25 Juni 2019

Apdesi Aceh Minta Pendamping Desa di Evaluasi

Info Desa – Ketua DPD Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Aceh Muksalmina Asgara meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan tenaga pendamping desa.


Menurut Muksalmina, jumlah tenaga pendamping desa sebaiknya dikurangi jumlahnya seiring dengan perkembangan desa yang semakin mandiri.

“Namun harus ditingkatkan kualitasnya, sehingga kehadiran teman-teman pendamping desa itu benar-benar bisa memastikan tercapainya kemandirian desa yang terbangun secara internal, bukan hanya mengesankan seolah-olah desa sudah mampu mengurus semua keperluan dan kebutuhannya,” ujar Muksalmina, Minggu (23/6/2019).


Di sisi lain, Muksalmina meminta agar pemerintah memprioritaskan putra daerah menjadi tenaga pendamping desa. Sebab, dia melihat adanya dinamika di lapangan ternyata pendamping desa hanya melaksanakan tugas untuk menggugurkan kewajiban administratif saja, dan mereka sering tidak berada di tempat atau di wilayah kerjanya.

“Hal ini turut memberikan dampak yang kurang produktif dan terkesan kurangnya tanggungjawab moral,” ucap Muksalmina.

"Di beberapa kabupaten di Aceh, seperti Kabupaten Aceh Barat Daya dan Aceh Utara hal ini menjadi suatu kendala dan tantangan tambahan bagi pemerintah gampong (desa), bahkan pemerintah kabupaten juga merasa kewalahan”. Karena itu, Muksalmina berharap kepada kementerian terkait untuk melaksanakan evaluasi kualitatif terhadap kehadiran pendamping desa. 

“Jika keberadaan pendamping desa yang sudah berjalan 5 tahun tapi keberadaannya tidak terlalu signifikan dalam mendorong kemandirian desa, maka sebaiknya dikurangi atau ditiadakan. Apalagi kesannya hanya untuk menampung tenaga kerja, namun semakin memunculkan keruwetan di desa,” tegas Muksalmina.


Dia menilai, seharusnya keberadaan pendamping desa membuat pemerintah desa semakin paham hak dan kewenangannya, bukan justru malah sebaliknya.

“Bahkan, saya melihat intervensi untuk desa di Aceh (beberapa kabupaten/kota) semakin nyata khususnya dalam penyusunan dokumen perencanaan tahunan dan implementasi APBDes oleh pihak yang seharusnya memberikan fasilitasi, pendampingan, perlindungan, dan pengawasan,” ungkap Muksalmina. (Red)

Sumber: Desapedia.id

24 Juni 2019

Tunisia Akan Belajar Cara Pembangunan Desa dari Indonesia

Info Desa - Duta Besar Tunisia untuk Indonesia, Riadh Dridi mengaku terinspirasi oleh strategi pembangunan desa di Indonesia. Hal tersebut ia katakan saat berkunjung ke Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Jakarta, Jumat (21/6).


Hal tersebut ia katakan saat berkunjung ke Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Jakarta, Jumat (21/6).

"Kami sangat terinspirasi oleh Indonesia. Kami ingin belajar dari Indonesia," ujarnya

Terkait hal tersebut ia mengatakan, Tunisia akan mengirimkan utusannya ke Indonesia untuk mempelajari strategi pembangunan desa Indonesia. Ia berharap Indonesia memberikan dukungan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman bersama Tunisia.

"Dulu sistem pemerintahan di Tunisia bersifat top down, dana terpusat di pusat. Sekarang ada dana yang khusus didistribusikan untuk daerah," ungkap Riadh Dridi.

Sebelumya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo saat menerima kunjungan Riadh Dridi mengatakan, dalam rangka membangun Indonesia dari pinggiran, pemerintah Indonesia memberikan dana langsung ke desa yakni dana desa. Dana desa diberikan sejak tahun 2015 sebesar Rp20,67 Triliun, tahun 2016 sebesar Rp46,98 Triliun, tahun 2017 sebesar Rp60 Triliun, tahun 2018 sebesar Rp60 Triliun, dan tahun 2019 sebesar Rp70 Triliun.

"Hasilnya sangat mengejutkan, dalam waktu empat tahun terakhir, dana desa mampu membangun sepanjang 191.600 Kilometer jalan desa, sepanjang 1.140.378 Meter jembatan, 8.983 unit pasar desa, 37.830 unit Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan ribuan infrastruktur lainnya,"jelas Menteri Desa Eko Putro Sandjojo memaparkan. 

Saya membagi infrastruktur yang terbangun menjadi dua kategori yakni infrastruktur untuk peningkatan kualitas hidup masyarakat dan infrastruktur untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,"sebutnya.

Selain itu, menurutnya, Kemendes PDTT juga memiliki program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades). Prukades sendiri bertujuan untuk membentuk klaster-klaster ekonomi di kawasan perdesaan dengan fokus pada satu produk tertentu.

"Desa-desa miskin rata-rata menanam padi sedikit, menanam cabai sedikit, tidak ada skala ekonominya. Dengan Prukades kita buat satu kawasan perdesaan fokus pada satu produk tertentu dengan skala besar sehingga skala ekonominya terpenuhi," ujarnya Eko Putro Sandjojo.(*/Kemendes)

22 Juni 2019

Ratusan Keuchik Dilatih Cara Pengembangan BUMG

Seratusan Keuchik (Kepala Desa) Se Provinsi Aceh mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) atau yang sering disebut dengan BUMDes.

Bimtek tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para kepala desa atau Geuchik dalam upaya menggali, mengelola dan mengembangkan potensi desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Gampong (PAG) untuk kesejahteraan masyarakat desa.

Bimtek pembentukan dan pengelolaan BUMG yang diikuti oleh perwakilan kepala desa dari sejumlah kabupaten/kota diselenggarakan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh, berlangsung selama tiga hari di Grand Permatahati Hotel, Banda Aceh. 

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh Drs Bukhari MM meminta dan mengharapkan kepada seluruh Keuchik untuk dapat memahami materi-materi bimtek dan mengimplmentasikannya saat kembali ke gampong masing-masing.

Adapun materi - materi yang dibahas dalam bimtek BUMG Tahun 2019 antara lain tentang kedudukan, fungsi dan wewenang serta hak dan kewajiban Keuchik sebagai Komisaris BUMDes dan langkah-langkah menyusun kelayakan usaha BUMDes.

Selanjutnya, pedoman tentang tatacara menyusun perdes BUMG. Manajemen dan transparasi serta akuntabilitas dalam mengelola BUMG serta berbagai materi lainnya.

Misalnya, dalam penyusunan kelayakan usaha BUMG. Usaha selain harus rasional juga harus realitis. Usaha BUMG yang realitis yaitu sesuai dengan potensi desa dan kebutuhakan masyarakat.

Bimtek BUMG menghadirkan sejumlah narasumber dan pakar. Diantaranya dari Forum BUMG Aceh, Polda Aceh, Bank Rakyat Indonesia, dan instansi lainnya.(*)

14 Juni 2019

Jangan Sia-Siakan Potensi Desa

Sejak 5 tahun terakhir jumlah objek wisata desa terus meningkat. Sehingga wisata desa menjadi tren baru yang terus berkembang disejumlah daerah di Indonesia. 

Wisata Desa Sabang

Hal ini tidak terlepas dari kreatifitas pemerintah desa bersama masyarakat dalam upaya menggali, mengelola dan mengembangkan potensi yang ada di desanya.

Pengelolaan potensi desa akan memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat desa juga dapat menambah jumlah pendapatan asli desa atau PADes. 

Hal tersebut telah dibuktikan oleh sejumlah desa di Indonesia. Dimana, melalui pengelolaan wisata desa, mereka mampu mendatakangkan PADes hingga ratusan juta bahkan ada yang sampai milyaran rupiah setiap tahunnya.

Oleh karena itu, desa yang memiliki keindahan alam, potensi itu hendaknya dimanfaatkan dan dikembangkan, jangan disia-siakan.  

Apalagi modal awal yang dibutuhkan untuk membuat wisata desa tidak terlalu besar. Sementara, manfaat yang diperoleh sangat besar. Selain dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat desa juga dapat meningkatkan pendapatan asli desa. 

Karena itu, jangan sia-siakan potensi Desa. Apalagi desa berpeluang menjadi pusat wisata masa depan yang paling digemari oleh para wisatawan. Semoga bermanfaat.!!

09 Juni 2019

Wisata Desa Ie Rhop yang Membuat Pengunjung Jatuh Hati

Setiap desa memiliki keindahan alam yang berbeda-beda. Keindahan itu bisa menghasilkan Pendapatan Asli Desa (PADes) dan meningkatkan ekonomi masyarakat jika mampu dikemas dengan kreatif. 

Wisata Laut Pangah, Desa Ie Rhop Gandapura Kabupaten Bireuen

Salah satu contoh di Gampong Ie Rhop, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh dengan kreatifitasnya mereka berasil menata, mengembangkan dan mengelola bibir pantai laut di desanya menjadi tempat wisata.

Keberasilan mereka dalam mengembangkan wisata laut tentu tidak terlepas dari komitmen masyarakat desa bersama pemerintahnya serta dukungan dari berbagai pihak.

Wisata Laut Pangah, Desa Ie Rhop Gandapura Kabupaten Bireuen

Wisata laut ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) atau BUMDes yang sumber awal modalnya berasal dari Dana Desa. 

Berbagai fasilitas dalam menyambut kedatangan para pengunjung dibangun seperti mushala, kios minum, MCK dan lain-lain. 

Adapun konsep penataan Wisata Laut Pangah, Desa Ie Rhop memang terlihat sangat kreatif dan inovatif. Sehingga membuat banyak wisata lokal terutama masyarakat di pesisir Timur Aceh jatuh hati untuk berlibur ketempat ini.

Wisata Laut Pangah, Desa Ie Rhop Gandapura Kabupaten Bireuen

Sejak dikembangkan pada tahun 2018, Wisata Pante Pangah, Gampong Ie Rhop, Gandapura Kabupaten Bireuen, telah didatangi puluhan ribu pengunjung dari berbagai daerah. 

Untuk keberlanjutan pengembangan Desa Wisata tentu perlu didukung dengan manajemen atau pengelolaan dengan kelembagaan yang solid, fleksibel dan sederhana serta dinamis. 

Nah, apakah Desa Anda memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata baru...?

04 Juni 2019

Saat Arab Saudi Tetapkan Idul Fitri, Hilal di Aceh Masih Ramadhan, Ikut Siapa?

Pembahasan seputar penetapan Idul Fitri atau Awal Syawwal 1440 H yang berbeda antara pemerintah Arab Saudi dengan pemerintah Indonesia masih hangat diperbincangkan, Arab Saudi menetapkan 1 Syawwal 1440 H pada hari selasa 4 Juni 2019, dan penetepan tersebut diikuti oleh beberapa negara lain.


Sedangkan pemerintah Indonesia melalui sidang Itsbat menetapkan awal syawwal 1440 H hari Rabu, 5 Juni 2019. Penetapan tersebut berdasarkan paparan Tim Falakiyah Kemenag RI yang menyatakan tinggi hilal di seluruh Indonesia dibawah ufuk, yaitu berkisar dari minus satu derajat 26 menit sampai dengan minus nol derajat lima menit.

Dengan posisi demikian, maka hilal tidak dimungkinkan untuk dilihat. Hal ini selanjutnya terkonfirmasi oleh pernyataan para perukyah yang diturunkan Kemenag.

Sebagian masyarakat Aceh ikut mempertanyakan, kenapa tidak ikut Arab Saudi dalam penentuan Idul Fitri, Menanggapi perbedaan tersebut anggota Tim Badan Hisab Rukyat (BHR) Kemenag Aceh, Dr. Suhrawardi menjelaskan bahwa Dalam kalender Islam, masuknya hari baru ditandai oleh terbenamnya matahari di lokasi geografis masing masing tempat.

"Ketika matahari terbenam kemarin sore, Senin 3 Juni 2019 jam 18.49 di Banda Aceh, secara kalender Islam hari sudah berganti menjadi malam Selasa (bukan Senin malam)," ujar Suhrawardi seperti dilansir dari disitus aceh.kemenag.go.id.

"Pada saat kita memasuki malam Selasa, di lokasi yang lain di sebelah barat kita (India, Sri Lanka, dst) masih hari Senin. Saat kita memulai malam Selasa, Saudi Arabia masih berada di hari Senin. Pergantian hari di Saudi Arabia terjadi pada pukul 19:00 Arabian Standard Time. Pada saat itu waktu di Banda Aceh adalah pukul 23.00 wib (selisih zona waktu geografis 4 jam)," lanjut Dosen FMIPA Unsyiah itu.

Ia menjelaskan bahwa Bulan baru dalam kalender Islam ditandai dengan terlihatnya hilal (dalil: Albaqarah ayat 190). Jika hilal sudah terlihat saat matahari terbenam di sebuah lokasi, maka bulan baru kalender masuk terhitung dari malam itu di lokasi tersebut. Jika hilal belum terlihat, maka terhitung malam tersebut melanjutkan tanggal di bulan yang sebelumnya. Terhitung dari saat matahari terbenam di situ.

"Pada sore hari Senin 3 Juni 2019, bertepatan 29 Ramadan 1440 Hijrah, setelah matahari terbenam, hilal tidak bisa nampak secara nyata dan secara hisab posisi hilal sudah di bawah ufuk sehingga memang tidak bisa dirukyah. Karena itu secara otomatis setelah matahari terbenam, kita di Banda Aceh memasuki malam Selasa 30 Ramadhan 1440 H. Kita tidak bisa mengklaim sudah masuk 1 Syawal karena hilal belum wujud di tempat kita," terang Suhrawardi.

Ia mengatakan babwa Ketika matahari terbenam di ufuk barat kota Makkah pada pukul 19:00 SAT (pukul 23:00 wib), posisi hilal 1 derajat di atas ufuk. Bulan terbenam pukul 19:06 SAT, artinya hanya ada 6 menit durasi untuk melihat hilal. Dalam pengalaman kita, ketinggian hilal ini tidak mungkin bisa dirukyat. Tapi Saudi memutuskan bahwa hilal terlihat dan memutuskan bahwa 1 Syawal sudah masuk di Saudi.

"Saat Arab Saudi memutuskan sudah masuk 1 Syawal di sana, kita di Banda Aceh sudah menjalankan malam 30 Ramadan selama 4 jam. Kita diharuskan menyempurnakan hari 30 Ramadhan hingga selesai. Tidak boleh memancung hari hanya 4 jam lalu beralih tanggal kalender Islam secara paksa karena hasil rukyah orang yang memasuki hari baru 1, 2, 3, atau 4 jam setelah kita," ujar Suhrawardi.

"Kita harus menyelesaikan 30 Ramadan, 1440 H dengan sempurna hingga matahari terbenam di Selasa 4 Juni ini. Pergantian hari untuk kita di Banda Aceh ke 1 Syawal 1440 H terjadi nanti sore setelah matahari terbenam pada pukul 18:50 wib," lanjutnya.

Ia mengingatkan bahwa Standar pergantian bulan dalam kalender Hijriyah menurut Al Quran ayat 190 adalah terlihatnya hilal di lokasi geografis kita, bukan terlihatnya hilal (atau klaim terlihatnya hilal) di tempat zona geografis lain.

Karena Kalender Islam dibuat berdasarkan ketentuan Allah SWT, bukan perjanjian manusia. Ketentuan kalender tersebut di Surah At Taubah ayat 36. Menggeser geser hari tanpa mengikuti ketentuan Allah adalah perbuatan yang dimurkai oleh Allah (At Taubah ayat 37).

"Maka 1 Syawal 1440 untuk kita, berdasarkan ketentuan ketentuan Al Quran, adalah terhitung sejak matahari terbenam, Selasa sore 4 Juni 2019 pukul 18:50 wib, dan kita merayakan Idul Fitri pada hari Rabu 5 Juni 2019," jelas Suhrawardi.

Dengan demikian, ia menegaskan dalam hal penetapan Idul Fitri, masyarakat Aceh tidak perlu ikut ketetapan pemerintah Arab Saudi. []

(Foto ilustrasi: sigabah.com)