24 Juli 2017

Keterbukaan Informasi Desa dapat Mencegah Penyalahgunaan Kewenangan

Tidak hanya pemerintah desa, tapi semua badan publik baik ditingkat pusat dan daerah diharuskan melaksanakan keterbukaan informasi publik secara jujur dan transparan atas penyelenggaraan pemerintahan. Kecuali informasi yang membahayakan keutuhan negara dan hak pribadi. 
Keterbukaan Informasi Publik/Foto: Keminfo
"Keterbukaan informasi tentang kebijakan kepala desa, pemerintah desa atas penyelenggaran pemerintahan tidak termasuk dalam kategori membahayakan negara." Oleh karena itu, pemerintah desa tidak perlu takut melakukan keterbukaan informasi, apabila semua kegiatan pembangunan desa dilaksanakan dengan benar dan sesuai dengan prosedur dan aturan pasti tidak akan ada persoalan. 


Meskipun belum semua desa melaksanakan keterbukaan APBDes dan pengelolaan keuangan desa. Tetapi secara berlahan, keterbukaan informasi di desa mulai terlihat ada dan terus meningkat setiap tahun. Adapun media penyampaian informasi di desa yang paling banyak dipergunakan adalah melalui baliho, papan informasi dan website desa. 

Untuk memperkuat sistem informasi desa (SID), pendamping desa dapat mendorong pemerintah desa untuk memasang informasi APBDes dan pengelolaan dana desa ditempat-tempat yang strategis. Dengan adanya keterbukaan informasi diharapkan akan membawa perubahan yang lebih baik bagi kemanjuan desa.

Banyak sekali manfaat dengan ada keterbukaan informasi, seperti dapat menekan kasus-kasus penyalahgunaan wewenang dan praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme serta punggutan liar yang masih sering terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan masyarakat.

Baca: Tiga Manfaat Mempublikasi APBDes kepada Masyarakat

Dengan adanya keterbukaan informasi masyarakat desa dapat melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan pemerintahan termasuk dalam pelaksanaan pembangunan yang menggunakan anggaran APBDes. 

Apabila pelaksanaa pembangunan tidak sesuai dengan perencanaan dan manfaatnya tidak bisa dirasakan oleh masyarakat, maka masyarakat dapat menyampaikan masukan dan mengkritisinya untuk yang belum baik.[]

23 Juli 2017

Perlukan Desa Menyusun Perdes Kewenangan?

UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah menjelaskan Kewenangan desa merupakan kewenangan yang melekat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemerintah desa tidak akan berjalan, tanpa adanya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa dalam mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan desanya. Oleh karenanya kewenangan desa merupakan salah satu pokok persoalan tatkala Pemerintah desa akan mengurus dan mengatur desanya.
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah menjelaskan Kewenangan desa merupakan kewenangan yang melekat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemerintah desa tidak akan berjalan, tanpa adanya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah desa dalam mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan desanya. Oleh karenanya kewenangan desa merupakan salah satu pokok persoalan tatkala Pemerintah desa akan mengurus dan mengatur desanya.
Ilustrasi: Blogger Desa
Di dalam Pasal 9 Permendagri No. 44 tahun 2016 tentang Kewenangan Desa menyebutkan Perincian Kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota meliputi:

a. penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. pembinaan kemasyarakatan Desa; dan
d. pemberdayaan masyarakat Desa.

Untuk melaksanakan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tersebut diperlukan landasan hukum berupa peraturan desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal, sesuai dengan ayat 1 (satu ) Pasal 23 Permendagri No 44 tahun 2016 tentang Kewenangan Desa.

Salah satu kewenangannya Kepala desa ayat (1) pasal 2 Permendagri no 114 tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa, Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Sedangkan Pembangunan desa sebagaimana dimaksud mencakup bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Yang kemudian Perencanaan pembangunan Desa disusun secara berjangka meliputi:

a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Pada ayat 1 (satu) pasal 46 Permendagri no 114 tahun 2014 tentang Pedoman pembangunan desa, Pemerintah Desa setiap tahunnya melaksanakan dan menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdesa) untuk untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa yang juga sebagai penjabaran setiap tahunnya dari RPJM Desa. Di dalam Permendagri tersebut ayat 1 (satu) pasal 47 Rancangan RKP Desa memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Yang mulai penyusunan RKP Desa tersebut pada bulan Juli tahun berjalan dan ditetapkan dengan peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan.

Yang selanjutnya didalam Rancangan RKP Desa berisi prioritas program dan kegiatan yang didanai dari :

a. pagu indikatif Desa;
b. pendapatan asli Desa;
c. swadaya masyarakat Desa;
d. bantuan keuangan dari pihak ketiga; dan
e. bantuan keuangan dari pemerintah daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.

Sedangkan Prioritas, program dan kegiatan dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi:

a. peningkatan kapasitas penyelenggaraan pemerintahan Desa;
b. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;
c. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;
d. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
e. pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi;
f. pendayagunaan sumber daya alam;
g. pelestarian adat istiadat dan sosial budaya Desa;
h. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa; dan
i. peningkatan kapasitas masyarakat dan lembaga kemasyarakatan Desa.

Hasil Rancangan peraturan Desa tentang RKP Desa dibahas dan disepakati bersama oleh kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa tentang RKP Desa. Untuk melaksanakan kegiatan musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdesa) didalamnya untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa serta berikutnya menyusun program kegiatannya, tentunya secara legalitas setelah desa mempunyai Perdes kewenangan lokal berskala desa.

Selanjutnya untuk melaksanakan program kegiatannya didalam peraturan Desa tentang RKP Desa dibiayai melalui belanja desa yang dibagi atas kelompok sesuai ayat 2 (dua) pasal 13 Permendagri no 113 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, terdiri atas kelompok:

a. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. Pelaksanaan Pembangunan Desa;
c. Pembinaan Kemasyarakatan Desa;
d. Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
e. Belanja Tak Terduga.

Mandat tersebut sangat jelas di ayat (2) pasal 13 di Permendagri tersebut yaitu dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan Desa yang telah dituangkan dalam RKPDesa. Dan di pasal 20, Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa tahun berkenaan.

Kesimpulan: 

Sangat jelas mata rantai Penyusunan Perencanaan Desa RPJMDesa, RKPDesa dan APBDesa adalah kewenangan desa yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa, yang bentuk kewenangannya melalui Peraturan Bupati/Walikota tentang daftar kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa, kemudian Pemerintah Desa menetapkan Peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa dan Desa Adat, sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal Desa yang bersangkutan.

Bagaimana menurut anda?
  • Legalkah apabila desa belum mempunyai Perdes Kewenangan tersebut kemudian melaksanakan penyusunan dan menetapkan dokumen Perencanaan Pembangunan RPJMDesa RKPDesa dan APBDesa.
  • Melaksanakan kegiatan tahunan Musrenbang Desa;
  • Apabila sudah mempunyai Perdes Kewenangan namun melaksanakan penyusunan rancangan RKP Desa tidak dilaksanakan pada bulan Juli tahun berjalan maupun penetapannya tidak di akhir bulan September tahun berjalan;
  • APBDesa tidak berdasarkan RKPDesa Tahun Berjalan.

(Korda SAPA Jateng III - Sumber: http://www.formasi.org)

Tiga Manfaat Mempublikasi APBDes kepada Masyarakat

Desa sebagai komunitas yang berpemerintahan sendiri (self governing community) yang berpegang pada asas demokrasi, dimana setiap warga desa diberikan hak untuk turut memegang kendali atas penyelenggaraan pemerintahan. 
Mengapa keterbukaan informasi APBDes dibutuhkan di desa? Inilah tiga jawaban singkat tentang keterbukaan informasi di desa.
Transparansi APBDes/Foto: karangtengah.desa.id
Masyarakat sebagai pemengang kedaulatan, maka setiap kebijakan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan oleh pemerintahan desa, harus dapat diketahui oleh warga desa. Salah satu kewajiban pemerintah desa, yaitu mempraktikkan keterbukaan informasi APBDes secara transparan dan pengelolaan keuangan desa yang baik, bersih dan akuntabel. (Baca: Menafsirkan Keterbukaan Informasi Desa)

Mengapa keterbukaan informasi APBDes dibutuhkan di desa? 

Setidaknya ada tiga jawaban singkat tentang keterbukaan informasi di desa:

Pertama, karena sudah menjadi kewajiban bagi desa untuk menyampaikan kepada masyarakat, secara transparan dan akuntabel sebagai bentuk tanggung jawab atas pengelolaan pemerintah desa. 

Kedua, UU Desa juga mengatur tentang keterbukaan informasi di desa dalam beberapa pasal. Seperti dalam pasal 24, pasal 26, pasal 27, dan pada pasal 68.

Ketiga, kewajiban untuk menjalankan keterbukaan informasi diatur oleh UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan peraturan menteri. 

Apa manfaat dengan adanya keterbukaan informasi desa?

Pertama, dengan adanya keterbukaan informasi, dapat meningkatkan kemampuan, kemauan, inisiatif serta partisipasi masyarakat dalam mendukung pembangunan desa.

Kedua, masyarakat dapat dengan mudah mengawasi setiap kegiatan pembangunan desa yang telah direncanakan bersama yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).

Ketiga, kepercayaan masyarakat akan meningkat jika pemerintah desa secara konsisten memberikan informasi akuntabilitas keuangan yang transparan dan terpercaya yang pada akhirnya akan memperkuat dukungan masyarakat terhadap pemerintahan.

Semoga bermanfaat.

22 Juli 2017

Memahami Hukum Pendirian BUMDes

Badan Usaha Milik Desa - Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yang dibentuk dan didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modaldan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat. Sebagai institusi atau lembaga milik desa, BUMDes dapat mendirikan unit-unit usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yang dibentuk dan didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modaldan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat. Sebagai institusi atau lembaga milik desa, BUMDes dapat mendirikan unit-unit usaha baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

Adapun tujuan awal pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dimaksudkan untuk mendorong atau menampung seluruh kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat, baik yang berkembang menurut adat istiadat dan budaya setempat, maupun kegiatan perekonomian yang diserahkan untuk di kelola oleh masyarakat melalui program atau proyek Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 

Oleh karena itu, sebagai sebuah usaha desa, pembentukan BUMDes diharapkan mampu memaksimalkan potensi masyarakat desa dari aspek ekonomi, sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Baca penjelasan tentang Langkah Persiapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa

Hukum Pendirian Badan Usaha Milik Desa

Berdirinya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dilandasi oleh UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 213 ayat (1) disebutkan bahwa “Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa” dan juga tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2005 Tentang Desa. 

Pendirian Badan Usaha Milik Desa ini disertai dengan upaya penguatan kapasitas dan didukung oleh kebijakan daerah (kabupaten/kota) yang ikut memfasilitasi dan melindungi usaha masyarakat desa dari ancaman persaingan para pemodal besar dan tengkulak-tengkulak yang menjalankan bisnisnya di Desa.

Mengingat Badan Usaha Milik Desa merupakan lembaga ekonomi baru yang beroperasi di pedesaan, maka mereka masih membutuhkan landasan yang kuat untuk tumbuh dan berkembang. Pembangun landasan bagi pendirian BUMDes adalah Pemerintah, baik pusat ataupun daerah. 

Badan Usaha Milik Desa dalam UU Desa

Dalam UU Desa dijelaskan bahwa spirit pengelolaan BUMDes bersifat kolektif, transparan dan akuntabel. Pembentukan BUMDes dilaksanakan berdasarkan musyawarah mufakat pemerintahan desa bersama masyarakat. (Baca: Tradisi Berdesa Dalam Pendirian BUMDes). 

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pasal 1 angka 7 :
Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Bagian Kesatu
Pendirian dan Organisasi Pengelola

Pasal 132
(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa.
(2) Pendirian BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui musyawarah Desa dan ditetapkan dengan peraturan Desa.
(3) Organisasi pengelola BUM Desa terpisah dari organisasi Pemerintahan Desa.
(4) Organisasi pengelola BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
a. penasihat; dan
b. pelaksana operasional. 
(5) Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dijabat secara ex-officio oleh kepala Desa.
(6) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b merupakan perseorangan yang diangkat dan diberhentikan oleh kepala Desa.
(7) Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilarang merangkap jabatan yang melaksanakan fungsi pelaksana lembaga Pemerintahan Desa dan lembaga kemasyarakatan Desa. 

Pasal 133
(1) Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4) huruf a mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada pelaksana operasional dalam menjalankan kegiatan pengurusan dan pengelolaan usaha Desa.
(2) Penasihat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional mengenai pengurusan dan pengelolaan usaha Desa. 

Pasal 134
Pelaksana operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (4) huruf b mempunyai tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. 

Bagian Kedua
Modal dan Kekayaan Desa
Pasal 135
(1) Modal awal BUM Desa bersumber dari APB Desa.
(2) Kekayaan BUM Desa merupakan kekayaan Desa yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham.
(3) Modal BUM Desa terdiri atas:
a. penyertaan modal Desa; dan
b. penyertaan modal masyarakat Desa. 

(4) Penyertaan modal Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berasal dari APB Desa dan sumber lainnya.

(5) Penyertaan modal Desa yang berasal dari APB Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat bersumber dari:
a. dana segar;
b. bantuan Pemerintah;
c. bantuan pemerintah daerah; dan
d. aset Desa yang diserahkan kepada APB Desa. 

(6) Bantuan Pemerintah dan pemerintah daerah kepada BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan huruf c disalurkan melalui mekanisme APB Desa. 

Bagian Ketiga
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

Pasal 136
(1) Pelaksana operasional BUM Desa wajib menyusun dan menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga setelah mendapatkan pertimbangan kepala Desa.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, modal, kegiatan usaha, jangka waktu berdirinya BUM Desa, organisasi pengelola, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan.
(3) Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit hak dan kewajiban, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal.
(4) Kesepakatan penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui musyawarah Desa.
(5) Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala Desa. 

Bagian Keempat

Pengembangan Kegiatan Usaha

Pasal 137
(1) Untuk mengembangkan kegiatan usahanya, BUM Desa dapat:
a. menerima pinjaman dan/atau bantuan yang sah dari pihak lain; dan
b. mendirikan unit usaha BUM Desa. 

(2) BUM Desa yang melakukan pinjaman harus mendapatkan persetujuan Pemerintah Desa.
(3) Pendirian, pengurusan, dan pengelolaan unit usaha BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pasal 138
(1) Pelaksana operasional dalam pengurusan dan pengelolaan usaha Desa mewakili BUM Desa di dalam dan di luar pengadilan.
(2) Pelaksana operasional wajib melaporkan pertanggungjawaban pengurusan dan pengelolaan BUM Desa kepada kepala Desa secara berkala. 

Pasal 139
Kerugian yang dialami oleh BUM Desa menjadi tanggung jawab pelaksana operasional BUM Desa.

Pasal 140
(1) Kepailitan BUM Desa hanya dapat diajukan oleh kepala Desa.
(2) Kepailitan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 


Pedoman tentang BUMDes diatur melalui Peraturan Menteri. Perantuan Menteri Desa, PDTT yaitu Permendes Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.[Diolah dari berbagai referensi/Ayo Bangun Desa]

20 Juli 2017

Mendagri Perkirakan Dana Desa 2018 capai Rp103 triliun

Ayo Bangun Desa - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo memperkirakan dana desa yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun 2018 mencapai Rp103 triliun.
Mendagri Tjahjo Kumolo/Foto: elshinta
Angka tersebut sekaligus menunjukkan adanya grafik peningkatan secara terus-menerus selama kurun waktu empat tahun terakhir, yakni Rp20,8 triliun pada tahun 2015, Rp46,9 triliun (2016), dan Rp60 triliun (2017), katanya di Wonosobo, Selasa.

Ia mengatakan hal tersebut dalam sambutan tertulis yang disampaikan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan pada Peluncuran Kabupaten Wonosobo sebagai Percontohan Open Data Keuangan Desa dan Seminar Nasional Data Terbuka dan Partisipasi dalam Pembangunan Desa.

"Peningkatan alokasi anggaran tidak lepas dari bertambahnya jumlah desa dari tahun ke tahun karena adanya pemekaran," katanya.

Ia menyebutkan pada 2015 jumlah desa di 33 provinsi Indonesia sebanyak 74.754 desa, kemudian tahun 2017 meningkat menjadi 74.910 desa, dan tahun 2018 diprediksi mencapai 75.000an desa karena adanya pemekaran.

Penambahan jumlah desa tersebut, antara lain 30 desa di Provinsi NTT dan 43 desa di Provinsi Sumatera Barat.

Ia menuturkan pemerintah masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah untuk membenahi kawasan perdesaan. Salah satunya masalah kemiskinan. Hal ini ditunjukkan dengan data dari Bapenas tahun 2015 yang menyebutkan bahwa dari 128,5 juta penduduk yang tinggal di desa, 14 persen di antaranya atau sebesar 17,94 juta merupakan penduduk miskin.

Oleh karena itu, katanya dana desa menjadi salah satu upaya tepat untuk mengentaskan berbagai problematika yang terjadi sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat hingga benteng pembangunan negara.

"Dana Desa dilakukan secara terpadu dan menyeluruh antara pemerintah dan masyarakat. Namun, pemerintah dalam hal ini wajib memberikan bimbingan, pengarahan, bantuan serta fasilitas," katanya.

Ia berharap agar tujuan program dapat segera tercapai, pihaknya berpesan agar berbagai sektor seperti kepolisian, kejaksaan, dan aparatur lain untuk tidak masuk terlalu dalam terlebih dahulu dalam pengelolaan dana desa yang besarannya jika dirata-rata hanya Rp800 juta per desa per tahun.

"Termasuk KPK dan BPK tidak perlu memeriksa. Tetapi melakukan pengawasan tentang bagaimana proses penyaluran dari pemerintah dalam hal ini bupati ke masing-masing desa di wilayahnya. Biarlah aparatur desa bisa bebas membangun dengan kreasi mereka sendiri," katanya.

Bupati Wonosobo, Eko Purnomo mengatakan Pemkab Wonosobo telah mewajibkan 236 desa yang ada untuk menyediakan media yang memuat informasi anggaran desa.

Ia mengatakan saat ini sistem pengelolaan keuanganpun telah dilakukan secara digital melalui aplikasi Mitradesa yang dikembangkan oleh Infest Yogyakarta dan terhubung dengan perangkat middleware di tingkat kabupaten yang memungkinkan integerasi data dari desa ke kabupaten untuk evaluasi dan pengawasan.

"Informasi keuangan tersebut dapat diakses oleh masyarakat secara terbuka melalui portal http://datadesa.wonosobokab.go.id. Dengan ini masyarakat dapat melihat besaran dana yang dikelola oleh desa secara langsung," katanya.(Antara) 

19 Juli 2017

Dana Desa Stimulasi Pembentukan 18.446 BUMDes

Ayo Bangun Desa - Dana desa sudah dicairkan sekira 95,54%. Sejak dicairkan 2015 hingga kini, dana desa pun sudah menstimulasi pembentukan 18.446 Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Badan Usaha Milik Desa/Ayo Bangun Desa
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes) Eko Putro Sandjojo mengatakan, dana desa tahun ini, sejak 16 Juni sudah tersalurkan ke 413 daerah dengan persentase penyaluran mencapai 95,54%. Dia menjelaskan, pemanfaatan dana desa sangat beragam. Salah satunya ialah pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang pendiriannya semakin massif setelah ada dana desa.

(Baca: 1 BUMDes Ditargetkan Miliki Penghasilan Rp1 Miliar Per Tahun)
"Hingga tahun 2017 ini, dana desa juga menstimulasi terbentuknya BUMDes sebagai penggerak ekonomi masyarakat desa sebanyak 18.446 unit," katanya, Selasa (18/7/2017). 

Eko menerangkan, beberapa BUMDes yang berkembang diantaranya memiliki omzet antara Rp300 juta hingga Rp10 miliar. Menurutnya, hadirnya BUMDes merupakan upaya untuk terus meningkatkan produktivitas masyarakat dan menciptakan lapangan usaha baru. Dengan demikian, masyarakat desa akan mendapatkan manfaat langsung yakni peningkatan pendapatan. 

Menurut Eko, secara garis besar adanya percepatan pembangunan di desa tersebut tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi para tenaga kerja produktif di desa. Khususnya para pemuda untuk bergotong-royong membangun dan memajukan desanya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 

Eko menerangkan, adanya tengkulak yang menjual hasil panen dan menekan para petani, diharapkan bisa ditekan dengan empat program unggulan yang bisa membuat desa mandiri. "Sekarang ini masih ada model-model tengkulak. Nah kita dorong para petani untuk menjalankan empat program unggulan untuk membuat desa-desa jadi mandiri," jelasnya. 

Empat program ini ialah Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades). Tiga program unggulan lainnya ialah BUMDes, membangun embung air desa, dan membangun sarana olahraga desa. Dia menjelaskan, selain mengawasi dan mencegah penyelewengan satgas dana desa akan mengingatkan para kepala desa untuk menjalankan empat program unggulan tersebut.(okezone)

6 Prinsip dalam Pengembangan Pembangunan Desa


Undang-Undang Desa memandatkan bahwa pembangunan desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. (Baca: 6 Prinsip dalam Penentuan Prioritas Penggunaan Dana Desa).

Setidaknya ada enam prinsip yang juga dianut dalam pengembangan pembangunan desa:

1. Pemberdayaan
Yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah penguatan masyarakat dalam bidang ekonomi, politik maupun dalam bidang sosial budaya. Pemberdayaan dalam bidang ekonomi dilakukan dengan memberikan kesempatan atau peluang tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha ekonomi rakyat.

Pemberdayaan politik adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ambil bagian dalam pengambilan keputusan pembangunan. Sedangkan pemberdayaan dalam bidang sosial budaya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membangun kepercayaan diri, membangun kelembagaan sosial yang mandiri, membudayaakan ketaatan atas kesempatan yang telah diambil, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk belajar dari pengalaman dan mendorong pengembangan masyarakat dari akar budaya dan jati dirinya.

2. Perlibatan perempuan
Selama ini perempuan hanya diberi peran atau tugas yang banyak, tetapi jarang diberi hak dalam pengambilan keputusan. Perlibatan perempuan yang dimaksud dalam pembangunan desa, yaitu memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan pembangunan.

3. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan kepada masyarakat yang diwujudkan dengan keterbukaan informasi. Dengan adanya keterbukaan akan melahirkan kepercayaan, ketertutupan akan melahirkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam melaksana pembangunan. Masyarakat selain terlibat dalam proses pengambilan keputusan sampai proses evaluasi pembangunan.

4. Keswedayaan
Pembangunan desa, pada dasarnya berasal dari masyarakat dan oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu, prinsip keswadayaan tidak hanya dilihat dari sisi ketersediaan masyarakat untuk membiayai pembangunan tetapi juga harus dilihat dari sisi pemecahan masalah, pengelolaan dan prakarsa. 

Dalam prinsip keswedayaan, masyarakat yang merencanakan, melaksanakan dan membiayai pembangunan. Kalau ada bantuan dari pemerintah, seperti dana desa sifatnya hanya sebagai stimulan dan perangsang yang sewaktu-waktu akan berakhir.

5. Keberlanjutan
Pembangunan di desa jangan seperti orang merencanakan kegiatan pasar malam. Dimana, setelah pasarnya ditutup yang tinggal hanya lapangan kosong. Oleh karena itu, perencanaan desa harus dirancang untuk keberlanjutan.

6. Partisipasi
Partisipasi bukan hanya dipahami seberapa besar masyarakat terlibat dalam pelaksanaan program pembangunan atau seberapa besar masyarakat bersedia membiayai pelaksanaan program pembangunan. 

Partisipasi adalah adanya keterlibatan atau ikut sertanya masyarakat, dalam kegiatan pembangunan baik secara mental maupun pikiran serta tenaga yang dilaksanakan dengan sadar dan dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.(DBR)

14 Juli 2017

Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Kunjungi KemendesaPDTT

Ayo Bangun Desa  - Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (ABPEDNAS) melakukan kunjungan ke Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kalibata, Jakarta, Kamis (13/7). Dalam kunjungan tersebut, ABPEDNAS berdiskusi langsung dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo terkait pembangunan desa.
Ilustrasi: Logo Daerah
Saat menerima kunjungan tersebut, Menteri Eko mengungkapkan keyakinannya bahwa membangun Indonesia dari pinggiran bisa terwujud. Menurutnya, untuk memuwujudkan hal tersebut perlu dimulai dari hal-hal sederhana. Ia juga meminta kepada ABPEDNAS untuk melakukan pemetaan produk unggulan kawasan desa.

"Tugas bapak/ibu (anggota ABPEDNAS) mapping (pemetaan) fokusnya apa. Lalu ajak bupatinya ke saya. Karena harus ada sepengetahuan dari pemerintah daerah," ujarnya.

Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) merupakan salah satu program prioritas Kemendes PDTT tahun ini. Dalam program ini, akan dibentuk sebuah klasterisasi ekonomi desa yang fokus pada satu produk tertentu. Tentunya, program ini bertujuan untuk memajukan ekonomi masyarakat perdesaan.

"Desa kalau yang dibutuhkan listrik, sarana air bersih, atau apa saja sampaikan. Nanti saya ajak kementerian lain untuk bantu, bank juga saya ajak. Tapi juga harus ada komitmen dari bupatinya. Izin-izin itu bupati yang urus. Itu salah satu bentuk komitmen bupatinya, tegasnya.

Di sisi lain, Yunan Helmy, perwakilan ABPEDNAS mengatakan komitmennya untuk bersama-sama membangun desa. Tak hanya berkomitmen untuk memberikan sumbangsih pemikiran, ia juga mengatakan bahwa ABPEDNAS siap untuk terjun langsung ke desa-desa.

"Pada dasarnya kita juga ingin berkontribusi. Oleh karenanya kami juga berkomitmen untuk bersama-sama memberikan sumbangsih pemikiran. Bahkan kami bersedia untuk turun ke desa-desa," ujarnya.

Kemendesa PDTT

BUMDes dan Ekonomi Kerakyatan

Desa - desa tampak mulai bergeliat dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Di bawah pengelolaan badan usaha milik desa, sejumlah desa wisata bahkan telah membuat sebuah desa menjadi sangat mandiri.
BUMDes dan Ekonomi Kerakyatan
Badan Usaha Milik Desa 
Tengoklah Desa Ponggok (Klaten) yang beromzet Rp 1,3 miliar per tahun, Desa Bleberan (Gunung Kidul) beromzet Rp 2 miliar per tahun, Desa Karang Duwur (Kebumen) beromzet Rp 1 miliar per tahun, atau Desa Kertayasa (Pangandaran) yang beromzet Rp 300 juta per tahun.

Beberapa desa di atas adalah contoh kecil dari desa-desa di pelosok Tanah Air yang mulai sadar memetakan potensi yang dimilikinya. Keberadaan dana desa punya andil besar dalam mendorong tumbuhnya badan usaha milik desa (BUMDes) di desa-desa. Dana desa yang terus mengalami peningkatan memang telah memberi harapan tersendiri bagi pembangunan di desa. Dari anggaran sebesar Rp 20,5 triliun pada 2015, kemudian Rp 47 triliun tahun 2016, dan pada 2017 dana desa meningkat menjadi Rp 60 triliun.

Nilai strategis

Peningkatan keberadaan BUMDes memang sangat signifikan. Jika pada 2014 BUMDes di Indonesia hanya 1.022 unit, awal 2017 jumlahnya telah 18.446 unit. Jumlah ini pun diyakini akan terus meningkat karena salah satu amanah dalam penggunaan dana desa, selain untuk pembangunan infrastruktur, juga untuk peningkatan perekonomian masyarakat, salah satunya melalui wadah bernama BUMDes.

Nilai strategis keberadaan ribuan BUMDes yang tersebar di penjuru Tanah Air adalah karena ia tumbuh dari kesadaran masyarakat desa dan bergerak pada sektor riil. Ia juga berbasis pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di titik itulah keberadaan BUMDes sebagai pengejawantahan gagasan tentang ekonomi kerakyatan menemukan relevansi serta titik sumbunya. Ini bisa menjadi salah satu strategi pembangunan pada masa depan.

Nilai strategisnya bukan saja keberadaan BUMDes yang kebanyakan berbasis pada kegiatan ekonomi sektor kecil itu menjadi salah satu katup penampung masalah ketenagakerjaan, melainkan juga merupakan salah satu penyangga penting persoalan perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan jumlah UMKM yang sangat besar secara otomatis jelas telah mendonorkan penyerapan tenaga kerja yang banyak.

Persoalan kemudian, dalam realitasnya perkembangan usaha kecil yang begitu pesat—saat ini banyak yang diwadahi oleh BUMDes—ternyata sering kali tak diimbangi percepatan perhatian pemerintah terhadap sektor usaha itu. Banyak kasus menunjukkan, pemerintah bukannya memproduksi kebijakan yang memperkuat sektor ini, melainkan malah sering kali kebijakan yang dilahirkan berpotensi mematikan daya hidup perkembangan mereka.

Oleh karena itu, dukungan pemerintah terhadap keberadaan usaha kecil, baik yang di bawah BUMDes maupun tidak, sesungguhnya bisa dengan penghindaran penciptaan kebijakan-kebijakan diskriminatif. Selain itu, diperlukan juga kebijakan aturan main yang memberikan kesepadanan yang sama bagi tiap pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitasnya, termasuk pelaku ekonomi kecil dan menengah. Di sinilah kerja sama lintas kementerian/lembaga mutlak perlu.

Komitmen ini penting karena sebagai salah satu pilar ekonomi kerakyatan, keberadaan usaha kecil di sektor riil jadi tumpuan sebagian besar tenaga kerja di Indonesia. Banyak alasan yang melatarbelakanginya, di antaranya sektor itu tidak perlu modal banyak dan tidak mensyaratkan tingkat keterampilan yang tinggi. Ia juga tidak membutuhkan perizinan yang berbelit.

Dengan karakteristik semacam itu, jumlah pertumbuhan sektor-sektor usaha kecil menengah jadi sangat besar dan secara otomatis mendonorkan penyerapan tenaga kerja yang banyak. Hanya saja, jumlah UMKM yang begitu besar—saat ini mencapai 59 juta—dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi tersebut ternyata tidak dibarengi kesejahteraan pelaku ekonominya. Pada titik inilah pemerintah melalui kerja sama lintas sektoral perlu mengeluarkan paket-paket kebijakan yang tepat.

Keberadaan ribuan BUMDes yang berbasis pada sektor riil serta sumber daya yang ada di desa adalah bagian dari pengembangan gagasan ekonomi kerakyatan. Gagasan pembangunan ekonomi kerakyatan, seperti dikatakan Gran (1988), adalah sebuah konsep pembangunan di mana rakyat punya kuasa mutlak menetapkan tujuan dan mengelola swasembada ataupun mengarahkan jalannya pembangunan.

Ada dua hal yang bisa disimpulkan dari pemikiran ini. Pertama, partisipasi rakyat merupakan unsur mutlak dalam pembangunan. Tugas pemerintah hanya menciptakan keadaan yang mendorong inisiatif rakyat dalam memenuhi kebutuhannya. Kedua, apa yang dikehendaki rakyat merupakan pilihan terbaik dari negaranya.

Dengan paradigma semacam itu, pembangunan yang berbasis kerakyatan juga berarti pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Artinya, bila sebagian besar kegiatan ekonomi disusun dan dibangun oleh usaha menengah dan kecil yang banyak menampung tenaga kerja, seharusnya sektor menengah dan kecil mendapat perhatian yang lebih besar. Usaha skala besar tentu tetap diberi keleluasaan berkembang selama tidak mengganggu keharmonisan ekonomi.

Komitmen atas gagasan ekonomi kerakyatan ini penting untuk terus didesakkan kepada pengambil kebijakan karena selama ini pengembangan usaha kecil dan menengah terbukti lebih mampu menjawab kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Selain itu, pembangunan ekonomi kerakyatan juga dinilai tidak hanya mampu menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi semata, tetapi juga memberikan kesejahteraan secara merata.

Kebijakan yang aplikatif

Guna mewujudkan gagasan ekonomi kerakyatan dalam bentuk kebijakan yang lebih aplikatif, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, mengembalikan watak kebijakan publik pada tempatnya semula, yakni tidak hanya mendapatkan legitimasi rasional, tetapi juga memperoleh pembenaran secara etis. Pada aras ini, setiap kebijakan tidak boleh meninggalkan kepentingan rakyat walaupun secara ekonomi mungkin merugikan negara.

Kedua, mengagendakan strategi pembangunan ekonomi yang memberi nisbah secara proporsional bagi seluruh rakyat. Dalam pengertian ini, setiap strategi dan kebijakan pembangunan harus mencerminkan pada pemenuhan kebutuhan rakyat sehingga setiap hasil yang diperoleh benar-benar jatuh kepada sebagian besar masyarakat.

Ketiga, memberi penekanan terhadap penciptaan fasilitas publik yang ditujukan bagi sebagian rakyat yang terpuruk dalam proses pembangunan. Kebijakan ini penting karena dalam setiap proses pembangunan selalu menyisakan sebagian rakyat dalam posisi tidak beruntung.

BUMDes sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan dan sebagai salah satu wadah bagi usaha sektor kecil di desa harus mampu melakukan transformasi sosial ekonomi di desa.

Untuk itu, ke depan, pemerintah harus mampu mengikis kebijakan diskriminatif yang hanya berpihak pada usaha skala besar semata. Tanpa komitmen itu, usaha kecil sebagai katup penangkal krisis sekaligus penampung tenaga kerja akan terus mengalami jalan buntu.

(Oleh: ACHMAD MAULANI, Kandidat Doktor Universitas Indonesia; Staf Ahli Unit Kebijakan Strategis pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi).

Sumber: Kompas.com.