sinkronisasi oleh pemerintah daerah dalam menentukan pelbagai tata batas desa, untuk memberikan kepastian hukum, serta koordinasi berbagai pihak sehingga tidak menimbulkan permasalahan pada saat proses pembangunan desa berlangsung. Pemetaan Desa partisipastif perlu political will pemerintah, sehingga baik pemerintah pusat dan daerah seyogyanya memberikan panduan sehingga pemetaan dilakukan dengan kaidah yang benar.

Peta partisipatif sesungguhnya pemosisian masyarakat desa dalam pembangunan nasional, batas desa di wilayah masyarakat adat lebih mudah karena batas teritorial secara geneolog masih hidup, sehingga untuk penataan desa adat lebih mudah karena salah satu syarat penataan desa adat adalah batas desa. Pada basis desa pada umumnya penanda batas tradisional sudah hilang, sehingga mengacu pada batas desa berdasarkan atas peta administrasi yang ditetapkan supra desa.

Peta desa partisipatif harus mampu mendorong deklarasi kewenangan desa dan batas desa, hal tersebut perlu mendapat dukungan berbagai pihak, sehingga adanya jaminan atas kedaulatan dalam mengelola dan memanfaatkan asset Desa. Kebijakan Satu Peta, Satu Perencanaan dan Satu Anggaran menjadikan perencanaan desa berbasis data tunggal untuk pembangunan desa berbasis asset serta memperkuat konsolidasi anggaran melalui dana transfer ke desa. Dengan demikian Peran Pendamping Desa dan Tenaga Ahli P3MD yang ditugaskan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, sudah saatnya bergerak tidak pada wilayah kerja-kerja teknokratik dan administratif yang bersifat keproyekan, tetapi memperkuat Desa melalui penguatan basis data tunggal sebagai basis perencanaan desa, serta mendorong “Deklarasi Batas Desa dan Kewenangan Desa” untuk menjamin kepastian asset Desa dalam pembangunan desa berkelanjutan.[]

Mendes PDTT Ajak Mahasiswa Jadi Pengusaha Berbasis Desa

Ayo Bangun Desa - Mempercepat pembangunan di desa-desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengajak perguruan tinggi terlibat langsung dalam proses pembangunannya.
Mempercepat pembangunan di desa-desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengajak perguruan tinggi terlibat langsung dalam proses pembangunannya.
Foto: Kemendesa PDTT
"Partisipasi dari Perguruan Tinggi sangat kita harapkan dalam proses pembangunan desa, saat ini kami di Kemendes PDTT punya wadah Forum Perguruan Tinggi untuk Desa (Pertides) dengan kajian-kajiannya bisa membantu proses pembangunan desa. 

Selain itu, kami ada 15.000 KKN Tematik di desa-desa tertinggal," ujar Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo, saat memberikan Kuliah Umum Penguatan Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Daerah dan Masyarakat Desa di Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama) di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Di Indonesia terdapat 4,91 Juta mahasiswa di 4.314 Perguruan Tinggi. 79 Perguruan Tinggi di antaranya telah menandatangani MoU dengan Kemendes PDTT.

Dalam kesempatan itu, Menteri Eko menjelaskan kompleksitas permasalahan di desa beserta potensi unggulan yang ada di dalamnya yang perlu dikaji bersama dengan civitas akademika. Menurut dia, perlu ada bisnis model yang jelas untuk membangkitkan perekonomian di desa-desa. Eko Sandjojo memandang peran perguruan tinggi bisa masuk di dalamnya.

Ia menjelaskan, dari total 125 juta angkatan kerja di Indonesia, 58,4 juta berada di desa. Jika rata-rata pendapatan Rp 2 juta/bulan maka Rp 116,8 juta triliun uang beredar di desa. Artinya, setiap tahun akan terdapat Rp 1.402 triliun uang yang beredar di desa. Tingginya tingkat perputaran uang di desa akan meningkatkan aktivitas ekonomi di desa. Hal tersebut berdampak pada pertumbuhan ekonomi di desa dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional dengan pesat.

"Saya berharap kalian punya kemungkinan besar untuk menjadi pengusaha yang basic (basis,Red)-nya di desa-desa, salah satunya dengan pengembangan BUMDes," Ajaknya di hadapan ratusan mahasiswa pascasarjana Universitas Moestopo. 

Lebih jauh, Menteri menambahkan kementeriannya saat ini memiliki empat program prioritas untuk mempercepat pembangunan desa. Pertama, Produk Unggulan Desa (Prudes), kedua, pembuatan embung, ketiga, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), keempat, sarana olahraga.

Keempat program tersebut, bisa menggunakan Dana Desa. Anggaran Dana Desa yang tiap tahun meningkat signifikan adalah salah satu bukti keseriusan pemerintahan Kabinet Kerja dengan Nawacita ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Di awal pelaksanaanya pada 2015, Dana Desa berperan untuk meredam pertumbuhan ekonomi maka basic-nya pembangunan infrastruktur. Pada tahun 2016 dan 2017 diperlebar lagi untuk pemberdayaan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.

"Dengan adanya Dana Desa, punya impact pada pertumbuhan ekonomi di desa, pertumbuhannya mencapai 12%, dan pada 2016 penyerapan Dana Desa mencapai 96%" tambahnya.

Peran perguruan tinggi dalam pembangunan desa, daerah tertinggal dan transmigrasi dapat melalui pengembangan sumber daya alam, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan teknologi tepat guna dan pengembangan perekonomian desa. 

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Otda Kementerian Dalam Negeri, Soni Sumarsono mengatakan harus ada konektivitas implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian yang berkontribusi pada pembangunan mental dan fisik.

"Perlu adanya koordinasi antara Perguruan Tinggi dengan badan pembangunan daerah dalam hal penelitian dan pendampingan," tutupnya.

Kemendesa PDTT

Indonesia Harus Memperbanyak Vareitas Pinang Unggul

Pinang (Areca catechu L.) termasuk dalam famili Arecaceae, tanaman yang sekeluarga dengan kelapa (Cocos nucifera). Pinang termasuk dalam salah satu jenis tumbuhan monokotil golongan palem-paleman.
Bibit Pinang Unggul Umur 6 Bulan
Menurut Agroforestry Database 4.0 (Orwa et all, 2009), pohon Pinang berasal dari China, Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini telah menyebar ke Fiji, India, Jepang, Kenya, Madagaskar, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Samoa, Kepualauan Solomon (dan kepulauan pasifik barat lainnya), Sri Lanka, Tanzania, Amerika Serikat.

Sayangnya, Di Indonesia minat menciptakan bibit pinang vareitas unggul tidak semeriah dengan inovasi bibit lainnya. Padahal, Indonesia sangat cocok untuk perkembangan tanaman pinang.

Berdasarkan data Dirjen pertanian, sedikitnya ada 14 provinsi yang memiliki area cukup baik untuk tanaman pinang, seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.

Pinang betara super adalah salah satu vareitas yang diunggulkan di Indonesia.

Berbeda dengan India, di negeri mereka terdapat sejumlah varietas pinang unggul yang dipasarkan seperti, varietas pinang Mangala, Sumangala, Saigon, Mohitnagar, Kahikuchi Tall dan VTLAH-1, dan Srimangala.

Mengingat prospek pasar pinang yang terus tumbuh dan minat petani yang semakin tinggi. Indonesia harus punya inovasi untuk menciptakan lebih banyak varietas pinang unggul. Semoga.[]

20 Maret 2017

Menteri Desa: Ada 600 Kasus Laporan Penyelewengan Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo menyebutkan, sampai saat ini sudah ada 600 laporan yang masuk terkait penyelewengan dana desa.

Menurut Eko, dari 600 laporan yang masuk, 300 di antaranya sudah tindaklanjuti, sedangkan sebagian tidak lengkap dan dinilai hanya pelanggaran administratif saja.

"Kebanyakan para pengurus dana desa tidak tahu administrasinya. Dari 300 laporan itu, kita sudah laporkan ke polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sebagian sudah ditindaklanjuti dengan operasi tangkap tangan dan operasi sapu bersih pungli dan sebagainya," kata Eko di Kabupaten Alor, NTT, Senin (20/3/2017).

Eko menjelaskan, setiap ada penyelewengan dana desa, ia meminta segera dilaporkan ke pihaknya karena sudah ada satuan tugas dana desa, dan tentu dilaporkan melalui telepon secara gratis ke nomor 15040.

Baca: Tips untuk Aparat Desa yang Diperiksa

Dari laporan itu, lanjut Eko, pihaknya akan melakukan analisa dan langsung menindaklanjutinya dengan memberikan data itu kepada penegak hukum.

Jika yang melakukan pelanggaran di level penyelenggara negara, maka pihaknya akan melanjutkan ke KPK. Sedangkan jika pelanggarannya bukan penyelenggara negara, maka akan dilaporkan kepada polisi dan jaksa.

Eko mengaku, pengelolaan dana desa sebetulnya jauh lebih bagus dari dana-dana di kementerian lainnya.

Sebab, dana desa yang disalurkan dari APBN memiliki banyak komponen yang mengawasi, yakni langsung dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), penegak hukum, bahkan media massa.

Dana desa itu, lanjut Eko, jauh lebih efisien karena pembangunannya menggunakan dana desa dan dikerjakan oleh masyarakat secara swadaya.

Karena masyarakat merasa dana desa itu membantu lingkungan dan desanya sehingga mereka juga ikut menyumbang dalam bentuk tenaga dan material.

"Karena itu kita tetap pertahankan agar dana desa dikelola oleh masyarakat dan peran media tentu sangat penting sekali agar setiap ada penyelewengan segera dilaporkan ke kita," pungkasnya.[]

Kompas.com

Ayo Bangun BUMDes

Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang ada di desa yang di bentuk oleh pemerintahan desa bersama masyarakat desa melalui musyawarah desa
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang ada di desa yang di bentuk oleh pemerintahan desa bersama masyarakat desa melalui musyawarah desa.

Musyawarah desa merupakah salah satu wadah dan proses yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan arah pembangunan desa secara bersama-sama. 

Sebagai badan usaha desa, Badan Usaha Milik Desa menjadi alat perjuangan dalam mendorong pengembangan perekonomian di desa. Secara spesifik, pendirian BUMDes untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif berbasis desa, membuka lapangan kerja desa, mengoptimal aset, dan jaringan pasar desa.

Pemerintah pusat terus mendorong pembentukan BUMDes, dengan harapan agar kesejahteraan masyarakat desa meningkat dan kemiskinan di pedesaan terus menurun. 

Ruang desa mendirikan badan usaha berbasis desa sudah dibuka sebelum UU Desa lahir. Salah satu payung hukumnya yaitu Permendagri No.39 tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Namun, harapan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa belum terwujud sesuai harapan, hal ini terlihat dari jumlah angka kemiskinan yang meningkat di perdesaan. 

Dalam tiga tahun implementasi UU Desa. Banyak desa yang sukses mengelola BUMDes dengan aset ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Bahkan ada yang menjadi inspirasi bagi desa-desa lainnya untuk belajar cara mendirikan dan mengelola BUMDes.

Bagi desa yang belum mampu menjadikan BUMDes sebagai alat perjuangan desa dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, harus ada usaha dan ikhtiar untuk menjadikan BUM Desa yang berdaya. Apalagi dana desa itu, sifatnya hanya stimulus saja. Ayo Bangun BUMDes...![]