Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi telah menerbitkan Panduan Pengajuan Nama dan Pendaftaran Badan Hukum Bumdes dan Bumdes Bersama.
Home
Posts filed under Modul Pendampingan
Tampilkan postingan dengan label Modul Pendampingan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Modul Pendampingan. Tampilkan semua postingan
28 Mei 2021
Donwload Panduan Pendaftaran Badan Hukum Bumdes dan Bumdes Bersama
23 Agustus 2020
Arah Tatanan Baru Indonesia dari Desa
Formulasi arah tatanan Indonesia baru dari Desa itu telah termaktub secara ringkas dan padat dalam rumusan visi Indonesia Baru dari Desa yang berbunyi sebagai berikut:
Terdapat tiga misi yang diposisikan sebagai cara pencapaian demi terwujudnya visi Indonesia baru dari desa tersebut, yaitu: pertama, menjadikan desa sebagai arena demokrasi politik lokal sebagai wujud kedaulatan politik; kedua, menjadikan desa sebagai arena demokratisasi ekonomi lokal sebagai wujud kedaulatan ekonomi; ketiga, pemberkuasaan melalui aktualisasi pengetahuan warga sebagai wujud kedaulatan data.
“Terselenggaranya politik pemerintah desa yang jujur, terbuka, dan bertanggung jawab untuk mewujudkan masyarakat yang partisipatif, emansipatif, tenggang rasa, berdaya tahan, mandiri, serta memuliakan kelestarian semesta ciptaan melalui pendayagunaan datakrasi yang ditopang oleh cara kerja pengetahuan dan pengamalan lintas ilmu bagi terwujudnya distribusi sumber daya yang setara untuk kesejahteraan warga dalam bingkai kebhinekaan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.”
Terdapat tiga misi yang diposisikan sebagai cara pencapaian demi terwujudnya visi Indonesia baru dari desa tersebut, yaitu: pertama, menjadikan desa sebagai arena demokrasi politik lokal sebagai wujud kedaulatan politik; kedua, menjadikan desa sebagai arena demokratisasi ekonomi lokal sebagai wujud kedaulatan ekonomi; ketiga, pemberkuasaan melalui aktualisasi pengetahuan warga sebagai wujud kedaulatan data.
Maksud penyusunan dokumen ini adalah untuk memberi panduan bagi pemerintahan desa dalam upaya merevisi atau menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi pandemi Covid-19.
Penyusunan dokumen ini memiliki beberapa tujuan penting sebagai berikut: pertama, pada tataran konseptual: untuk menggali pemikiran-pemikiran dari para akademisi, pemikir, peneliti, praktisi, birokrat, pelaku bisnis, dan media yang selanjutnya diformulasikan menjadi dokumen konseptual hasil olah pikir dan nalar budi;
kedua, pada tatanan praksis: untuk menghasilkan dokumen rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMDesa) yang akan memberi pola tata kelola pemerintahan dan tata hidup baru warga desa di seluruh Indonesia.
Secara khusus, dokumen ini memiliki sejumlah manfaat praktis berikut ini: pertama, ketentuan tentang arah tatanan Indonesia baru dari desa; kedua, tersusunnya acuan pembuatan RPJM Desa yang dapat menjadi rujukan pembuatan/revisi RPJMDesa desadesa di Indonesia; ketiga, terumuskannya tata nilai perilaku dan kebudayaan masyarakat desa yang dimulai dengan semangat dan tatanan Indonesia baru.
Penyajian buku putih ini terpilah ke dalam enam pembabakan berikut: Bab pertama memuat latar belakang, maksud dan tujuan, tentang pentingnya menginisiasi arah tatanan Indonesia baru yang disusun secara partisipatif di tengah kepungan pandemi Covid-19.
Bab kedua menyajikan paparan evaluasi kebijakan pembangunan desa dan imajinasi warga desa untuk tatanan Indonesia baru tersebut.
Bab ketiga menyajikan perincian persoalan dan isu-isu strategis yang berkaitan dengan tiga pilar kemandirian desa (politik, ekonomi dan data).
Bab keempat memaparkan hasil rumusan visi besar tatanan Indonesia baru dari desa dan tiga misi kedaulatan yang dijadikan sarana untuk menyasar visi besar tersebut, yaitu: kedaulatan politik dan pemerintahan desa, kedaulatan perekonomian desa, dan kedaulatan data desa.
Bab kelima memuat perincian arah kebijakan strategis yang terpilah dalam rumusan program dan indikator berdasarkan kerangka tiga pilar utama, yaitu: pilar kedaulatan ekonomi, pilar kedaulatan politik, dan pilar kedaulatan data desa.
Bab keenam memuat rumusan-rumusan kesimpulan dan rekomendasi yang bisa mempertegas berbagai langkah penting bagi terwujudnya arah tatanan Indonesia baru dari Desa tersebut.
Isi Deklarasi Arah Tatanan Baru Indonesia dari Desa. Selengkapnya dapat dibaca disini.
02 Oktober 2019
Panduan Teknis Pengembangan Kapasitas Literasi Desa
Leterasi Desa adalah kapasitas anggota masyarakat desa dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan tindakan pembacaan, perbincangan maupun penulisan tentang desa yang diperoleh dari keterlibatan langsung setiap warga masyarakat Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
Ilustrasi: Silhouette |
03 September 2019
Tahapan Pendirian BUMDes yang Sering Tidak Dilakukan di Desa
Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Struktur organisasi BUM Desa dibuat untuk menggambarkan bidang pekerjaan yang harus tercakup dalam organisasi, serta bentuk hubungan kerja diantara bidang pekerjaan tersebut, baik hubungan instruksi, konsultasi, atau pertanggunganjawaban.
2. Menyusun Deskripsi Tugas atau Job Description
Deskripsi tugas setiap anggota pengelola BUM Desa diperlukan untuk memperjelas peran dan tanggungjawabnya, dengan adanya pembagian tugas dapat menghindari tumpang-tindih dalam menjalankan tugas, serta menentukan kompetensi yang dibutuhkan dari orang-orang yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu.
3. Menetapkan sistem koordinasi
Koordinasi adalah aktivitas menyatukan berbagai tujuan yang bersifat parsial keseluruhan) ke dalam satu tujuan umum. Sistem koordinasi yang baik memungkinkan kerja sama antar unit usaha BUM Desa berjalan efektif.
4. Menyusun bentuk dan aturan kerjasama dengan pihak ketiga
Kerja sama BUMDes dengan pihak ketiga, baik menyangkut transaksi jual-beli atau simpan-pinjam, penting untuk diatur dalam perjanjian kerjasama yang jelas dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga dikerjakan bersama-sama dengan dewan penasehat.
Pendirian BUMDes disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan potensi desa. Dengan demikian, BUMDes benar-benar dapat menjadi basis dalam pengembangan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Hal ini sesuai dengan tujuan utama dan prinsip pendirian BUMDes
Empat Tujuan Utama Pendirian Badan Usaha Milik Desa, sebagai berikut:
- Meningkatkan perekonomian desa,
- Meningkatkan pendapatan asli desa,
- Meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan
- Menjadi tulang punggung dalam pertumbuhan dan pemerataan ekonomi di perdesaan.
Lebih daripada itu, BUMDes diharapkan juga mampu berperan sebagai lembaga pelayanan sosial (social institution) bagi seluruh warga desa.
Nah, bagi desa yang sedang merintis pendirian dan mengembangkan Badan Usaha Milik Desa, inilah tahapan-tahap yang harus dilakukan dalam pendirian BUM Desa, yaitu
- Melakukan Kajian Kelayakan Usaha,
- Mempersiapkan Draft AD/ART BUMDes,
- Melakukan musyawarah desa dan menetapkan hasil kesepakatan melalui Peraturan Desa (Perdes),
- Mempersiapkan sarana prasarana operasional BUM Desa.
Selain empat tahapan utama diatas, ada tujuh tahapan lagi yang harus dilakukan dalam pendirian BUMDes.
Tujuh Tahapan Dalam Pendirian BUMDes, sebagai berikut:
1. Mendesain struktur organisasi BUMDes
Struktur organisasi BUM Desa dibuat untuk menggambarkan bidang pekerjaan yang harus tercakup dalam organisasi, serta bentuk hubungan kerja diantara bidang pekerjaan tersebut, baik hubungan instruksi, konsultasi, atau pertanggunganjawaban.
Deskripsi tugas setiap anggota pengelola BUM Desa diperlukan untuk memperjelas peran dan tanggungjawabnya, dengan adanya pembagian tugas dapat menghindari tumpang-tindih dalam menjalankan tugas, serta menentukan kompetensi yang dibutuhkan dari orang-orang yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu.
Koordinasi adalah aktivitas menyatukan berbagai tujuan yang bersifat parsial keseluruhan) ke dalam satu tujuan umum. Sistem koordinasi yang baik memungkinkan kerja sama antar unit usaha BUM Desa berjalan efektif.
4. Menyusun bentuk dan aturan kerjasama dengan pihak ketiga
Kerja sama BUMDes dengan pihak ketiga, baik menyangkut transaksi jual-beli atau simpan-pinjam, penting untuk diatur dalam perjanjian kerjasama yang jelas dan saling menguntungkan. Penyusunan bentuk kerjasama dengan pihak ketiga dikerjakan bersama-sama dengan dewan penasehat.
5. Menyusun pedoman kerja
Agar semua pengelola BUM Desa, pemerintah desa, badan kerjasama antar-Desa dan pihak yang berkepentingan memahami aturan kerja organisasi, perlu disusun AD/ART BUMDes yang akan berfungsi sebagai rujukan dalam mengelola BUM Desa.
BUM Desa merupakan lembaga ekonomi desa dengan skema kerjasama antar-Desa yang bersifat terbuka, sehingga perlu dibuat desain sistem informasi kinerja BUM Desa dan aktivitas lain yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar BUM Desa memperoleh dukungan dari banyak pihak.
Agar semua pengelola BUM Desa, pemerintah desa, badan kerjasama antar-Desa dan pihak yang berkepentingan memahami aturan kerja organisasi, perlu disusun AD/ART BUMDes yang akan berfungsi sebagai rujukan dalam mengelola BUM Desa.
6. Menyusun desain sistem informasi
BUM Desa merupakan lembaga ekonomi desa dengan skema kerjasama antar-Desa yang bersifat terbuka, sehingga perlu dibuat desain sistem informasi kinerja BUM Desa dan aktivitas lain yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat umum. Hal ini perlu dilakukan agar BUM Desa memperoleh dukungan dari banyak pihak.
7. Menyusun rencana usaha BUMDes atau business plan BUMDes
Rencana usaha yang perlu dibuat adalah rencana usaha untuk satu sampai tiga tahun. Hal ini perlu agar para pengelola BUM Desa memiliki pedoman jelas apa yang harus dikerjakan dan dihasilkan dalam waktu tersebut, sehingga kinerjanya dapat terukur. Penyusunan rencana usaha atau business plan BUMDes dilakukan bersama dengan dewan penasehat BUM Desa.
Paska lahirnya UU Desa, semangat pendiriaan BUMDes di perdesaan terus meningkat setiap tahun. Pertanyaannya? Apakah pendiriaan dan pembentukan BUMDes sudah sesuai dengan tahapan-tahapan yang sudah kita uraikan diatas...?
(Artikel ini hasil bacaan dari Buku Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, jika Anda berminat silahkan donwload di Menu Modul Desa).
02 Desember 2018
Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
Nafas baru pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta kebutuhan pada lingkup masing-masing.
Desa yang kini tidak lagi menjadi sub pemerintahan kabupaten berubah menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas yang berlaku pada paradigma lama melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini memberikan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri.
Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk dapat menggerakkan desa agar benar-benar menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah muncul sebagai bagian dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka UU Desa adalah kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government).
Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih kuat bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang partisipasi yang dibuka untuk masyarakat agar dapat berperan dalam pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas ruang “menjadi subjek” yang sebenarnya telah terbuka luas.
Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek. Buku ini dapat menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa. Buku ini merupakan salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest Yogyakarta.
Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ini menyajikan pengetahuan tentang Satuan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Pembahasannya menyakut tentang tugas, hak dan kewenangan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Berikutnya menyajikan pengetahuan tentang Pedoman Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) meliputi tentang Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa, dan Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
Selanjutnya menyajika pengetahuan dan pedoman tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Oleh karena itu, buku ini sangat layak untuk dibaca sebagai pedoman dalam rangka memperkuat desa sebagai subjek pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa. Berminat buku saku seri UU Desa, silahkan donwload disini Buku Penyelenggraaan Pemerintahan Desa Desa.
Sumber: http://digilib-insandesa.blogspot.com/2018/01/download-buku-penyelenggaraan.html
08 Oktober 2018
Donwload Dokumen Pembelajaran Inovasi Desa
Sejak tahun 2015 penyaluran Dana Desa terus mengalami peningkatan. Kenaikan dana desa setiap tahun merupakan sebagai wujud komitmen pemerintah dalam menjalankan mandat Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Memasuki empat tahun pelaksanaan UU Desa, perencanaan pembangunan desa lebih banyak terfokus pada kegiatan-kegiatan fisik dan minim kegiatan pemberdayaan ekonomi. Kedepan diharapkan, desa akan lebih kreatif dan inovatif dalam membangun desanya.
Oleh karena itu, Program Inovasi Desa (PID) hadir sebagai upaya untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan dana desa dengan memberikan banyak referensi dan inovasi-inovasi pembangunan desa serta memperkuat peran pendamping dengan banyak referensi dalam proses pendampingan P3MD di desa.
Buku Dokumen Pembelajaran Program Inovasi Desa menjadi referensi bersama bagi pembangunan desa yang lebih kreatif dan inovatif, serta pertukaran pengetahuan atau "knowolege sharing" pada proses perencanaan pembangunan di desa.
Buku pembelajaran tersebut dapat digunakan sebagai rujukan pembangunan dan pertukaran pengetahuan secara nasional dan partisipatif. Sehingga penggunaan dana desa dapat benar-benar memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat desa.
Dengan adanya buku pembelajaran ini, kiranya desa-desa lebih terdorong dan berkomitmen untuk mereflikasi kegiatan-kegiatan pembangunan desa yang lebih kreatif dan inovatif.
Apa itu Program Inovasi Desa atau PID?
PID merupakan inovasi/kebaruan dalam praktik pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari realitas/hasil kerja Desa-Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang didayagunakan sebagai pengetahuan untuk ditularkan secara meluas.
Semoga dengan adanya dua dokumen pembelajaran program inovasi desa, menambah pengetahuan kita dalam membangun kemandirian desa.
08 April 2018
Musyawarah Desa Bukan Forum Rahasia
Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.
Musdes harus mampu menghadirkan suara-suara mereka. Kehadiran kelompok rentan dalam Musdes tentu akan memberikan bobot legitimasi yang lebih kuat dan berkualitas terhadap Musdes. Karena, kehadiran mereka dan aspirasi yang disampaikan akan memperdalam rumusan penyelesaikan atas permasalahan yang dihadapi dan menjadi tantangan desa.
Demokrasi dapat berjalan dengan baik jika semua warga baik secara langsung ataupun perwakilan dapat menyuarakan aspirasinya, ikut terlibat dan berpartisipasi dalam mempengaruhi dan bahkan mengontrol jalannya penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk itulah Musdes sebagai mekanisme pelembagaan demokrasi desa harus diorientasikan agar mampu memberi akses dan mengakomodasi semua unsur masyarakat, khususnya mereka yang selama ini masuk dalam kategori kelompok rentan.
Siapa saja yang dapat diidentifikasi sebagai kelompok rentan di dalam masyarakat itu? Mereka yang masuk kelompok rentan diantaranya adalah (1) kaum perempuan miskin (2) kaum difabel (3) lansia (4) anak dan sejenisnya.
Baca: Seperti Apa Pemimpin Desa yang Ideal.
Untuk menghadirkan kelompok rentan dalam musyawarah desa atau musdes memang tidak mudah. Ada sejumlah kendala yang biasanya dihadapi ketika akan melibatkan kelompok rentan dalam proses perencanaan pembangunan maupun dalam tata kelola pemerintahan selama ini.
Pertama, soal waktu. Sebagian besar waktu yang dimiliki kelompok rentan (terutama yang miskin) biasanya dihabiskan untuk bekerja mencari nafkah. Sehingga sulit bagi mereka untuk meluangkan waktunya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan formal di desa.
Kedua, secara budaya, kelompok rentan biasanya malu untuk tampil di public. “Kekurangan” yang mereka miliki merupakan hambatan tersendiri sehingga mereka ter kadang enggan hadir dalam acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintahan desa.
Kedua, secara budaya, kelompok rentan biasanya malu untuk tampil di public. “Kekurangan” yang mereka miliki merupakan hambatan tersendiri sehingga mereka ter kadang enggan hadir dalam acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintahan desa.
Ketiga, persoalan struktural. Kelompok rentan ini memang sengaja disingkirkan oleh pemerintah dan kelompok lain yang ada di desa, sehingga mereka tidak memiliki akses untuk bisa terlibat dalam pengambilan keputusan strategis di desa.
Merujuk pada UU Desa, dimana Musdes harus melibatkan seluruh unsur masyarakat desa, maka ketiga persoalan tersebut selayaknya tidak terjadi lagi. Kelompok rentan harus mendapatkan ruang untuk me nyuarakan persoalan dan aspirasinya. Persoalan yang mereka hadapi semestinya bisa dikonversi menjadi persoalan bersama dan ditanggung sebagai beban bersama warga desa.
Baca: 10 Manfaat Musyawarah Desa.
Panitia penyelenggara Musdes, khususnya BPD harus bekerja keras untuk dapat menghadirkan mereka sebagai peserta Musdes. Untuk itu ada beberapa hal yang penting diperhatikan untuk menjawab 3 tantangan di atas.
Pertama, secara teknis waktu pelaksanaan Musdes sebisa mungkin tidak bersamaan dengan waktu mencari nafkah yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa. Hal ini terlihat teknis semata, namun pilihan atas waktu bisa berakibat tidak bisanya kelompok rentan mengikuti Musdes.
Kedua, panitia penyelenggara harus mem berikan keyakinan kepada unsur masya- rakat yang masuk kategori kelompok rentan hadir dalam Musdes. Panitia penting memberikan motiviasi, mendorong rasa percaya diri mereka untuk hadir dan mengemukakan pendapatnya dalam forum Musdes. Panitia mesti bisa menyakinkan bahwa Musdes yang diselenggarakan di bawah payung UU Desa sekarang adalah forum yang sangat penting dalam menentukan arah pembangunan desa.
Yakinkan, usulan dan cerita tentang kehidupan yang selama ini mereka alami akan membuat kualitas Musdes dan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan desa menjadi lebih berbobot.
Ketiga, panitia tidak boleh menjadikan Musdes sebagai forum yang sifatnya rahasia. Bangunan demokrasi yang didorong melalui Musdes adalah forum dialog, diskusi, dan bincang-bincang yang melibatkan seluruh unsur masyarakat desa. Karena kelompok rentan adalah salah satu unsur di masyarakat yang selama ini memiliki hambatan dalam mengakses program pembangunan di desa, sudah selayaknya panitia memprioritaskan mereka untuk hadir dan bisa menyuarakan aspirasinya dalam Musdes.
Pendek kata, dalam melibatkan kelompok rentan dalam Musdes panitia tidak bisa hanya melakukan hal-hal yang sudah biasa atau hal-hal yang sifatnya konvensional. Perlu ada terobosan-terobosan serta inovasi agar kelompok rentan mendapatkan akses untuk ikur serta dalam Musdes.
Demikian artikel tentang Musyawarah Desa Bukan Forum Rahasia. Diolah dari Buku Saku Pelembagaan Demokrasi Melalui Musyawarah Desa. Donwload disini. Semoga bermanfaat.
21 Maret 2018
SOP Pemuktahiran Status Pengembangan Desa IDM 2018
Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, telah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pemutakhiran Status Perkembangan Desa Indeks Desa Membangun (IDM) Tahun 2018.
Dalam gambaran umum SOP ini disebutkan, Indeks Desa Membangun (IDM) merupakan Indeks Komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan. Perangkat indikator yang dikembangkan dalam Indeks Desa Membangun dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju Desa maju dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan Desa untuk mensejahterakan kehidupan Desa.
Baca juga: Mental Baru dalam Memperlakukan Desa.
Kebijakan dan aktivitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa harus menghasilkan pemerataan dan keadilan, didasarkan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan budaya, serta ramah lingkungan dengan mengelola potensi sumber daya alam secara baik dan berkelanjutan. Dalam konteks ini ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi bekerja sebagai dimensi yang memperkuat gerak proses dan pencapaian tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa
Indeks Desa Membangun memotret perkembangan kemandirian Desa berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan Dana Desa serta Pendamping Desa. Indeks Desa Membangun mengarahkan ketepatan intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat dari Pemerintah sesuai dengan partisipasi Masyarakat yang berkorelasi dengan karakteristik wilayah Desa yaitu tipologi dan modal sosial.
Skema Pemutakhiran Data IDM
Pemutakhiran Data Status Perkembangan Desa ini melibatkan beberapa pihak dari Satker Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Daerah (DPMD), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kepala Desa serta Tenaga Pendamping Profesional baik dari Tenaga Ahli Pendamping Provinsi (TA Provinsi), Tenaga Ahli Pendamping Kabupaten (TA Kabupaten), Pendamping Desa Kecamatan (PD) dan Pendamping Lokal Desa (PLD).
Dalam gambaran umum SOP ini disebutkan, Indeks Desa Membangun (IDM) merupakan Indeks Komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan. Perangkat indikator yang dikembangkan dalam Indeks Desa Membangun dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju Desa maju dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan Desa untuk mensejahterakan kehidupan Desa.
Baca juga: Mental Baru dalam Memperlakukan Desa.
Kebijakan dan aktivitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa harus menghasilkan pemerataan dan keadilan, didasarkan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan budaya, serta ramah lingkungan dengan mengelola potensi sumber daya alam secara baik dan berkelanjutan. Dalam konteks ini ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi bekerja sebagai dimensi yang memperkuat gerak proses dan pencapaian tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa
Indeks Desa Membangun memotret perkembangan kemandirian Desa berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan Dana Desa serta Pendamping Desa. Indeks Desa Membangun mengarahkan ketepatan intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat dari Pemerintah sesuai dengan partisipasi Masyarakat yang berkorelasi dengan karakteristik wilayah Desa yaitu tipologi dan modal sosial.
Skema Pemutakhiran Data IDM
Pemutakhiran Data Status Perkembangan Desa ini melibatkan beberapa pihak dari Satker Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Daerah (DPMD), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kepala Desa serta Tenaga Pendamping Profesional baik dari Tenaga Ahli Pendamping Provinsi (TA Provinsi), Tenaga Ahli Pendamping Kabupaten (TA Kabupaten), Pendamping Desa Kecamatan (PD) dan Pendamping Lokal Desa (PLD).
Informasi lengkap tentang Pemuktahiran Status Pengembangan Desa IDM Tahun 2018, dapat baca dan dipelajari dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemutakhiran Status Perkembangan Desa Indeks Desa Membangun (IDM) Tahun 2018.
( Donwload Disini )
SOP ini menjadi instrumen penting dalam memotret tingkat perkembangnan Desa berdasarkan Undang-Undang Desa serta dapat menjadi panduan bagi penetatapan kebijakan pemerintah dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat perdesaan. Semoga bermanfaat.
08 Maret 2018
9 Titik Kritis dalam Perencanaan Desa
Perencanaan desa pasca dua tahun ditepatkannya UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dalam banyak kasus masih belum menemukan frame yang selaras dengan harapan warga desa. Pemerintah desa dan BPD selaku pemegang mandat regulasi hanya terfokus pada pengelolaan keuangan desa semata.
Tahapan perencanaan desa yang harusnya menjadi pijakan pertama malah tidak mendapat ruang yang memadai.
1. Perumusan Program Kerja Desa Kering Data Kerawanan Desa
Data adalah keterangan objektif tentang suatu fakta baik dalam bentuk kuantitatif, kualitatif maupun gambar visual yang diperoleh baik melalui observasi langsung maupun dari yang sudah terkumpul dalam bentuk cetakan atau perangkat penyimpan lainnya40. Hal ini berarti data yang diperoleh haruslah berupa fakta bukan hasil manipulasi ataupun rekayasa. Dengan memiliki basis data dan informasi yang valid dan terukur, maka proses perencanaan pembangunan yang baik dan komprehensif akan menjadi titik penting untuk berhasilnya pembangunan di desa.
Persoalannya masih banyak desa yang belum memiliki sistem informasi desa yang baik. Hal ini menyebabkan perencanaan desa tidak didasarkan pada data dan fakta-fakkta terkait kerawanan desa yang memotret kondisi sosial ekonomi desa. Padahal data kerawanan desa ini sangat dibutuhkan untuk merumuskan RKPDesa yang mampu menjawab masalah sosial yang ada di desa. Akibatnya perumusan RKPDesa acap kali mengabaikan fakta-fakta kerawanan desa yang membutuhkan penangan utama. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika banyak RKPDesa yang sebatas mengejar penyerapan anggaran desa tanpa menargetkan capaian yang konkrit. Seperti berapa kelompok rumah tangga miskin yang akan menerima manfaat dari suatu kegiatan. Akibatnya, realisasi RPJMDesa mapun RKPDesa tidak dapat dilihat capaian target yang bisa diukur saat pembangunan sedang dan selesai dilaksanakan. Absurditas capaian kinerja pembangunan desa menyulitkan proses monitoring dan evaluasi dengan pengukuran yang jelas.
Problem ini muncul karena desa tidak memandang penting proses Pengkajian Keadaan Desa (PKD) dalam proses perencanaan. PKD sebagai tahapan dalam menemukenali masalah, potensi dan validasi data sosial desa jarang dilakukan desa sebelum merumuskan program kerja. Tanpa adanya PKD, tentu desa tidak akan mengetahui apa saja aset desa yang dapat dioptimalkan, berapa jumlah RTM yang ada di desa, siapa saja mereka, berapa beban tanggungan mereka dan lain-lain. Pada akhirnya, pada saat desa tidak mampu mendefinisikan problem dan sumber kekuatan mereka sendiri, maka perencanaan pembangunan desa hanya akan menyasar ruang hampa semata. Karena itu, pengkajian keadaan desa mutlak dibutuhkan dan suatu keharusan bagi setiap desa yang ingin menggapai kemandirian.
Pemerintah Nasional telah mengantisipasi fenomena tentang ketiadaan data yang memadai di desa untuk penyusunan perencanaan. Dalam UU No. 6 tahun 2014 telah diamanahkan agar setiap desa membuat sistem informasi desa. Sistem informasi ini mencakup data potensi dan kerawanan desa yang mencerminkan kondisi desa. Desa secara mandiri sebenarnya dapat membangun sistem informasi desa ini dengan menggunakan pendekatan ABCD. Ketika penetaan aset desa dengan melibatkan semua unsur masyarakat desa. Kemudian desa juga bisa mengajukan bantuan teknis dari pemerintah diatasnya kecamatan/kabupaten untuk difasilitasi untuk membangun sistem informasi dan data desa. Sebab dalam UU Desa diamanahkan Pemerintah berkewajiban memberikan dukungan kepada desa dalam membangun sistem informasi desa yang baik.
Berikut beberapa titik kritis dan hambatan dalam Tahap Perencanaan Desa ini antara lain:
1. Perumusan Program Kerja Desa Kering Data Kerawanan Desa
Data adalah keterangan objektif tentang suatu fakta baik dalam bentuk kuantitatif, kualitatif maupun gambar visual yang diperoleh baik melalui observasi langsung maupun dari yang sudah terkumpul dalam bentuk cetakan atau perangkat penyimpan lainnya40. Hal ini berarti data yang diperoleh haruslah berupa fakta bukan hasil manipulasi ataupun rekayasa. Dengan memiliki basis data dan informasi yang valid dan terukur, maka proses perencanaan pembangunan yang baik dan komprehensif akan menjadi titik penting untuk berhasilnya pembangunan di desa.
Persoalannya masih banyak desa yang belum memiliki sistem informasi desa yang baik. Hal ini menyebabkan perencanaan desa tidak didasarkan pada data dan fakta-fakkta terkait kerawanan desa yang memotret kondisi sosial ekonomi desa. Padahal data kerawanan desa ini sangat dibutuhkan untuk merumuskan RKPDesa yang mampu menjawab masalah sosial yang ada di desa. Akibatnya perumusan RKPDesa acap kali mengabaikan fakta-fakta kerawanan desa yang membutuhkan penangan utama. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika banyak RKPDesa yang sebatas mengejar penyerapan anggaran desa tanpa menargetkan capaian yang konkrit. Seperti berapa kelompok rumah tangga miskin yang akan menerima manfaat dari suatu kegiatan. Akibatnya, realisasi RPJMDesa mapun RKPDesa tidak dapat dilihat capaian target yang bisa diukur saat pembangunan sedang dan selesai dilaksanakan. Absurditas capaian kinerja pembangunan desa menyulitkan proses monitoring dan evaluasi dengan pengukuran yang jelas.
Problem ini muncul karena desa tidak memandang penting proses Pengkajian Keadaan Desa (PKD) dalam proses perencanaan. PKD sebagai tahapan dalam menemukenali masalah, potensi dan validasi data sosial desa jarang dilakukan desa sebelum merumuskan program kerja. Tanpa adanya PKD, tentu desa tidak akan mengetahui apa saja aset desa yang dapat dioptimalkan, berapa jumlah RTM yang ada di desa, siapa saja mereka, berapa beban tanggungan mereka dan lain-lain. Pada akhirnya, pada saat desa tidak mampu mendefinisikan problem dan sumber kekuatan mereka sendiri, maka perencanaan pembangunan desa hanya akan menyasar ruang hampa semata. Karena itu, pengkajian keadaan desa mutlak dibutuhkan dan suatu keharusan bagi setiap desa yang ingin menggapai kemandirian.
Pemerintah Nasional telah mengantisipasi fenomena tentang ketiadaan data yang memadai di desa untuk penyusunan perencanaan. Dalam UU No. 6 tahun 2014 telah diamanahkan agar setiap desa membuat sistem informasi desa. Sistem informasi ini mencakup data potensi dan kerawanan desa yang mencerminkan kondisi desa. Desa secara mandiri sebenarnya dapat membangun sistem informasi desa ini dengan menggunakan pendekatan ABCD. Ketika penetaan aset desa dengan melibatkan semua unsur masyarakat desa. Kemudian desa juga bisa mengajukan bantuan teknis dari pemerintah diatasnya kecamatan/kabupaten untuk difasilitasi untuk membangun sistem informasi dan data desa. Sebab dalam UU Desa diamanahkan Pemerintah berkewajiban memberikan dukungan kepada desa dalam membangun sistem informasi desa yang baik.
Baca: Perencanaan Desa yang Baik Jantung Kemandirian Desa.
2. Penggiringan Perencanaan Desa Hanya pada Kegiatan Infrastruktur
Beberapa fenomena masalah sosial desa dari perspektif pihak luar desa yang bersinggungan langsung dengan kelompok perempuan dan masyarakat miskin adalah sebagai berikut: 1. Kelangkaan pangan dan kelaparan, ketiadaan permukiman yang memadai, lingkungan yang tidak sehat, kerentanan atas penyakit dan kesulitan memperoleh pengobatan; 2. Kurangnya pengetahuan dan buta huruf, ketidak-mampuan mengemukakan pendapat dan menyuarakan kepentingan, 3. Ketiadaan lapangan kerja dan penghasilan yang mencukupi, pengangguran yang diliputi kecemasan akan masa depan diri dan keluarga; 4. Kematian bayi dan ibu hamil yang kurang gizi dan sakit akibat lingkungan yang tidak sehat, kelangkaan air bersih maupun pelayanan kesehatan, menurunnya harapan hidup, atau 5. Praktek politik uang dan ketidakmampuan warga desa melakukan tawar-menawar dalam memperjuangkan hak personal dan sosial demi kepentingan-kepentingan serta perwujudan kebebasannya.
Sayangnya, warga desa seakan mengalami ketidakberdayaan untuk menyuarakan masalahnya dalam forum perencanaan desa. Pada forum perencanaan,masyarakat seringkali mudah digiring untuk menyepakati kegiatan infrastruktur. Padahal terkadang kegiatan tersebut secara langsung tidak memberi manfaat bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan. Meskipun situasi sebagaimana digambarkan oleh pihak luar desa nampak nyata, namun perencanaan desa selalu didominasi usulan kegiatan infrastruktur. Pemerintah desa bahkan berani terang-terangan menabrak aturan seperti menggunakan dana desa untuk pembangunan kantor desa atau bahkan gapura.
Kegiatan-kegiatan non fisik yang menawarkan penguatan pakasitas ketrampilan berbasis sumberdaya lokal jarang sekali ditemukan. Kegiatan yang mendahulukan kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan menjawab langsung problem kerawanan desa juga sulit terwujud. Kegiatan yang mengarah pada peningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan juga tidak banyak diminati desa. kondisi ini lahir karena forum perencanaan sengaja digiring untuk menyepakati kegiatan infrastrktur oleh oknum elit desa. Apakah pilihan pembangunan berbasis fisik memang karena lebih nampak, mudah dikerjakan dan mudah dimarkup secara koruptif? Tentu butuh kajian mendalam. Yang jelas dua tahun pasca berjalannya UU Desa yang ditandai dengan kucuran dana desa, kasus kosupsi dana desa oleh oknum-oknum elit desa, meningkat drastis.
Penting untuk menekan intervensi elit desa dalam prioritas usulan, maka kelompok kritis yang ada dimasyarakat harus didorong untuk hadir dan mendinamisir setiap forum perencanaan sejak ditingkat dusun hingga desa. Dimasing-masing kelompok yang ada, harus dimunculkan kader oleh masyarakat itu sendiri yang berperan menjaga forum partisipatif berjalan dengan baik. Fasilitator forum publik yang handal sangat dibutuhkan untuk memastikan agar Musrenbang benar-benar menjadi forum yang deliberatif.
2. Penggiringan Perencanaan Desa Hanya pada Kegiatan Infrastruktur
Beberapa fenomena masalah sosial desa dari perspektif pihak luar desa yang bersinggungan langsung dengan kelompok perempuan dan masyarakat miskin adalah sebagai berikut: 1. Kelangkaan pangan dan kelaparan, ketiadaan permukiman yang memadai, lingkungan yang tidak sehat, kerentanan atas penyakit dan kesulitan memperoleh pengobatan; 2. Kurangnya pengetahuan dan buta huruf, ketidak-mampuan mengemukakan pendapat dan menyuarakan kepentingan, 3. Ketiadaan lapangan kerja dan penghasilan yang mencukupi, pengangguran yang diliputi kecemasan akan masa depan diri dan keluarga; 4. Kematian bayi dan ibu hamil yang kurang gizi dan sakit akibat lingkungan yang tidak sehat, kelangkaan air bersih maupun pelayanan kesehatan, menurunnya harapan hidup, atau 5. Praktek politik uang dan ketidakmampuan warga desa melakukan tawar-menawar dalam memperjuangkan hak personal dan sosial demi kepentingan-kepentingan serta perwujudan kebebasannya.
Sayangnya, warga desa seakan mengalami ketidakberdayaan untuk menyuarakan masalahnya dalam forum perencanaan desa. Pada forum perencanaan,masyarakat seringkali mudah digiring untuk menyepakati kegiatan infrastruktur. Padahal terkadang kegiatan tersebut secara langsung tidak memberi manfaat bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan. Meskipun situasi sebagaimana digambarkan oleh pihak luar desa nampak nyata, namun perencanaan desa selalu didominasi usulan kegiatan infrastruktur. Pemerintah desa bahkan berani terang-terangan menabrak aturan seperti menggunakan dana desa untuk pembangunan kantor desa atau bahkan gapura.
Kegiatan-kegiatan non fisik yang menawarkan penguatan pakasitas ketrampilan berbasis sumberdaya lokal jarang sekali ditemukan. Kegiatan yang mendahulukan kepentingan Desa yang lebih mendesak, lebih dibutuhkan dan menjawab langsung problem kerawanan desa juga sulit terwujud. Kegiatan yang mengarah pada peningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan juga tidak banyak diminati desa. kondisi ini lahir karena forum perencanaan sengaja digiring untuk menyepakati kegiatan infrastrktur oleh oknum elit desa. Apakah pilihan pembangunan berbasis fisik memang karena lebih nampak, mudah dikerjakan dan mudah dimarkup secara koruptif? Tentu butuh kajian mendalam. Yang jelas dua tahun pasca berjalannya UU Desa yang ditandai dengan kucuran dana desa, kasus kosupsi dana desa oleh oknum-oknum elit desa, meningkat drastis.
Penting untuk menekan intervensi elit desa dalam prioritas usulan, maka kelompok kritis yang ada dimasyarakat harus didorong untuk hadir dan mendinamisir setiap forum perencanaan sejak ditingkat dusun hingga desa. Dimasing-masing kelompok yang ada, harus dimunculkan kader oleh masyarakat itu sendiri yang berperan menjaga forum partisipatif berjalan dengan baik. Fasilitator forum publik yang handal sangat dibutuhkan untuk memastikan agar Musrenbang benar-benar menjadi forum yang deliberatif.
3. Pilihan Waktu Forum Perencanaan Terlalu Kaku
Warga desa yang tidakberdaya seringkali dipahami sebagai bersikap apatis. Warga miskin, perempuan kepala keluarga, warga difabel, masyarakat terasing dipandang sebagai pihak-pihak yang tidak menyumbang apapun bagi kemajuan desanya. Dampaknya, selain kecilnya kesempatan untuk terlibat dalam forum-forum perencanaan desa, mereka juga memilih menggunakan waktunya untuk bekerja dan melakukan akfititas penghidupan. Forum-forum yan dilaksanakan pada jam-jam kerja sangat sulit menghadirkan kelompok perempuan dan RTM. Karena itu penting sekali pelaksana musdes mempertimbangkan waktu penyelenggaraan secara fleksibel. Jika malam hari dirasa menjadi saat yang paling efektif meningkatkan partisipasi warga, maka pilihan itu baik ditempuh.
Warga desa yang tidakberdaya seringkali dipahami sebagai bersikap apatis. Warga miskin, perempuan kepala keluarga, warga difabel, masyarakat terasing dipandang sebagai pihak-pihak yang tidak menyumbang apapun bagi kemajuan desanya. Dampaknya, selain kecilnya kesempatan untuk terlibat dalam forum-forum perencanaan desa, mereka juga memilih menggunakan waktunya untuk bekerja dan melakukan akfititas penghidupan. Forum-forum yan dilaksanakan pada jam-jam kerja sangat sulit menghadirkan kelompok perempuan dan RTM. Karena itu penting sekali pelaksana musdes mempertimbangkan waktu penyelenggaraan secara fleksibel. Jika malam hari dirasa menjadi saat yang paling efektif meningkatkan partisipasi warga, maka pilihan itu baik ditempuh.
4. Reduksi Perencanaan Pembangunan Desa Sebatas Dokumen Administratif
UU Desa semakin menegaskan pentingnya dokumen perencanaan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Saking pentingnya, dokumen RPJMDesa dan RKPDesa bahkan menjadi prasyarat penyaluran dana desa. Sayangnya dalam praktiknya, dokumen perencanaan desa tersebut disusun tanpa melalui proses yang memadai. Misalnya RPJMDesa disusun tanpa proses pengkajian keadaan desa yang melibatkan masyarakat ditingkat dusun, RT dan kelompok masyarakat. RKPDesa disusun tanpa didahului pelaksanaan Musdes Perencanaan yang diselenggarakan oleh BPD.
Asal dokumen RPJMDesa maupun RKPDesa ada dan lengkap secara administratif, maka perencanaan desa dianggap sudah dilaksanakan. Jika desa bisa menunjukkan dokumen perencanaan desa saat dilakukan pemeriksaan dari SKPD maupun Tim Asistensi, maka desa sudah dianggap memenuhi asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik, tanpa perlu mempertanyakan prosesnya bagaimana.
Sebagai pemimpin rakyat, kepala desa harus banyak berdialog dengan semua elemen masyarakat, termasuk kelompok perempuan,RTM dan kelompok yang rentan. Mereka pasti mempunyai aspirasi (kepentingan) secara beragam, yang selama ini tidak tersentuh oleh masyarakat. Demikian juga dengan BPD, yang harus menjadikan musyawarah desa sebagai arena bagi masyarakat desa untuk menyampaikan aspirasi politik. Baik kepala desa maupun BPD itu harus memformulasikan kebijakan baru yang muncul dari aspirasi banyak komponen masyarakat ke dalam perencanaan desa, penganggaran desa dan peraturan desa.
5. Apatisme Warga Dalam Forum Perencanaan.
Setiap warga desa mempunyai ranah kegiatan sosial dan politik. Berdasarkan kategori ini ada empat tipe warga. Tipe konstituen, yaitu warga desa yang hanya aktif pada saat momentum politik di desa, namun tidak aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
UU Desa semakin menegaskan pentingnya dokumen perencanaan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Saking pentingnya, dokumen RPJMDesa dan RKPDesa bahkan menjadi prasyarat penyaluran dana desa. Sayangnya dalam praktiknya, dokumen perencanaan desa tersebut disusun tanpa melalui proses yang memadai. Misalnya RPJMDesa disusun tanpa proses pengkajian keadaan desa yang melibatkan masyarakat ditingkat dusun, RT dan kelompok masyarakat. RKPDesa disusun tanpa didahului pelaksanaan Musdes Perencanaan yang diselenggarakan oleh BPD.
Asal dokumen RPJMDesa maupun RKPDesa ada dan lengkap secara administratif, maka perencanaan desa dianggap sudah dilaksanakan. Jika desa bisa menunjukkan dokumen perencanaan desa saat dilakukan pemeriksaan dari SKPD maupun Tim Asistensi, maka desa sudah dianggap memenuhi asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik, tanpa perlu mempertanyakan prosesnya bagaimana.
Sebagai pemimpin rakyat, kepala desa harus banyak berdialog dengan semua elemen masyarakat, termasuk kelompok perempuan,RTM dan kelompok yang rentan. Mereka pasti mempunyai aspirasi (kepentingan) secara beragam, yang selama ini tidak tersentuh oleh masyarakat. Demikian juga dengan BPD, yang harus menjadikan musyawarah desa sebagai arena bagi masyarakat desa untuk menyampaikan aspirasi politik. Baik kepala desa maupun BPD itu harus memformulasikan kebijakan baru yang muncul dari aspirasi banyak komponen masyarakat ke dalam perencanaan desa, penganggaran desa dan peraturan desa.
5. Apatisme Warga Dalam Forum Perencanaan.
Setiap warga desa mempunyai ranah kegiatan sosial dan politik. Berdasarkan kategori ini ada empat tipe warga. Tipe konstituen, yaitu warga desa yang hanya aktif pada saat momentum politik di desa, namun tidak aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.
Tipe relawan, yaitu warga desa yang hanya memilih dan aktif dalam kegiatan sosial. Tipe warga kritis, yaitu mereka yang selalu kritis bersuara terhadap kebijakan pemerintah desa, tetapi tidak aktif dalam kegiatan sosial. Tipe ini biasanya disebut “asal bunyi” yang tidak disuakai oleh masyarakat dan pemuka desa. Tipe warga aktif, yakni aktif dalam bersuara dan aktif dalam kegiatan sosial41. UU Desa menghendaki tumbuhnya warga aktif dalam ranah desa ini.
Sayangnya tipe warga desa aktif ini justru paling kecil, baik secara kuantitas maupun kualitas. Akibatnya forum-forum perencanaan pembangunan desa tidak cukup mendapat tempat dihati masyarakat desa. Forum musdes acap kali tidak mampu merepresentasikan kelompok sosial yang ada di desa, terlebih kelompok RTM. Orang miskin dan kelompok perempuan cenderung takut untuk hadir dan menyuarakan kepentingan kelompoknya dalam forum Musdes. Akibatnya, kebutuhan mereka selalu terlupakan dalam setiap pembahasan usulan kegiatan di desa. Rata rata forum perencanaan desa hanya dihadiri oleh para pemuda desa.
Sayangnya tipe warga desa aktif ini justru paling kecil, baik secara kuantitas maupun kualitas. Akibatnya forum-forum perencanaan pembangunan desa tidak cukup mendapat tempat dihati masyarakat desa. Forum musdes acap kali tidak mampu merepresentasikan kelompok sosial yang ada di desa, terlebih kelompok RTM. Orang miskin dan kelompok perempuan cenderung takut untuk hadir dan menyuarakan kepentingan kelompoknya dalam forum Musdes. Akibatnya, kebutuhan mereka selalu terlupakan dalam setiap pembahasan usulan kegiatan di desa. Rata rata forum perencanaan desa hanya dihadiri oleh para pemuda desa.
6. Belum ada Kalender Perencanaan yang Disepakati Bersama
Perencanaan desa merupakan kegiatan yang memiliki siklus pasti. RPJMDesa disusun sekali dalam periode kepemimpinan kepala desa, sedangkan RKPDesa disusun setiap tahun. Sebagai sebuah siklus, perencanaan tahunan tentu merupakan pekerjaan rutin yang wajib dilakukan desa sebagai keniscayaan. Tahap perencanaan mendasari tahap penganggaran, dan tahap penganggaran mendahului tahap pelaksanaan.
Sayangnya sejauh ini, belum ada kelender perencanaan yang disepakati bersama oleh desa dan pihak-pihak yang memiliki tugas pembinaan desa. Pemerintah kabupaten rata-rata hanya terfokus pada pelaksanaan Musrenbang Desa.
Perencanaan desa merupakan kegiatan yang memiliki siklus pasti. RPJMDesa disusun sekali dalam periode kepemimpinan kepala desa, sedangkan RKPDesa disusun setiap tahun. Sebagai sebuah siklus, perencanaan tahunan tentu merupakan pekerjaan rutin yang wajib dilakukan desa sebagai keniscayaan. Tahap perencanaan mendasari tahap penganggaran, dan tahap penganggaran mendahului tahap pelaksanaan.
Sayangnya sejauh ini, belum ada kelender perencanaan yang disepakati bersama oleh desa dan pihak-pihak yang memiliki tugas pembinaan desa. Pemerintah kabupaten rata-rata hanya terfokus pada pelaksanaan Musrenbang Desa.
Parahnya Musrenbang Desa yang diperhatikan daerah melalui SKPD Bappeda hanya untuk pekentingan perencanaan pembangunan daerah saja dimana waktu pelaksanaanya pun tidak mematuhi UU Desa. Musrenbang Desa ala Bappeda dilaksanakan pada bulan Januari, namun UU Desa menegaskan Musrenbang Desa dilaksanakan paling pambat pada bulan Juli yang menghasilkan RKPDesa.
Akibat belum ada kelender perencanaan, maka desa seperti tidak menganggap penting proses perencanaan yang menurut regulasi dilaksanakan pada saat desa masih sibuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkan APBDesa tahun berjalan. Karena itu dalam rangka pengendalian dan efektifikas perencanaan desa, perlu disepakati adanya kalender perencanaan desa yang menjelaskan forum-forum yang wajib dilaksanakan desa dalam rangka menyusun RKPDesa setiap tahunnya. Inisiasi ini dapat dimulai ditingkat desa, kecamatan dengan peran pendampingannya, hingga kabupaten melalui regulasi.
7. Stagnasi Edukasi Sosial Politik Dalam Pendampingan Perencanaan Desa
Setiap aktivitas desa khususnya musyawarah desa, perencanaan dan penganggaran yang memperoleh sentuhan pendampingan, seringkali terjebak pada penggunaan alat dan menghasilkan dokumen semata tanpa ada sentuhan filosofis. Pendampingan terhadap seluruh aktivitas desa jarang disertai dengan edukasi sosial dan politik secara inklusif dan partisipatoris.
Proses perencanan desa acapkali hanya berhenti pada penyusunan dokumen perencanaan yang akan dijabarkan menjadi agenda proyek. Perencanaan desa belum dipahami sebagai pembelajaran bagi orang desa untuk membangun impian kolektif dan mandiri dalam pengambilan keputusan politik. Demikian juga dengan Sistem Informasi Desa (SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID hanyalah alat dan teknologi. SID yan merekam potensi dan kerawanan desa belum menjadi pembelajaran bagi orang desa untuk membangun kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus untuk memperkuat representasi hak dan kepentingan rakyat.
8. Defisit kepemimpinan dan Intervensi Elit Desa Dalam Perencanan
Kualitas kepeminpinan desa menentukan kualitas perencanan desa. pemimpin yang baik akan mampu merancang program kerja yang baik pula. Begitu pula sebaliknya, pola kepemimpinan kepala desa yang regresif dan konserfatif akan membawa desa pada kehancuran. Kepemimpinan regresif, akan cenderung otokratis, dominatif, tidak suka BPD, tidak suka partisipasi, anti perubahan dan biasa melakukan penyerobotan terhadap sumberdaya ekonomi, termasuk menyerobot bantuan pemerintah42. Jika desa dikuasai kepala desa seperti ini maka perencanaan desa yang mengarah pada harapan desa mandiri, demokratis dan sejahtera akan sulit terwujud.
Problem kepimimpinan desa diatas akan berujung pada intervensi dalam perencanaan pembangunan desa. Apa yang menjadi rencana kerja pemerintah desa murni lahir dari kepentingan elit desa, bukan dari aspirasi masyarakat desa. Untuk menekan praktik kepemimpinan regresif ini, maka harus diawali dengan penyadaran politik warga. Money politics dalam pilkades berpotensi memunculkan pemimpin regresif yang merugikan warga desa itu sendiri. Kesadaran itulah yang harus mulai dibangun melalui ruang publik yang dalam forum perencanaan di desa.
Akibat belum ada kelender perencanaan, maka desa seperti tidak menganggap penting proses perencanaan yang menurut regulasi dilaksanakan pada saat desa masih sibuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkan APBDesa tahun berjalan. Karena itu dalam rangka pengendalian dan efektifikas perencanaan desa, perlu disepakati adanya kalender perencanaan desa yang menjelaskan forum-forum yang wajib dilaksanakan desa dalam rangka menyusun RKPDesa setiap tahunnya. Inisiasi ini dapat dimulai ditingkat desa, kecamatan dengan peran pendampingannya, hingga kabupaten melalui regulasi.
7. Stagnasi Edukasi Sosial Politik Dalam Pendampingan Perencanaan Desa
Setiap aktivitas desa khususnya musyawarah desa, perencanaan dan penganggaran yang memperoleh sentuhan pendampingan, seringkali terjebak pada penggunaan alat dan menghasilkan dokumen semata tanpa ada sentuhan filosofis. Pendampingan terhadap seluruh aktivitas desa jarang disertai dengan edukasi sosial dan politik secara inklusif dan partisipatoris.
Proses perencanan desa acapkali hanya berhenti pada penyusunan dokumen perencanaan yang akan dijabarkan menjadi agenda proyek. Perencanaan desa belum dipahami sebagai pembelajaran bagi orang desa untuk membangun impian kolektif dan mandiri dalam pengambilan keputusan politik. Demikian juga dengan Sistem Informasi Desa (SID) yang kaya data, aplikasi dan disertai jaringan online. SID hanyalah alat dan teknologi. SID yan merekam potensi dan kerawanan desa belum menjadi pembelajaran bagi orang desa untuk membangun kesadaran kritis terhadap diri mereka sendiri sekaligus untuk memperkuat representasi hak dan kepentingan rakyat.
8. Defisit kepemimpinan dan Intervensi Elit Desa Dalam Perencanan
Kualitas kepeminpinan desa menentukan kualitas perencanan desa. pemimpin yang baik akan mampu merancang program kerja yang baik pula. Begitu pula sebaliknya, pola kepemimpinan kepala desa yang regresif dan konserfatif akan membawa desa pada kehancuran. Kepemimpinan regresif, akan cenderung otokratis, dominatif, tidak suka BPD, tidak suka partisipasi, anti perubahan dan biasa melakukan penyerobotan terhadap sumberdaya ekonomi, termasuk menyerobot bantuan pemerintah42. Jika desa dikuasai kepala desa seperti ini maka perencanaan desa yang mengarah pada harapan desa mandiri, demokratis dan sejahtera akan sulit terwujud.
Problem kepimimpinan desa diatas akan berujung pada intervensi dalam perencanaan pembangunan desa. Apa yang menjadi rencana kerja pemerintah desa murni lahir dari kepentingan elit desa, bukan dari aspirasi masyarakat desa. Untuk menekan praktik kepemimpinan regresif ini, maka harus diawali dengan penyadaran politik warga. Money politics dalam pilkades berpotensi memunculkan pemimpin regresif yang merugikan warga desa itu sendiri. Kesadaran itulah yang harus mulai dibangun melalui ruang publik yang dalam forum perencanaan di desa.
9. Kegagalan BPD Mengemban Mandat Demokrasi Desa
UU Desa telah memberi mandat besar bagi BPD dalam pengemban peran demokrasi deliberatif di desa. Di sini prinsip-prinsip tatakelola demokratis harus dikedepankan para pemangku kepentingan di desa. Jika sebelumnya penyelenggaraan musyawarah desa menjadi domain pemerintah desa, maka UU Desa mengusung BPD sebagai aktor penyelenggara musyawarah desa.
UU Desa juga menggeser eksistensi kebijakan perencanaan desa tahunan (RKP Desa) yang semula cukup diatur melalui keputusan kepala desa, kini dikuatkan melalui peraturan desa. Ini artinya, RKPDesa sebagai dokumen perencanaan desa satu-satunya harus dibahas dengan proses yang lebih partisipatif dan demokratis bersama BPD.
UU Desa telah memberi mandat besar bagi BPD dalam pengemban peran demokrasi deliberatif di desa. Di sini prinsip-prinsip tatakelola demokratis harus dikedepankan para pemangku kepentingan di desa. Jika sebelumnya penyelenggaraan musyawarah desa menjadi domain pemerintah desa, maka UU Desa mengusung BPD sebagai aktor penyelenggara musyawarah desa.
UU Desa juga menggeser eksistensi kebijakan perencanaan desa tahunan (RKP Desa) yang semula cukup diatur melalui keputusan kepala desa, kini dikuatkan melalui peraturan desa. Ini artinya, RKPDesa sebagai dokumen perencanaan desa satu-satunya harus dibahas dengan proses yang lebih partisipatif dan demokratis bersama BPD.
Demikian 9 Titik Kritis dalam Perencanaan Desa, Referensi Buku Mewujudkan Desa Inklusif (Perencanaan Penganggaran Partisipatif Pro dan Reponsif Gender). Donwlod Disni. Semoga bermanfaat.
22 Desember 2017
Buku Pintar Dana Desa dapat Dibaca Secara Online dan Offline
Dalam mengimplementasi UU Desa, berbagai regulasi turunan dari Undang-Undang Desa telah diterbitkan, mulai dari Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (LKPP) hingga peraturan pelengkap yang diterbitkan oleh daerah baik yang diatur melalui peraturan daerah (Perda) maupun peraturan bupati/walikota (perbup/perwali).
Agar berbagai peraturan pelaksana UU Desa tersebut dapat diimplementasi dengan baik, maka perlu dilakukan penyelarasan dalam penyusunan kebijakan di masing-masing kementerian yang ditujukan untuk meningkatkan efesiensi, efektivitas, transparan, dan akuntabilitas pemanfaatan Dana Desa.
Untuk itu, pemerintah merancang Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Penyelarasan dan Penguatan Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. SKB 4 Menteri ini ditanda tangani oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Dalam pengatar Buku Pintar Dana Desa terbitan Menteri Keuangan disebutkan, kunci sukses untuk mensejahterakan masyarakat dalam membangun desa adalah kuatnya inisiasi, inovasi, kreasi dan antar aparat desa dengan masyarakat dalam mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama. Pembangunan desa tidak mungkin bisa dilakukan aparat desa sendiri, tapi butuh dukungan, prakarsa dan peran aktif dari masyarakat.
Untuk mengetahui implementasi regulasi dana desa secara consize namun komprehensif, Kementerian Keuangan menerbitkan Buku Pintar Dana Desa. Dengan diterbitnya buku pintar ini diharapkan dapat menjadi pengangan dan pedoman bagi stakeholder, baik bagi aparatur desa, eksekutif di daerah dan pusat, anggota legislatif maupun masyarakat.
Buku-buku referensi berdesa lainnya dapat dibaca dalam modul pendampingan desa.
Adapun materi-materi yang dibahas dalam Buku Pintar Dana Desa ini meliputi; Esensi UU Desa dan Dana Desa, Konsep Dasar Dana Desa, Evaluasi Dana Desa, Perencanaan, Penganggaran, dan Pokok-Pokok Kebijakan Dana Desa dalam APBN.
Penyaluran Dana Desa, Penggunaan Dana Desa, Pengelolaan Dana Desa di Desa, Pengadaan Barang dan Jasa di Desa, Program Padat Karya dan Cash for Work, Pemantauan dan Pengawasan, dan Badan Usaha Milik Desa.
Buku Pintar Dana Desa diterbitkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia secara gratis, dapat dibaca secara online maupun offline. Siapapun boleh mengunduh atau donwload disini. Selamat membaca, semoga bermanfaat.
25 September 2017
Donwload Modul Pratugas Tenaga Pendamping Profesional 2017
Modul Pratugas Tenaga Pendamping Profesional Tahun 2017 ini diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dalam rangka peningkatan kapasitas pendampingan implementasi Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa.
Ingat! Pendampingan desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasi penggunaan Dana Desa saja, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap desa.
Secara umum tujuan pelatihan pra tugas adalah untuk memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan keterampilan sebelum diterjukan di lokasi tugas.
Oleh karena itu, kumpulan materi dan modul pelatihan pra tugas ini merupakan bacaan wajib bagi seorang pendamping desa. Kumpulan modul Pratugas Tenaga Pendamping Profesional Tahun 2017, antara lain sebagai berikut:
- Modul Pra tugas Pendamping Lokal Desa (PLD)
- Modul Pra tugas Lembar Informasi Pendamping Desa (PD)
- Modul Pra tugas Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI)
- Modul Pra tugas Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)
- Modul Pratugas Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)
- Modul Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Mayarakat Desa.
Donwload disni kumpulan Modul Pratugas Pendamping Profesional Tahun 2017.
Kegiatan pendampingan membentang mulai dari pengembangan kapasitaspemerintahan, mengorganisir dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, memperkuat organisasi-organisasi warga, memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jejaring dan kerjasama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat.
Selain modul-modul pratugas diatas, ini 10 buku saku pendampingan desa yang juga bacaan penting untuk dibaca dan dihayati oleh para Pendamping Desa. Semoga bermanfaat.
11 September 2017
Pedoman dan SOP Program Inovasi Desa
Program Inovasi Desa merupakan salah satu upaya Kemendesa PDTT dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan di Desa melalui pemanfaatan dana desa secara lebih berkualitas dengan strategi pengembangan kapasitas desa secara berkelanjutan khususnya dalam bidang pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusia, pelayanan sosial dasar, serta infrastruktur desa.
Pengertian Jasa Layanan Teknis (PJLT) dalam Program Inovasi Desa adalah lembaga profesional yang menyediakan jasa keahlian teknis tertentu di bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, dan Infrastruktur Desa.
Pedoman lengkap tentang Technical Services Provider dapat dibaca di Standar Operasional Prosedur (SOP) Penyedia Jasa Layanan Teknis (PJLT).
Salah satu strategi yang dikembangkan dalam Program Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa adalah memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan secara partisipatif. Sebagai bentuk dukungan kepada desa-desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan dana desa sebagai investasi yang mendorong peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat, maka program ini akan disediakan dana operasional kegiatan (DOK) Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan yang dialokasi untuk setiap kecamatan lokasi program.
Modul program inovasi desa merupakan bahan bacaan penting bagi tenaga ahli program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dalam mendorong dan memfasilitasi penguatan kapasitas Desa. Dengan adanya modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu pendamping dalam memfasilitasi proses percepatan pelaksanaan kegiatan PID. Disini untuk Donwload Modul Program Inovasi Desa.
Program Inovasi Desa/Ilustrasi |
Melalui Program Inovasi Desa (PID) diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan secara partisipatif dan merupakan salah satu bentuk dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana Desa sebagai investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
Terkait dengan Program Inovasi Desa ini, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Telah menyusun pedoman lengkap Program Inovasi Desa, seperti SOP Percepatan Program Inovasi Desa, SOP Jasa Layanan Teknis, Modul Program Inovasi Desa, dan SOP Program Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa, dll.
Berikut penjelasan singkat tentang Pedoman dan Standar Operasional Prosedur (SOP) Program Inovasi Desa.
Percepatan Program Inovasi Desa
Bahwa UU Desa telah 3 tahun berjalan, namun dalam proses perjalanan itu masih membutuhkan dampingan dan pemahaman yang sama, baik itu di dalam internal Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dan sektor-sektor lain yang terkait dengan pembangunan Desa.
Oleh karena itu, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, membuat langkah-langkah nyata guna mempercepat proses pemahaman dan pelaksanaan-pelaksanaan pembangunan desa.
Adapun, langkah-langkah nyata yang akan dilakukan dalam mengamanahkan UU Desa salah satunya dengan pola inovasi kegiatan, praktik-praktik cerdas atau pengetahuan dalam investasi dana di desa dan kegiatan-kegitan lain dalam pembangunan desa telah tumbuh dari inisiatif masyarakat dan/atau Pemerintah Desa, maupun Kecamatan.
Percepatan Program Inovasi Desa (PID) sebagai langkah kebijakan yang diambil guna mempercepat proses pelaksanaan kegiatan dalam upaya agar proses pelaksanaan kegiatan dapat disesuaikan dengan siklus pembangunan desa yang dilandasi dari UU No.6 tahun 2014 tentang Desa, pada PP 43 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, dan PP 47 Tahun 2015 tentang Perubahan PP 43 Tahun 2014.
Dan pada prinsipnya percepatan pelaksanaan ini tidak merubah kerangka konsep dari PID, namun lebih kepada pemanfaatan peran pelaku program yang telah siap dalam proses percepatan PID di 434 kabupaten.
Pedoman lengkap tentang program inovasi desa ini dapat dibaca di SOP Percepatan Program Inovasi Desa (PID).
Jasa Layanan Teknis (PJLT)
Pengertian Jasa Layanan Teknis (PJLT) dalam Program Inovasi Desa adalah lembaga profesional yang menyediakan jasa keahlian teknis tertentu di bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Manusia, dan Infrastruktur Desa.
PJLT merupakan bentuk layanan jasa oleh pihak ketiga berdasarkan mekanisme pasar dan bersifat sebagai pelengkap atas pendampingan teknis yang dilakukan oleh OPD kabupaten/kota dengan dukungan tenaga Pendamping Profesional yang telah ada. Sementara itu, kedudukan PJLT berada di tingkat kabupaten/kota yang berperan sebagai wadah informasi dan pertukaran pengetahuan Pemerintah Daerah melalui unit kerja terkait (OPD/UPTD) dengan dibantu Tenaga Ahli Kabupaten P3MD.
Keberadaan PJLT terdapat di 33 provinsi dan 246 kabupaten/kota terpilih yang akan ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sesuai dengan kriteria.
Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa
Salah satu strategi yang dikembangkan dalam Program Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa adalah memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan secara partisipatif. Sebagai bentuk dukungan kepada desa-desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan dana desa sebagai investasi yang mendorong peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat, maka program ini akan disediakan dana operasional kegiatan (DOK) Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan yang dialokasi untuk setiap kecamatan lokasi program.
Pedoman lengkap tentang program ini dapat dibaca di Standar Operasional Prosedur (SOP) Inovasi dan Pengelolaan Pengetahuan Desa.
Modul Program Inovasi Desa
Modul program inovasi desa merupakan bahan bacaan penting bagi tenaga ahli program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dalam mendorong dan memfasilitasi penguatan kapasitas Desa. Dengan adanya modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu pendamping dalam memfasilitasi proses percepatan pelaksanaan kegiatan PID. Disini untuk Donwload Modul Program Inovasi Desa.
Sedangkan untuk pedoman, buku saku desa dan modul-modul terbaru lainnya dapat diakses di menu kategori modul pendampingan Desa.(*)
06 September 2017
Masih Bingung Seputar Dana Desa, Temukan Jawabannya Disini!
Salah satu ketentuan penting dari Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa adalah hadirnya Dana Desa yang bersumber dari APBN. Dana Desa merupakan bentuk kongkrit pengakuan Negara terhadap hak asal-usul Desa dan kewenangan lokal berskala Desa. Dana Desa diharapkan dapat memberi tambahan energi bagi Desa dalam melakukan pembangunan dan pemberdayaan Desa, menuju Desa yang kuat, maju dan mandiri.
Ilustrasi: Blogger Desa |
Karena begitu penting dan strategisnya Dana Desa, sehingga wajar apabila Dana Desa mendapat perhatian sangat besar dari publik, karena nilai nominalnya yang relatif besar. Sementara banyak pihak yang merasa waswas terhadap kompetensi dan kapabilitas perangkat Desa dalam pengelolaan dana tersebut.
Melalui buku ini, berbagai pertanyaan tentang Dana Desa yang paling sering diajukan oleh masyarakat Desa, perangkat Desa, maupun stakeholder Desa, akan diulas melalui jawaban-jawaban yang lugas dan opsional.
Buku ini disusun sebagai media sosialisasi Dana Desa sekaligus pedoman bagi masyarakat, Pemerintahan Desa, serta stakeholder Desa dalam mengelola Dana Desa sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Setelah membaca buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam rangka melaksanakan visi pembangunan dan pemberdayaan Desa, yakni mewujudkan Desa yang kuat, mandiri, dan demokratis.
Dalam buku ini akan menjelaskan tentang pengertian dan kedudukan dana desa, definisi dana desa, kedudukan dan fungsi dana desa, dan pengalokasian dana desa. Menjelaskan tentang penyaluran dana desa, mekanisme penyaluran dana desa, dan dokumen penyaluran dana desa.
Buku ini juga menjelaskan tentang pengelolaan dana desa, pelaksana kegiatan, teknis dan administrasi dana desa, pajak, pelaporan dan pengawasan, dan prinsip swakelola kegiatan desa.
Selanjutnya, menjelaskan tentang penggunaan dana desa, prioritas penggunaan dana desa, belanja dana desa, pertanggung jawaban dana desa, dan pengawasan dana desa sampai pada penjelasan sisa dana desa.
Masih Bingung Seputar Dana Desa, Temukan Jawabannya Disini! Dalam buku "Dana Desa Untuk Desa Membangun Indonesia" (Tanya Jawab Seputar Dana Desa). Donwload buku ini yang diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tahun 2016.(*)
04 September 2017
Donwload Modul Program Inovasi Desa
Desa Inovatif adalah desa yang warga masyarakatnya mampu mengenali dan
mengatasi serta memanfaatkan teknologi canggih atau cara-cara baru untuk mengatasi masalah dan meningkatkan perekonomiannya dengan cara menggunakan teknologi yang ada di sekitar lingkungannya secara mandiri.
Donwload juga: Buku Teknik Membangun Sarana dan Prasarana Desa
mengatasi serta memanfaatkan teknologi canggih atau cara-cara baru untuk mengatasi masalah dan meningkatkan perekonomiannya dengan cara menggunakan teknologi yang ada di sekitar lingkungannya secara mandiri.
Modul Program Inovasi Desa ini diinisiasi oleh Direktorat Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD), Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Untuk membangun Desa kreatif dan berinovasi untuk mendorong pengembangan ekonomi lokal, replikasi teknologi, dan percepatan pembangunan Desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Melalui Program ID diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan secara partisipatif dan merupakan salah satu bentuk dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana Desa sebagai investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
PID bertujuan untuk mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan dana desa dengan memberikan banyak referensi dan inovasi pembangunan desa dalam rangka mendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi perdesaan, serta membangun kapasitas desa yang berkeberlanjutan.
Oleh karena itu, buku panduan inovasi desa ini menjadi bahan bacaan penting dalam mendorong dan memfasilitasi penguatan kapasitas Desa. Adapun pokoh pembahasan modul program inovasi desa ini sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1. Konsep dan Kebijakan Program Inovasi Desa.
- Konsep Dasar Inovasi Desa
- Pokok-Pokok Kebijakan Program Inovasi Desa
- Program Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
- Penyedia Jasa Layanan Teknis dalam Program Inovasi Desa
- Kerangka Acuan Tenaga Ahli Program Inovasi Desa
- Hubungan Antar Pihak dalam Pelaksanaan Program Inovasi Desa
- Mekanisme Percepatan dalam Pelaksanaan Program Inovasi Desa.
Pokok Bahasan 2. Tugas Tenaga Ahli P3MD dalam Pelaksanaan Program Inovasi Desa.
- Panduan Pelaksanaan Sosialisasi Program Inovasi Desa
- Tim Inovasi Kabupaten
- Panduan Penyelenggaraan Bursa
- Direktori Penyedia Jasa Layanan Teknis Pelaporan Program Inovasi Desa.
Pokok Bahasan 3. Pemanfaatan Dana Operasional.
- Penggunaan Dana Operasional Kegiatan (DOK) Program Pengetahuan dan Inovasi Desa
- Dana Dekonsentrasi Penyedia Jasa Layanan Teknis.
30 Agustus 2017
Bahan Bacaan dan Modul Pelatihan PID 2017
Program Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui peningkatan kapasitas desa dalam mengembangkan rencana dan pelaksanaan pembangunan desa secara berkualitas.
Program Inovasi Desa hadir sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan Dana Desa dengan memberikan rujukan inovasi pembangunan Desa serta merevitalisasi peran pendamping dalam pengembangan potensi ekonomi lokal dan kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusai serta infrastruktur Desa. Melalui PID diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan secara partisipatif.
Baca: Inovasi Kunci Pengembangan Desa.
Program Inovasi Desa merupakan salah satu
bentuk dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana
Desa sebagai investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
Modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku
kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu
pendamping dalam memfasilitasi proses percepatan pelaksanaan kegiatan PID.
Bahan Bacaan dan Modul Pelatihan Percepatan Program Inovasi Desa (PID) Tahun 2017, sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1: Konsep dan Kebijakan Program Inovasi Desa.
Program Inovasi Desa hadir sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan Dana Desa dengan memberikan rujukan inovasi pembangunan Desa serta merevitalisasi peran pendamping dalam pengembangan potensi ekonomi lokal dan kewirausahaan, pengembangan sumber daya manusai serta infrastruktur Desa. Melalui PID diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan secara partisipatif.
Baca: Inovasi Kunci Pengembangan Desa.
Program Inovasi Desa merupakan salah satu
bentuk dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana
Desa sebagai investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
Modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku
kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu
pendamping dalam memfasilitasi proses percepatan pelaksanaan kegiatan PID.
Bahan Bacaan dan Modul Pelatihan Percepatan Program Inovasi Desa (PID) Tahun 2017, sebagai berikut:
Pokok Bahasan 1: Konsep dan Kebijakan Program Inovasi Desa.
- Konsep Dasar Inovasi Desa
- Pokok-Pokok Kebijakan Program Inovasi Desa
- Program Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa
- Penyedia Jasa Layanan Teknis dalam Program Inovasi Desa
- Kerangka Acuan Tenaga Ahli Program Inovasi Desa
- Hubungan Antar Pihak dalam Pelaksanaan Program Inovasi Desa
- Mekanisme Percepatan dalam Pelaksanaan Program Inovasi Desa.
- Panduan Pelaksanaan Sosialisasi Program Inovasi Desa
- Tim Inovasi Kabupaten
- Panduan Penyelenggaraan Bursa
- Direktori Penyedia Jasa Layanan Teknis Pelaporan Program Inovasi Desa.
- Penggunaan Dana Operasional Kegiatan (DOK) Program Pengetahuan dan Inovasi Desa
- Dana Dekonsentrasi Penyedia Jasa Layanan Teknis.
Jika diperlukan penambahan dan pengayaan terkait topik-topik pembahasan dapat diskusikan bersama agar pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.(*)
Langganan:
Postingan (Atom)