10 Desember 2018

Kemendesa PDTT Perkuat Sinergitas Dengan Daerah

INFODES - Hubungan koordinasi dan sinergitas dengan pemerintah daerah terus diperkuat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Terutama setelah empat tahun pemberlakuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, yang dibarengi dengan adanya program dana desa dan pendampingan.

Kemendesa PDTT Perkuat Sinergitas Dengan Daerah

Dalam memperkuat hubungan koordinasi dengan daerah, Kemendesa PDTT RI mengundang Kadis PMD Provinsi dan PMD Kabupaten, Satker/PPK Dekonsentrasi, dan camat, dari beberapa provinsi dalam rangka menyamakan persepsi sehubungan dengan pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014. Turut diundang pihak Bank Dunia, Konsultan Nasional PID dan P3MD. Kemendesa berharap ada input untuk perbaikan dan optimalisasi yang akan dilakukan kementerian ini kedepannya.

“Mari kita berdiskusi, menuangkan pikiran, gagasan dan saran untuk evaluasi dan koordinasi UU Desa. Ada prestasi yang telah dicapai, tapi ada juga non prestasi ketika UU ini diterapkan,” kata Sekretaris Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan MasyarakatDesa (PPMD) Kemendesa PDTT, H. Mukhlis, saat membuka kegiatan evaluasi dan koordinasi pendampingan pelaksanaan UU Desa Tahun 2014 di Jakarta, Jumat (7/12/2018).

Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari ini, berlangsung antusias dan dinamis. Seluruh undangan member masukan dan saran yang konstruktif tentang optimalisasi program dana desa dan pendampingan di lapangan. Seluruh input dicatat dan akan ditelaah guna melakukan evaluasi kebijakan pelaksanaan UU Desa yang berkaitan dengan Tupoksi Kemendesa.

Di hadapan peserta kegiatan evaluasi dan koordinasi UU Desa Nomor 6, Mukhlis menyatakan bahwa tahun 2018 ini, terjadi penurunan kasus penyimpangan (pidana) dana desa. Kalau 2017 lalu jumlah penyimpangan yang ditangani aparat penegak hukum 1.000 lebih, maka tahun ini hanya 826 kasus. “Alhamdulillah terjadi penurunan yang signifikan. Untuk kasus penyimpangan admnistrasi, tim APIP (aparat pengawas internal pemerintah) yang hendel, ”ungkap Sesdirjen.

Selaku kementerian yang secara teknis menangani dan mengelola dana desa, sambung Mukhlis, pihaknya sudah membangun koordinasi dan komitmen dengan semua pihak. Pemprov, pemda, aparat penegak hukum, perguruan tinggi, sudah ada nota kesepahaman yang dibuat. Tujuannya untuk mengadvokasi kepala desa dan perangkat desa dalam menggunakan dana desa. Sehingga kepala desa merasa nyaman dan luwes mengalokasikan dana desa untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desanya.

“60 persen kades kita hanya menamatkan pendidikan setingkat SMA. Bahkan ada sekian persen tidak sampai menamatkan pendidikan formal. Ini yang kita tetap upayakan sehingga penggunaan dana desa bisa optimal, berkualitas, efektif dan efisien, ”ujarnya lagi.

Standar pelaporan pertanggungjawaban keuangan di desa, diharapkan bisa sederhana. Tidak terlalu rumit. Ini maksudnya, kata Mukhlis, supaya dalam waktu setahun, para kepala desa dan jajarannya tidak hanya berkutat pada pelaporan pertanggungjawaban. Serapan anggaran juga baik, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat juga bisa berjalan simultan.

Begitupun dengan pendampingan, Mukhlis mengakui terus dievaluasi dan dimonitoring kinerja para pendamping desa. Kapasitas mereka juga ditingkatkan melalui berbagai pelatihan. “Dana desa adalah salah satu sumber prioritas pembiayaan di desa. Oleh karena itu, banyakpihak yang ikutterlibat mengawasinya,”sebut Mukhlis.

Senada dengan Sesdirjen PPMD, dalam laporan panitia yang disampaikan Direktur PMD M Fachri, dinyatakan bahwa kurun 4 tahun usia UU No.6/2014, UU ini sudah berhasil mengubah paradigm masyarakat dalam berdesa. Capaian-capaian dana desa sudah luar biasa. Mulai dari pembangunan jalan, jembatan, tambatan perahu, posyandu, sudah terlihat hasilnya. Begitupun dengan pemberdayaan masyarakat, juga bisa dicek hasilnya.

Positif sekali. Dana desa telah berhasil membangun Indonesia dariwilayah pinggiran sebagaimana nawacita ke-3,”ujar Fachri.

Kedepan, juga didorong upaya supervise yang dilakukan pemprov dan pemkab setempat terkait dana desa. Kemendesa berharap agar fungsi supervisi lebih intens dilakukan daerah. “Sepervisi masih kurang dari daerah,”katanya Direktur PMD.

Oleh karena itu, kata Fachri, kegiatan ini penting diadakan guna mendapat masukan dan umpan balik antara pemerintah dan pemda, dalam rangka percepatan pembangunan desa dan kesejahteraan masyarakat, khususunya melalui program pendampingan terhadap PID dan P3MD. Dana desa harus terus dikawal demi mewujudkan desa yang maju, mandiri, dan sejahtera.

Thoib Pasaribu (Tenaga Ahli P3MD-PID Provinsi Sumatera Utara) didampingi Arjuna (Tenaga Ahli P3MD-PID) Kabupaten Pakpak Bharat, menyambut positif kegiatan Evaluasi dan Koordinasi Kemendesa PDTT dan Daerah, dan seluruh Tenaga Pendamping Profesional di Provinsi Sumatera Utara siap menjalankan Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan Program Inovasi Desa (PID) sebagai amanat UU Desa.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber antara lain, Direktur Pembiayaa dan Transfer Non Perimbangan Kementerian Keuangan, Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Direktur Fasilitasi Keuangan dan Aset Pemdes Kemendagri, Kepala Binopsal Baharkam Polri, dan Satgas Dana Desa.(REL)

Desa Sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru Semakin Nyata

Sejak Dana Desa digulirkan oleh pemerintah dalam payung hukum Undang-Undang Desa, desa-desa di Indonesia ramai-ramai membenahi diri. Berbagai model kewirausahaan sosial berbasis BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) muncul dan berkembang. Tentu masih banyak masalah yang harus diurus, namun mimpi menjadikan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru semakin nyata.
Sejak Dana Desa digulirkan oleh pemerintah dalam payung hukum Undang-Undang Desa, desa-desa di Indonesia ramai-ramai membenahi diri. Berbagai model kewirausahaan sosial berbasis BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) muncul dan berkembang. Tentu masih banyak masalah yang harus diurus, namun mimpi menjadikan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru semakin nyata.

Kisah sukses dari Desa Ponggok yang terletak di Klaten Jawa tengah adalah salah satu kisah sukses dana desa. Berawal dari desa miskin dengan pendapatan tahunan hanya 14 Juta di tahun 2006 kita menjelma menjadi makmur dengan total pendapatan 15 Milyar rupiah di tahun 2017. 

Saat ini BUMDes Desa Ponggok menaungi 13 unit usaha, mulai dari wisata air sampai warung kelontong. Semuanya dikelola secara profesional, modern, dan memanfaatkan teknologi informasi. Program kesejahteraannya pun beragam, mulai dari subsidi untuk pendidikan tinggi sampai "gaji" untuk para lansia.

Namun menurut Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah cukup. Karena, berapapun dana yang digulirkan pemerintah ke desa, desa-desa di era digital tidak akan dapat bertahan dan bersaing secara global jika masih bertindak sendiri-sendiri. Desa-desa harus mulai menjalin kolaborasi ekonomi dengan desa-desa lain disekitarnya, maupun antar desa di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir pasca Undang-undang Desa, ia bersama teman-teman pegiat desa aktif mendorong desa-desa untuk tidak hanya membangun BUMDes, tapi juga bergabung membangun entitas ekonomi yang lebih besar yakni BUMADes (Badan Usaha Milik Antar Desa).


Budiman Sudjatmiko menyakini bahwa dalam jejaring kolaborasi ekonomi antardesa ini, terlebih jika ia menjadi perusahaan-perusahaan teknologi dan data raksasa, akan menjelma sebuah kekuatan ekonomi baru yang kompetitif secara global. 

Karenanya, jejaring desa-kota dan jejaring kampung-kampus harus segera dirintis dan dibangun. Desa, dengan segala modal ekonomi dan sosial yang dimilikinya saat ini harus segera dihubungkan dengan pelaku ekonomi, penggerak sosial dan inovator teknologi yang ada di kota dan dunia untuk dapat bekerja bersama mengeksplorasi peluang yang terbuka oleh karena perkembangan teknologi. Kreativitas kota, kebajikan desa dan peluang dunia harus bertemu untuk membangun dan berbagi solusi digital yang inovatif, dengan didasari semangat  partisipasi, kolaborasi, desentralisasi, keterbukaan dan multidisiplin. 

Karena itu pula, sebuah ikhtiar dan kerjasama raksasa harus dibangun di antara mereka yang bekerja untuk membuat masyarakat cerdas (pejabat publik yang visioner, pendidik yang inovatif dan wirausahawan sosial yang inklusif), mereka yang membuat alat teknologi cerdas (pakar kecerdasan buatan/mesin pembelajar, pakar ilmu data, ahli blockchain dan sebagainya) dengan mereka yang membuat tubuh biologis kita cerdas (ahli neuroscience, perekayasa genetik, pakar biologi sintetik dan semacamnya). 

Merekalah inovator-inovator sosial dan teknologi yang terus belajar dari alam dan memastikan semua yang dibuat oleh manusia sesuai dengan hukum-hukum alam, bicara dengan bahasa alam (baca: matematika) dan rangsang neuron (denyut sel saraf otak). 

Revolusi Industri 4.0 cuma bisa kita menangkan dengan cara-cara di atas. Ia membuka tak terhingga peluang kepada kita untuk menjadi bangsa yang berkedaulatan dalam data, berkeadilan dalam teknologi dan akses informasi.

Suatu masa depan, di mana setiap inovasi teknologi akan membawa  kehidupan yang lebih baik untuk semua pandu bangsa, di mana kemajuan teknologi tidak mengancam prospek pekerjaan, tetapi justru menciptakan segudang peluang dan kesempatan bisnis; di mana setiap individu memiliki kuasa penuh atas informasi yang ia bagi di dunia maya, dengan siapa ia membaginya dan bagaimana informasi tersebut dimanfaatkan di mana konektivitas fisik dan digital menjadi perwujudan yang sesungguhnya dari persatuan Indonesia dan bahkan kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Konektivitas yang meruntuhkan tembok geografis, sosial dan kultural yang memisahkan, serta memberi kesempatan yang sama pada tiap-tiap pandu bangsa untuk mempunyai akses sumber daya alam dan digital, dan berkontribusi terhadap proses perubahan, pengelolaan dan kemajuan negara.

Ia juga tak mempungkirinya bahwa ada rasa was-was dan kekhawatiran yang senantiasa mengiringi keinginan untuk maju. Khawatir adalah wujud kehati-hatian. Tapi penolakan pada kemajuan adalah refleksi keterancaman akan terganggunya kemapanan diri dan kelompok yang nyaman berselimut gelap masa lalu.

Dalam pidato kebudayaan, Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, ia mengajak kita semua, untuk berpihak pada masa depan, mengubah kekhawatiran menjadi energi yang mampu mendorong gelombang sejarah ke arah yang tepat - arah yang memungkinkan kita mewujudkan mimpi-mimpi besar bangsa Indonesia.

Tulisan disarikan dari Pidato Kebudayaan Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko, "Indonesia 4.0: Berguru Pada Alam Yang Terkembang" pada Kongres Kebudayaan Indoensia 2018.

Pidato lengkap unduh disini.

09 Desember 2018

Sekarang! Kalangan Profesional dapat Menjadi Pegawai ASN, Bagaimana dengan Tenaga Pendamping Desa?

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Disebutkan dalam PP 49/2018 yang dimaksud dengan Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja adalah pengelolaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk menghasilkan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sedangkan yang dimaksud dengan Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negara Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang bekerja pada instansi Pemerintah.

Dalam Pasal 2 PP 49/2018 disebutkan, bahwa jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dapat diisi oleh PPPK meliputi Jabatan Fungsional (JF) dan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). 

Selain dua jabatan ini (JF dan JPT), Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendayagunaan aparatur negara dapat menentapkan jabatan lain yang dapat diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Dijelaskan, jabatan lain yang dimaksud bukan merupakan jabatan struktural tetapi menjalankan fungsi manajemen pada instansi pemerintah.

Dalam PP 49/2018 ditegaskan, bahwa pengumuman lowongan pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dilakukan secara terbuka, paling singkat 15 (lima belas) hari kelender. 

Dan setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK untuk Jabatan Fungsional dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 1 (satu) sebelum batas usia tertentu pada jabatan yang akan dilamar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Tidak pernah dipidana dengan pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih;
  3. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai pegawai Negeri Sipil, PPPK, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggora Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
  4. Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik atau terlibat politik praktis;
  5. Memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan;
  6. Memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian tertentu yang masih berlaku dari lembaga profesi yang berwenang untuk jabatan yang mempersyaratkan;
  7. Sehat jasmani dan rohani sesuai dengan persyaratan jabatan yang dilamar dan;
  8. Persyaratan lain sesuai kebutuhan jabatan yang ditetapkan oleh PPK.

PPPK juga memiliki kewajiban dan hak keuangan yang sama dengan ASN yang berstatus sebagai PNS dalam pangkat dan jabatan yang setara.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sekarang, telah membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Bagaimana dengan tenaga pendamping desa? 

Berpeluangkah para Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Satker P3MD, Kemendes PDTT untuk menjadi pegawai ASN dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)? 

Mari berdiskusi! Dan silahkan unduh dulu disini Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

07 Desember 2018

Istilah - Istilah dalam Akuntansi Badan Usaha Milik Desa


Dalam sistem akuntansi terdapat banyak istilah - istilah. Berikut beberapa istilah akuntansi yang terdapat dalam penyusunan laporan keuangan Badan Usaha Milik Desa.

Asset adalah keseluruhan kekayaan yang dimiliki oleh entitas bisnis (BUM Desa) yang berupa sumberdaya benda atau keuangan yang dapat diukur dalam bentuk nominal uang yang bersumber dari transaksi atau kegiatan masa lalu. Aset BUM Desa terbagi dua yaitu aset lancar dan aset tetap.

Aset lancar
Aset lancar dalam akuntansi Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah jenis aset yang dapat dicairkan atau diuangkan tidak lebih dari 1 tahun fiskal. Priode tahun fiskal yaitu priode yang berakhir bukan 31 Desember.

Tahun fiskal adalah tanggal akhir tahun yang dipergunakan biasanya adalah titik dimana kegiatan usaha mencapai aktivitas terendah pada periode tersebut tergantung dari jenis usahanya. Tahun fiskal mungkin dapat berakhir pada tanggal 31 Maret atau tanggal lainnya.

Contoh aset lancar BUM Desa antara lain terdiri dari kas, piutang dagang, piutang pendapatan, beban dibayar dimuka, barang konsumsi (perlengkapan), persediaan barang dagang, dan lain-lain.

Aset Tetap
Aset tetap dalam akuntansi BUM Desa adalah jenis-jenis aset atau kekayaan yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Desa dengan umur pemakaian lebih dari satu tahun yang digunakan untuk mendukung operasional usaha dan tidak untuk dijual kembali.

Contoh aset tetap BUM Desa antara lain terdiri dari tanah, gedung, mesin, peralatan toko dan kantor, dan lain-lain.

Kewajiban 
Kewajiban dalam akuntansi BUM Desa adalah sejumlah nilai yang diukur dengan satuan uang yang harus dikembalikan oleh BUM Desa kepada pihak lain dalam jangka waktu tertentu, yang disebabkan oleh pembelian secara kredit atau pinjaman.

Kewajiban terbagi dua yaitu kewajiban lancar (jangka pendek) dan kewajiban jangka panjang. Kewajiban lancar adalah utang-utang yang harus segera dilunasi dalam tempo satu tahun.

Kewajiban jangka panjang adalah kewajiban yang penyelesaiannya memerlukan waktu lebih dari satu periode siklus akuntansi atau lebih dari satu tahun.

Contoh kewajiban lancar BUM Desa antara lain seperti pinjaman jangka pendek, utang usaha, utang gaji, utang pada pihak ketiga, utang deviden, dll.

Modal (Equitas) 
Modal (Equitas) adalah hak atas aset BUM Desa setelah dikurangi kewajiban yang harus dipenuhi oleh BUM Desa. Terdiri dari penyertaan modal dari Desa, dan Masyarakat Desa.

Nah, itulah beberapa istilah - istilah dalam penyusunan laporan keuangan Badan Usaha Milik Desa, yang dirangkum dari Modul Pelatihan bagi Pelatih Pengembangan Usaha Milik Desa. Semoga bermanfaat.

05 Desember 2018

Inilah Uang Rupiah yang Tidak Berlaku lagi Tahun 2019, Sebarkan Informasi ini ke Masyarakat

Pada tanggal 31 Desember 2008, Bank Indonesia (BI) mengumumkan telah mencabut empat jenis pecahan mata uang rupiah dan dinyatakan tidak berlaku lagi pada tahun 2019.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.

Pencabutan dan penarikan pecahan mata rupiah lama dilakukan Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 tentang Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.

Informasi lengkap daftar mata uang kertas pecahan rupiah lama yang dicabut atau ditarik dari peredaran oleh Bank Indonesia, sebagai berikut:

1. Uang kertas rupiah Rp10.000 Tahun Emisi (TE) 1998 (Gambar Muka: Pahlawan Nasional Tjut Njak Dhien).

Uang pecahan Rp 10.000 tahun emisi 1998 bergambar pahlawan nasional wanita Cut Nyak Dien yang di sisi sebaliknya menampilkan pemandangan Sagara Anak di Gunung Rinjan.

2. Uang kertas rupiah Rp20.000 Tahun Emisi (TE) 1998 (Gambar Muka: Pahlawan Nasional Ki Hadjar Dewantara)

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.
Uang pecahan Rp 20.000 tahun emisi 1998, terdapat gambar Ki Hajar Dewantara, tokoh pendidikan nasional yang terkenal dengan semboyan “Tut Wuri Handayani".

3. Uang kertas rupiah Rp50.000 Tahun Emisi (TE) 1999 (Gambar Muka: Pahlawan Nasional WR. Soepratman)

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.
Uang kertas pecahan Rp 50.000 tahun emisi 1999 terdapat gambar Wage Rudolf (WR) Soepratman yang merupakan pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.

4. Uang kertas rupiah Rp100.000 Tahun Emisi (TE) 1999 (Gambar Muka: Pahlawan Proklamator Dr.Ir.Soekarno dan Dr. H. Mohammad Hatta).

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/33/PBI/2008 - Pencabutan dan Penarikan dari Peredaran Uang Kertas Pecahan 10.000 (Sepuluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 20.000 (Dua Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1998, 50.000 (Lima Puluh Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999, dan 100.000 (Seratus Ribu) Rupiah Tahun Emisi 1999.
Uang Rp 100.000 tahun emisi 1999 bergambar pasangan presiden dan wakil presiden pertama Republik Indonesia, yakni Soekarno-Hatta yang ditemani gambar gedung MPR di sisi sebaliknya.

BI menghimbau kepada masyarakat Indonesia, siapa saja yang memiliki uang kertas tersebut untuk melakukan penukarannya sebelum tanggal 31 Desember 2018 di seluruh kantor Bank Indonesia hingga 30 Desember 2018. 

Bank Indonesia juga membuka layanan khusus pada tanggal 29-30 Desember 2018 di seluruh kantor Bank Indonesia. 

Bank Indonesia secara rutin melakukan pencabutan dan penarikan uang rupiah. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan antara lain masa edar uang, adanya uang emisi baru dengan perkembangan teknologi unsur pengaman (security features) pada uang kertas.

Informasi ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia, terutama yang ada di perdesaan. Karena ada faktanya, masih terdapat warga desa yang suka menyimpan uang dibawah kasur dan batal.

Inilah Uang Rupiah yang Tidak Berlaku lagi Tahun 2019, Sebarkan Informasi ini ke Masyarakat. Berbagi itu Indah.

(Informasi ini diolah dari sumber Bank Indonesia dan goodnewsfromindonesia.id)

04 Desember 2018

INSPIRASI: Perjalanan Optimis Para Pengelola BUMNag

Kebangkitan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) sebagai pilar kemandirian ekonomi desa masa depan terus menggelinding dihampir seluruh penjuru Desa yang ada di Indonesia.

Atas beragam cerita kesuksesan sejumlah BUMDes di berbagai daerah dalam mengembangkan dan mengelola potensi desanya, telah memantik semangat dan optimismi desa - desa lainnya untuk belajar pengetahuan cerdasnya.

Berikut sebuah catatan perjalanan optimismi dari para pengelola BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari) Sumatera Barat, bersama Tenaga Ahli, Pendamping Desa serta Dinas terkait, saat mengunjungi sejumlah BUMDes sukses di Yogjakarta dan Jawa Tengah.

Yok...kita ikuti catatan perjalannya. 

Dimulai dari Desa Panggungharjo, selepas magrib. Rombongan sampai di sebuah kawasan. Taman yang luas. Hutan yang lebat. Ada empat bangunan utama. Bangunan pertama yang terlihat setelah turun mobil, musala. Masuk ke dalam, ada tiga ruangan lain. Mirip bangunan tua. Salah satu tidak berdinding, tapi ada atapnya.

“Silakan, langsung saja,” kata seorang lelaki muda menyambut rombongan, lalu menuntun kami ke meja yang penuh berisi hidangan. Sistemnya, prasmanan. Ambil sendiri. Sesukanya. “Selesai diambil, jangan lupa dicatatkan ke mbak di sana ya,” pintanya sembari menunjuk dengan ujung jempol, di sudut depan meja prasmanan. Semua mengiyakan.

Selesai makan, saat diskusi perihal BUMDes yang dikelolanya, saya baru menyadari ujung kalimat Eko Pambudi, Direktur BUMDes Panggung Lestari, Desa Panggungharjo, Kec Sewon, Kabupaten Bantul – Yogjakarta, ketika menyambut rombongan dan mempersilakan makan tersebut.

Baca: Kisah Sukses BUMDes Panggung Lestari Desa Panggunghharjo

BUMDes Panggung Lestari didirikan Maret 2013. Diawal kehadirannya, Bumdes ini mengelola sampah. Masyarakat yang selama ini bebas membuang sampah begitu saja, kini justru bisa menghasilkan uang dari sampah tersebut. Lingkungan pun menjadi bersih, dan melibatkan secara langsung 20 orang tenaga kerja.

Ruangan yang ditempati ketika itu, adalah bangunan yang sengaja disediakan untuk tamu yang dijamu di Bumdes Panggung Lestari. Bedanya, makanan yang disuguhkan tersebut, harus dibayar oleh tamu sendiri. Tidak disediakan oleh tuan rumah.

“Kenapa tamu yang bayar, mas? Kok bukan jamuan tuan rumah?” tanya saya, disela-sela silaturrahmi tersebut.

Ia tersenyum. Lalu memandang sebentar ke arah Kepala Desa Wahyudi Anggoro Hadi, S. Farm, Apt, yang baru saja ditetapkan sebagai Kepala Desa Terbaik Indonesia. Disaat bersamaan, kemudian mereka memandang ke Staf Khusus Kebijakan Strategis Kemendes PDTT H. Febby Datuk Bangso.

“Kalau semua tamu yang datang ke sini, kami yang membiayai, mana sanggup kami?” kata Eko Pambudi.

Benar juga dia. Lalu Eko buka kartu. Ia sudah mengikrarkan, tidak akan ikut mengintai jabatan Kepala Desa. Ia dan pengelola BUMDes Panggung Lestari sudah bersepakat untuk bekerja fokus di BUMDes. Fokus bekerja di Bumdes. Tak akan berpaling ke tempat lain.

Salah satu unit usaha BUMDes Panggung Lestari, rumah makan dengan konsep taman. Arealnya sangat luas. Dikelilingi taman yang hijau. Bahan yang digunakan untuk rumah makan tersebut berasal dari masyarakat. Bumdes Panggung Lestari memberikan standar beras, sayur, ikan dan apa pun hasil panen masyarakat. Hasil panen tersebut dibeli dengan harga pantas, sedikit di atas harga pasar.

“Kalau ada yang bekerja sebagai karyawan di unit usaha, kami akan terima sesuai kebutuhan. Tak ada batasan usia. Tak butuh ijazah apa pun. Pokoknya bisa bekerja dan komit dengan aturan,” kata Eko sembari menyebutkan, untuk unit usaha rumah makannya ini saja sudah memberikan keuntungan di atas Rp 100 juta perbulan. Artinya, belum tuntas 2018, usaha ini sudah menembus keuntungan di atas satu miliar. Angka tersebut melampaui pencapaian tahun lalu.

Yani Setiadi, Sekdes Ponggok, mengakui Bumdes Tirta Mandiri yang ada di desanya memberlakukan makan, minum dan snack yang dibiayai sendiri oleh tamu. Kalau tamunya satu dua orang, tak ada masalah, tetapi tamu yang datang setiap hari mencapai puluhan hingga ratusan orang.


“Makan, minum dan snack yang disediakan sesuai dengan pesanan tamu tersebut,” kata Yani Setiadi, sembari menyebutkan, semuanya dikelola unit usaha catering. Ia menyebutkan, dari unit usaha ini saja, selain bisa mempekerjakan banyak warga desanya, juga telah menghasilkan keuntungan sampai triwulan III miliaran rupiah.


Ketua Forum Bumdes Indonesia H. Febby Datuk Bangso, menilai yang dilakukan kedua Bumdes tersebut, juga oleh Bumdes lain, merupakan hal biasa. Bumdes tersebut mengemas dengan format wisata.

“Langkah mereka adalah cara cerdas dalam menyikapi kehadiran tamu untuk menimba ilmu di Bumdes mereka, sehingga dikembangkan dengan konsep wisatanya,” kata pria yang akrab disapa Datuk Febby ini.

Menurutnya, langkah cerdas tersebut tidak akan bisa dilakukan jika tidak ada dukungan penuh dari kepala desa dan perangkatnya, pengelola Bumdes mau pun masyarakat. Kalau pun pengelola Bumdes menjalankan unit usaha tersebut, sementara lingkungannya tidak merespon, diyakini pengelola Bumdes akan menemukan jalan buntu.

Ia memberikan apresiasi penuh terhadap langkah tersebut. Ia juga mengimbau agar perangkat desa menjadikan langkah Bumdes tersebut sebagai inspirasi. 

Ia juga berharap agar wali nagari, perangkat nagari, Banmus dan masyarakat bergandengan tangan untuk mewujudkan impian serupa sehingga memberikan kontribusi nyata untuk pemberdayaan ekonomi di nagari.

Febrian Alyuswar, Kasubit Pengembangan Unit Usaha BUMDes Kemendes PDTT membenarkan. Siapa pun bisa pula melakukan dan mengembangkan usaha seperti yang dilakukan unit usaha di dua BUMDes tersebut.

“Tinggal bagaimana komitmen, kesungguhan dan kepedulian semua pihak, terutama di lingkungan desa dan aparatur pemerintahan hinggga provinsi. Tak ada yang tak mungkin,” katanya. (Firdaus Abie/*)