Tampilkan postingan dengan label Keuangan Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keuangan Desa. Tampilkan semua postingan

11 Januari 2021

Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan ini diterbitkan untuk mewujudkan transparansi, akuntabilitas, tertib dan disiplin anggaran, serta partisipasi dalam pengelolaan keuangan desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2020 Tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa. Peraturan ini diterbitkan untuk mewujudkan transparansi, akuntabilitas, tertib dan disiplin anggaran, serta partisipasi dalam pengelolaan keuangan desa.

Dalam permendagri ini mengatur tentang pengawasan keuangan desa yang dilakukan oleh aparat pengawas internal pemerintah (APIK), pengawasan oleh camat, pengawasan oleh Badan Musyawarah Desa (BPD), pengawasan oleh masyarakat, sistem informasi dan sumber dana pengawasan.

Pengawasan pengelolaan keuangan desa yang dilaksanakan oleh aparat pengawas internal pemerintah (APIK) Kementerian, APIK Provinsi, APIK Kabupaten/Kota dilakukan dalam bentuk reviu, monitoring, evaluasi, pemeriksaan dan pengawasan lainnya.

Camat melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa dalam bentuk evaluasi terhadap rancangan APBDes, evaluasi pengelolaan keuangan desa dan aset desa, dan evaluasi dokumen laporan pertanggungjawaban APBDes.

Badan Permusyawaratan Desa atau BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa melalui perencanaan kegiatan dan anggaran pemerintahan desa, pelaksanaan kegiatan, pelaporan pelaksanaan APBDes, dan capain pelaksanaan RPJM, RKPDes dan APBDes.

Pengawasan oleh masyarakat desa terhadap pengelolaan keuangan desa. Dalam Permendagri No.73 Tahun 2020 ini, masyarakat berhak meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa yang meliputi:

- Informasi APBDes, 
- Informasi pelaksana kegiatan anggaran dan tim pelaksana kegiatan, 
- Informasi realisasi APBDes, 
- Informasi realisasi kegiatan, 
- Informasi kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksana, dan 
- Informasi sisa anggaran. 

Penjelasan lebih detil tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa dapat dipelajari dalam Permendagri No.73 Tahun 2020.

29 Oktober 2019

Cara dan Sistematika Penyusunan Laporan Keuangan BUMDes

Laporan pertanggungjawaban atau LPJ Bumdes merupakan sebuah dokumen tertulis yang disusun secara sistematis, komprehensif dan terstruktur dengan maksud dan tujuan untuk memberikan informasi secara akurat dan lengkap atas keseluruhan aktivitas bumdes dalam setiap periode. 

laporan pertanggungjawaban bumdes tahun 2019

LPJ Bumdes merupakan sebuah kewajiban yang harus dibuat oleh pengelola kepada komisaris bumdes, yaitu kepala desa. Selanjutnya kepala desa menginformasikan kepada masyarakat dalam musyawarah desa (Musdes).

Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Cakupan Laporan Pertanggungjawaban Bumdes

Sebagaimana yang sudah kita jelaskan dalam artikel-artikel sebelumnya, bahwa LPJ Bumdes tidak hanya tentang laporan pelaksanaan kegiatan, namun juga mencakup laporan keuangan bumdes.

Laporan keuangan bumdes, jika diibaratkan ia merupakan jantung dari keseluruhan aktivitas Bumdes. Apakah usaha bumdes untung atau rugi. Berapa omset bumdes dalam setahun. Jawabannya ada dalam laporan keuangan bumdes.

Sedangkan dalam pengelolaan keuangan bumdes bisa dilakukan dengan mudah yakni dengan menggunakan aplikasi keuangan bumsdes excel atau dengan memakai aplikasi khusus, seperti Aplikasi SIA BUMDes, Sistem Aplikasi Akuntasi BUMDes (SAAB), Aplikasi Akubumdes, dll.

Lalu, Bagaimana Cara dan Sistematika Penyusunan LPJ Bumdes

Cara dan sistematika penyusunan laporan pertanggungjawaban Bumdes, dapat diuraikan sebagai berikut:

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I. Pendahuluan
1. Latar belakang
2. Visi
3. Misi
4. Dasar Hukum
5. Profil BUMDes

BAB II. Laporan Umum
1. Penggalian Potensi
2. Pembentukan Unit Usaha
3. Penyertaan Modal Desa

BAB III. Arah Kebijakan yang Telah Ditempuh

BAB IV. Pelaksanaan Pengelolaan, Permasalahan Program Kerja dan Keuangan
1. Pelaksanaan Kegiatan
2. Permasalahan.
3. Program Kerja
4. Laporan Keuangan

BAB V. Penutup
Lampiran - Lampiran

Hal-hal penting lain yang perlu diperhartikan dalam penyusunan LPJ Bumdes! Usahakan penjelasan isi jangan terlalu bertele-tele. Tuliskan dengan menngunakan bahasa yang ringan, ringkas, padat dan jelas. 

Selain itu, dalam penyusunan laporan keuangan Bumdes hendaknya memenuhi prinsip-prinsip laporan keuangan secara umum dan menggunakan akuntansi yang lazim.

Supaya setiap informasi yang disajikan dalam laporan pertanggungjawaban Bumdes, dapat dengan mudah dipahami oleh semua pihak, terutama oleh kepala desa, BPD, pemerintah desa dan masyarakat desa.

Demikian artikel tentang Cara dan Sistematika Penyusunan Laporan Keuangan BUMDes ini, semoga menjadi informasi yang bermanfaat. Salam terus bergerak!!

16 Desember 2018

Keunggulan dan kelebihan Aplikasi Siskeudes 2.0

Dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri, termasuk pengelolaan keuangannya, serta melaksanakan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa.

Aplikasi Siskeudes merupakan alat bantu yang diperuntukan untuk Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penata usahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban secara komputerisasi.

Dengan lahirnya UU Desa, pemerintah desa diharapkan dapat lebih mandiri dalam mengelola pemerintahan, dalam menggali dan pengelola berbagai sumber daya alam yang dimilikinya, termasuk dalam pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa.

Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) adalah sebuah aplikasi pengelolaan keuangan desa yang dikembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam rangka meningkatkan kualitas tata kelola keuangan desa.

Aplikasi Siskeudes merupakan alat bantu yang diperuntukan untuk Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penata usahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban secara komputerisasi.

Dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan desa, pemerintah telah meluncurkan aplikasi siskeudes versi 2.0. Aplikasi ini sudah disesuikan dengan Pengelolaan Keuangan Desa yang terbaru yaitu Permendagri 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Peluncuran Siskeudes versi 2.0 bertujuan untuk lebih memudahkan desa dalam pembuatan Peraturan Anggaran Pendapatan Belanjan Desa (APBDes) dan pengwujudan pengelolaan keuangan desa yang lebih transparan, akuntabel, tertib dan disiplin.

Keunggulan dan kelebihan Aplikasi Siskeudes

Keunggulan dan kelebihan dari aplikasi Siskeudes versi Permendagri 20 Tahun 2018 diantaranya : 
  1. Sesuai dengan regulasi Pengelolaan Keuangan Desa yang berlaku; 
  2. Aplikasi Siskeudes memudahkan tata kelola Keuangan Desa dan Dana Desa; 
  3. User friendly sehingga memudahkan dalam penggunaan aplikasi untuk level Pemerintah Desa; 
  4. Didukung dengan petunjuk pelaksanaan implementasi dan manual aplikasi;
  5. Dibangun dan dikembangkan dengan melibatkan seluruh pihak yang terkait dengan Pengelolaan Keuangan Desa (built-in internal control); 
  6. Kesinambungan Maintenance karena merupakan aplikasi resmi Pemerintah;
  7. Aplikasi dapat diintegrasikan dengan aplikasi terkait pengelolaan keuangan desa lainnya, seperti aplikasi OM-SPAN milik Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan SIPEDE milik Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT).

SIPEDE adalah sebuah sistem aplikasi monitoring yang digunakan oleh Kementerian Desa untuk pemantauan dan monitoring pengelolaan dana desa secara terintegrasi dan kontinyu pada program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.


Dengan kehadiran Siskeudes versi 2.0 menuntut para operator aplikasi keuangan desa untuk meningkatkan kemampuannya dalam penggunaan aplikasi ini. Semoga bermanfaat.

21 November 2018

Cara Membuat APBDes Perubahan Menggunakan Sikeudes 2018

Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Sikeudes) adalah aplikasi yang dikembangkan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPK) yang diperuntukkan untuk pengelolaan keuangan desa.

Pengelolaan Keuangan Desa mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 20 Tahun 2018. Permendagri ini merupakan perubahan atas Permendagri No 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Dalam penerapan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa memerintah kepala desa untuk menguasakan sebahagian kekuasaan pengaturan keuangan kepada perangkat desa selaku PPKD (Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa). Pelaksana pengelolaan keuangan desa terdiri dari Sekretaris Desa, Kaur/Kasi dan kaur keuangan.

Sekretaris desa bertugas sebagai koordinator PPKD. Kaur keuangan melaksanakan fungsi kebendaharaan, dan kaur/kasi bertugas sebagai pekaksana kegiatan anggaran. Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 dengan sendirinya menuntut banyak peran Sekdes, Kaur dan Kasi.

Terdapat 3 dokumen penting dalam perencanaan pembangunan desa, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa/RPJMDes), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa/RKPDes) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa/APBDes).

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 pasal 29 ayat (3) RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan dan ayat (4) RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. 

Dalam satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa, APBDes dapat dilakukan perubahan hanya satu kali selambat-lambatnya 3 bulan (akhir bulan September) sebelum tahun anggaran berakhir yang ditetapkan dengan peraturan desa. Alur penyusunan APBDes perubahan pada prinsipnya sama dengan tahapan dan prosedur penyusunan APB Desa.

Cara Membuat APBDes Perubahan menggunakan Aplikasi Siskeudes Tahun 2018, disadur dari banjaranyar.net, sebagai berikut:
  1. Copy satu folder aplikasi Siskeudes 2018 pada drive D, kemudian rubah folder siskeudes dengan menambahkan “PERUB” dibelakangnya, contohnya : “Apl_SiskeudesR106_2018–PERUB”, maksudnya untuk membedakan folder apbdes induk dengan apbdes perubahan dan data APBDes 2018 induk tetap aman. Rename folder dengan menambahkan kata “PERUB“, tidak harus terserah masing-masing desa.
  2. Buka folder D:\Apl_SiskeudesR106_2018–PERUB dan hapus file config.ini
  3. Buka aplikasi Siskeudes 2018 dengan klik dobel pada file SimKeu_DesaV12.exe, kemudian koneksikan dengan data basenya dengan klik tombol di samping text box Data Base Yang Diaktifkan, kemudian klik tombol Test, dan klik tombol Simpan. Lakukanlah login dengan user dan password masing masing desa.
  4. Pada tahap ini Siskeudes 2018 telah terbuka dengan data base APBDes 2018 induk, kemudian klik Data Entry >> Penganggaran >> Data Umum Desa. Rubah APBDES menjadi APBDES Perubahan, dengan cara klik Ubah, pada Status APBDes, rubah menjadi PAK, Kemudian Klik Simpan.
  5. Lakukan perubahan tambah kurang pada mata anggaran yang akan dirubah (angka yang berwarna merah) pada Modul Belanja atau akan melakukan tambahan akun Belanja Kegiatan yang baru.
Tips Input APBDes Perubahan 2018:
  1. Apabila mata anggaran dirubah ke tambah (lebih besar nilainya dengan anggaran induk) harap dicek juga pada sumber dana pada pendapatan dan sebaiknya perubahan dilakukan pada Pendapatan Desa terlebih dahulu, sehingga pada saat melakukan perubahan tambah pada Belanja akan terjadi ketersedian sumber dana.
  2. Apabila ada mata anggaran yang akan dihapus pada APBDes Perubahan, lakukanlah perubahan pada jumlah satuan Belanja menjadi Nol, tidak usah menghapus akun Belanja.
  3. Selama proses APBDes Perubahan 2018, Penatausahaan Siskeudes 2018 tetap berjalan dengan menggunakan APBDes induk. Kemudian lakukanlah proses export import Penatausahaan Siskeudes 2018 apabila Perdes APBDes telah ditetapkan dan selanjutnya Penatausahaan Siskeudes 2018 menggunakan Aplikasi Siskeudes 2018 yang telah dirubah.
Demikian tentang Cara Membuat APBDes Perubahan Menggunakan Siskeudes Tahun 2018, berdasarkan bintek BPKP dan pengalaman yang sudah dipraktekkan dan harap dikoreksi jika ada kesalahan. 

18 September 2018

Aturan Keuangan Desa Berubah, Desa Dipaksa Belajar Lagi

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) sudah masuk tahun ke empat, karena efektif berjalan sejak 2015.
 
tata kelola keuangan desa terbaru
Pemberdayaan desa menemukan beragam tantangan dan pembelajaran. Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh pengelola keuangan desa dalam waktu dekat adalah penyesuaiantata kelola keuangan desa  terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 tahun 2018 (Permendagri 20/2018) tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Permendagri 20/2018 mencabut Permendagri 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan beberapa pasal atau ayat terkait pada Permendagri 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.

Catatan Perubahan Mendasar Pengelolaan Keuangan Desa
  1. Pencatatan akutansi keuangan menggunakan metode Basis Kas. Artinya, transaksi keuangan baru dicatat jika sudah terjadi penerimaan atau pengeluaran. Sebelumnya menggunakan basis akrual yang mencatat semua transaksi meskipun belum ada pengeluaran atau penerimaan kas.
  2. Pengelola keuangan diharuskan berasal dari perangkat desa yang terdiri dari Kepala Urusan (Kaur) dan Kepala Seksi (Kasi). Dalam hal ini sebenarnya Kabupaten/Kota bisa mengatur (melalui Perbup) mengenai adanya unsur masyarakat yang masuk menjadi tim pelaksana kegiatan. Penatausahaan atau fungsi perbendaharaan dilakukan oleh Kaur Keuangan, sebelumnya oleh Bendahara.
  3. Terdapat perubahan struktur kodifikasi Bidang, Sub Bidang, Kegiatan, Jenis Belanja, Obyek Belanja, hingga item belanja/pengeluaran. Struktur ini termasuk penentuan kode rekening yang baku hingga item belanja dalam rancangan anggaran. Penambahan item yang dinamis (di luar kebakuan) hanya disediakan nomor kode rekening 90-99 saja. Terlihat ambisi yang tinggi untuk kepentingan agregasi secara nasional.
  4. Terdapat tambahan format dokumen penganggaran, pelaksanaan, hingga laporan realisasi dan pertanggungjawaban. Dokumen tambahan tersebut (selain yang sudah termuat dalam Permendagri 113/2014) meliputi: DPA, RKA, RKK, RAK, Buku Pembantu Panjar, Buku Pembantu Terima Swadaya, laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan, Catatan atas Laporan Keuangan (CALK), dan laporan program sektoral.
  5. Adanya kewenangan BPD untuk menolak RAPBDesa.
  6. Kewenangan pembinaan dan pengawasan bukan hanya pada level kabupaten/kota dan provinsi, tetapi hingga level Kementerian.
Tantangan Penguatan Kapasitas dan Pemberdayaan Desa

Aturan baru akan mengakibatkan aturan turunan baru. Mekanisme baru akan mengakibatkan penyesuaian secara sosial dan teknis di lapangan. Dalam hal ini pengelola keuangan di desa juga “harus” menyesuaikan tata kelola keuangan yang sudah berjalan selama ini dengan aturan dan mekanisme yang baru. Bukan hanya desa, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi pun juga harus menyiapkan pola penguatan kapasitas dan pendampingan desa sehingga pengelolaan keuangan desa tidak menjebak desa pada aspek teknokratis dan administatif saja. Selain itu, implementasi UUDesa tidak hanya dimaknai dengan pengelolaan Akutansi Dana Desa.

Refleksi
Mengutip pernyataan Sutoro Eko dalam diskusi yang digelar Institute for Research and Empowerment (IRE) pada 21/07/2018 di Yogyakarta bertajuk “Meluruskan Jalan Desa”, ada tiga poin penting reflektif yang perlu dilakukan oleh desa dalam implementasi UUDesa, yaitu:
  1. Radikalisasi Desa, dimaknai sebagai gotong royong dalam merebut kuasa pengelolaan urusan desa
  2. Dekolonialisasi, dimaknai sebagai melawan penjajahan yang menggunakan regulasi dan teknokrasi
  3. Siasat dan Negosiasi, dimaknai dengan Desa harus tetap menyiasati pemberdayaan masyarakat desa demi keutuhan karakter desa yang berdaya.
Silahkan unduh Permendagri 20/2018 dan lampirannya disini.

Sumber: https://sekolahdesa.or.id/aturan-pengelolaan-keuangan-desa-berubah-ambisi-teknokrasi-desa/

04 Agustus 2018

Bupati/Walikota Segera Menyusun Peraturan Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018

Sehubungan dengan telah ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, sebagai pengganti atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014. 

Menteri Dalam Negeri meminta para Gubernur seluruh Indonesia untuk mengambil langkah-langkah tentang Tindak Lanjut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Mengarahkan dan memfasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melakukan penyesuaian atas Peraturan Bupati/Walikota mengenai Pengelolaan Keuangan Desa berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 paling lambat penyusunan bulan September 2018, untuk selanjutnya ditindak lanjuti oleh Desa terutama dalam rancangan Anggaran Pelaksanaan Belanja Desa (APBDes) tahun anggaran 2018.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa


Penyesuaian Peraturan Bupati/Walikota tentang Pengelolaan Keuangan Desa terutama mengenai pengaturan belanja sub bidang penanggulangan bencana keadaan darurat dan keadaan mendesak yang berskala lokal desa, mengenai penyertaan modal, mengenai pedoman penyusunan APBDes, mengenai kriteria keadaan luar biasa untuk perubahan perdes tentang Perubahan APBDes, dan mengenai pengaturan jumlah uang tunai yang dapat disimpan oleh kaur Keuangan Desa.

Selanjutnya, mengarahkan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk segera memfasilitasi Pemerintah Desa untuk mempedomani Permendagri Nomor 20 Tahun 2018.


Dalam surat tersebut, Gubernur juga diminta untuk memerintah Bupati/Walikota di dilingkungan masing-masing untuk menyampaikan laporan konsolidasi pelaksanaan APB Desa kepada Menteri Dalam Negeri sebagaimana amat dalam Pasal 68 dan Pasal 72 ayat (2) Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 dan disertai tembusannya kepada Gubernur. 

File PDF Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur tentang Tindak Lanjut Peraturan Mendagri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, donwload disini.

File PDF Surat Menteri Dalam Negeri untuk Bupati/Walikota tentang Tindak Lanjut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, donwload disini.(*)

07 Juli 2018

Pembukuan Keuangan Badan Usaha Milik Desa

Sebagai lembaga keuangan desa yang menjalankan bisnis keuangan (financial business) yang memenuhi kebutuhan usaha-usaha skala mikro yang dijalankan oleh pelaku usaha ekonomi Desa, BUMDes wajib untuk membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan dengan jujur dan transparan. 
Fungsi dari akuntansi adalah untuk menyajikan informasi keuangan kepada pihak internal dan eksternal dan sebagai dasar membuat keputusan. Pihak internal BUMDes adalah pengelola dan Dewan Komisaris, sedangkan pihak eksternal adalah pemerintah kabupaten, perbankan dan masyarakat yang memberikan penyertaan modal serta petugas pajak.

Selain itu, BUMDes juga wajib memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada masyarakat desa melalui musyawarah desa sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun.

Secara umum, prinsip pembukuan keuangan BUMDes tidak berbeda dengan pembukuan keuangan lembaga lain pada umumnya. BUMDes harus melakukan pencatatan atau pembukuan yang ditulis secara sistematis dari transaksi yang terjadi setiap hari. Pencatatan transaksi itu umumnya menggunakan sistem akuntansi. 

Fungsi dari akuntansi adalah untuk menyajikan informasi keuangan kepada pihak internal dan eksternal dan sebagai dasar membuat keputusan. Pihak internal BUMDes adalah pengelola dan Dewan Komisaris, sedangkan pihak eksternal adalah pemerintah kabupaten, perbankan dan masyarakat yang memberikan penyertaan modal serta petugas pajak.

Tujuan pembukuan keuangan secara umum adalah:

Untuk mengetahui perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu, baik perkembangan omzet penjualan, laba/rugi maupun struktur permodalan.
  1. Untuk mengetahui kemungkinan kerugian sejak dini, sehingga gulung tikar bisa dihindari.
  2. Untuk mengetahui kondisi persediaan barang/jasa setiap saat. Sehingga dapat digunakan untuk menyusun strategi manajemen persediaan. Pada unit usaha dagang yang disebut persediaan adalah barang dagangan. Pada unit usaha industri adalah persediaan bahan mentah, barang dalam proses maupun barang jadi. Sedang pada unit simpan pinjam yang disebut persediaan adalah persediaan uang.
  3. Untuk mengetahui sumber dan penggunaan dana BUMDes, sehingga bisa mengevaluasi kinerja keuangan BUMDes.
Seperti laporan keuangan pada umumnya, beberapa istilah akuntansi umum juga digunakan dalam pembukuan keuangan BUMDes. Secara garis besar, ada empat istilah umum akuntansi yang digunakan dalam pembukuan BUMDes, yakni: Harta, Hutang, Biaya dan Pendapatan. 

Berikut penjelasan singkat istilah-istilah tersebut.
  1. Harta dalam pengertian akuntansi adalah semua barang dan hak milik perusahaan (BUMDes) dan sumber ekonomi lainnya. Harta BUMDes dapat dibedakan menjadi tiga macam yakni harta tetap, harta lancar dan harta tidak berwujud.
  2. Hutang, merupakan kewajiban yang harus dibayar pada masa mendatang (sesuai dengan kesepakatan yang dibuat) akibat dari suatu transaksi. Berdasarkan waktu pembayaran, hutang dapat dibedakan menjadi dua yaitu hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang.
  3. Pendapatan, adalah peningkatan harta/aktiva perusahaan sebagai akibat terjadinya transaksi yang menguntungkan. Misalnya, BUMDes membeli produk hasil pertanian per kg harganya Rp. 1.000,- dan dijual di pasar dengan harga per kg Rp. 1.250,-. Maka selisih antara harga beli dengan harga jual sebesar Rp. 250,- merupakan pendapatan BUMDes.
  4. Biaya, adalah harta yang digunakan untuk menghasilkan pendapatan dalam satu periode tertentu yang habis terpakai. Terdapat tiga jenis biaya yang umumnya harus dibayar oleh BUMDes yaitu: Harga Pokok Penjualan, Biaya operasi dan Biaya lain-lain.

Dalam proses pengelolaan pembukuan keuangan BUMDes juga menggunakan standar yang sama dalam pembuatan bukti transaksi seperti yang digunakan oleh pengguna akuntansi pada umumnya. Dalam akuntansi dikenal sifat-sifat bukti yang harus ada di dalamnya. Tanpa adanya sifat-sifat bukti-bukti tersebut, maka pencatatan atau pembukuan menjadi tidak memiliki makna. 

Sifat-sifat bukti tersebut berkaitan dengan:
Sifat transaksi, ini menunjuk pada jenis transaksi yang dibuktikan dalam catatan. Misalnya, pembayaran hutang, pembelian bahan baku, pembayaran sewa, penerimaan hasil penjualan produk (barang atau jasa), dll.

Menyebutkan pihak-pihak yang terlibat, dalam proses transaksi umumnya terdapat dua atau lebih pihak-pihak yang terlibat. Siapa saja yang terlibat dalam proses itu harus dijelaskan untuk selanjutnya dicatat dalam buku jurnal. Misalnya, BUMDes melakukan pembelian bahan baku dari UD “Sejahtera” tunai senilai Rp. 3.500.000,-. Dalam kasus ini pihak UD “Sejahtera” sebagai penjual dan BUMDes sebagai pembeli.

Menyebutkan jenis barang atau jasa dalam transaksi, jenis barang atau jasa yang dibeli atau dijual harus dilakukan pencatatan secara benar. Misalnya, dari kasus di atas BUMDes membeli bahan baku berupa tepung gandum sebanyak 5 kwt.

Menyebutkan tanggal transaksi, tanggal transaksi harus dibuat supaya diketahui kapan peristiwa itu terjadi dan berapa banyak dana yang diterima atau dikeluarkan. Misalnya, dari kasus di atas BUMDes membeli bahan baku berupa tepung gandum dari UD “Sejahtera” pada tanggal 16 April 2007.

Beberapa contoh bukti transaksi yang diperlukan dalam pencatatan/pembukuan menggunakan akuntansi adalah kuitansi, nota, chek, bon dan faktur.

Proses pembukuan untuk BUMDes sendiri bisa dilakukan dengan sistem yang diterapkan dalam akuntansi sederhana, yakni dengan membuat dan mengumpulkan bukti transaksi, seperti kwitansi, nota atau bon pembelian maupun penjualan. Dari hasil mengumpulkan bukti transaksi kemudian menyusun buku kas harian atau arus kas (Cash Flow) ke dalam bentuk buku kas harian. Dari Buku Kas Harian ini dapat diketahui berapa besarnya uang masuk dan keluar serta saldo atau sisa dana dalam setiap harinya. Penting untuk difahami bahwa jangan sampai uang yang keluar lebih besar dari yang masuk agar tidak terjadi defisit.

Untuk memudahkan penggunaan buku harian kas diperlukan membuat sebuah kelompok rekening yang akan memudahkan pengguna laporan keuangan dalam membuat, mengelompokkan dan menyusun pembukuan. Apabila BUMDes mengalami perkembangan sehingga transaksinya bertambah banyak setiap harinya, maka pembukuannya dapat ditambah dengan membuat laporan neraca saldo dan laporan keuangan. 

Laporan keuangan diperlukan untuk mengetahui kinerja keuangan BUMDes secara keseluruhan selama satu periode (biasanya satu tahun). Laporan keuangan akuntansi umum terdiri dari neraca, laporan laba/rugi dan laporan perubahan modal.

Demikian tentang Pembukuan Keuangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dikutip dari upacaya.com. Semoga bermanfaat.

22 Mei 2018

5 Siklus Pengelolaan Keuangan Desa

Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan Desa.
Siklus Pengelolaan Keuangan Desar
Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dilakukan dengan Basis Kas (Cash Basis). Basis Kas merupakan pencatatan transaksi pada saat kas diterima atau dikeluarkan dari Rekening Kas Desa. Artinya, pencatatan baru dilakukan ketika terjadi transaksi dimana uang benar-benar sudah diterima atau dikeluarkan.

Dalam bahasa yang lain, Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar yang digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembayaran.

Basis Kas (Cash) berbeda dengan Basis Akrual (Accrual Basis). Dalam basis akrual transaksi sudah dapat dicatat walaupun uang belum benar-benar diterima atau dikeluarkan.

5 Siklus Pengelolaan Keuangan Desa 

Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan Desa. 

Adapun 5 Siklus Pengelolaan Keuangan Desa, sebagai berikut:

1. Perencanaan

Perencanaan pengelolaan keuangan desa merupakan perencanaan penerimaan dan pengeluaran pemerintah desa pada tahun anggaran berkenan yang dianggarankan dalam APB Desa.

2. Pelaksanaan

Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa merupakan penerimaan dan pengeluaran Desa yang dilaksanakan melalui rekening kas Desa pada bank yang ditunjuk Bupati/Wali Kota.

Rekening kas Desa dibuat oleh Pemerintah Desa dengan spesimen tanda tangan kepala Desa dan Kaur Keuangan. Dalam kondisi Desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya, rekening kas Desa dibuka di wilayah terdekat.

3. Penatausahaan

Penatausahaan keuangan dilakukan oleh Kaur Keuangan sebagai pelaksana fungsi kebendaharaan. Penatausahaan dilakukan dengan mencatat setiap penerimaan pengeluaran dalam buka kas umum (BKU) yang ditutup setiap akhir bulan.

Dalam penatausahaan keuagan, Kau Keuangan Desa diwajibkan membuat Buku Pembantu Kas Umum yang terdiri dari:

  • Buku pembantu bank merupakan buku catatan penerimaan dan pengeluaran melalui rekening kas Desa.
  • Buku pembantu pajak merupakan buku catatan penerimaan potongan pajak dan pengeluaran setoran pajak, dan 
  • Buku pembantu panjar merupakan catatan pemberian dan pertanggungjawaban uang panjar.
4. Pelaporan

Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksana APBDes semester pertama kepada Bupati/Walikota melalui camat, yang terdiri dari laporan pelaksanaan APBDes dan laporan realisasi kegiatan.

Kepala Desa menyusun laporan dengan cara menggabungkan seluruh laporan paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan. 

5. Pertanggungjawaban

Laporan pertanggungjawaban disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Peraturan Desa disertai dengan laporan keuangan, laporan realisasi dan daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya yang masuk ke Desa.

Laporan pertanggungjawaban merupakan bagian dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa akhir tahun anggaran. 
Selain laporan pertanggungjawaban kepada Bupati/Walikota, pemerintah Desa berkewajiban menginformasikan kepada masyarakat melalui media informasi.

Adapun informasi kepada masyarakat paling sedikit harus memuat laporan realisasi APBDesa, laporan realisasi kegiatan, laporan kegiatan yang belum selesai dan/atau tidak terlaksanan, laporan sisa anggaran dan alamat pengaduan.

Secara lengkap tentang pengelolaan keuangan desa dapat baca dalam BAB IV Permendagri Nomor 20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Semoga bermanfaat.

19 Mei 2018

Tugas Sekretaris Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Sekretaris desa (Sekdes) memegang peran stategis di Desa, baik dalam penataan administrasi desa dan pengelolaan keuangan desa. Manakala sekdes tidak mampu menjalankan tugas-tugasnya dengan baik, maka beragam persoalan akan muncul, dan akibatnya desa tidak akan maju dan berkembang.

Sekretaris Desa adalah perangkat desa yang berkedudukan sebagai unsur pimpinan sekretariat desa yang menjalankan tugas sebagai koordinator Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).

Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan desa. Sekretaris Desa adalah perangkat desa yang berkedudukan sebagai unsur pimpinan sekretariat desa yang menjalankan tugas sebagai koordinator Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).

Karena itu, seorang sekdes seyogianya memiliki kemampuan di atas rata-rata perangkat desa lainnya yaitu kepala urusan (kaur) dan kepala seksi (kasi) sehingga roda pemerintahan di desa dapat berjalan dengan baik, seperti kemampuan dalam pengelolaan keuangan desa.

Apa Tugas Sekretaris Desa (Sekdes) dalam Pengelolaan Keuangan Desa?

Dalam Pasal 5 Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Sekretaris Desa bertugas sebagai sebagai koordinator PPKD dan mempunyai tugas:

  • Mengkoordinasiokan penyusunan dan pelaksanan kebijakan APB Desa;
  • Mengkoordinasikan penyusunan rancangan APB Desa dan rancangan perubahan APB Desa;
  • Mengoordinasikan penyusunan rancangan peraturan Kepala Desa tentang penjabaran APBDes dan perubahan APB Desa;
  • mengkoordinasi tugas perangkat desa lain yang menjalankan tugas PPKD, dan
  • mengkoordinasikan penyusunan laporan keuangan desa dalam rangka pertanggungjwaban pelaksanaan APB Desa.
Selain tugas-tugas diatas, Sekretaris Desa mempunyai tugas:
  • Melakukan verifikasi terhadap DPA, DPPA, dan DPAL;
  • Melakukan verifikasi terhadap RAK Desa, dan
  • Melakukan verifikasi terhadap bukti penerimaan dan pengeluaran APB Desa.
Apa Tugas Kaur dan Kasi dalam Pengelolaan Keuangan Desa?

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6 Permendagri No.20/2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, Kepala Urusan (Kaur) dan Kepala Seksi (Kasi) mempunyai tugas:
  • Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja sesuai bidang tugasnya;
  • Melaksanakan anggaran kegiatan sesuai bidang tugasnya;
  • Mengendalikan kegiatan sesuai bidang tugasnya
  • Menyusun DPA, DPPA, dan DPAL sesuai bidang tugasnya;
  • Menandatangani perjanjian kerja sama dengan penyedia atas pengadaan barang/jasa untuk kegiatan yang berada dalam bidang tugasnya, dan
  • Menyusun laporan pelaksanaan kegiatan sesuai bidang tugasnya untuk pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa.
Pembagian tugas Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran dilakukan berdasarkan bidang tugas masing-masing dan ditetapkan dalam RKP Desa.

Kaur dan Kasi dalam melaksanakan tugas dapat dibantu oleh tim yang melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa yang karena sifat dan jenisnya tidak dapat dilakukan sendiri. 

Tim berasal dari unsur perangkat Desa, lembaga kemasyarakat Desa dan/atau masyarakat, yang terdiri atas Ketua, sekretaris dan anggota.

Demikian rangkuman tentang tugas sekretaris desa dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan Desa. 

Tentunya, selain menjalankan tugas-tugas terkait pengelolaan keuangan desa, sekdes juga berkewajiban melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi kewajibannya. Semoga!

18 Mei 2018

Tugas dan Wewenang Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018 menyatakan Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. 

Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.

Keseluruhan kegiatan pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan petanggungjawaban keuangan Desa. 

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, yang selanjutnya disingkat PKPKD adalah kepala Desa atau sebutan nama lain yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan Desa.

Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa, Pasal 3 Permendagri No.20 Tahun 2018 sebagai berikut:

(1) Kepala Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD) dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik Desa yang dipisahkan. 

(2) Kepala Desa selaku PKPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan: 
a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APB Desa;
b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang milik Desa;
c. Melaksanakan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APB Desa;
d. Menetapkan PPKD;
e. Menyetujui DPA, DPPA, dan DPAL;
f. Menyetujui RAK Desa; dan
g. Menyetujui SPP. 

(3) Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa selaku PPKD.

(4) Pelimpahan sebagian kekuasaan PKPKD kepada PPKD ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa.

Pelaksana pengelolaan keuangan desa (PPKD) adalah perangkat desa yang melaksanakan pengelolaan keuangan desa berdasarkan keputusan kepala Desa yang menguasakan sebagian kekuasaan PKPKD. 

PPKD terdiri atas Sekretrasi Desa, Kaur dan Kasi, dan Kaur Keuangan.

Demikian Tugas dan Wewenang Kepala Desa dalam Pengelolaan Keuangan Desa menurut Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

03 Mei 2018

Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Perubahan Pengelolaan Keuangan Desa

Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 merupakan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Perubahan Pengelolaan Keuangan Desa yang sebelumnya diatur melalui Peraturan Nomor 113 Tahun 2014.

Definisi Keuangan Desa menurut Permendagri 113/2014 adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa. 
Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 merupakan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Perubahan Pengelolaan Keuangan Desa yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Nomor 113 Tahun 2014.
Keuangan Desa/Ilustrasi
Sedangkan dalam peraturan terbaru Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, definisi keuangan desa tidak berubah atau masih didefinisikan sama seperti dalam Permendagri 113/2014.

Sepertinya tidak semua isi dari Permendagri Nomor 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa akan dilakukan perubahan melalui Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. 

Berikut beberapa isu strategis seputar kebijakan perubahan Pengelolaan Keuangan Desa.


Azas Pengelolaan Keuangan Desa (Permendagri 113/2014)


(1) Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

(2) Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola
dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. 

Azas Pengelolaan Keuangan Desa (Permendagri 20/2018)

(1) Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

(2) APB Desa merupakan dasar pengelolaan keuangan Desa dalam masa 1 (satu) tahun anggaran mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Kekuasaan Pengelolan Keuangan Desa (Permendagri 113/2014)

Pasal 3

(1) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan
mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang
dipisahkan.


(2) Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
b. menetapkan PTPKD;
c. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
d. menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDesa;
dan
e. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban
APBDesa. 

(3) Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu
oleh PTPKD


Pasal 4

PTPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) berasal dari unsur
Perangkat Desa,terdiri dari:
a. Sekretaris Desa;
b. Kepala Seksi; dan
c. Bendahara.


Kekuasaan Pengelolan Keuangan Desa (Permendagri 20/2018) 

(1) Kepala Desa adalah PKPKD dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik Desa yang dipisahkan.

(2) Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa, kepala Desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa selaku PPKD.

(3) Pelimpahan sebagian kekuasaan PKPKD kepada PPKD ditetapkan dengan keputusan kepala Desa.

PPKD terdiri atas: 
a. Sekretaris Desa;
b. Kaur dan Kasi; dan 
c. Kaur keuangan. 

Pembinaan dan Pengawasan (Permendagri 113/2014)

Pasal 44

1) Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bagi hasil Pajak dan Retribusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa.

2) Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.

Pembinaan dan Pengawasan (Permendagri 20/2018)

1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan yang dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa dan Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan tugas dan fungsi.

2) Pemerintah Daerah Provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemberian dan penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/ kota, dan bantuan keuangan kepada Desa.

3) Bupati/Wali Kota melakukan pembinaan dan pengawasan yang dikoordinasikan dengan APIP kabupaten/kota.

Adapun bentuk Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Desa, meliputi:

1. Laporan Keuangan terdiri atas; 
  • Laporan Realisasi APB Desa, dan 
  • Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK).
2. Laporan realisasi kegiatan; dan 
3. Daftar Program Sektoral, Program Daerah dan Program lainnya yang masuk ke Desa. 

Demikian beberapa isu strategis tentang perubahan Pengelolaan Keuangan Desa. Donwload Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.(dbs)

01 Maret 2018

Tata Kelola Penganggaran Desa

Pengelolaan keuangan desa haruslah berdasarkan tatakelola pemerintahan yang baik (good governance). Pengelolaan keuangan desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 harus dijalankan dengan azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilaksanakan dengan tertib dan disiplin anggaran. 
Asas Penganggaran Keuangan Desa
Asas transparansi merupakan prinsip keterbukaan, memungkinkan semua masyarakat untuk mengetahui dan mendapat akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan desa. Informasi tentang keuangan dan penyelenggaraan pemerintahan desa yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif merupakan hak masyarakat. Penerapan asas transparansi ini tentunya dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan.

Azas akuntabel dalam keuangan desa merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya. Dan juga pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menentukan apakah setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa bisa dipertanggungjawabkan. 

Pertanggungjawaban tidak hanya diberikan kepada pemerintahan yang lebih tinggi tetapi juga kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan azas partisipatif, merupakan penyelenggaraan pemerintahan desa yang melibatkan/mengikutsertakan kelembagaan Desa dan kelompok masyarakat Desa. Pelibatannya dilakukan dalam setiap tahapan baik perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasinya. 

Pengelolaan keuangan desa juga harus dijalankan secara tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.


Selain hal di atas, pengelolaan keuangan desa harus dijalankan dengan mengedepankan keadilan. Artinya harus ada keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif. 

Selain itu, harus dipastikan pula kemanfatan penggunaan keuangan desa untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat khususnya bagi kelompok warga miskin, perempuan dan pelestarian lingkungan.

Oleh karena itu, dalam menjalankan pengelolaan anggaran, pemerintah desa perlu memperhatikan fungsi APBDesa, sebagai berikut:

  • Fungsi otorisasi adalah bahwa anggaran desa menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. 
  • Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran desa menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
  • Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran desa menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 
  • Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran desa harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian desa.
  • Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran desa harus memperhatikan rasa keadilan bagi masyarakat desa. 
  • Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah desa menjadi alat untuk memelihara dan mengucapkan keseimbangan fundamental perekonomian desa.
Menurut Pasal 71 UU Desa keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban desa menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan desa. 

Selanjutnya dalam pasal 75 disebutkan bahwa kepala desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Di dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, kepala desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat desa. Selain itu, di pasal 72 ayat (5) juga disebutkan bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan desa, kepala desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk.

Jika merujuk pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, maka tidak ada bab yang secara khusus mengatur tentang keuangan desa.

Pengaturan hanya sampai di tingkat kabupaten/kota dan desa dianggap bagian dari kabupaten/ kota. Regulasi yang mengatur tentang keuangan desa adalah PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa yang merupakan aturan turunan dari UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 
Substansi yang diatur di PP No. 72 Tahun 2005 relatif sama dengan substansi yang ada di dalam UU Desa. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaturan tentang keuangan desa di dalam UU Desa ini adalah meningkatkan status hukum dari Peraturan Pemerintah menjadi Undang-Undang.

(Referensi: Mewujudkan Desa Inklusif, Perencanaan Penganggaran Partisipatif Pro Poor dan Responsif Gender, Donwload Disini)

29 Desember 2017

Tatacara Penganggaran dan Pengalokasian Dana Desa

Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 119/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/Kota dan Penghitungan Rincian Dana Setiap Desa.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 199/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/Kota dan Penghitungan Rincian Dana Setiap Desa.

Tatacara Penganggaran Dana Desa 

Pasal 2 ayat (1) Rincian Dana Desa setiap daerah kabupaten/kota dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan:

a. Alokasi Dasar, 
b. Alokasi Afirmasi, dan
c. Alokasi Formula.

Alokasi Dasar adalah alokasi minimal Dana Desa yang akan diterima oleh setiap Desa secara merata yang besarnya dihitung berdasarkan persentase tertentu dari anggaran Dana Desa yang dibagi dengan jumlah desa secara nasional. 

Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal, yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi.

Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa setiap kabupaten/ kota. 

Tatacara Pengalokasian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota

Pasal 4 
Ayat (1) Pengalokasian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

DD Kab/Kota = AD Kab/Kota + AA Kab/Kota + AF Kab/Kota  

Keterangan:
DD Kab/Kota = Dana Desa setiap Kab/Kota 
AD Kab/Kota = Alokasi Dasar setiap Kab/Kota 
AA Kab/Kota = Alokasi Afirmasi setiap Kab/Kota 
AF Kab/Kota = Alokasi Formula setiap Kab/Kota 

Ayat (2) Pagu Alokasi Dasar dihitung sebesar 77% (tujuh puluh tujuh persen) dari anggaran Dana Desa dibagi secara merata kepada setiap desa. 

Ayat (3) Pagu Alokasi Afirmasi dihitung sebesar 3% (tiga persen) dari anggaran Dana Desa dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin tinggi.

Ayat (4) Status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber dari data indeks desa membangun yang diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Ayat (5) Data jumlah penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersumber dari Kementerian Sosial. 

Ayat (6) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin terbanyak yang berada pada kelompok desa pada desil ke 8 (delapan), 9 (Sembilan), dan 10 (sepuluh) berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 

Ayat (7) Pagu Alokasi Formula dihitung sebesar 20% (dua puluh persen) dari anggaran Dana Desa dibagi berdasarkan jumlah penduduk Desa, angka penduduk miskin Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis Desa dengan bobot sebagai berikut:

a. 10% (sepuluh persen) untuk jumlah penduduk; 
b. 50% (lima puluh persen) untuk angka kemiskinan; 
c. 15% (lima belas persen) untuk luas wilayah; dan 
d. 25% (dua puluh lima persen) untuk tingkat kesulitan geografis.

Ayat (8) Angka kemiskinan Desa dan tingkat kesulitan geografis Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) masing-masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin Desa dan IKK kabupaten/kota. 

Pasal 5 
Ayat (1) Besaran Alokasi Dasar setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan Alokasi Dasar setiap desa dengan jumlah Desa di daerah kabupaten/kota. 

Ayat (2) Alokasi Dasar setiap desa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dihitung dengan cara membagi pagu Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dengan jumlah Desa secara nasional. 

Ayat (3) Jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan data jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada Kementerian Keuangan. 

Pasal 6 
Ayat (1) Besaran Alokasi Afirmasi setiap kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

AA Kab/Kota= (AA DST * DST Kab/Kota) + (AA DT * DT Kab/Kota) 
Tatacara Pengalokasian Dana Desa setiap Kabupaten/Kota
Ayat (2) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa. 

Ayat (3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin tinggi dihitung sebesar 2 (dua) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa. 

Ayat (4) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rumus Alokasi Afirmasi setiap Desa
Pasal 7
Besaran Alokasi Formula setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 

AF Kab/Kota = {(O, 10 * Yl) + (0,50 * Y2) + (0, 15 * Y3) + (0,25 * Y4)} * (0,20 *DD)

Rumus Alokasi Formula setiap kabupaten/kota








Ayat (2) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan IKK kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari kementerian yang berwenang dan/atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik.

Ayat (3) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan IKK kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh kementerian yang berwenang dan/ atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Agustus sebelum tahun anggaran berjalan.

Ayat (4) Dalam hal data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan IKK kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terlambat atau tidak disampaikan, penghitungan nnc1an Dana Desa setiap . kabupaten/kota menggunakan data yang digunakan dalam penghitungan rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota tahun anggaran sebelumnya.  

Ayat (5) Dalam hal data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, dan luas wilayah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tersedia, penghitungan rincian Dana Desa dapat menggunakan data Desa induk secara proporsional atau data yang bersumber dari Pemerintah Daerah. 

Ayat (6) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, dan luas wilayah Desa yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh bupati/walikota kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Agustus sebelum tahun anggaran berjalan.

Tatacara Perhitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa

Pasal 8
Ayat (1) Berdasarkan rincian Dana Desa setiap daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), bupati/walikota melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa. 

Ayat (2) Rincian Dana Desa setiap Desa dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan:

a. Alokasi Dasar setiap Desa, 
b. Alokasi Afirmasi setiap Desa, dan  
c. Alokasi Formula setiap Desa.

Pasal 9
Ayat (1) Besaran Alokasi Dasar setiap Desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dihitung dengan cara membagi Alokasi Dasar setiap daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dengan jumlah Desa di kabupaten/kota yang bersangkutan. 

Ayat (2) Dalam hal jumlah Desa di daerah kabupaten/ kota berbeda dengan data jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), bupati/walikota menyampaikan pemberitahuan mengenai perbedaan jumlah Desa tersebut kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

Ayat (3) Dalam hal jumlah Desa di daerah kabupaten/kota lebih sedikit dibandingkan dengan data jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), bupati/walikota menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa setiap Desa berdasarkan rincian Dana Desa setiap daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) setelah dikurangi dengan jumlah Alokasi Dasar untuk selisih jumlah Desa dimaksud.

Ayat (4) Dalam hal jumlah Desa di daerah kabupaten/kota lebih banyak dibandingkan dengan data jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), bupati/walikota menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa setiap Desa berdasarkan data jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Pasal 10 
Ayat (1) Besaran Alokasi Afirmasi setiap desa se bagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b dihitung sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) sampai dengan ayat (4).  

Ayat (2) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan kepada Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk mi skin tinggi se bagaimana dimaksud dalam Pas al 4 ayat (6).

Ayat (3) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan surat pemberitahuan mengenai daftar Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada bupati/walikota.

Pasal 11
Ayat (1) Besaran Alokasi Formula setiap Desa dihitung dengan bobot sebagai berikut:

a. 10% (sepuluh persen) untuk jumlah penduduk; 
b. 50% (lima puluh persen) untuk angka kemiskinan; 
c. 15% (lima belas persen) untuk luas wilayah; dan 
d. 25% (dua puluh lima persen) untuk tingkat kesulitan geografis.

Ayat (2) Besaran Alokasi Formula setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 

AF Desa = {(0,10 * Zl) + (0,50 * Z2) + (0,15 * Z3) + (0,25 * Z4)} *AF Kab/Kota.
Rumus Alokasi Formula Dana Desa setiap Desa
Ayat (3) Angka kemiskinan Desa dan tingkat kesulitan geografis Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d, masing-masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin desa dan IKG Desa.

Ayat (4) IKG Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan ditetapkan oleh bupati/walikota berdasarkan data dari kementerian yang berwenang dan/ atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang statistik. 

Ayat (5) IKG Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan oleh beberapa faktor, meliputi:


a. ketersediaan prasarana pelayanan dasar;
b. kondisi infrastruktur; dan
c. aksesibilitas / transportasi.

Ayat (6) Penyusunan IKG Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengacu pada pedoman penyusunan IKG Desa.

Pasal 12
Ayat (1) Tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota.

Ayat (2) Peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), paling sedikit mengatur mengenai: 

a. tata cara penghitungan pembagian Dana Desa; 
b. penetapan rincian Dana Desa;
c. mekanisme dan tahap penyaluran Dana Desa;
d. prioritas penggunaan Dana Desa;
e. penyusunan dan penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana Desa; dan f. sanksi administratif. 

Ayat (3) Bupati/walikota menyampaikan peraturan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan so ftcopy kertas kerj a penghi tung an Dana Desa setiap Desa kepada Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara setempat dengan tembusan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, gubernur, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dan kepala Desa.

Kententuan-ketentuan lain diatur dalam pasal 13 yang berbunyi sebagai berikut: 

Pedoman penyusunan IKG Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) dan pedoman dan contoh penghitungan pembagian Dana Desa ke setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a, tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Demikian informasi tentang Tatacara Penganggaran dan Pengalokasian Dana Desa sebagaiman diatur dalam peraturan menteri keuangan.