10 Desember 2018

Desa Sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi Baru Semakin Nyata

Sejak Dana Desa digulirkan oleh pemerintah dalam payung hukum Undang-Undang Desa, desa-desa di Indonesia ramai-ramai membenahi diri. Berbagai model kewirausahaan sosial berbasis BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) muncul dan berkembang. Tentu masih banyak masalah yang harus diurus, namun mimpi menjadikan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru semakin nyata.
Sejak Dana Desa digulirkan oleh pemerintah dalam payung hukum Undang-Undang Desa, desa-desa di Indonesia ramai-ramai membenahi diri. Berbagai model kewirausahaan sosial berbasis BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) muncul dan berkembang. Tentu masih banyak masalah yang harus diurus, namun mimpi menjadikan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru semakin nyata.

Kisah sukses dari Desa Ponggok yang terletak di Klaten Jawa tengah adalah salah satu kisah sukses dana desa. Berawal dari desa miskin dengan pendapatan tahunan hanya 14 Juta di tahun 2006 kita menjelma menjadi makmur dengan total pendapatan 15 Milyar rupiah di tahun 2017. 

Saat ini BUMDes Desa Ponggok menaungi 13 unit usaha, mulai dari wisata air sampai warung kelontong. Semuanya dikelola secara profesional, modern, dan memanfaatkan teknologi informasi. Program kesejahteraannya pun beragam, mulai dari subsidi untuk pendidikan tinggi sampai "gaji" untuk para lansia.

Namun menurut Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah cukup. Karena, berapapun dana yang digulirkan pemerintah ke desa, desa-desa di era digital tidak akan dapat bertahan dan bersaing secara global jika masih bertindak sendiri-sendiri. Desa-desa harus mulai menjalin kolaborasi ekonomi dengan desa-desa lain disekitarnya, maupun antar desa di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam beberapa tahun terakhir pasca Undang-undang Desa, ia bersama teman-teman pegiat desa aktif mendorong desa-desa untuk tidak hanya membangun BUMDes, tapi juga bergabung membangun entitas ekonomi yang lebih besar yakni BUMADes (Badan Usaha Milik Antar Desa).


Budiman Sudjatmiko menyakini bahwa dalam jejaring kolaborasi ekonomi antardesa ini, terlebih jika ia menjadi perusahaan-perusahaan teknologi dan data raksasa, akan menjelma sebuah kekuatan ekonomi baru yang kompetitif secara global. 

Karenanya, jejaring desa-kota dan jejaring kampung-kampus harus segera dirintis dan dibangun. Desa, dengan segala modal ekonomi dan sosial yang dimilikinya saat ini harus segera dihubungkan dengan pelaku ekonomi, penggerak sosial dan inovator teknologi yang ada di kota dan dunia untuk dapat bekerja bersama mengeksplorasi peluang yang terbuka oleh karena perkembangan teknologi. Kreativitas kota, kebajikan desa dan peluang dunia harus bertemu untuk membangun dan berbagi solusi digital yang inovatif, dengan didasari semangat  partisipasi, kolaborasi, desentralisasi, keterbukaan dan multidisiplin. 

Karena itu pula, sebuah ikhtiar dan kerjasama raksasa harus dibangun di antara mereka yang bekerja untuk membuat masyarakat cerdas (pejabat publik yang visioner, pendidik yang inovatif dan wirausahawan sosial yang inklusif), mereka yang membuat alat teknologi cerdas (pakar kecerdasan buatan/mesin pembelajar, pakar ilmu data, ahli blockchain dan sebagainya) dengan mereka yang membuat tubuh biologis kita cerdas (ahli neuroscience, perekayasa genetik, pakar biologi sintetik dan semacamnya). 

Merekalah inovator-inovator sosial dan teknologi yang terus belajar dari alam dan memastikan semua yang dibuat oleh manusia sesuai dengan hukum-hukum alam, bicara dengan bahasa alam (baca: matematika) dan rangsang neuron (denyut sel saraf otak). 

Revolusi Industri 4.0 cuma bisa kita menangkan dengan cara-cara di atas. Ia membuka tak terhingga peluang kepada kita untuk menjadi bangsa yang berkedaulatan dalam data, berkeadilan dalam teknologi dan akses informasi.

Suatu masa depan, di mana setiap inovasi teknologi akan membawa  kehidupan yang lebih baik untuk semua pandu bangsa, di mana kemajuan teknologi tidak mengancam prospek pekerjaan, tetapi justru menciptakan segudang peluang dan kesempatan bisnis; di mana setiap individu memiliki kuasa penuh atas informasi yang ia bagi di dunia maya, dengan siapa ia membaginya dan bagaimana informasi tersebut dimanfaatkan di mana konektivitas fisik dan digital menjadi perwujudan yang sesungguhnya dari persatuan Indonesia dan bahkan kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Konektivitas yang meruntuhkan tembok geografis, sosial dan kultural yang memisahkan, serta memberi kesempatan yang sama pada tiap-tiap pandu bangsa untuk mempunyai akses sumber daya alam dan digital, dan berkontribusi terhadap proses perubahan, pengelolaan dan kemajuan negara.

Ia juga tak mempungkirinya bahwa ada rasa was-was dan kekhawatiran yang senantiasa mengiringi keinginan untuk maju. Khawatir adalah wujud kehati-hatian. Tapi penolakan pada kemajuan adalah refleksi keterancaman akan terganggunya kemapanan diri dan kelompok yang nyaman berselimut gelap masa lalu.

Dalam pidato kebudayaan, Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, ia mengajak kita semua, untuk berpihak pada masa depan, mengubah kekhawatiran menjadi energi yang mampu mendorong gelombang sejarah ke arah yang tepat - arah yang memungkinkan kita mewujudkan mimpi-mimpi besar bangsa Indonesia.

Tulisan disarikan dari Pidato Kebudayaan Ketua Umum Inovator 4.0 Indonesia, Budiman Sudjatmiko, "Indonesia 4.0: Berguru Pada Alam Yang Terkembang" pada Kongres Kebudayaan Indoensia 2018.

Pidato lengkap unduh disini.

Artikel Berdesa Lainnya

Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!

Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon