15 April 2019

Meluruskan Sejarah UU Desa atas Klaim Prabowo

Masa kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden telah berakhir, Sabtu 13 April 2019 jam 24.00 WIB. Kampanye dalam bentuk debat calon Presiden dan Wakil Presiden yang diselenggarakan KPU RI selama 5 kali, sungguh menarik dan memberikan gambaran yang baik atas kedua kandidat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Debat pamungkas yang diselenggarakan KPU RI di Hotel Sultan Jakarta, Sabtu 13 April 2019, jam 20.00 – 22.30 WIB pada sesi closing statemen, sangat menarik dan penting untuk ditanggapi.

Calon Presiden No Urut 02 (Prabowo Subianto) menyatakan bahwa dirinya mengaku sebagai salah satu inisiator UU Desa.

Dalam sesi tersebut, Calon Presiden No Urut 02 (Prabowo Subianto) menyatakan bahwa dirinya mengaku sebagai salah satu inisiator UU Desa. Begini pernyataannya,“…hanya untuk keterangan bahwa undang-undang desa itu sebetulnya sudah ada sebelum Bapak jadi presiden, dan itu salah satu inisiatornya adalah saya sendiri, sebagai ketua umum HKTI, dan itu ada rekaman, semuanya ada, dan alhamdulillah itu sudah digolkan, dan itu adalah hak rakyat, dan itu tidak perlu dipolitisasi, itu adalah hak rakyat di desa,…”. Kami sebagai warga negara yang sedang mengikuti acara debat tersebut melalui siaran TV dan livestreaming, terkejut dengan pernyataan tersebut, karena kami adalah bagian dari masyarakat sipil yang terlibat aktif dalam pembahasan RUU Desa.

Kami para pegiat pembaharuan desa yang terlibat langsung dalam pembahasan UU Desa, menjadi terusik dan saling cek maupun memeriksa kembali dokumen risalah sidang pembahasan RUU Desa di rapat-rapat Pansus RUU Desa dan sidang Paripurna DPR RI tanggal 18 Desember 2013. Berpijak pada hasil penelusuran dan pemeriksaan dokumen-dokumen penting di seputar sejarah pembahasan RUU Desa tersebut, kami terpanggil dan berkewajiban secara moral untuk menanggapi pernyataan tersebut. Kami penting menjelaskan dan menginformasikan mengenai sejarah UU Desa kepada public, agar kerja-kerja kolektif dalam menginisiasi dan membahas RUU Desa ini tidak dinarasikan ke dalam klaim gagasan dan kerja individual atau kelompok tertentu.

Lahirnya UU Desa adalah sejarah panjang yang penuh liku. Pada tahun 2005 pemerintah dan DPR RI sepakat untuk memecah UU 32/2004 menjadi tiga UU, yaitu UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada Langsung dan UU Desa. Tahun 2006, kerjasama Diten PMD dan Forum Pengembangan Pembaharuan Desa (gabungan antara IRE Yogyakarta, STPMD "APMD", Gita Pertiwi, dan beberapa lembaga lain, serta beberapa individu yang tergabung di dalamnya seperti Ari Dwipayana, Arie Djito, Bambang Hudayana, Haryo Habirono, Diah Y. Suradireja, Rossana Dewi, Widyo Hari, dll meneruskan diskusi dan kajian, yang secara resmi pada Januari 2007 mulai menyusun Naskah Akademik RUU Desa. NA didiskusikan dengan para pihak, baik pegiat maupun Asosiasi Desa, di banyak kota dan pelosok. NA selesai pada bulan Agustus 2007, dan disusul dengan drafting RUU Desa.

Di saat pembahasan RUU Desa di tubuh pemerintah yang sangat panjang, para pegiat desa terus melakukan diskusi dan aksi di lapangan. Kami misalnya banyak bicara soal “satu desa, satu rencana dan satu anggaran”, sembari menambah haluan baru, yang tidak hanya masuk ke ranah gerakan sosial tetapi juga harus masuk ke politik. Pada 2009, pegiat desa mendukung caleg Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan) di Dapil Cilacap-Banyumas, yang mengusung RUU Desa. Setelah masuk ke Senayan, Budiman menjadi jangkar politik bagi pegiat desa, misalnya mempertemukan pegiat desa dengan Komisi II secara institusional dan personal. Budiman punya peran memindahkan isu desa dari pinggiran ke pusat kekuasaan di Senayan.

Perjuangan RUU Desa tambah kenceng setelah lahir Parade Nusantara (2009) di bawah pimpinan Sudir Santosa, dan Budiman juga hadir sebagai pembinanya. Parade terus menerus melakukan desakan kepada pemerintah agar menyelesaikan pembahasan RUU Desa. Desakan paling seru terjadi di antara bulan September hingga Desember 2011, yang kemudian Presiden SBY mengeluarkan ampres RUU Desa pada Januari 2012. DPR RI lantas membentuk Pansus RUU Desa yang dipimpin oleh Ketua Akhmad Muqowam (PPP), serta wakil ketua Budiman Sujatmiko (PDI Perjuangan), Khatibul Umam Wiranu (Demokrat), Ibnu Mundzir (Golkar).

Ketua Akhmad Muqowam begitu piawai, dengan politik jalan miring, sanggup melakukan konsolidasi yang solid terhadap 30 anggota Pansus RUU Desa. Mereka semua bersepakat bahwa RUU Desa harus ditempuh dengan cara menanggalkan politik kepartaian, sembari mengutamakan politik kenegaraan dan politik kerakyatan.

Dalam pembahasan RUU Desa, Dana Desa (DD) memang yang paling panjang dan seru, mengundang pro dan kontra. DPR pernah meminta kepada pemerintah tentang data makro uang yang masuk desa, tetapi pemerintah tidak menyediakan. Karena itu Ganjar Pranowo meminta kepada Sutoro Eko (sekarang Ketua STPMD ”APMD) untuk mengumpulkan data mikro uang desa. Sutoro Eko bersama tim Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa "APMD" beserta jaringan bergerak melakukan pengumpulan data dengan survei. Berdasarkan basis data 2011, survei menunjukkan bahwa rata-rata desa menerima uang sebesar 1,040 M pe tahun, tentu dengan sumber yang bermacam-macam, dan 76% di antaranya dari pemerintah pusat. Data ini yang dijadikan basis dan pegangan bagi Pansus.

Pembicaraan tentang dana desa memang dinamis. Ada anggota Pansus yang hanya bicara “satu desa, satu milyar”, ada pula yang bicara dengan data dan argumen. Pihak Kementerian Keuangan dan Bappenas selalu keberatan. Budiman bicara soal “kombinasi cash transfer dan demokrasi lokal akan memperbanyak kelas menengah desa”. 

Pada tanggal 30 September 2013, terjadi diskusi yang menarik di ruang meeting Ketua DPR RI. Dalam pertemuan itu hadir 9 anggota Pansus/Panja, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, pejabat Bappenas, dan rapat dipimpin oleh Ketua Marzuki Alie (Demokrat). Kemenkeu dan Bappenas keberatan dengan dana desa. Menteri Dalam Negeri dan Ketua Akhmad Muqowam bermain cantik untuk meng-goal-kan Dana Desa. Mendagri Gamawan Fauzi berujar: “Saya setuju dana desa, asalkan satu pintu, tidak ada lagi bantuan langsung masyarakat”. Ketua DPR dengan sangat tegas “marah” pada menteri yang menolak dana desa, sembari mengatakan bahwa “kalau untuk rakyat kita harus wujudkan, Presiden SBY sudah setuju”.

Hari-hari berikutnya banyak diisi diskusi mengenai formula dana desa. Dalam sidang di bulan November, dua orang anggota Pansus (tidak usah saya sebut namanya), berujar: “pokoknya satu desa, satu M”. Menanggapi hal ini Ketua Akhmad Muqowam menjawab: “Kalau hanya bicara satu desa satu M, semua orang juga bisa. Kita semua sudah sepakat dana desa. Kita sekarang sedang merumuskan formula dan pasal dana desa yang tepat”.

Formula ini memang susah. Kami melakukan exersice sejumlah formula tetapi belum sepakat. Pada tanggal 12 malam hingga 13 Desember 2013 pagi, Raker Mendagri bersama Pansus sungguh bersejarah. Dari berbagai gagasan yang diperdebatkan, muncul usulan rumusan dari Dr. AW Thalib (PPP), sebagai berikut: “Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap. Usulan ini diterima oleh sidang dan dijadikan penjelasan Pasal 72 ayat (2) tentang dana desa.

Pertemuan itu juga menyepakati untuk menyudahi pembahasan RUU Desa dan 18 Desember 2013 untuk Sidang Paripurna. Alhamdulillah, 18 Desember 2013, Sidang Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Priyo Budi Santosa, menetapkan UU Desa. Pada sidang ini, FPD mengerahkan sekitar 3000 pamong desa. Sebagian di Fraksi balkon, sebagian besar di jalan depan gedung DPR RI. Mereka sujud syukur begitu Sidang Paripurna menetapkan UU Desa, dan kemudian disahkan oleh Presiden SBY menjadi UU No. 6/2014 pada 15 Januari 2014.

Release Media - Perkumpulan Badan Hukum Jarkom Desa.

11 April 2019

Jokowi Sebut Kades Presidennya Desa

INFODES - Presiden Joko Widodo berkomitmen mengalokasikan dana operasional untuk kepala desa dan akan menyederhanakan format laporan pertanggung jawaban dana desa. 

Presiden Joko Widodo berkomitmen mengalokasikan dana operasional untuk kepala desa dan akan menyederhanakan format laporan pertanggung jawaban dana desa.

Hal tersebut disampaikan Jokowi saat memberikan arahan dalam Silaturahmi Nasional Pemerintahan Desa se-Indonesia di Senayan, Jakarta, Rabu (10/4).

Ia menjelaskan bahwa total anggaran dana desa yang sudah digelontorkan sejak tahun 2015-2019 sebesar Rp 257 Triliun artinya kepala desa memiliki tanggungjawab yang besar dalam setiap penggunaan anggaran yang ada di desa untuk berbagai bentuk pembangunan seperti jalan desa, embung, BUMDes dan lain-lain.

"Sehingga diperlukan juga dana operasional untuk kepala desa, sehingga mengontrol, mengawasi, penggunaan dana desa dilapangan betul-betul bisa efektif. Jangan sampai nanti tidak ada dana operasional, dicari-cari dengan jurus penyelewengan. Lebih bagus yang legal, yang sudah kita tentukan dengan aturan yang ada itu akan lebih baik," terangnya. 

Untuk besaran jumlahnya akan dirumuskan kemudian dengan Kementerian Keuangan.

Selain mengenai dana operasional, Presiden Joko Widodo juga merespon banyaknya keluhan tentang rumitnya pembuatan laporan pertanggungjawaban dana desa. Untuk itu, pihaknya akan menyederhanakan format laporan tersebut.

"Laporan juga akan disederhanakan, nanti Mendes bersurat ke Menkeu. Kita tahu kepala desa kan pendidikannya macam-macam, jadi laporan itu tidak usah tebal-tebal, ruwet-ruwet, kalau saya orientasinya bukan prosedur, saya orientasinya hasil. Lha hasilnya sudah jelas ada kan, laporan hanya bersifat administratif, prosedur," ungkapnya.

Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi juga memberikan apresiasinya kepada para kepala desa. Dirinya mengakui kerja keras dari para kepala desa yang kerja hingga 24 jam. Dan semua kerja kerasnya terlihat dari capaian yang sudah dilakukan di desa diantaranya 191 ribu kilometer jalan desa, 24 ribu unit posyandu, 50 ribu unit PAUD, 8900 pasar desa, 58 ribu unit irigasi, 1,1 juta meter jembatan, yang kesemuanya itu dibangun dari dana desa.


"Membangun desa artinya membangun Indonesia. Dan bapak/ibu (kades) sekalian adalah presidennya desa.

Total alokasi anggaran dana desa Rp 257 Triliun anggaran yang diberikan pada desa, dan saya pastikan anggarannya akan naik terus kedepannya," ujarnya.

Selain itu, dirinya menjelaskan bahwa kunci kemajuan desa ada dua. Pertama kepemimpinan yang menguasai tata kelola dan inovasi. Kedua memperhatikan kualitas Sumber Daya Manusia.

"Kedepan dana desa akan difokuskan ke ekonomi dan inovasi. Berikan suntikan agar produk berkualitas dan memiliki daya saing. Dorong agar kemasannya baik, mengangkat dari desa ke market place nasional kemudian pasar global," pesannya. (diolah dari sumber kemendes PDTT)

04 April 2019

Dana Desa Tingkatkan Pendapatan Petani

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan, infrastruktur yang dibangun oleh dana desa berkontribusi membantu meningkatkan pendapatan petani Indonesia.

INFODES - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan, infrastruktur yang dibangun oleh dana desa berkontribusi membantu meningkatkan pendapatan petani Indonesia. 

Menurutnya, infrastruktur tersebut membantu peningkatan produktifitas dan mempermudah akses pertanian, yang berdampak pada penurunan biaya produksi hingga distribusi.

Hal tersebut dikatakan saat menjadi keynote speaker pada Konferensi Regional dalam rangka Memperkuat Ketahanan Pangan, Gizi,dan Kesejahteraan Petani Asia Tenggara di Jakarta, Kamis (4/4).

"Karena kalau tidak ada infrastruktur, setiap hari petani akan mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Dengan adanya infrastruktur, dapat menurunkan biaya sehingga petani bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak," ujarnya.

Terkait infrastruktur tersebut, lanjutnya, Indonesia sejak tahun 2015 mempunyai program yang memberikan dana langsung ke seluruh desa (dana desa). Menurutnya, saat pertama kali disalurkan dana desa tersebut fokus pada pembangunan infrastruktur.

Tidak sedikit jenis infrastruktur dari dana desa yang membantu peningkatan produksi dan akses pertanian seperti jalan desa, jembatan, jalan pertanian, saluran irigasi, embung, drainase, dan penahan tanah.

"Pertama yang dibangun adalah untuk infrastruktur. Ada banyak infrastruktur yang dibangun untuk mendukung pertanian," ungkapnya.

Di sisi lain, menurutnya, Indonesia juga memiliki program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), dengan membuat klaster-klaster ekonomi perdesaan. Prukades melibatkan 19 kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, BUMN, dan swasta.

"Desa miskin karen mereka banyak tidak fokus, memperoduksi banyak komoditi sehingga tidak mencukupi skala ekonomi. Mengatasinya, kami punya Prukades untuk membuat klaster ekonomi," terangnya.

Eko mengatakan, model pembangunan desa yang diterapkan Indonesia saat ini telah mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat desa, yakni Rp572.586 pada tahun 2013 menjadi Rp804.011 pada tahun 2018.

"Angka stunting juga mengalami penurunan secara signifikan dari 37 Persen pada tahun 2013 menjadi 30 persen pada tahun 2018," ujarnya (Kemendes PDTT).

31 Maret 2019

Siapa Pelaku Program Inovasi Desa di Tingkat Desa?

Pelaku Program Inovasi Desa di tingkat kecamatan adalah Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID). Dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) 2019 disebutkan bahawa pelaku - pelaku Program Inovasi Desa ditempatkan disetiap tingkatan struktural pemerintahan mulai dari desa hingga pusat. 

Pelaku Program Inovasi Desa di tingkat kecamatan adalah Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID). Dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO) 2019 disebutkan bahawa pelaku - pelaku Program Inovasi Desa ditempatkan disetiap tingkatan struktural pemerintahan mulai dari desa hingga pusat.

Para pelaku-pelaku tersebut ditugaskan untuk memberikan pendampingan teknis dalam mengawal pelaksanaan program sesuai PTO dalam rangka pencapaian target Key Performance Indicator (KPI) atau Indikator Kunci Keberasilan yang ditetapkan.

Siapa pelaku Program Inovasi di tingkat Desa?

Pelaku di desa adalah pelaku-pelaku program yang berkedudukan di desa dengan perannya masing-masing dalam pelaksanaan PID. Pelaku di desa meliputi:

1. Kepala Desa Peran 

Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali pelaksanaan PID di desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), memastikan realisasi replikasi atau adopsi komitmen kegiatan inovatif, menyusun regulasi desa yang mendukung pelaksanaan PID.

2. Badan Permusyawarahan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lainnya mengawasi proses tahapan PID di desa, terutama realisasi komitmen desa dalam replikasi inovasi, berpartisipasi dalam Bursa Pertukaran Inovasi serta memberikan saran kepada Kepala Desa dalam menentukan komitmen replikasi (Kartu Komitmen) sesuai prioritas kebutuhan desa/ masyarakat.


3. Pendamping Lokal Desa

Pendamping Lokal Desa (PLD) merupakan kepanjangan tangan dari Pendamping Desa (PD) dan TPID di tingkat Desa. Tugas utama PLD adalah berkoordinasi dengan PD, TPID, KPMD dan KPM untuk segala kegiatan terkait PID di desa-desa lokasi tugasnya. 

Selain itu, PLD bertugas membantu PD dan TPID untuk:
  1. Melakukan sosialisasi PID kepada Desa dan masyarakat;
  2. Mendorong pastisipasi Desa dan masyarakat dalam keseluruhan tahapan PID;
  3. Berpartisipasi aktif dan memastikan desa-desa di wilayahnya mengikuti MAD dan Bursa Pertukaran Inovasi;
  4. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan inovatif di desa-desa lokasi tugasnya;
  5. Melengkapi data-data kegiatan inovatif yang dibutuhkan dalam rangka capturing awal;
  6. Mendorong dan memastikan desa-desa di lokasi tugasnya merealisasikan komitmen replikasi dalam RKPDesa dan APBDesa serta mengajukan kebutuhan dukungan P2KTD jika perlu;
  7. Mengawal pelaksanaan replikasi atau adopsi inovasi oleh desa-desa di lokasi tugasnya;
  8. Membuat laporan pelaksanaan PID.
4. Kader Pembangunan Manusia 

Kader Pembangunan Manusia (KPM) merupakan kader yang ditempatkan khusus di desa-desa yang menjadi lokasi prioritas Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM).

KPM memiliki peran memastikan tersedianya kegiatan pelayanan sosial dasar bidang kesehatan dan pendidikan di desa, serta memastikan masyarakat terutama Ibu hamil dan bayi di bawah dua tahun (Baduta) memperoleh layanan tersebut secara konvergen. 

Baca juga: Tugas dan Susunan Pengurus TPID Tahun 2019.

Secara rinci, Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) bertugas:
  1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap stunting melalui pengukuran tinggi badan baduta untuk mendeteksi dini stunting dengan tingkat pertumbuhan;
  2. Mengidentifikasi sasaran 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) melalui peta sosial desa dan Pengkajian Kondisi Desa (PKD);
  3. Memfasilitasi desa untuk mengoptimalkan penggunaan Dana Desa dalam RKPDesa dan APBDesa untuk intervensi stunting;
  4. Mendukung desa dan masyarakat untuk memantau dan memastikan konvergensi lima paket layanan pada rumahtangga 1000 HPK menerima dan melaporkan hasilnya;
  5. Bekerjasama dengan PLD, PD dan TPID dalam mengidentifikasi kegiatan-kegiatan inovatif di bidang PSD dan upaya penanggulangan stunting; dan
  6. Melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam rangka capturing awal.
Demikian informasi dan jawaban atas pertanyaan tentang Siapa Pelaku Program Inovasi Desa di Tingkat Desa? Secara detil dapat dibaca dalam Pedoman Umum Program Inovasi Desa 2019 dan Petunjuk Teknik Operasional.

30 Maret 2019

Belajar ke Tiongkok Kades Siap Wujudkan Perubahan untuk Desa

Para Kepala Desa (Kades) yang dikirim untuk belajar ke Tiongkok menyatakan bertekad membawa perubahan untuk desa setelah kembali ke Indonesia. 
Para Kepala Desa (Kades) yang dikirim untuk belajar ke Tiongkok menyatakan bertekad membawa perubahan untuk desa setelah kembali ke Indonesia.

Hal tersebut dikatakan Kepala Desa Pujon Kidul, Kabupaten Malang, Udi Hartoko usai pelepasan peserta studi banding di Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia, Jakarta, Jumat (22/3).

“Belum sampai ke Tiongkok, tapi kami sudah sangat bangga sekali. Kami akan belajar sungguh-sungguh di Tiongkok. Kami akan bawa perubahan untuk desa di Indonesia setelah kami pulang dari Tiongkok,” ujarnya.

Seperti diketahui, Tiongkok dikenal sebagai negara yang berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan hingga 100 kali lipat dalam 40 tahun, yakni dari 20 US Dollar menjadi 2.000 US Dollar. Termotivasi dari keberhasilan tersebut, Udi berharap Indonesia mampu meraih keberhasilan serupa dalam waktu 10-20 tahun.

“Mudah-mudahan dengan semangat kami semua, kalau di Tiongkok butuh 40 tahun, semoga di Indonesia bisa 10-20 tahun untuk merubah Indonesia. Karena kami punya impian untuk merubah desa di Indonesia menjadi desa maju seperti di Tiongkok,” ujarnya.

Terkait studi banding tersebut ia berterimakasih kepada pemerintah yang telah memberikan kesempatan untuk belajar memajukan desa dari negara lain. Ia juga berterimakasih kepada Kedutaan Besar Tiongkok yang telah menerima kepala desa, pendamping desa, dan pegiat desa Indonesia untuk belajar di Tiongkok.

“Semoga ini menjadi sesuatu yang istimewa bagi kita semuanya. Dan ini akan kami ceritakan pengalaman kami kepada seluruh masyarakat Indonesia. Bagi kami dan masyarakat, inilah sejarah yang sangat luar biasa,” ujarnya.

Untuk diketahui, sebelumnya di hari yang sama, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo telah melepas sejumlah kepala desa, penggiat desa dan pendamping desa yang akan mengikuti studi banding ke negara Korea dan China.

Rencananya, studi banding perdesaan ini juga akan dilaksanakan di beberapa negara lain seperti India, Malaysia, dan beberapa negara yang memiliki keberhasilan mengelola perdesaan lainnya. (Sumber: Kemendes)

26 Maret 2019

Donwload Pedoman Umum Program Inovasi Desa 2019

Bahwa dalam rangka keberlanjutan pelaksanan Program Inovasi Desa pada tahun 2019, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes, PDTT) telah menerbitkan Pedoman Umum Program Inovasi Desa Tahun 2019.

Pedoman Umum Program Inovasi Desa 2019 ini, ditetapkan melalui Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Umum Program Inovasi Desa.

Pedoman Umum Program Inovasi Desa 2019 ini, ditetapkan melalui Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Umum Program Inovasi Desa.

Perubahan pedoman umum PID tersebut, dikarenakan adanya perubahan subtansi pada pengaturan terkait Pedoman Umum Program Inovasi Desa, menyangkut inovasi, layanan teknis, dan kegiatan peningkatan kapasitas dalam mendukung program pencegahan stunting pada praktik pembangunan desa.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Program Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya Kemendesa PDTT untuk meningkatkan kapasitas Desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam mengembangkan rencana dan melaksanakan pembangunan Desa secara berkualitas agar dapat meningkatkan produktivitas rakyat dan kemandirian ekonomi serta mempersiapkan pembangunan sumberdaya yang memiliki daya saing.

Peningkatan kapasitas Desa dalam PID dilakukan melalui kegiatan Pengelolaan Pengetahuan Inovasi Desa (PPID) dan mempersiapkan lembaga Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) untuk membantu pembangunan desa dengan fokus pada bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan Kewirausahaan, Pengembangan Sumberdaya Manusia, dan Infrastrukur Desa, yang sejalan dengan program prioritas Kemendesa PDTT dalam meningkatkan produktivitas desa.

Program Prioritas Kementerian Desa, PDTT dalam menigkatkan produktifitas desa, sebagai berikut: 
  1. Pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan, baik pada ranah pengembangan usaha masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesa Bersama), serta Produk Unggulan Desa (Prudes) dan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) guna menggerakkan dan mengembangkan perekonomian Desa;
  2. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), khususnya investasi di bidang pendidikan dan kesehatan dasar terutama dalam mendukung program prioritas nasional pencegahan stunting secara konvergen. Dengan demikian, produktivitas perdesaan tidak hanya melibatkan aspek/strategi peningkatan pendapatan, melainkan juga pengurangan beban biaya dan resiko hilangnya potensi SDM berkualitas di masa yang akan datang.
  3. Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa serta berdampak pada meningkatnya kohesi sosial dan rasa memiliki masyarakat perdesaan.
Secara terperinci dan lengkap seputar program inovasi desa dapat Anda simak dan pelajari secara lengkap disini, yakni melalui Pedoman Umum Program Inovasi Desa 2019. 

Donwload disini Pedoman Umum Program Inovasi Desa Tahun 2019 dan Pentunjuk Teknis Operasional (PTO) yang mengatur tentang Kriteria, Tugas dan Susunan Pengurus TPID 2019

Semoga bermanfaat, Ayo Bangun Desa.!!