Tampilkan postingan dengan label Warta Terkini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Warta Terkini. Tampilkan semua postingan

13 Januari 2016

Dana Desa Diharapkan Atasi Kesenjangan si Kaya & si Miskin

Rumah Warga Miskin/Foto Ilustrasi GRT
GampongRT - Anggaran dana desa yang berikan oleh pemerintah kepada setiap desa di Indonesia diharapkan dapat mengatasi kesenjangan sosial seperti yang terjadi selama ini. Dengan adanya kucuran dana pusat yang masuk ke pedesaan, pemerintah daerah diimbau untuk turut serta membangun pedesaan sehingga nantinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di setiap desa di Indonesia.

Sehingga, kesenjangan sosial yang terjadi di perkotaan pun dapat diantisipasi karena meningkatkannya perekonomian masyarakat pedesaan yang berdampak pada semakin sedikitnya masyarakat di desa melalukan migrasi ke kota. (Baca: Menteri Marwan Segera Jalankan Program Padat Karya)

Menurut Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop, program dana desa ini seharusnya dapat menjadi pion pembangunan daerah yang kemudian akan memberikan dampak jangka panjang bagi peningkatan perekonomian pedesaan.

"Dana desa dapat meningkatkan perekonomian daerah yang menyebabkan meningkatnya ekonomi nasional," ujar Ndiame di Gedung Energi, Jakarta, Selasa (15/12/2015).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, pada tahun 2016 national banget transfer (transfer dana desa) dapat mencapai Rp47,7 triliun. Jumlah ini meningkat 2 kali lipat dibanding tahun 2015 yang hanya mencapai Rp20,8 triliun.

"Dana desa dapat menjadi salah satu kebijakan yang memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. Dengan adanya pembangunan infrastuktur dapat dana desa ini dapat menjadi penggerak," imbuh Ndiame. 

Kesenjangan sosial yang saat ini terjadi dapat diatasi dengan memanfaatkan dana desa. Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dana desa agar tidak disalahgunakan dan mengendap di bank daerah.

Sumber: okezone.com

12 Januari 2016

Desa dan Pertanian Negeri Seberang

Sawah terasering) terletak di Hamanoura, Jepang
GampongRT - Indonesia merubah konsep desa sebagai objek pembangunan menjadi desa sebagai pelaku pembangunan. Sedikit perubahan kata namun memberi dampak yang besar dengan potensi yang sangat luar biasa.

Pemerintah dan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat desa, harus memiliki inovasi dan kreatifitas dalam mengelola sumber daya dan peluang yang ada. Tidak ada salahnya pula bila belajar ke desa-desa yang ada di negara seberang lautan.


“Banyak yang bisa dipelajari dari negara lain,” ujar anggota Komisi II DPR RI fraksi PDI-Perjuangan Budiman Sudjatmiko kepada metrotvnews.com di Jakarta, Kamis (14/1/2016).

Misalnya, Indonesia bisa meniru Brasil dengan skema bantuan transfer dana bagi masyarakat ekonomi bawah untuk pembangunan desa. Bahkan Brasil kini juga telah memperluas skema bantuannya kepada masyarakat perkotaan untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi.

Indonesia juga dapat meniru Thailand yang diakui sebagai salah satu negara tujuan terbaik dunia. Negeri Gajah Putih menyulap desa-desanya untuk tujuan pariwasata dengan perbaikan infrastruktur dan pendidikan kepada masyarakatnya untuk melayani turis dengan baik.

Pendekatan sektor pariwisata untuk menggenjot perekonomian juga dilakukan di Eropa. Antara lain Greenwich di Inggris, Regensburg di German, Brugel di Belgia dalam semangat untuk menjaga kekhasan gaya bangunannya dapat ditiru. Kota tua yang dulunya hanya desa-desa kecil di abad pertengahan tersebut dapat menjadi contoh yang baik untuk menunjukkan pembangunan tidak perlu menghilangkan tradisi.

Masih banyak pertumbuhan desa-desa negara lain yang bisa ditiru. Pendekatan negara tersebut membangun desanya pun dapat dipelajari.

Saemaul Undong, gerakan desa baru Korea Selatan

Kore Selatan adalah salah satu yang negara yang bisa menjadi tempat Indonesia belajar pembangunan desa. Siapa sangka negara tempat banyak raksasa teknologi bermarkas itu dulunya sangat miskin. Bahkan mereka tercatat sebagai negara yang jauh lebih miskin ketimbang Indonesia pada era-1950an.

Gerakan bernama Saemaul Undong menjadi salah satu alasan.

Saemaul Undong yang secara harfiah adalah gerakan desa baru, merupakan suatu gerakan perubahan dan reformasi pedesaan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Gerakan ini dicanangkan oleh Presiden Park Chung Hee yang melakukan kudeta pada 1961.

Gerakan Saemaul Undong pun diperkenalkan pada tahun 1970 kepada masyarakat Korea. Ada beberapa semangat yang dibawa gerakan ini. Semangat pembangunan nasional untuk keluar dari kemiskinan, semangat reformasi spiritual untuk modernisasi masyarakat Korea, semangat pengembangan berpusat di sekitar masyarakat pedesaan, semangat persatuan rakyat untuk mengatasi konflik antar kelas sosial, serta semangat untuk mewarisi dan mewariskan tradisi masyarakat.

Gerakan Saemaul Undong direncanakan dan dilaksanakan oleh penduduk desa sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Program yang dijalankan pada tahun-tahun pertama lebih banyak fokus kepada perbaikan infrastruktur. Mulai dari pelebajaran jalan, pembangunan jembatan, drainase dan instalasi air bersih, dan cocok tanam jenis tanaman yang cepat memberi tumbuh dan memberi manfaat.

“Jadi ini persis semacam gotong royong. Tapi program dibuat secara resmi oleh pemerintah. Pada awalnya pemerintah memberi modal per desa untuk program perbaikan, jika berhasil ditambah,” kata pengamat budaya Korea Suray Agung Nugroho kepadametrotvnews.com, Senin (11/1/2016).

Program yang dicanangkan pada April mendapat perhatian dari Bank Dunia pada Agustus 1970. Chung Hee menggunakan dana tersebut untuk pembelian belasan juta sak semen yang didistribusikan merata kepada 33.267 desa di Korea Selatan pada saat itu.

Gerakan pembangunan dengan desa sebagai pusatnya ini cukup unik karena gerakan dikenalkan ke masyarakat oleh relawan yang tidak digaji. Relawan ini diberikan pendidikan oleh pemerintah Korea Selatan untuk memastikan keberhasilan program Saemaul Undong. Pemimpin Saemaul, sebutan untuk para relawan, bekerja sama dengan kepala desa agar program terlaksana dengan baik. Mereka bahkan harus turun tangan membujuk penduduk desa agar berpartisipasi.

Program terus diusung selama Chung Hee menjabat dengan membawa asas geun myeun (ketekunan), jajo(swadaya), dan hyom dong (kerjasama). Gerakan yang terus menerus dilaksanakan selama hampir sepuluh tahun ini akhirnya mengakar ke masyarakat pedesaan di Korea Selatan. Walau akhirnya Presiden Chung Hee tewas terbunuh, semangat pembangunan dari desa dan asas yang dibawa Saemaul Undong akhirnya mempengaruhi masyarakat negeri ginseng secara keseluruhan.

Desa Jepang, semangat inovasi dan tradisi

Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Mungkin itulah peribahasa yang cocok untuk menggambarkan perbedaan antara Korea Selatan dan Jepang dalam membangun desa-desanya.

Kedua negara ini sama-sama negara yang besar setelah perang dunia pertama. Keduanya sama-sama diporakporandakan oleh perang. Keduanya juga sama-sama membawa semangat pembangunan dari pinggiran.

Jepang lebih terciri dengan caranya menghasilkan inovasi dengan tetap menjaga tradisi. Inovasi di Jepang tidak hanya terjadi di perkotaan tapi juga pedesaan.

Desa Kawakami Perfektur Mura menjadi salah satu contoh. Jika desa-desa di negara lain hanya berusaha menghasilkan produk ternak dan pertanian yang sama, desa Kawakami berusaha meningkatkan kualitas pertaniannya dengan melakukan inovasi penanaman selada dan kol.

Dengan selada dan kol yang segar, beraroma sedap dan terasa manis pun berhasil membuat desa ini menjadi sangat terkenal. Bahkan dengan penghasilan dua tanaman tersebut, penduduk “desa sayuran” memiliki penghasilan per tahun hingga 25 juta yen.

Pengasilan tersebut 50 persennya berasal dari perkebunan selada dan 30 persennya dari kol. Sedangkan sisanya dari sayuran lain. Sekali panen, mereka bisa mengekspor puluhan ribu boks sayuran ke luar negeri selain untuk konsumsi dalam negeri.

Dengan penduduk desa yang hanya berjumlah sekitar 4.800 orang, Kawakami berada di atas rata-rata daerah lain. Generasi muda di desa ini pun tergolong tinggi dibanding pedesaan lain di Jepang. Bagi warga Kawakami, menjadi penduduk desa adalah kebanggaan.

Tidak hanya di Desa Kawakami, hal yang sama juga terjadi di desa-desa sekitar Kota Matsusaka dan Kota Kobe. Inovasi peternak membuat desa-desa di wilayah ini terkenal dengan sapi Wagyu (sapi Jepang) hingga ke mancanegara.

Sapi Wagyu diternakan dengan kondisi alami. Sapi pun dijaga dengan untuk tidak stres dan secara rutin diberi relaksasi. Bahkan sapi-sapi diberi minuman khusus. Ini membuat daging Wagyu terasa lembut dan beraroma jauh lebih nikmat.

Tidak tanggung-tanggung, peternak juga menerapkan sistem kelas daging Wagyu dari skala 1 sampai 9. Akibat kualitas yang tinggi dan tradisi yang terus dijaga, daging Wagyu menjadi makanan kelas atas. 100 gram daging Wagyu harganya dapat mencapai USD50.

Inovasi yang dilakukan Jepang tetap diiringi dengan menjaga tradisi. Di tengah perkembangan teknologi dan industrialisasi Jepang, negeri matahari terbit tetap memilki desa indah yang menjaga tradisi. Desa Shirakawago misalnya.
Desa Shirakawago menjadi salah satu Situs Warisan Dunia yang berada di Jepang. Situs ini terletak di lembah sungai Shokawa di perbatasan Prefektur Gifu.

Desa Shirakawago terkenal dengan rumah tradisionalnya yang berusia lebih dari 200 tahun. Rumah Gassho-zukuri (konstruksi tangan berdoa) terciri dengan bentuk atap rumah yang miring dan melambangkan tangan orang yang sedang berdoa.

Desain rumah ini sangat kuat dan memiliki bahan atap yang unik karena iklim daerah Shirakawago. Kawasan tempat desa ini berada terkenal dengan saljunya tebal. Semua atap rumah di Desa Shirakawago menghadap ke timur dan barat. Ini bertujuan salju yang menumpuk segera bisa mencair ketika terkena matahari.

Karena atap menghadap arah matahari, semua ventilasi yang terletak di loteng mengarah ke selatan dan utara. Dengan begitu aliran udara dan angin bebas keluar masuk sehingga menciptakan sistem ventilasi yang terbaik.

Rumah gassho-zukuri terbuat dari kayu. Seluruh bangunan juga tidak menggunakan paku. Seluruh rumah hanya disatukan dengan tali yang terbuat dari jerami yang dijalin atau neso.

Negeri semaju Jepang pun tetap menjaga tradisi.

Desa terkaya di dunia ada di Tiongkok

Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Tiongkok. Indonesia pun tidak salah jika ingin belajar cara membangun desa yang kaya ke Tiongkok. Sebab, saat ini Desa Huaxi yang berada di Provinsi Jiang Shu.

Dalam waktu 50 tahun, Xuahi berhasil merubah diri dari desa miskin menjadi desa terkaya dengan prinsip “maju dan makmur bersama”. Huaxi bersama desa-desa modern lain merupakan wujud hasil kerja keras, kebersamaan, sekaligus kebebasan desa untuk membangun diri scara mandiri.

Perkembangan Xuahi ditandai saat kebijakan politik “membubarkan komune rakyat” dilakukan pada 1980. Wu Renbao sebagai sekretaris partai tingkat desa memilih mempertahankannya.

Asas saling berbagi dan semangat membangun bersama yang tetap dipegang desa walau komune rakyat dihapus membuat Huaxi tumbuh sebagai desa dengan industri pertanian yang modern. Bermodalkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Huaxi telah memiliki banyak usaha, membangun pabrik baja, dan industri pariwisata.

Pembangunan berbasis desa dengan pusat BUMDes membuat masyarakat desa Xuahi menjadi sangat makmur. Sekitar 35.000 penduduk desa Xuahi menjadi masyarakat berekonomi makmur. Tiap orang setidaknya memiliki tabungan USD250 ribu, rumah seluas 400 meter persegim mobil sedan, perawatan kesehatan dan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi, hingga saham tersebar di perusahaan milik desa.

Semua atas pemberian pemerintah desa.

Bisnis di Xuahi sangatlah bervariasi saat ini. Mulai dari perkapalan, tembakau, baja, hingga tekstil. Untuk mempermudah pebisnis mengeksplorasi Huaxi dan kota-kota terdekatnya, pemerintahan desa bahkan menyewakan taksi helikopter.

Pada 2011 lalu, pemerintahan Desa Huaxi mendirikan gedung pencakar langit setinggi 328 meter yang menjadi salah satu bangunan pencakar langit tertinggi dunia.

Memang tak ada salahnya Indonesia belajar ke desa negeri seberang. Apalagi dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa-desa di nusantara didorong untuk semaking berkembang.

Berkaca ke Vietnam dan Thailand untuk pertanian

Salah satu cita-cita Indonesia adalah menjadi negara agraria yang mampu swasembada pangan. Cita-cita luhur ini sudah muncul semenjak zaman Indonesia merdeka.

Guru besar ekonomi IPB Hermanto Siregar menyebutkan hal ini akan sulit terjadi karena beberapa kelemahan Indonesia. Pertama terkait konsesi lahan pertanian Indonesia yang terus menyusut.

"Konsesi lahan pertanian banyak yang berubah menjadi perumahan atau peruntukan industri," cerita Hermanto kepada metrotvnews.com, Senin (11/1/2016).

Setiap tahunnya konsesi lahan pertanian berkurang hingga 100 ribu hektare per tahun. Penyusutan terbesar paling banyak terjadi di pulau Jawa, Sekitar 40 ribu hektare tiap tahunnya.

Memang pemerintah Indonesia belakangan sudah berupaya membuka lahan-lahan pertanian baru. Tapi perbandingannya jauh lebih kecil dibanding pengalihan konsesi lahan yang terjadi. Penambahan lahan hanya sekitar 5.000 hektare per tahun.

"Dibutuhkan kesungguhan dari pemerintah untuk menegakkan hukum alih fungsi lahan pertanian," ucap Hermanto menyayangkan pertanian Indonesia yang semakin kalah dengan negara tetangga.

Sudah saatnya Indonesia berkaca ke negara tetangga dalam memajukan pertanian. Thailand dan Vietnam bersungguh-sungguh dalam menguatkan sektor pertanian. Berbeda dengan Indonesia, Thailad dan Vietnam berani untuk mempertahankan luas lahan pertaniannya.

Vietnam menetapkan wilayah delta Mekong sebagai kawasan pertanian yang tidak boleh diganggu gugat. Thailand juga menetapkankan lahan pertaniannya tidak boleh dialih fungsikan.

Indonesia juga masih ketinggalan soal teknologi pangan. Walau sama-sama terus mengembangkan teknologi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan, Indonesia masih ketinggalan dibanding kedua negara tersebut.

Produktivitas lahan padi dapat dijadikan contoh. Rasio perbandingan jumlah hasil panen dibanding luas lahan padi Indonesia hanya 1 ton per hektar. Sedangkan Vietnam berhasil mencapai angka 5,4 ton per hektar.

Produktivitas Thailand memang sedikit lebih rendah dibanding Indonesia. Tapi Thailand mampu jauh meninggalkan total hasil produksi padi Indonesia karena jumlah lahan yang luas dibanding kebutuhan mereka. Akhirnya beras Thailand mampu memasuki pasar Indonesia. Bukan sebaliknya.

Soal pengembangan teknologi pangan Indonesia juga tidak fokus seperti kedua negara tersebut. Setidaknya ada dua kelemahan Indonesia yang dilihat oleh pengamat pertanian ini.

Pertama, Indonesia tidak fokus dalam menggunakan anggaran pengembangan teknologi pertanian Indonesia. Terlalu banyak komoditas yang dikembangkan, sedanggkan anggaran terlalu yang ada sangat terbatas.

Kedua, terlalu banyak lembaga yang melakukan riset dan pengembangan pangan. Secara logis, semakin banyak lembaga yang mengembangkan seharusnya memberi dampak positif. Namun yang terjadi di Indonesia justru tumpang tindih penelitian. Saat Kementerian melakukan riset suatu komoditas, lembaga pendidikan tinggi dan universitas juga melakukan riset komoditas yang sama.

Thailand menyerahkan riset komoditas pertanian ke universitasnya. Ketika hasil riset keluar, pengembangan tersebut diserahkan ke pemerintah untuk diimplementasikan.

"Supaya tidak tumpang tindih antara riset satu lembaga dengan riset lembaga lain," Hermanto menegaskan.

"Jadi untuk memajukan pertanian, Indonesia hanya butuh fokus," tandas Hermanto. 

Sumber: metrotvnews.com
Foto ilustasi: apakabardunia.com

07 Januari 2016

Pembangunan Desa di Purwakarta Jadi Rujukan Nasional

GampongRT - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menilai pembangunan desa di Kabupaten Purwakarta sudah bagus. Makanya, wilayah ini akan jadi rujukan nasional bagi pembangunan desa di Indonesia. Salah satu indikatornya, desa diberikan ruang gerak sendiri untuk membangun wilayahnya.

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mengatakan, pihaknya harus belajar pada Purwakarta. Sebab, kekompakan antar kepala desa dengan birokrat di wilayah ini sangat kuat. Selain itu, desa diberikan ruang kebebasan untuk membangun wilayah masing-masing.

"Kami salut, pemkabnya memberikan kebebasan pembangunan diserahkan langsung ke desa," ujar Marwan, kepada Republika, Kamis (7/1).

Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah pusat juga sudah menitikberatkan pembangunan di setiap desa. Akan tetapi, sampai sekarang belum merata. Karena itu, keberhasilan pembangunan di Purwakarta ini bisa jadi rujukan nasional. Supaya, daerah lain bisa mengikuti. Tetapi, hal itu tergantung dari kreativitas masing-masing kepala daerahnya.

Meskipun dari aspek pembangunan sudah bagus, pihaknya meminta supaya wilayah ini bisa meningkatkan lagi gotong royong dan siskamling. Sebab, saat ini budaya tersebut sudah mulai memudar. Padahal, keberhasilan pembangunan di desa tak lepas dari perilaku gotong royong masyarakatnya.

Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan, pada tahun ini gaji kepala desa di wilayahnya naik. Dari Rp 2,6 juta menjadi Rp 4 juta per bulan. Kenaikan ini, sangat pantas. Mengingat, beban kerja kepala desa sangat tinggi dibanding pegawai lainnya. "Ini bentuk perhatian kami terhadap kepala desa," ujarnya.

Menurut Dedi, kepala desa merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Karenanya, wajar bila mereka mendapat perhatian lebih. Meskipun, secara pribadi upah Rp 4 juta ini masih jauh dari ideal. Idealnya, gaji kepala desa itu Rp 10 juta.

Dengan kenaikan upah ini, lanjutnya, bukan berarti kepala desa bisa senang-senang. Tetapi, mereka harus bisa meningkatkan kinerjanya. Bila ada kepala desa yang tidak bekerja sesuai ketentuan, akan dikenakan punishment. Yaitu, upahnya akan ditahan.

Jadi, kades harus selalu melaporkan situasi dan kondisi di wilayahnya ke bupati. Misalkan, ada kasus gizi buruk, masyarakat sakit jiwa yang dipasung, anak yang tidak bisa sekolah. Hal itu, harus segera dilaporkan ke bupati. Termasuk, bila ada yang sakit, kades harus mengantar warganya sampai ke rumah sakit. Sehingga warga itu bisa ditangani dengan baik di rumah sakit tersebut.

Sumber: Republika.co.id
Foto: Madinaonline.id/ilustrasi

Calon Pendamping Dana Desa Banyak yang "Salah Kamar"

GampongRT - Proses rekrutmen pendamping pengolahan dana desa 2016 di Kabupaten Tulungagung berlangsung amburadul.

Di antaranya masih banyak terjadi kasus "salah kamar". Misalnya, seorang pelamar melamar menjadi pendampin untuk wilayah kecamatan, ternyata muncul sebagai pendamping lokal desa (PLD).

Bahkan, ada nama pendaftar yang identitasnya muncul di daerah lain. Yang terparah, ada sejumlah nama yang sejak awal tidak mendaftar, namun anehnya muncul dalam pengumuman yang lolos. (Baca: Siapa Pendamping Desa yang Sesungguhnya).

"Yang tidak pernah daftar namun lolos itu diduga sebagai titipan partai politik," ujar salah satu pendaftar yang enggan disebut namanya.

Pendamping alokasi dana desa secara struktur terbagi atas tiga wilayah. Yakni, pendamping lokal desa (PLD) dengan satu pendamping untuk tiga desa, pendamping wilayah kecamatan yang diistilahkan pendamping desa (PD), dan tenaga ahli untuk penanggung jawab wilayah Kabupaten.

Seleksi pendamping tingkat desa dan kecamatan dilakukan oleh panitia penerimaan barang dan jasa daerah tingkat dua. Sedangkan selebihnya adalah provinsi yang berkoordinasi dengan pusat.

Honor yang besar yakni di tingkat desa setara dengan UMK daerah, tingkat kecamatan Rp3,8 juta dan tingkat Kabupaten sekira Rp9 juta. Hal itu membuat posisi pendamping menjadi rebutan.

Informasi yang dihimpun, perebutan posisi pendamping itu terjadi antara kelompok eks PNPM, Bapemas atau BPM dan parpol. Ferdiana, salah seorang pendamping dana desa 2015 mengatakan bahwa keruwetan rekrutmen pendamping dana desa 2016 tidak hanya terjadi di Tulungagung saja. Keruwetan menurutnya berlangsung merata.

Kabag Humas Pemkab Tulungagung Sudarmaji membenarkan amburadulnya rekrutmen pendamping alokasi dana desa 2016. Ia mengakui tidak sedikit pelamar yang tertukar tempat.

"Karena itu institusi terkait, yakni Badan Pemberdayaan Masyarakat telah menyurati provinsi untuk meminta pembenahan, "ujarnya. (Baca: Selain Tugas Utama, Inilah 13 Fungsi Pendamping Desa).

Sumber: okezone.com
Foto ilustrasi GRT

06 Januari 2016

Menteri Marwan Kobarkan Semangat Revolusi Mental

GampongRT - Berbagai program pembangunan desa, daerah tertinggal, dan transmigrasi akan berjalan lancar jika didukung kinerja birokrasi pemerintahan yang baik (good governance). 

Karena itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mendeklarasikan gerakan Penguatan Reformasi Birokrasi untuk meningkatkan kinerja birokrasi di lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan, penguatan reformasi birokrasi merupakan upayanyata untuk mewujudkan pemerintahan bersih, bebas korupsi, kolusi, nepotisme. Reformasi birokrasi juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kapastias, dan akuntabilitas kinerja organisasi.

“Salah satu langkah paling sederhana untuk mewujudkan reformasi birokrasi adalah dengan melakukan revolusi mental untuk membenahi kinerja. Diawali dari diri kita masing-masing sehingga nantinya akan memancar di lingkungan dengan hasil kerja yang maksimal,” kata Marwan Jafar di Jakarta, Rabu (6/1).

Tokoh asal Pati, Jawa Tengah ini mendorong agar semua jajaran di Kementerian Desa PDTT menjaga kekompakan, kedisiplinan, dan menjunjung tinggi profesionalisme. Kita semua harus mau berubah dengan merevolusi mental dengan menanamkan kerja keras, kerja cerdas, kerja cepat, dan kerja tepat.

Menteri Desa pertama sejak Indonesia ini mengajak semua pejabat di semua level dan jajaran tingkat terbawah Kementerian Desa PDTT untuk selalu bekerja keras dan cepat. “Kita sudah menjadi satu keluarga besar di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Ayo bekerja dengan semangat dan jangan loyo, karena desa-desa belum sejahtera dan negara kita belum berjaya,” tandasnya.

Marwan mengajak semua jajaran kementerian untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang menghambat kinerja. Diganti dengan kebiasaan baru yang lebih disiplin, lebih terarah, terencana, dan berorientasi pada hasil dan pelayanan maksimal bagi masyarakat.

“Mulai tahun 2016 dan seterusnya ini kita harus benahi bersama sama agar kinerja kita semakin meningkat. Kendala harus kita hadapi bersama, peluang dan tantangan harus kita raih bersama demi memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat,” tegasnya.

Program reformasi birokrasi, lanjut Marwan, sebenarnya sudah lama dicanangkan dan urgensinya masih sangat relevan dengan kebutuhan dan tuntutan kementerian saat ini. Karena itu, gagasan melakukan deklarasi penguatan reformasi birokrasi dalam rangka melakukan revolusi mental harus disambut dengan baik. Hakekat reformasi birokrasi adalah pembenahan sumberdaya manusia, dan itu unsur intinya adalah perubahan budaya kerja dan pola pikir SDM ke arah lebih baik dan inovatif.

Sejak pertama kali dilantik menjadi menteri, tidak henti-hentinya saya mengajak dan mengingatkan kepada semua pejabat dan staf untuk bekerja keras dan cepat. Meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan pada masa lalu di masing-masing unit kerjanya,” tuntas Marwan. (Kemendesa)

03 Januari 2016

Marwan Jafar: Salim Kancil Pejuang Sejati dari Desa

GampongRT - Tragedi meninggalnya Salim Kancil yang memperjuangkan kekayaan Desa Selok Awar-Awar, Lumajang dari penambang liar mendapat perhatian khusus dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar.

Dalam peringatan 100 hari meninggalnya Salim Kancil, Menteri Marwan menyampaikan bahwa mendiang Salim Kancil adalah pejuang sejati dari desa. “Pak Salim saya kira layak mendapatkan penghargaan sebagai pejuang lingkungan di desa,” ucap Menteri Marwan saat menghadiri peringatan 100 hari meninggalnya Salim Kancil di Desa Selok, Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Minggu (3/1).

Pada kesempatan ini, Menteri Marwan mengingatkan bahwa sejak berlakunya UU No.6/2014 tentang Desa, sudah ada pengakuan yang tegas tentang hak-hak desa dan diikuti pemberian Dana Desa yang langsung dianggarkan dari APBN. Karena itu, desa harus bisa menjadi pengelola atas potensi yang dimilikinya.

“Kalau Desa Selok Awar Awar ini punya potensi tambang sungai, maka saya menganjurkan untuk membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) untuk dimiliki desa dan masyarakar desa. Ini tidak boleh lagi ada penambang liar yang kuasai pertambangan. Desa harus bisa mengelola atas potensi yang dimilikimya dan mengurus urusannya secara langsung,” tegas Menteri Marwan.

Peringatan 100 hari gugurnya almarhum Salim Kancil, lanjut Menteri Marwan, adalah momentum untuk menata kembali pola pengelolaan sumber daya alam yang ada di desa, termasuk pengelolaan pertambangan desa. Kekayaan pertambangan desa merupakan anugerah Tuhan untuk seluruh warga desa, bukan untuk seseorang atau kalangan tertentu.

“Karena itulah pengelolaannya pun harus melibatkan partisipasi seluruh warga desa dan untuk kesejahteraan seluruh warga desa,” jelasnya.

Menteri Marwan menambahkan, pengelolaan dan mengembangkan pertambangan desa dapat memanfaatkan Dana Desa. Pengelolaan sumber daya alam desa termasuk pertambangan dapat dilakukan dengan membentuk BUMDesa yang merupakan usaha bersama milik seluruh masyarakat desa. Pembentukannya melalui Musyawarah Desa yang melibatkan Pemerintah Desa bersama seluruh unsur masyarakat desa.

Menteri Marwan menyampaikan bahwa komitmen pemerintahan Jokowi-JK menjadikan desa sebagai pondasi pembangunan nasional sangatlah kuat. Komitmen ini diwujudkan dengan Dana Desa yang akan ditingkatkan jumlahnya dari tahun ke tahun. “Pada 2016 ini setiap desa kira-kira dapat Rp800 juta. Saya berpesan, tolong digunakan untuk kepentingan desa sesuai dengan aspirasi masyarakatnya,” tegasnya.

Pada bagian lain, Menteri Marwan berpesan agar masyarakat desa bisa hidup rukun dan guyub. Kepala Desa semata-mata bukan jabatam politik. Kepala desa harus bisa berperan sebagai pamutam dan penuntun masyarakat. Kades pun harus bisa mengakomodir tuntutan-tuntutan warga desa agar semua bisa terayomi.

Sementara itu, salah satu tokoh desa Abdullah Al Kudus sangat berterimakasih atas kehadiran Menteri Marwan. Dia mengatakan bahwa tanah desa yang saat ini menjadi tempat berpijak ,asyarakat adalah tanah yang dibela Salim Kancil dan kawan kawan.

“Semoga kehadiran Pak Menteri bisa menjadikan tanah ini sebagai tanah ekologi desa dan masyarakat. Semoga kita bisa membangun tanah pedesaan agar masyarakat bisa mengelola tanahnya sendiri. Kawasan ini bisa jadi kawasan yang bisa mensejahterakan desa-desa pesisir selatan Lumajang dan desa wisata di Lumajang,” tegasnya.

Sumber: Kemendesa

29 Desember 2015

Pemerintah Daerah Masih Salah Tafsirkan UU Desa

GampongRT - Rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun perekonomian dari pinggir masih menjadi tantangan besar di tahun 2016 mendatang. Padahal, pemerataan ekonomi sangat dibutuhkan guna memberikan kontribusi lebih terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, mengatakan ada sejumlah permasalahan menyangkut Undang-Undang (UU) Desa, yang berpotensi membuat pertumbuhan di daerah menjadi terhambat. Pertama, kebijakan dalam UU Desa tersebut yang dianggap belum solid.

"Di sini terlihat, ada chemistry yang kurang antara kementerian. Ketiga, UU Desa diluncurkan, kemudian dana desa sudah harus disalurkan, perlu adanya surat keputusan bersama tiga menteri. UU Desa ini belum tersinkron dengan UU lain," ujar Latif, dalam diskusi di kantornya, Jakarta, Selasa, 29 Desember 2015.

Kedua, lanjut Latif, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan instansinya, ditemukan masih ada pemerintah kabupaten daerah yang salah dalam menerjemahkan UU Desa.

Padahal, fokus utama UU Desa ini adalah bagaimana membangun infrastruktur di daerah.

"UU Desa keluar, UU Pemerintah Daerah belum keluar. Masih belum baik. Di beberapa desa juga masih ada yang menerjemahkan UU Desa sebagai sumber penghasilan," tutur dia.

Menurut dia, kedua hal tersebut berpotensi untuk menganggu pertumbuhan ekonomi pada tahun 2016 mendatang. Apabila bisa diatasi, rencana Jokowi membangun perekonomian secara merata melalui pinggiran pun dipastikan akan teroptimalisasi dengan baik. (Baca Presiden: Dana Desa Jangan Keluar dari Desa)

"Kalau sudah clear semua, kami optimistis. Misi Jokowi untuk membangun dari pinggiran itu bisa tercapai," ungkapnya.

Sumber: vivanews