05 Juli 2017

Gubernur Usul Transfer Dana Desa Gunakan Specific Grant

Ayo Bangun Desa - Gubernur Jatim Dr. H. Soekarwo mengusulkan kebijakan transfer penyaluran dana desa menggunakan spesific grant. Kebijakan ini penting dilakukan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan daya beli masyarakat desa.
Dana Desa/Ilustrasi
Demikian disampaikan Pakde Karwo sapaan akran Gubernur Jatim saat membuka rapat koordinasi evaluasi pelaksanaan penyaluran dana alokasi khusus (DAK) fisik triwulan I dan dana desa tahap I serta persiapan penyaluran DAK Fisik tahap II di Aula Majapahit Kantor Wilayah Perbendaharaan (Kanwil PBN) Jatim, Jl. Indrapura No. 5 Surabaya, Rabu (5/7/2017).

Pakde Karwo menjelaskan, dengan pola specific grant maka alokasi dana desa bisa dibagi menjadi 60 persen pembangunan fisik dan 40 persen untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dengan demikian akan terjadi keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pertumbuhan daya beli masyarakat.

"Jalan-jalan desa banyak yang dipaving namun pavingnya beli di kota, sehingga dananya justru pindah ke kota. Seharusnya dana desa ini bisa memberilkan multiplier effect bagi masyarakat desa," ungkapnya.

Dia menambahkan, implementasi penyaluran dana desa selama ini menggunakan metode block grant atau diserahkan kepada kepala desa (kades). Sehingga, pengalokasian dana desa dominan untuk pembangunan infrastruktur atau fisik, sedangkan untuk pemberdayaan masyarakat relatif kecil.

"Berdasarkan survey yang dilakukan Pak Presiden di Tuban, 82 persen dana desa digunakan untuk pembangunan fisik, bahkan di Jatim hampir 84 persen untuk fisik," terangnya.

Pakde Karwo juga mengusulkan, agar kades tidak lagi menjadi penanggungjawab utama anggaran, karena banyak tugas-tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat akan terganggu.

Menurutnya, penanggungjawab dana desa bisa diserahkan pada sekretaris desa (sekdes) selaku aparatur sipil negara (ASN). "Dana desa di Jatim sudah ditransfer ke 30 kab/kota, namun saat ini belum diketahui pasti berapa realisasinya. Oleh sebab itu peran sekdes harus dimaksimalkan untuk membantu administrasi pertanggungjawaban dana desa," tegasnya.

(Baca: Desa tidak akan maju, kalau sekdes tidak paham tugas)


Terkait DAK, Pakde Karwo meminta perlu adanya bimbingan teknis dalam usulan dan verifikasi penyaringan awal usulan dari dinas/perangkat daerah. Selain itu juga perlu dibuatkan pedoman verifikasi sebagai acuan Badan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam melakukan verifikasi usulan DAK.

"Bimbingan teknis tersebut diperlukan, karena selama ini pengusulan proyek daerah belum berbasis prioritas, dan dalam mengisi pagu dana usulan masih ditemukan banyak kesalahan," jelasnya.

Pakde Karwo menambahkan, petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan DAK juga perlu segera dibuat dan sebaiknya dikeluarkan oleh Kemenkeu dan Bappenas. Pembuatan juknis tersebut diharapkan terbit setelah koordinasi dengan Kementrian Teknis, sehingga terbitnya bisa bersamaan dengan Perpres tentang rincian APBN. "Yang terpenting harus ada sinkronisasi antara alokasi anggaran pada Perpres tentang rincian APBN dengan realisasi tranfer pendapatan tersebut ke pemerintah daerah," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Kanwil Perbendaharaan Provinsi Jatim R. Wiwin Istanti menyampaikan, rakor tersebut bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dan peran baru kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) sebagai penyalur DAK Fisik dan dana desa antara Kanwil Perbendaharaan dengan pemprov Jatim. Di samping itu, untuk melakukan pemantauan persiapan penyaluran DAK Fisik triwulan II yang akan segera dilakukan.

Wiwin menjelaskan, berdasarkan data yang ada sampai dengan tanggal 10 Mei 2017 DAK Fisik telah disalurkan sebesar Rp 1,24 triliun atau 30 persen dari total pagu DAK Fisik.

Sedangkan untuk dana desa sampai dengan tanggal 8 Juni 2017 telah disalurkan sebesar Rp 3,8 triliun atau 60 persen dari total pagu dana desa. "Kami masih harus memastikan kelengkapan-kelengkapan penyaluran dana desa bisa dilengkapi sesuai waktu atau timeline yang ditetapkan," terangnya.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh 15 kepala KPPN yang tersebar di Jatim serta 39 Kepala BKPAD di seluruh Jatim.(Beritajatim.com)

03 Juli 2017

Gubernur Aceh Lanjutkan Program BKPG

Program Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong (BKPG) merupakan salah satu program unggulan hebat Gubernur Aceh periode 2017-2022. Sebagai program hebat, semua pihak hendanya ikutserta mengawal program BKPG agar dana yang akan dikuncurkan tersebut bisa tepat sasaran.

Gubernur Aceh terpilih, Irwandi Yusuf dalam kampanyenya menyebutkan, bahwa setiap desa atau gampong akan memperoleh dana desa sebesar Rp 75 juta. Berdasarkan data kemenkeu, jumlah gampong di Aceh tahun 2016 sebanyak 6.474 gampong. 

Jika setiap desa atau gampong mendapatkan alokasi dana BKPG masing-masing sebesar Rp 75 juta, maka total anggaran untuk program BKPG bisa mencapai Rp 4,8 Triliun.


Program BKPG bukan hal baru di Aceh. Program BKPG merupakan inisiatif Pemerintah Aceh di era kepemimpinan IRNA (Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar) untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Aceh melalui pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

BKPG adalah bantuan yang diberikan oleh Pemerintah Aceh dalam rangka percepatan pembangunan, penanggulangan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat dan penguatan pemerintahan gampong. Pergub Nomor 10 Tahun 2012 menjadi dasar dalam pelaksanaan program BKPG. 

Keseriusan Pemerintah Aceh dengan melanjutkannya program BKPG harus diikuti oleh kerja ekstra dari Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa di seluruh Aceh. 

Pelantikan Gubernur Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah

Berdaskan informasi yang beredar. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menetapkan jadwal pelantikan Gubernur/Wakil Gubernur Aceh terpilih Periode 2017-2022, Irwandi Yusuf, M.Sc-Ir Nova Iriansyah, MT pada Rabu, 5 Juli 2017 mendatang.

Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan gubernur/wakil gubernur hasil Pilkada Aceh 2017 itu, akan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo atas nama Presiden Jokowi di hadapan Ketua Mahkamah Syariyah Aceh dalam rapat paripurna istimewa di Gedung Utama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Banda Aceh[]

Meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) dengan Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat. Dalam hal ini, menjelaskan bagaimana masyarakat dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
IDM/Ilustrasi
Keberadaan dana desa diharapkan ikut berperan dalam peningkatan IPM itu. “Dana desa utamanya memang dipakai untuk pembangunan infrastruktur sosial dasar dan infrastruktur sosial. Namun juga bisa digunakan untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di desa,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi Bali, I Ketut Lihadnyana di Denpasar.


Di bidang pendidikan misalnya, lanjut Lihadnyana, dana desa bisa dipakai untuk membuat PAUD. Bisa pula dipergunakan untuk memberikan kursus bagi masyarakat miskin. Seperti pada desa tertentu di Bali, dana desa dimanfaatkan untuk membiayai kursus bahasa Inggris bagi masyarakatnya yang tidak mampu.

“Sudah banyak desa menerapkan untuk sektor pendidikan, bahkan ada 50 persen lebih karena sesuai dengan ketentuan,” jelasnya.

Menurut Lihadnyana, kegiatan pemberdayaan ekonomi pun bisa memakai dana desa untuk menunjang pendapatan masyarakat. Seperti sekarang, sudah banyak desa yang membentuk Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).

“Nanti diarahkan sesuai dengan potensinya dan nanti masing-masing desa mempunyai semacam keunggulan masing-masing yang disebut dengan one village, one product. Nah, sekarang intinya dengan Undang-undang desa, percepatan pembangunan di desa menjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang sebelumnya,” paparnya.

Lihadnyana menambahkan, ini tidak lepas karena desa-lah yang menentukan dan merencanakan sendiri pembangunan di desanya. Setelah itu, desa langsung melaksanakan sendiri dan melakukan pengawasan. Selain itu, desa diberi kewenangan untuk mengatur sumber anggaran, sumber daya dan mengatur juga masalah SDMnya. “Dana desa tahap pertama sudah cair semua, dan sekarang sedang dijalankan. Untuk tahap kedua, akan cair sekitar bulan September. Mungkin Bali satu-satunya di Indonesia yang telah menggunakan aplikasi Siskeudes,” imbuhnya.

Lihadnyana menjelaskan, siskeudes (sistem keuangan desa) sekaligus menjawab kekhawatiran terkait mampu tidaknya desa mengelola anggaran yang begitu besar. Aplikasi ini mendorong desa untuk membuat laporan keuangan yang akuntabel. Dana desa harus digunakan sesuai dengan peruntukannya, karena kalau di luar itu, sistem pasti akan menolak.

“Kami berharap bisa memberikan sebuah dampak bagaimana desa itu kemudian sejajar dengan kota. Artinya dari segi sarana prasarana, infrastruktur yang tersedia di desa, itu kita harapkan nanti bisa mendekati infrastruktur yang berada di kota,” pungkasnya.(Balipost.com)

30 Juni 2017

Etika Pembangunan Desa

Langkah-langkah perubahan sosial kehidupan Desa akan semakin kuat jika ada dukungan dan keterlibatan warganya. Tapi yang disebut pembangunan Desa itu akan memberi nilai manfaat jika menyatakan penanda yang jelas, atau mampu hasilkan keadilan sosial. Karena sepenting itu, maka tujuan dan langkah-langkah dalam mewujudkan tujuan pembangunan Desa hendaknya diperjelas. Sedangkan soal keadilan sosial itu sendiri, adalah momentum moral tertinggi yang harus diupayakan maksimal dan dicapai.
Ilustrasi: Ayo Bangun Desa 
Desa bukanlah kertas putih yang bisa Anda buat gambar seenaknya. Di sana ada riwayat yang tumbuh bersama norma dan tradisi yang diyakini secara kolektif, serta dijalankan dan dikelola berdasar karakter bentang alamnya. Manusia yang hidup di pesisir menjalankan tradisi mengelola sumber daya pesisir dan laut. Pelajaran hidup dan tradisi memberi dasar tindakan untuk pemanfaatan sumber daya alamnya. Di wilayah Maluku dan Papua, dikenal Sasi yang menjadi norma kehidupan adat laut mereka. Begitu juga yang tumbuh di pedalaman, pegunungan, dan lain sebagainya, tradisi rakyat itu tumbuh menjaga sumber penghidupan. Struktur proses kehidupan yang mereka jalani itu memberi dasar penilaian tentang cita keadilan sosial.

Modernisasi Desa melalui UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyatakan respek pada kehidupan lekat tradisi dan cita keadilan sosial itu. Persoalannya, yang dibutuhkan bukan hanya kata-kata, tapi bagaimana mewujudkannya. Kehidupan Desa seringkali dibuat gelisah oleh kalimat indah dari corong undang-undang, kata-kata dimainkan indah, hanya di permukaan. Begitu juga tentang pengetahuan UU Desa yang dijalankan untuk mendominasi kehidupan Desa, tidak memihak prakarsa lokal atau bahkan, mengejar keuntungan yang pada ujungnya melakukan komersialisasi alam.

Etika pembangunan Desa sangat diperlukan. Kita bisa mengambilnya dari pasal-pasal UU Desa dan berupaya menjadikannya sebagai pemenuhan hak penduduk Desa. Etika pembangunan Desa itu adalah:



  • Kekeluargaan. Yang menunjuk pada aktualisasi kebersamaan dan kegotongroyongan. Yang bekerja di sini adalah nilai-nilai yang diyakni masyarakat dan kekuatan modal sosial dalam kehidupan Desa. Keduanya dijadikan dasar pemahaman dan kerja pemberdayaan masyarakat;
  • Keadilan Sosial dan Pengarusutamaan Perdamaian. Perlu disadari, kemiskinan dalam kehidupan Desa bukanlah masalah ekonomi semata dan perlunya kedermawanan, tetapi lebih merupakan isu ketidakadilan. Diskriminasi dan konflik sosial membuat kemiskinan itu semakin dalam, dan bahkan memberi tekanan yang luar biasa buruk pada perempuan dan alam. Maka, setiap tahapan pembangunan Desa haruslah peka dan berupaya mewujudkan keadilan sosial dan pengarusutamaan perdamaian ini, serta menjadikan keduanya sebagai momentum moral pembangunan Desa.
  • Kearifan Lokal. Keberadaan adat dan/atau kearifan lokal yang dihormati dan dijalani dalam kehidupan Desa itu haruslah menjadi dasar pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA). Respek dan aplikasikan kearifan lokal dalam pembangunan SDA tidak hanya penanda keadilan sosial, tetapi juga keadilan lingkungan (ecosocial justice).
  • Keterbukaan Informasi. Ketersediaan dan akses informasi adalah syarat untuk keberdayaan masyarakat. Penggunaan teknologi informasi, seperti yang saat ini berkembang sebagai Sistem Informasi Desa, transparansi informasi keuangan Desa (seperti baliho / info grafis APBDes, dll), akuntabilitas publik pemerintahan / kelembagaan Desa merupakan syarat penting bagi kemajuan Desa.
Etika pembangunan Desa tersebut di atas dapat dipahami sebagai ukuran moral pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. Tanpa respek terhadap etika pembangunan Desa itu —sesungguhnya siapa pun yang bekerja dengan atas nama pembangunan Desa, haruslah segera dihentikan. Terakhir, perlu diketahui pula, bahwa praktek etika pembangunan Desa dalam kehidupan Desa itu sendiri adalah lebih maju dari yang masih dirancang atau dibahas oleh orang luar Desa. Tidak percaya? Silahkan buktikan sendiri di lapangan kehidupan banyak Desa yang maju dengan teknologi informasinya. (Andik Hardiyanto - merdesainstitute.id)

27 Juni 2017

Keuchik Aceh Utara Diminta Bangun Rumah Masyarakat Miskin melalui APBG 2017

Ayo Bangun Desa - Seluruh Gampong di Aceh Utara pada tahun 2017 diminta untuk dapat memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran pembangunan rumah masyarakat miskin/dhuafa dalam anggaran belanja pembangunan gampong (APBG).


Setiap gampong atau desa minimal harus membangun sebanyak 2 unit rumah dengan standarisasi akan ditentukan kemudian. Permintaan ini sebagaimana tertuang dalam surat Bupati Aceh Utara, tanggal 2 Juni 2017.

Berikut petikan isi surat Bupati Aceh Utara dengan perihal tindaklanjut Perbup Nomor 38 Tahun 2017.

Dalam rangka pengentasan kemiskinan dalam kabupate Aceh Utara, perlu dilakukan berbagai langkah strategis dengan memanfaat berbagai sumber dana, termasuk dari sumber dana gampong.

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam kabupate Aceh Utara banyaknya masyarakat miskin (dhuafa) yang belum memiliki rumah tidak layak huni digampong-gampong dalam Aceh Utara.

Sesuai Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana telah ditetapkan pembangunan/perbaikan untuk fakir miskin/dhuafa sebagai bagian dari prioritas yang harus dilaksanakan dan di alokasikan dananya melalui anggaran desa/dana gampong anggaran tahun 2017.

Dalam surat dimaksud, Bupati Aceh Utara meminta kepada para keuchik dalam wilayah kerjanya untuk dapat memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran pembangunan rumah masyarakat miskin/dhuafa dalam anggaran belanja pembangunan gampong (APBG) dan setiap gampong minimal sebanyak 2 unit rumah dengan standarisasi akan ditentukan kemudian.

Demikian isi petikan surat Bupati Aceh Utara yang ditujukan kepada pada camat dalam kabupaten Aceh Utara dengan Nomor: 41225/686.(*)

25 Juni 2017

Gubernur dan Bupati Diminta Sosialisasi Empat Prioritas Pembangunan Desa

Ayo Bangun Desa - Pemanfaatan dana desa untuk pembangunan di pedesaan mampu mengurangi laju urbanisasi. Tidak hanya untuk membangun infrastruktur, dana desa juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan.
“Kota-kota besar sudah sangat padat. Jika tidak punya keterampilan, tidak seindah yang dibayangkan. Gunakan dana desa untuk bangun desa,” kata Menteri Eko Putro Sandjojo, di Jakarta, beberapa hari yang lalu.

Menurut Menteri Eko, Peningkatan sumber daya ekonomi di pedesaan, menjadi jawaban untuk mengatasi derasnya perpindahan warga desa ke kota. Dirinya pun menekankan pentingnya implementasi empat program prioritas pembangunan desa. Hal tersebut perlu dilakukan sebagai upaya akselerasi pembangunan pedesaan.

“Tahun ini pemerintah fokus pada empat program prioritas untuk kurangi laju urbanisasi. Keempatnya yaitu menentukan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), membuat embung air desa, dan membuat sarana olahraga desa,"Katanya Mendes PDTT.

Program Prukades akan menciptakan klasterisasi produk unggulan desa hingga mendorong peningkatan skala produksi. Dengan demikian, lanjutnya, pengusaha pascapanen termotivasi masuk ke desa. 


Menteri Eko mencontohkan, seperti di wilayah Telang di Kabupaten Musi Banyuasin yang telah fokus pada pengembangan padi. BULOG pun berinvestasi untuk penyediaan sarana pengeringan padi.

“Optimalisasi peran BUMDes juga akan hasilkan lapangan kerja. Salah satunya yang kini terus dikembangkan, yakni pengelolaan Desa Wisata. Dengan membangun infrastruktur wisata dan homestay, tentu itu akan memberikan pekerjaan untuk masyarakat desa juga,” ujar Menteri Eko.

Untuk terus menekan arus urbanisasi, Menteri Eko pun meminta agar empat program prioritas pembangunan desa terus disosialisasikan. Perlu ada keterlibatan Gubernur, Bupati, hingga media massa. Tidak hanya sosialisasi, pengawasan penggunaan dana desa pun juga memerlukan keterlibatan semua pihak, utamanya masyarakat.(Diolah dari sumber Kemendesa PDTT)

22 Juni 2017

Jokowi Bakal Tambah Dana Desa 10% di Tahun Depan

Ayo Bangun Desa - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, memastikan bahwa alokasi dana desa di 2018 mengalami peningkatan 10% dari pagu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 yang sebesar Rp 60 triliun.


Hal tersebut diungkapkan Dirjen Perimbangan Keuangan, Boediarso Teguh Widodo di Ruang Rapat Komite IV DPD, Jakarta, Rabu (21/6/2017).

"Kebijakan yang baru kita akan meningkatkan anggaran dana desa sampai 10% dari dan di luar transfer ke daerah sesuai amanat UU Nomor 6," kata Boediarso.

Selama ini, porsi dana desa yang diambil dari dana transfer ke daerah hanya sebesar 10%. Boediarso menyebutkan, dana desa yang bersumber dari APBN ini akan dialokasikan dengan memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan.

"Karena itu maka pada 2018 nanti porsi antara pemerataan dan keadilan ditunjukan dengan persentase alokasi dasar, tetapi akan memperbesar bobot dari pada 4 kriteria, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis," tambahnya.

Pengalokasian juga akan dilakukan pada desa sangat tertinggal dan desa tertinggal, lalu desa yang berada di lokasi tertinggal, perbatasan, dan kepulauan.

"Kemudian kebijakan penyaluran berdasarkan kinerja penyerapan dan output, memindahkan penyaluran ke KPPN, memudahkan koordinasi dengan pemda, terakhir penggunakan refocusing untuk pembangunan dan pemberdayaan manusia," jelas dia.

Meski sudah memastikan ada kenaikan anggaran sebesar 10%, Boediarso masih enggan menyebutkan berapa anggaran dana desa serta dana transfer ke daerah untuk 2018.(Detik.com)

19 Juni 2017

Korupsi Mengepung Desa

Korupsi sudah merambah pengelolaan dana desa. Program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menjadi sasaran.

Apabila tidak ada upaya serius untuk mengantisipasi, bukan peningkatan kesejahteraan yang terwujud, melainkan pemerataan korupsi hingga ke pelosok desa. 
Ilustrasi/Ayo Bangun Desa
Melalui kebijakan dana desa, perekonomian dan kesejahteraan masyarakat diharapkan bisa meningkat. Alokasi anggaran yang disediakan pemerintah pun terus bertambah. Pada 2017, total dana desa dari APBN sebesar Rp 60 triliun, bertambah Rp 13,1 triliun daripada tahun sebelumnya. Jika dibagi rata, tiap desa setidaknya akan mengelola uang sebesar Rp 800 juta.

Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017, uang yang diterima pemerintah desa harus digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Di antaranya pengembangan dan perbaikan infrastruktur, prasarana ekonomi, dan pelayanan sosial dasar, seperti pendidikan, kesehatan, atau pemberdayaan perempuan dan anak.

Jika digunakan sesuai aturan, cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa semestinya bisa segera terwujud. Namun, sayangnya, peningkatan alokasi dana desa ternyata malah diiringi peningkatan korupsi. Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengatakan, laporan penyelewengan dana desa sangat tinggi. Sampai akhir 2016 saja, KPK menerima 300 laporan masyarakat soal dugaan penyelewengan dana desa.

Begitu juga hasil kajian Indonesia Corruption Watch. Dalam tren penanganan kasus korupsi 2016, kasus penyimpangan dana desa mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Kasus itu berada di urutan ketiga kasus yang paling banyak ditangani oleh aparat penegak hukum, seperti kejaksaan dan kepolisian. Dua kasus di atasnya adalah keuangan daerah dan dana pendidikan.

Modus korupsi

Paling tidak ada 48 kasus korupsi dana desa yang sudah masuk dalam tahap penyidikan di kepolisian dan kejaksaan. Kasus menyebar di 16 provinsi, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Jumlah tersangka mencapai 61 orang. Sebagian besar merupakan perangkat desa, terutama kepala desa.

Dari sisi modus, korupsi dana desa umumnya sangat sederhana. Para pelaku masih menggunakan cara-cara lama, seperti markup proyek, penggelapan, kegiatan atau program fiktif, dan pemotongan anggaran. Modus-modus tersebut tidak memerlukan teknik yang canggih.

Sebagai contoh, program pembangunan dan pengadaan barang. Pelaku menyiasati dengan membuat rencana anggaran biaya yang jauh lebih mahal dibandingkan standar teknis pembangunan. Cara lain, mengurangi volume pekerjaan dan membeli barang yang spesifikasinya lebih rendah dibandingkan yang ditetapkan dalam rencana anggaran.

Dalam program-program pemberdayaan, modus yang sering digunakan adalah membuat kegiatan-kegiatan fiktif: ada dalam pertanggungjawaban keuangan, tetapi tidak ada kegiatan atau barangnya. Kalaupun ada kegiatan, jumlah peserta dan durasi waktu riil jauh lebih sedikit dibandingkan dalam laporan pertanggungjawaban. Temuan lain, pemotongan honorarium untuk kader desa atau guru mengaji.

Ada beberapa faktor yang membuat para pelaku bisa begitu mudah menyelewengkan dana desa. Pertama, monopoli anggaran. Dominasi penyelenggara desa dalam penyusunan dan pengelolaan anggaran desa masih sangat besar. Hanya mereka yang mengetahui rincian anggaran dan kegiatan. Akibatnya, walau mereka memanipulasi, markup, mengubah spesifikasi barang, atau menyunat anggaran, tidak akan ada yang tahu dan protes.

Kedua, kemauan dan kemampuan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan dan pengawasan masih lemah. Banyak yang tidak tahu ada dana desa dan tujuan penggunaannya. Ada pula yang menganggap penyusunan dan pengawasan bukan urusan mereka. Kalaupun ada yang memiliki kemauan, hal itu tidak ditunjang oleh kemampuan untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan ataupun pengawasan, seperti cara-cara menyusun anggaran dan mengawasi pelaksaan proyek.

Ketiga, tekanan struktur. Pelaku korupsi dana desa bukan hanya perangkat desa. Dalam beberapa kasus, perangkat kecamatan pun turut terlibat. Mereka biasanya menggunakan kewenangan memverifikasi anggaran, rencana pembangunan jangka menengah desa, dan laporan pertanggungjawaban untuk mendapat setoran atau tanda terima kasih dari penyelenggara desa.

Selain itu, ada pula kasus korupsi dana desa yang terjadi karena faktor teknis. Para penyelenggara desa tidak memiliki rencana melakukan penyelewengan. Mereka terjebak korupsi karena tidak memahami aturan dan prosedur penganggaran ataupun penggunaan anggaran.

Korupsi dana desa menyebabkan hilang atau berkurangnya modal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Program yang semestinya bisa menjawab berbagai masalah klasik di desa, seperti infrastruktur yang buruk dan sulitnya akses masyarakat terhadap modal ekonomi, bisa terancam gagal.

Tidak hanya itu, korupsi pun menghambat penguatan demokrasi di desa. Proses demokrasi dalam penganggaran tidak berjalan karena penyelenggara desa menutup ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dan melakukan pengawasan. Prinsip dasarnya: semakin tertutup, semakin besar ruang bagi mereka untuk melakukan penyimpangan, sekalipun anggaran tidak mencerminkan aspirasi semua pemangku kepentingan desa.

Penguatan pendampingan

Langkah strategis mencegah agar korupsi tak makin menyebar sangat sederhana, yaitu memperkuat demokrasi dan tata kelola keuangan desa. Proses penyusunan rencana kegiatan dan anggaran dilakukan secara partisipatif sehingga mengakomodasi masalah dan kebutuhan semua pemangku kepentingan desa. Implementasi dan pertanggungjawabannya pun terbuka sehingga semua orang bisa mengawal.

Syarat agar kondisi tersebut terwujud adalah perangkat desa dan masyarakat sama-sama punya pengetahuan dan keterampilan dalam penyusunan rencana program dan anggaran. Pendamping desa bisa menjalankan tugas penting itu. Selama ini, mereka lebih banyak fokus mendampingi perangkat desa. Selain itu, posisi tawarnya pun lemah dan banyak yang hanya berperan sebagai penasihat kepala desa. Pada akhirnya, keberadaan pendamping desa tak jauh beda dengan komite sekolah: hanya jadi tukang stempel kepala sekolah.

Penguatan kapasitas, posisi, dan peran pendamping desa menjadi kebutuhan mendesak. Hal penting lain adalah memperbaiki proses perekrutan dengan menghentikan politisasi dan “jatah-jatahan” pendamping. Seleksi harus mengutamakan kapasitas dan integritas sehingga mereka yang terpilih tidak hanya independen, tetapi juga memiliki kapasitas untuk mendampingi dan menjadi jembatan masyarakat dengan perangkat desa.

Apabila demokrasi dan tata kelola keuangan desa berjalan baik, pemerintah tidak perlu repot-repot mengajak KPK untuk menakut-nakuti para penyelenggara desa agar tidak korupsi. Sebab, korupsi dengan sendirinya akan berkurang. Cita-cita meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pun bisa segera terwujud.

Ade Irawan - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch.
Sumber Kompas.id

17 Juni 2017

Kemenkeu Akan Ubah Porsi Alokasi Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Kementerian Keuangan akan meningkatakan porsi alokasi dasar dana desa dalam pagu anggaran RAPBN 2018.

Kendati, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengatakan pihaknya masih terus melakukan simulasi untuk mendapat porsi yang terbaik.
Alokasi Dana Desa/Ilustrasi
Sampai saat ini Kementerian Keuangan masih terus melakukan simulasi untuk memperoleh porsi yang terbaik antara porsi alokasi dasar yang dibagi rata untuk setiap desa dengan porsi berdasarkan formula," ujar Boediarso kepada Bisnis, Jumat (16/6).

Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR kemarin Kamis, Boediarso mengatakan perubahan porsi tersebut dimaksudkan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan sekaligus mengatasi kesenjangan di dalam penyediaan sarana prasarana publik antar desa mengingat selama ini selama ini porsi dana desa yang diambil dari dana transfer ke daerah hanya sebesar 10%.

"Tahun 2018 mendatang, kami akan menyempurnakan kebijakan pembagian dana desa dengan tetap memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan. Hal tersebut kami lakukan dengan merubah alokasi dasar yang sekarang 90% : 10%, bisa menjadi 80% : 20% atau 70% : 30%,” terang Boediarso di DPR.

Lebih lanjut, selain merubah porsi alokasi dana desa, pemerintah juga berencana memberikan afirmasi kepada desa tertinggal, sangat tertinggal, serta daerah tertinggal di wilayah perbatasan dan kepulauan.

Program afirmasi ini nantinya akan dibagi menjadi lima kategori antara lain, desa sangat miskin, desa miskin, desa berkembang, desa maju dan desa mandiri.

“Nah itu fokusnya ke sana. Kedua, wilayah miskin, daerah tertinggal lah. Itu yang akan kita berikan afirmasi kewilayahan dan pola afirmasinya,itu dari sisi alokasi. Kalau dari sisi pemanfaatan dananya atau anggarannya, itu nanti harus difokuskan untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan,” pungkasnya.(bisnis.com)