Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Desa. Tampilkan semua postingan

24 Desember 2016

Tata Cara Penetapan Kewenangan Desa

Desa berwenang mengatur dan mengurus diri, berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa. Kedua kewenangan Desa ini diakui dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Desa berwenang mengatur dan mengurus diri, berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala desa.
Ilustrasi: Desa Berdaulat
Kewenangan berdasarkan hak asal usul adalah hak yang merupakan warisan yang masih hidup dan prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat.

Tata cara penetapan kewenangan Desa diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang kemudian diubah menjadi PP Nomor 47 Tahun 2015. Dalam pasal 34 huruf a PP 47 disebutkan Kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul paling sedikit terdiri atas:

a. sistem organisasi masyarakat adat;

b. pembinaan kelembagaan masyarakat;
c. pembinaan lembaga dan hukum adat;
d. pengelolaan tanah kas Desa; dan
e. pengembangan peran masyarakat Desa.

Secara detail kewenangan desa tertuang dalam Peraturan Menteri Desa (Permendesa) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. 

Sedangkan terkait dengan penetapan penggunaan Dana Desa berdasarkan Kewenangan Desa secara spesifik akan diatur melalui Peraturan Menteri Desa (Permendes). Pada tahun 2017, penggunaan Dana Desa berdasarkan Kewenangan Desa telah diatur melalui Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017

Tata cara penetapan kewenangan Desa, sebagai berikut:
  • Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa dengan melibatkan Desa;
  • Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi kewenangan Desa, bupati/walikota menetapkan peraturan bupati/walikota tentang daftar kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  • Peraturan bupati/walikota dimaksud ditindaklanjuti oleh Pemerintah Desa dengan menetapkan peraturan Desa tentang kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan lokal.
Dijelaskan dalam Permendes 22/2016, kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan Dana Desa harus berdasarkan kewenangan Desa yang sudah ditetapkan dengan peraturan Desa. Karenanya, kegiatan yang dibiayai Dana Desa wajib masuk dalam daftar kewenangan Desa. Dengan demikian, Desa berwewenang membuat peraturan Desa yang mengatur tentang penggunaan Dana Desa untuk membiayai kegiatan di Desa.[]

21 Desember 2016

6 Prinsip dalam Penentuan Prioritas Penggunaan Dana Desa

Sesuai dengan spirit yang terkandung dalam UU Desa, semua pembangunan di desa harus mengikutsertakan masyarakat desa mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasannya.

Undang-Undang Desa juga memandatkan pembangunan Desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 Permendes No. 22 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017, pengaturan prioritas penggunaan Dana Desa bertujuan untuk:
  • Memberikan acuan program dan kegiatan bagi penyelenggaraan Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang dibiayai oleh Dana Desa;
  • Memberikan acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menyusun pedoman teknis penggunaan Dana Desa; dan 
  • Mmemberikan acuan bagi Pemerintah Pusat dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penggunaan Dana Desa.
Berikut 6 Prinsip dalam Penentuan Prioritas Penggunaan Dana Desa.
  1. Keadilan, dengan mengutamakan hak dan kepentingan seluruh warga Desa tanpa membeda-bedakan;
  2. Kebutuhan prioritas, dengan mendahulukan kepentingan Desa yang lebih menDesak, lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa;
  3. Kewenangan Desa, dengan mengutamakan kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa;
  4. Partisipatif, dengan mengutamakan prakarsa dan kreatifitas Masyarakat;
  5. Swakelola dan berbasis sumber daya Desa mengutamakan pelaksanaan secara mandiri dengan pendayagunaan sumberdaya alam Desa, mengutamakan tenaga, pikiran dan keterampilan warga Desa dan kearifan lokal; dan
  6. Tipologi Desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi Desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan dan kemajuan Desa.

20 Desember 2016

5 Ketentuan dalam Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa

Dalam melakukan pengaturan penetapan prioritas dana desa, selain harus mempedomani mekanisme penetapan juga harus berdasarkan ketentuan penetapan prioritas penggunaan dana desa.

Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017

Seperti dijelaskan, ada 5 tahapan yang harus dilakukan dalam mekanisme penetapan prioritas penggunaan dana desa, yaitu musyawarah desa, penyusunan rancangan RKPDes, penetapan RKPDes, penyusunan rancangan APBDes, dan review rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (RAPBDes).

Adapun 5 ketentuan dalam penetapan prioritas penggunaan dana desa, yaitu penggunaan dana desa berdasarkan kemanfaatan, partisipasi masyarakat, keberlanjutan, kepastian adanya pengawasan, dan berdasarkan prioritas sumberdaya dan tipologi Desa.
  .
Secara terperinci, 5 Ketentuan Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa, dijelaskan sebagai berikut:

1. Prioritas Berdasarkan Kemanfaatan

Penggunaan Dana Desa harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan memprioritaskan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang bersifat mendesak untuk dilaksanakan, serta lebih dibutuhkan dan berhubungan langsung dengan kepentingan sebagian besar masyarakat Desa. 

Sejalan dengan tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa, maka kegiatankegiatan yang dibiayai Dana Desa dipilih harus dipastikan kemanfaatannya untuk :
  • Meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan dan kebudayaan;
  • Meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan ekonomi keluarga; dan
  • Meningkatkan penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan warga miskin di Desa, warga penyandang disabilitas dan marginal.
Berdasarkan ketentuan kemanfaatan kegiatan yang dibiayai Dana Desa, maka penentuan prioritas kegiatan dilakukan dengan cara:
  • Kegiatan yang semakin bermanfaat bagi peningkatan kesehatan dan/atau pendidikan warga Desa lebih diutamakan;
  • Kegiatan yang semakin bermanfaat bagi pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan warga Desa lebih diutamakan; dan
  • Kegiatan yang semakin bermanfaat bagi penanggulangan kemiskinan lebih diutamakan.
2. Prioritas Berdasarkan Partisipasi Masyarakat

Undang-Undang Desa memandatkan pembangunan Desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. 

Kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam pembangunan Desa diwujudkan dengan mengikutsertakan masyarakat Desa dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa. Dengan demikian, kegiatan pembanguan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang dibiayai Desa harus dipastikan mengikutsertakan masyarakat Desa mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasannya.

Berdasarkan adanya keharusan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa, maka penentuan kegiatan prioritas penggunaan Dana Desa dilakukan dengan cara:
  • Kegiatan yang didukung oleh sebagian besar masyarakat Desa lebih diutamakan, dibandingkan kegiatan yang tidak dan/atau lebih sedikit didukung masyarakat Desa;
  • Kegiatan yang direncanakan dan dikelola sepenuhnya oleh masyarakat Desa dan/atau diselenggarakan oleh pemerintah Desa bersama masyarakat Desa lebih diutamakan dibandingkan dengan kegiatan yang tidak melibatkan masyarakat Desa; dan 
  • Kegiatan yang mudah diawasi pelaksanaanya oleh masyarakat Desa lebih diutamakan.
3. Prioritas Berdasarkan Keberlanjutan

Tujuan pembangunan Desa dicapai dengan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. 

Wujud keberlanjutan dalam pembangunan Desa dilakukan dengan memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan Dana Desa harus memiliki rencana pengelolaan dalam pemanfaatannya, pemeliharaan, perawatan dan pelestariannya. Dengan demikian, kegiatan yang dipastikan keberlanjutannya diprioritaskan untuk dibiayai dengan Dana Desa. 

4. Prioritas Berdasarkan Kepastian adanya Pengawasan

Dana Desa digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang pengelolaannya dilakukan secara transparan dan akuntabel. Masyarakat Desa harus memiliki peluang sebesar-besarnya untuk mengawasi penggunaan Dana Desa.

Oleh karena itu, kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa harus dipublikasikan kepada masyarakat di ruang publik atau ruang yang dapat diakses masyarakat Desa.

5. Prioritas Berdasarkan Sumberdaya dan Tipologi Desa

Pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa melalui pendayagunaan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam Desa dengan mengutamakan mekanisme swakelola, swadaya dan gotong royong masyarakat. 

Perencanaan kegiatan Desa dapat mempertimbangkan Tipologi DesaTipologi Desa merupakan fakta, karakteristik dan kondisi nyata yang khas, keadaan terkini di Desa, maupun keadaan yang berubah, berkembang dan diharapkan akan terjadi dimasa depan. 

Pengelompokkan Tipologi Desa dapat diuraikan sekurang-kurangnya berdasarkan:

a. Tipologi Desa berdasarkan kekerabatan meliputi:
  1. Desa Geneologis (dicirikan tali persaudaraan antar warga Desa masih kuat);
  2. Desa Teritorial (sebagai tempat pemukiman warga dengan beragam asal keturunan); dan
  3. Desa Campuran geneologis-teritorial.
b. Tipologi Desa berdasarkan hamparan meliputi:
  1. Desa pesisir/Desa pantai;
  2. Desa dataran rendah/lembah;
  3. Desa dataran tinggi; dan
  4. Desa perbukitan/pegunungan.
c. Tipologi Desa berdasarkan pola permukiman meliputi:
  1. Desa dengan permukiman menyebar;
  2. Desa dengan permukiman melingkar;
  3. Desa dengan permukiman mengumpul; dan
  4. Desa dengan permukiman memanjang (seperti pada bantaran sungai/pinggir jalan).
d. Tipologi Desa berdasarkan pola mata pencaharian atau kegiatan utama
masyarakat meliputi:
  1. Desa pertanian;
  2. Desa nelayan;
  3. Desa industri (skala kerajinan dan/atau manufaktur dengan teknologi sederhana dan madya); dan
  4. Desa perdagangan (jasa-jasa).
e. Tipologi Desa berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan Desa meliputi:
  1. Desa sangat tertinggal;
  2. Desa tertinggal;
  3. Desa berkembang;
  4. Desa maju; dan
  5. Desa mandiri.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menetapkan bahwa Indeks Desa Membangun (IDM) sebagai alat ukur untuk menentukan tingkat kemajuan Desa. 
Ketetapan tingkatan kemajuan Desa yang diukur berdasarkan IDM dapat menjadi dasar bagi Desa untuk menentukan prioritas penggunaan Dana Desa dalam membiayai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.

19 Desember 2016

Prioritas Dana Desa untuk Bidang Pembangunan Desa

UU Desa menjelaskan tujuan pembangunan Desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017
Prioritas Bidang Pembangunan Desa/Image: ABD
Dalam Permendes Nomor 22 Tahun 2016, disebutkan penggunaan dana desa pada tahun 2017 diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Kegiatan kegiatan pembangunan Desa yang dapat dibiayai oleh Dana Desa adalah sebagai berikut:

a. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana Desa.
  1. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana transportasi. 
  2. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana energi.
  3. Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana informasi dan komunikasi.
b. Peningkatan Kualitas dan Akses terhadap Pelayanan Sosial Dasar.
  1. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana kesehatan.
  2. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana pendidikan dan kebudayaan.
c. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana usaha ekonomi Desa.
  1. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana produksi usaha pertanian untuk ketahanan pangan dan usaha pertanian berskala produktif yang difokuskan pada kebijakan satu Desa satu produk unggulan.
  2. Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pengolahan hasil pertanian untuk ketahanan pangan dan usaha pertanian yang difokuskan pada kebijakan satu Desa satu produk unggulan.
  3. Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana jasa dan industri kecil yang difokuskan pada kebijakan satu Desa satu produk unggulan.
  4. Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pemasaran yang difokuskan pada kebijakan satu Desa satu produk unggulan.
  5. Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana Desa Wisata.
  6. Pengadaan, pembangunan, pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana Teknologi Tepat Guna (TTG) untuk kemajuan ekonomi yang difokuskan pada kebijakan satu Desa satu produk unggulan.
d. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana untuk pelestarian lingkungan hidup.

e. Pengadaan, pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana prasarana untuk penanggulangan bencana alam dan/atau kejadian luar biasa lainnya.

Yang perlu digaris bawahi adalah semua kegiatan prioritas bidang pembangunan Desa harus sesuai dengan analisis kebutuhan dan kondisi Desa yang diputuskan dalam musyawarah Desa. 


Musyawarah Desa merupakan forum musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis, seperti penggunaan dana Desa dalam hal pembagunan Desa dan beberapa yang lainnya dengan prinsip partisipatif, demokratis, dan transparan.

Kegiatan Prioritas Bidang Pembangunan Desa diuraikan secara terperinci dapat dilihat pada halaman 28 sampai 33 Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017.[]

18 Desember 2016

Mekanisme Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa

Mekanisme penetapan penggunaan Dana Desa mengikuti proses perencanaan pembangunan dan anggaran Desa. Dokumen yang dihasilkan dalam proses perencanaan Desa meliputi RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa. Prioritas penggunaan Dana Desa termasuk bagian dari penyusunan RKP Desa dan APB Desa.

Mekanisme Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa, sebagai berikut:

1. Tahap Musyawarah Desa


Musyawarah Desa merupakan forum musyawarah antara BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis, seperti penggunaan dana Desa dalam hal pembagunan Desa dan beberapa yang lainnya dengan prinsip partisipatif, demokratis, dan transparan.

Penetapan prioritas penggunaan Dana Desa merupakan hal strategis di Desa, sehingga wajib dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa. Penyelenggaraan musyawarah Desa dalam rangka pembahasan prioritas penggunaan Dana Desa yang diadakan dalam rangka penyusunan RKP Desa.


Pembahasan prioritas penggunaan Dana Desa dalam musyawarah Desa berdasarkan usulan, aspirasi dan kemanfaatan kegiatan masyarakat Desa. Hasil kesepakatan musyawarah Desa terkait prioritas penggunaan Dana Desa harus dituangkan dalam dokumen Berita Acara yang tata cara penyusunannya sesuai peraturan perundang-undangan tentang musyawarah Desa.


2.Tahap Penyusunan Rancangan RKP Desa

Kepala Desa wajib mempedomani hasil kesepakatan musyawarah Desa berkaitan dengan prioritas penggunaan Dana Desa. Kegiatan-kegiatan yang disepakati untuk dibiayai dengan Dana Desa termuat dalam dokumen rancangan RKP Desa.

Dalam rangka penyusunan rancangan RKP Desa khususnya terkait penggunaan Dana Desa, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota berkewajiban menyampaikan kepada seluruh Kepala Desa di wilayahnya tentang informasi sebagai berikut:

Pagu indikatif Dana Desa dan Data Tipologi Desa berdasarkan perkembangan Desa yang dihitung berdasar IDM. Berdasarkan pagu indikatif Dana Desa beserta data IDM, Kepala Desa merancang prioritas penggunaan Dana Desa dengan berdasarkan perhitungan terhadap:

  • Kemanfaatan hasil kegiatan;
  • Usulan dan aspirasi masyarakat Desa serta peran serta masyarakat Desa dalam pelaksanaan kegiatan; 
  • Pengelolaan dan pemanfaatan hasil kegiatan serta perawatan dan pelestariannya; 
  • Pengawasan masyarakat terhadap pelaksanaan kegiatan; 
  • Pendayagunaan sumberdaya manusia, sumberdaya alam serta sumberdaya lainnya dalam pelaksanaan kegiatan yang dikelola secara mandiri oleh Desa; dan 
  • Tipologi Desa untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang dibiayai Dana Desa sesuai dengan kondisi obyektif yang ada di Desa.
Penetapan prioritas penggunaan Dana Desa berdasarkan tipologi Desa menjadikan jenis kegiatan yang diprioritaskan pada masing-masing Desa yang sangat beragam. Untuk itu, dalam pedoman umum ini hanya diberikan contoh-contoh program/kegiatan sehingga Desa-Desa masih memiliki keleluasaan untuk memilih kegiatannya yang sesuai dengan tipologi Desanya.

Contoh:
Desa A : Tipologi Desa perbukitan-perkebunan/perladangan campuran tertinggal dan sangat tertinggal.
Desa B : Tipologi Desa lembah-pertanian/sawah teritorial berkembang
Desa C : Tipologi Desa pesisir-nelayan-geneologis-maju dan mandiri

Contoh rencana prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2017 dengan mempertimbangkan beberapa tata cara penentuan prioritas penggunaan Dana Desa disajikan pada tabel di bagian akhir Pedoman Umum ini. (Donwload disini Tabel Pedoman Umum). 

3. Tahap Penetapan RKP Desa

Kepala Desa berkewajiban menyampaikan kepada masyarakat Desa
rancangan RKP Desa yang memuat rencana kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai dengan Dana Desa. Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa (Musrenbang Desa) yang dihadiri oleh BPD dan unsur masyarakat Desa. 


Rancangan RKP Desa, termasuk rancangan prioritas kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa harus dibahas dan disepakati dalam musrenbang Desa. Hasil kesepakatan dalam musrenbang Desa menjadi pedoman bagi Kepala Desa dan BPD dalam menyusun Peraturan Desa tentang RKP Desa.

4. Tahap Penyusunan Rancangan APB Desa

Pembiayaan kegiatan dengan Dana Desa dipastikan setelah bupati/walikota menetapkan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa. Berdasarkan peraturan bupati/walikota dimaksud, diketahui besaran Dana Desa untuk masingmasing Desa. Bupati/walikota berkewajiban menyampaikan dan mensosialisasikan kepada Desa-Desa peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa.

Kepala Desa merancang pembiayaan kegiatan dengan Dana Desa dengan berpedoman kepada RKP Desa. Dana Desa dibagi untuk membiayai kegiatan- kegiatan sesuai daftar urutan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam RKP Desa. Kepala Desa dilarang secara sepihak mengubah daftar kegiatan yang direncanakan dibiayai Dana Desa yang sudah ditetapkan dalam RKP Desa.


Rencana penggunaan Dana Desa masuk menjadi bagian dari Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa. Kepala Desa berkewajiban mensosialisasikan dan menginformasikan kepada masyarakat Desa perihal Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa. Sosialisasi rancangan APB Desa dilakukan sebelum dokumen Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota.

Masyarakat Desa, melalui BPD, berhak untuk menyampaikan keberatan kepada Kepala Desa apabila rancangan penggunaan Dana Desa berbeda dengan rencana yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Desa tentang RKP Desa. Dalam hal Kepala Desa berkeras untuk mengubah rencana penggunaan Dana Desa yang sudah ditetapkan dalam RKP Desa, maka BPD berkewajiban menyelenggarakan musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati rencana penggunaan Dana Desa. Dengan demikian, rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa yang disampaikan Kepala Desa kepada Bupati/Walikota harus dipastikan diterima oleh sebagian besar masyarakat Desa.

5. Tahap Review Rancangan APB Desa

Bupati/walikota berkewajiban mereview Rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa khususnya rencana penggunaan Dana Desa. Review dimaksud diadakan untuk memastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dibiayai Dana Desa memenuhi ketentuan hal-hal sebagai berikut:
  • Termasuk bagian dari kewenangan Desa berdasarkan hak asul-usul dan
  • Kewenangan lokal berskala Desa; 
  • Termasuk urusan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat
  • Desa; 
  • Tidak tumpang tindih dengan program/kegiatan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; 
  • Prioritas penggunaan Dana Desa yang tercantum dalam Rancangan APB Desa direncanakan sesuai dengan mekanisme penetapan prioritas penggunaan Dana Desa yang diatur dengan peraturan perundangundangan termasuk Pedoman Umum Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017.
Diolah dari Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017.[]

17 Desember 2016

2017, Inilah Prioritas Dana Desa untuk Pemberdayaan Masyarakat

Prioritas penggunaan dana desa 2017 selain digunakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan Desa. Dana Desa juga digunakan untuk membiayai program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa.
Inilah Prioritas Dana Desa untuk Kegiatan Pemberdayaan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa, PDTT) telah menerbitkan Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017

Permendes ini sebagai pedoman umum tentang arah kebijakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa yang dibiayai dengan Dana Desa, dan juga sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Desa untuk penetapan prioritas penggunaan Dana Desa pada tahun 2017.

Prioritas Dana Desa untuk Pemberdayaan Masyarakat

Dalam Pasal 7 Permendes No 22 tahun 2016 disebutkan, Dana Desa digunakan untuk membiayai program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat Desa dengan mendayagunakan potensi dan sumberdayanya sendiri sehingga Desa dapat menghidupi dirinya secara mandiri.

Kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa yang diprioritaskan meliputi antara lain:
  • Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa;
  • Pengembangan kapasitas masyarakat Desa;
  • Pengembangan ketahanan masyarakat Desa;
  • Pengembangan sistem informasi Desa;
  • Dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan anggota masyarakat Desa penyandang disabilitas;
  • Dukungan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam, penanganan bencana alam serta penanganan kejadian luar biasa lainnya;
  • Dukungan permodalan dan pengelolaan usaha ekonomi produktif yang dikelola oleh BUMDesa dan/atau BUMDesa Bersama;
  • Dukungan pengelolaan usaha ekonomi oleh kelompok masyarakat, koperasi dan/atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya;
  • Pengembangan kerjasama antar Desa dan kerjasama Desa dengan pihak ketiga; dan
  • Bidang kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan Desa dan ditetapkan dalam Musyawarah Desa.
UU Desa juga memandatkan bahwa terkait hal-hal strategis di Desa harus dibahas dan disepakati dalam musyawarah Desa yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 


Kemudian, hasil musyawarah Desa wajib dipedomani oleh Kepala Desa untuk merumuskan kebijakan Pemerintah Desa.[]

13 Oktober 2016

Hal-Hal yang Perlu diperhatikan dalam Penyusunan RAB Desa



Hal-hal yang perlu diperhatikan proses perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB), yaitu:

  1. RAB yang disusun oleh masyarakat harus dilakukan oleh orang yang yang mampu dan memahami cara pembuatan RAB;
  2. RAB harus disusun secara teliti, hati-hati dan benar sehingga diperoleh nilai RAB yang seimbang dengan biaya pelaksanaan kegiatan sarana prasarana yang telah direncanakan (RAB realistis). Atau dengan kata lain bahwa RAB yang disusun tidak berlebihan (pemborosan) atau kekurangan dana (kualitas atau kuantitas pekerjaan tidak dapat dipenuhi);
  3. RAB bersifat terbuka, artinya siapapun warga masyarakat dengan mudah mengakases dan mengetahuinya;
  4. Masalah ganti rugi hendaknya diselesaikan melalui musyawarah oleh masyarakat sendiri tanpa membebani APB Desa;
  5. Apabila terjadi kekurangan dana pada tahap pelaksanaan sarana prasarana, maka harus diupaya melalui swadaya agar memenuhi kualitas dan kuantitas pekerjaan sesuai yang direncanakan;
  6. Sebaliknya, Jika terdapat kelebihan dana, maka harus digunakan kembali hanya pada paket kegiatan yang bersangkutan dengan cara menambah volume atau menyempurnakan sarana prasarana yang dibangun.

Perlu digaris bawahi, penyusunan RAB Desa tidak boleh melenceng dari Pedoman Penyusunan RAB Desa. Oleh karena itu, RAB yang disusun oleh masyarakat harus dilakukan oleh orang yang mampu dan memahami cara pembuatan RAB. 

Supaya RAB Desa sesuai dengan pedoman, Kades harus tahu proses pembuatan RAB Desa, supaya tidak mudah dikelabuin oleh oknum-oknum tertentu.[] 

Pedoman Penyusunan RAB Desa

Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan sarana prasarana merupakan anggaran biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh kegiatan pembangunan prasarana sesuai dengan rencana gambar dan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan.

Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan sarana prasarana Desa merupakan tahap yang cukup penting. Dalam pelaksanaannya harus memperhatikan proses atau langkah- langkah kegiatan, agar hasil yang diperoleh paling mendekati nilai biaya pada saat pelaksanaan kegiatan (realistis) serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat dipertanggunjawabkan.



Sebelum RAB kegiatan sarana prasarana Desa disusun atau dibuat. Pahami dulu Pedoman Penyusunan RAB Desa, diantaranya Tujuan Penyusunan RAB, Sasaran dan Hasil yang diharapkan dari Penyusunan Rencana Anggaran Biaya. 

Untuk lebih lengkap baca Modul PD Teknik Infrastruktur.

1. Tujuan Penyusunan RAB 
  1. Mengetahui berapa besar rencana biaya yang diperlukan untuk menyelesiakan kegiatan sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan;
  2. Mengetahui jumlah/volume kebutuhan tenaga kerja, bahan dan alat yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan sarana prasarana Desa;
  3. Sebagai pedoman pada saat pelaksanaan kegiatan sarana prasarana, khususnya pada saat melakukan pengadaan tenaga kerja, bahan dan alat, baik menyangkut jumlah, jenis, maupun harga satuannya masing-masing;
  4. RAB merupakan suatu perkiraan atau rencana, artinya bahwa nilai volume maupun harga satuan tiap jenis tenaga, bahan dan alat yang paling menentukan dalam penyelesiaan pekerjaan ádalah nilai kebutuhan nyata (realisasi) dilapangan. Dan seharusnya nilai realisasi ini sama atau tidak berbeda jauh dengan RAB yang dibuat sebelumnya;
  5. Memenuhi salah satu persyaratan yang harus dibuat didalam dokumen usulan kegiatan masyarakat terkait sarana prasarana Desa.
2. Sasaran Penyusunan RAB

Sasaran penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) kegiatan sarana prasarana Desa, yaitu:

  1. Diketahuinya jumlah kuantitas atau volume kegiatan sarana prasarana khusunya menyangkut kebutuhan tenaga kerja, bahan, alat termasuk administrasi yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh pelaksanaan sarana prasarana;
  2. Diketahuinya total nilai Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk seluruh proyek/sub-proyek (baik dari kontribusi swadaya masyarakat, APB Desa, APBD, APBN dan dana lainnya;
  3. Terintegrasinya rencana penggunaan dana dari sumber-sumber pembiayaan yang ada (antara sumber dana dari kontribusi swadaya warga dan sumber lainnya (APBN/APBD/pihak ketiga lainnya).
3. Hasil yang Diharapkan

Hasil atau Keluaran yang diharapkan dari proses perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB), yaitu:
  1. Masyarakat mengetahui volume kebutuhan tenaga kerja, bahan, alat termasuk administrasi yang diperlukan untuk melaksanakan atau menyelesaikan seluruh pelaksanaan kegiatan sarana prasarana Desa. Hal ini diharapkan agar pada saat pelaksanaan konstruksi nantinya masyarakat atau kelompok pemanfaat lebih mudah dan efisien dalam mengelola dan mengalokasian dananya (tidak terjadi pembelanjaan yang berlebih yang mengakibatkan pemborosan dana);
  2. asyarakat mengetahui total nilai biaya kegiatan sarana prasarana dari kontribusi swadaya masyarakat dan total kebutuhan dana keseluruhan.
  3. Adanya integrasi kontribusi swadaya masyarakat dengan sumber dana baik APB Desa, APBD dan APBN;
  4. Tersedianya keseluruhan analisa volume tiap jenis kebutuhan pekerjaan (tenaga kerja, bahan dan alat) sesuai dengan volumenya (termasuk kualitas) dan menggunakan referensi analisa harga (koefisien) yang dapat dipertanggung-jawabkan termasuk administrasi yang diperlukan;
  5. Dipergunakannya hasil kesepakatan swadaya masyarakat dan kesepakatan harga hasil survei sebagai acuan dalam perhitungan RAB sarana prasarana.
 Baca juga: Hal-Hal yang Perlu diperhatikan dalam Penyusunan RAB

10 Oktober 2016

Alur Pelaksanaan Pengamanan Sosial dan Lingkungan (Safeguards)

Pelaksanaan upaya pengamanan sosial dan lingkungan merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk melihat dan memastikan pelaksanaan kegiatan sarana prasarana Desa telah sesuai dengan kaidah-kaidah pengamanan sosial dan lingkungan. 



Secara garis besar mekanisme penerapan pengamanan sosial dan lingkungan dilaksanakan dengan alur mekanisme sebagai berikut:

  1. Pendamping harus melakukan sosialisasi upaya pengamanan sosial dan lingkungan di setiap kegiatan pembangunan sarana prasarana Desa, dimulai dari kegiatan sosialisasi, perencanaan, pengusulan kegiatan, pelaksanaan konstruksi sampai dengan tahapan pemanfaatan dan pemeliharaan sarana prasarana Desa;
  2. Pada saat penyiapan proposal, kelompok pelaksana wajib menyiapkan proposal usulan kegiatan sarana prasarana berdasarkan format standar yang telah disediakan yang memuat spesifikasi teknis, anggaran dan rencana kerja, termasuk dalam hal ini kesesuaiannya dengan ketentuan pengamanan sosial dan lingkungan: (i) status pengadaan lahan, (ii) form ceklist daftar negatif untuk mengidentifikasi usulan kegiatan yang tidak layak untuk mendapatkan pendanaan, (iii) form hasil identifikasi potensi dampak negatif lingkungan dan rencana pemantauannya;
  3. Semua usulan kegiatan dari masyarakat akan dikaji oleh pendamping dari segi kelayakan, teknis, dan kesesuaian dengan pedoman, sebelum usulan tersebut dipertimbangkan oleh TPK atau Pemerintah Desa;
  4. Kelompok pelaksana kegiatan sarana prasarana yang didampingi oleh pendamping teknik akan secara khusus menapis usulan kegiatan sarana prasarana dari sisi dampak lingkungan berdasarkan tabel kriteria penapisan lingkungan. jika diperlukan juga melakukan penapisan khusus untuk semua usulan kegiatan masyarakat yang membutuhkan tanah dan perubahan penggunaan air (misalnya reklamasi dan irigasi). Selanjutnya TPK dengan bantuan pendamping akan memastikan adanya langkah-langkah mitigasi yang memadai;
  5. Penetapan usulan kegiatan sarana prasarana yang akan dibiayai melalui APB Desa, APBD, APBN dan dana lainnya harus dilaksanakan dalam suatu rapat terbuka kepada seluruh masyarakat.

Dalam pelaksanaan di lapangan, harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada. Salah satu dari prinsip-prinsip pengamanan sosial dan lingkungan, yaitu usulan kegiatan sarana prasarana harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menghindari potensi terjadinya konflik sosial, persengketaan tanah, menghilangkan kearifan lokal, dan juga menghindari wilayah-wilayah yang dilindungi yang telah ditetapkan oleh pemerintah/kementerian terkait.[]

Baca juga: Tugas Pokok Pendamping Desa (PD) dan Donwload Modul Pelatihan Pra Tugas PD 2016.

Prinsip-Prinsip Pengamanan Sosial dan Lingkungan Desa

Pemahaman dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip pengamanan sosial dan lingkungan penting bagi pemangku kepentingan yang terlibat dalam kegiatan sarana prasarana.

Tujuh prinsip-prinsip pengamanan sosial dan lingkungan yang dibangun dalam kegiatan sarana prasarana Desa, yaitu:

  1. Usulan Kegiatan sarana prasarana Desa tidak akan membiayai kegiatan apapun yang dapat mengakibatkan dampak negatif yang serius dan tidak dapat diperbaiki/dipulihkan. Bila diperkirakan kegiatan akan menimbulkan dampak negatif, maka perlu dipastikan adanya upaya mitigasi yang dapat meminimalkan dampak negatif tersebut, baik pada tahap perencanaan, persiapan maupun tahap pelaksanaan;
  2. Usulan kegiatan sarana prasarana tidak akan membiayai kegiatan yang karena kondisi lokal tertentu tidak memungkinkan terjadinya konsultasi publik yang memadai dengan masyarakat, baik yang terkena dampak langsung maupun penerima manfaat;
  3. Usulan kegiatan sarana prasarana harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menghindari potensi terjadinya konflik sosial, persengketaan tanah, menghilangkan kearifan lokal, dan juga menghindari wilayah-wilayah yang dilindungi yang telah ditetapkan oleh pemerintah/kementerian terkait;
  4. Usulan kegiatan harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan menghindari wilayah-wilayah yang dilindungi yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan;
  5. Setiap usulan kegiatan sarana prasarana yang akan memiliki dampak lingkungan harus dilengkapi dengan rencana pengelolaan lingkungan sebagai langkah mitigasi dampak;
  6. Usulan kegiatan sarana prasarana harus menghindari atau meminimalkan dampak lingkungan negatif, dan harus mencari desain dan material alternatif untuk meminimalkan dampak lingkungan negatif.
  7. Setiap keputusan, laporan, dan perencanaan yang berkaitan dengan kerangka pengamanan harus dikonsultasikan dan disebarluaskan terutama kepada warga yang berpotensi terkena dampak. Khusus bagi masyarakat terkena dampak harus diberikan kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan serta menyampaikan aspirasi termasuk keberatan atas rencana kegiatan yang berpotensi dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
Baca juga: Pedoman Dalam Membuat Sketsa Desa. 

09 Oktober 2016

Langkah-Langkah Dalam Membuat Sketsa Desa

Sketsa Desa adalah gambaran desa secara kasar atau secara umum mengenai keadaan sumber daya fisik (alam maupun buatan). Sketsa desa adalah alat untuk menggali masalah yang berhubungan dengan keadaan sumber daya pembangunan dan potensi yang tersedia untuk mengatasi masalah. Hasilnya dapat berupa masalah sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, fisik dan non fisik.

Berikut langkah-langkah pembuatan Sketsa Desa untuk menggambarkan kondisi sarana prasarana Desa, sebagai berikut:

  • Sebelum mulai musyawarah, terlebih dahulu pemandu harus mengetahui keadaan desa dengan mempelajari sumber tertulis yang tersedia, misalnya profil desa, potensi, dan peta desa. Selain itu, pemandu dapat pula mempelajari masalah-masalah yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat;
  • Menjelaskan kepada peserta musyawarah perencanaan Desa tentang tujuan pembuatan sketsa desa dan cara pembuatannya. Menyepakati simbol-simbol atau tanda-tanda untuk menggambarkan sumber daya dengan menggunakan biji-bijian, guntingan kertas warna-warni, atau gambar dengan spidol warna-warni;
  • Peserta musyawarah perencanaan diajak untuk membuat sketsa desa ditanah atau dilantai dengan menggunakan alat bantu, batang kayu, batu, daun-daun atau bahan alam lain sebagai batas-batas atau simbol. Sketsa desa dapat juga dibuat pada kertas dinding atau Koran, pembuatan gambar dapat dilakukan dua atau tiga orang dan peserta lain memberi masukan. Arah mata angin, lingkup, dan simbol-simbol yang dipakai untuk menggambarkan sumber daya alam dan sumber daya fisik terlebih dahulu harus disepakati bersama;
  • Peserta musyawarah atau pengkajian diajak untuk mulai menggambar hal yang paling dikenal, misalnya balai desa, masjid, atau gereja. Bangunan tersebut digambar secara kasar sesuai dengan letaknya didesa dan dilanjutkan dengan gambar sarana lain sehingga diproleh gambaran lengkap tentang keadaan desa. Sketsa desa sebaiknya dibuat dilantai atau halaman dengan melibatkan sebagian besar peserta;
  • Penempatan suatu gambar dan simbolnya perlu disepakati bersama oleh seluruh peserta musyawarah.[]

Kegiatan Sarana Prasarana Desa Harus Miliki Safeguards

Dalam pelaksanaan kegiatan sarana prasarana Desa harus memperhatikan safequards atau pengamanan sosial dan lingkungan. Safeguards sebagai upaya pencegahan, penanganan, penyelesaian masalah dan pemulihan kondisi akibat dampak negatif terhadap sosial dan lingkungan yang tidak diinginkan yang dapat terjadi akibat kegiatan sarana prasarana Desa yang didanai melalui APB Desa, APBD, APBN atau dana lainnya. 
Upaya ini harus dilakukan secara sistematis dan terpadu pada saat perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. 

Sasaran pengamanan sosial dan lingkungan :

  1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk turut mencegah, menghindari dan meminimalkan dampak negatif terhadap kondisi sosial dan lingkungan dari rencana pembangunan sarana prasarana Desa yang akan dilaksanakan.
  2. Meningkatkan kesadaran dan komitmen seluruh pemangku kepentingan (perangkat pemerintah, kelompok peduli, swasta dan pendamping) terhadap pentingnya pengamanan sosial dan lingkungan dalam setiap tahapan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan sarana prasarana Desa.

Berikut beberapa komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak sosial dan lingkungan di masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan sarana prasarana Desa.

Contoh Dampak Sosial :
1. Penyediaan Lahan;
2. Pengadaan Kayu;
3. Perlakuan Terhadap Masyarakat Adat;
4. Penggusuran; 
5. Permukiman Kembali;
6. Dan lain-lain. 

Contoh Dampak Lingkungan :
1. Rusaknya ekosistem alam;
2. Menutup jalur sugai;
3. Longsor dan erosinya kebun warga; 
4. Tersumbatnya irigasi sawah;
5. Terjadinya genangan air di permukiman penduduk;
6. Dan lain-lain

Bagaimana cara melaksanakannya di lapangan. Berikut Alur Pelaksanaan Pengamanan Sosial dan Lingkungan. Baca juga Pedoman Dalam Membuat Sketsa Desa[]

Diolah dari Modul Pratugas PD-Tenaga Infrastruktur 2016.

Pedoman Dalam Membuat Sketsa Desa

Sketsa Desa adalah gambaran desa secara kasar atau secara umum mengenai keadaan sumber daya fisik (alam maupun buatan). Sebagai alat untuk menggali masalah yang berhubungan dengan keadaan sumber daya pembangunan dan potensi yang tersedia untuk mengatasi masalah. 

Hasilnya dapat berupa masalah sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, fisik dan non fisik.
 

Bagi peserta musyawarah perencanaan, tujuan pengkajian keadaan desa dengan sketsa desa, sebagai berikut:
  1. Menyadari akan jenis, jumlah, dan mutu sumber daya di Desa;
  2. Menyadari cara, pola dan tingkat pemanfaatan sumber daya tersebut;
  3. Dapat mengali masalah untuk pemecahan masalah;
  4. Dapat menyamakan persepsi tentang masalah yang dihadapi bersama di Desa.
Hal-hal yang perlu digambar dalam sketsa desa diantaranya:

a. Batas-batas desa;
b. Sumber daya alam, seperti sungai, danau, laut, hutan, batu dan bukit;
c. Penggunaan lahan, misalnya:
  • Lahan untuk tanaman padi, palawija dan perkebunan kopi;
  • Lahanuntuk penggembalaan ternak; dan
  • Tanah Desa.
d. Sumber daya buatan (sarana prasarana), seperti jalan, jembatan, sarana pengairan, sekolah, balai desa, posyandu, rumah penduduk, kantor desa, masjid, dan lain-lain.

Untuk membuat Sketsa Desa, ikuti langkah-langkah dalam membuat Sketsa Desa.[]

Diolah dari Modul Pratugas PD 2016

17 September 2016

Pemekaran Desa dan Prosedur Usulan Pemekaran

Alur pemekaran Desa bagaimana cara pengusulannya. Terus apa syarat-syaratnya? dan poin apa saja saja yang perlu disiapkan dalam menunjang bahwa Desa itu sudah bisa dimekarkan dari Desa Induk. Pemekaran Desa memang tidak dilarang. "tapi tidak dengan sesuka hati".


Pemekaran Desa menurut UU Desa

Dalam UU Desa Nomor 6 tentang Desa, Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa. 
Penataan yang diperintahkan UU Desa harus berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5 Tujuan Penataan Desa menurut UU Desa

  1. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa; 
  2. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa; 
  3. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; 
  4. Meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan 
  5. Meningkatkan daya saing Desa.

Syarat Pembentukan Desa menurut UU Desa 

  • Batas usia Desa induk paling sedikit 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan;
  • Jumlah penduduk, (harus sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam pasal 8 UU Desa);
  • Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah;
  • Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat sesuai dengan adat istiadat Desa;
  • Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi pendukung;
  • Batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk Peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota
  • Sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik; dan
  • Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada prinsipnya pemekaran desa dibenarkan oleh UU. Selama alur pemekaran Desa harus dilakukan sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 

Pembentukan Desa dilakukan melalui Desa persiapan. Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk. Desa persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Peningkatan status dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi. 

Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat desa, serta kemampuan dan potensi desa.

Pembiayaan, pembinaan dan pengawasan pembentukan Desa menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan melalui pemberian pedoman umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi. 

Alur Prosedur dan Mekanisme Pemekaran Desa menurut UU Desa
  • Prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk Desa oleh Masyarakat.
  • Mengajukan usul pembentukan Desa kepada BPD dan Kepala Desa melibatkan Masyarakat.
  • Mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan Desa, dan kesepakatan hasil rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa melibatkan BPD dan Kepala Desa.
  • Mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi Desa yang akan dibentuk melibatkan Kepala Desa.
  • Melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, hasil observasi menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota melibatkan Tim Kabupaten/Kota dan Tim Kecamatan atas perintah Bupati/Walikota.
  • Jika layak dimekarkan, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dengan melibatkan Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD atau sebutan lain), dan unsur masyarakat Desa.
  • Bupati/Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama melibatkan Pimpinan DPRD;
  • Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama melibatkan Bupati/Walikota.
  • Mengundangkan Peraturan Daerah di dalam Lembaran Daerah jika Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dianggap syah dengan melibatkan Sekretaris Daerah.
Sebagai implikasi dari pemberian kewenangan kepada daerah melalui Gubernur yang menjadi wakil Pemerintah Pusat dapat melakukan pembinaan dan pengawasan baik berupa evaluasi dan klarifikasi terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang telah disetujui bersama DPRD. Evaluasi dan Klarifikasi dilakukan oleh Biro Hukum Seketariat Daerah Provinsi.

Secara lengkap Pedoman Pemekaran Desa, dapat dipelajari dalam Regulasi UU Desa dan peraturan terkait lainnya.[dbs]

16 September 2016

200 Desa Baru Bakal Lahir Pada Tahun 2017

Saat ini jumlah Desa di Indonesia sebanyak 74.754 Desa. Diperkirakan akan ada penambahan sekitar 200 Desa Baru pada tahun 2017. 

Dengan adanya penambahan Desa, maka jumlah Desa diseluruh Indonesia pada tahun 2017 sekitar 74.954 Desa.

Berdasarkan sumber, dari hasil laporan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), usulan Desa Baru tersebut sudah diajukan dan diproses sebelum Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan. Namun, proses administrasinya baru selesai tahun ini. 


Adapun proses pembentukan Desa Baru, berawal dari usulan kabupaten/kota. Setelah disetujui DPRD selanjutnya diusulkan ke provinsi. Setelah provinsi setuju, usulan tersebut dikirim ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Implikasi Penambahan Desa Baru

Dengan adanya penambahan jumlah Desa tentunya akan berimplikasi pada upaya pencapaian Rp1 milyar perdesa, sebaimana tergambar dalam Roadmap Penyaluran Dana Desa Menteri Keuangan. (Baca: Dana Desa 2017: Rata-Rata Belum Sampai Rp1 Miliar).

Pada tahun 2015 jumlah basis desa mengaju ke Permendagri No 56 tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. "Jika ada penambahan maka Permendagri ini juga akan ada penyesuaian". 

Terkait dengan pembentukan Desa Baru. Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa, PDTT) telah menerbitkan Permendesa No 2 Tahun 2016 tentang Indek Desa Membangun.

Indeks Desa Membangun adalah Indeks Komposit yang dibentuk dari Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi Desa.

Adapaun tujuan penyusunan Indeks Desa Membangun adalah untuk menetapkan status kemajuan dan kemandirian Desa dan menyediakan data dan informasi dasar bagi pembangunan Desa. (Baca juga: Indeks Desa Membangun Lebih Komperhensif dari IPD).

14 September 2016

BUM Desa "Terkendala Regulasi Kemendesa"

Salah satu tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah untuk mendorong atau menampung seluruh kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat melalui potensi yang ada di desa, baik itu potensi ekonomi, sumber daya alam, ataupun sumber daya manusianya. 

BUM Desa merupakan Badan Usaha Desa yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi, pelayanan umum yang dikelola oleh desa atau kerjasama antar desa.


Melalui badan ini (BUM Desa) diharapkan menjadi gerbang menuju kemandirian desa. Karena, konsep Desa Mandiri itu mencerminkan kemauan masyarakat Desa yang kuat untuk maju dan kemampuan Desa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. 

Pedoman pembentukan BUM Desa mengacu kepada UU Desa, Permendagri, Permendesa, dan peraturan yang dikeluarkan oleh setiap kabupaten/kota di Indonesia. 

Benarkah pengembangan BUM Desa selama ini "Terkendala Regulasi Kemendesa". Permendesa No 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Berikut penjelasannya, seperti termuat dalam situs Gerakan Desa Membangun.

BUM Desa Terkendala Regulasi

Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) terkendala regulasi. Lewat Permendesa No 4 tahun 2015, BUM Desa sebagai lembaga ekonomi perdesaan jatuh dalam platform sektor privat. 

Regulasi tersebut menjegal cita-cita BUM Desa sebagai lembaga yang bisnis sosial, di mana keuntungan BUM Desa dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat desa. Pada pasal 8 Permendesa no 4 tahun 2015 disebutkan:

BUM Desa dapat membentuk unit usaha meliputi:
  • Perseroan Terbatas sebagai persekutuan modal, dibentuk berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal yang sebagian besar dimiliki oleh BUM Desa, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang Perseroan Terbatas; dan
  • Lembaga Keuangan Mikro dengan andil BUM Desa sebesar 60 (enam puluh) persen, sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang lembaga keuangan mikro.
Keputusan untuk menentukan platform unit usaha di atas menyebabkan kerancuan dengan mandat pendirian BUM Desa dalam UU No 6 tahun 2014 tentang Desa.

Kemendesa Segera Ubah Permen BUM Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa) segera merevisi Peraturan Menteri No 4 tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Ada sejumlah pasal dalam peraturan tersebut dianggap bertentangan dengan semangat UU No 6 tahun 2014.

Demikian pendapat Hanibal Hamidi, Direktur Pelayanan Sosial Desa, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kemendesa dalam pertemuan Desa Mandiri Tanpa Korupsi di SPPQT Jalan Ja’far Shodiq No 25, Kalibening, Salatiga, Sabtu (13/8).

Hanibal menawarkan koperasi sebagai platform BUM Desa. Koperasi mengelola keuntungan usaha untuk kesejahteraan masyarakat desa. Sementara itu, pasal 8 Permendesa No 4 tahun 2015 justru menyebutkan BUM Desa dapat membentuk unit usaha dengan platform perseroan terbatas dan lembaga keuangan mikro. Bentuk badan usaha itu lebih cocok untuk sektor privat.

“BUM Desa merupakan pilar baru kekuatan ekonomi desa yang seharusnya membawa kesejahteraan bagi seluruh warga. BUM Desa mengusung prinsip kekeluargaan dan gotong-royong,” ujarnya.

Hanibal menambahkan aturan BUM Desa merujuk Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa Bab X pasal 87-90. Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk pengembangan usaha. Selain itu, keuntungan harus dialokasikan untuk pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin.

“Sebaiknya desa fokus mengembangkan unit-unit usaha. Kami siap mendorong praktik baik dari pengembangan BUM Desa untuk perubahan Permen,” lanjut Hanibal.


UU Desa juga memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di desa. Desa didorong untuk mempelopori ketahanan pangan dan pembangunan yang berkelanjutan.

05 September 2016

Tahapan-Tahapan Dalam Penetapan Batas Desa

Penetapan Batas Desa tidak bisa dilakukan secara asal-asalan atau sembarangan, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Hal ini sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman dan Penegasan Batas Desa.



Dalam peraturan ini, Penetapan Batas Desa dilakukan melalui tahapan-tahapan: 
  1. Melakukan pengumpulan dan penelitian dokumen, 
  2. Pemilihan Peta Dasar, dan 
  3. Pembuatan garis batas di atas peta.  
1. Melakukan Pengumpulan dan Penelitian Dokumen
Dalam melakukan Pengumpulan dan Penelitian Dokumen, harus dilakukan melalui Pengumpulan Dokumen Batas dan Penelitian Dokumen. 

Pengumpulan Dokumen Batas, meliputi: 
  • Dokumen yuridis pembentukan Desa; 
  • Dokumen historis; dan
  • Dokumen terkait lainnya.
Penelitian dokumen
Penelitian dokumen dilakukan dengan menelusuri bukti batas Desa pada dokumen terkait batas Desa untuk mendapatkan indikasi awal garis batas.

2. Pemilihan Peta Dasar
Pemilihan peta dasar adalah menggunakan Peta Rupabumi Indonesia dan/atau Citra Tegak Resolusi Tinggi. Disini, Download Peta Rupabumi Indonesia Resolusi.

3. Pembuatan garis batas di atas peta
Pembuatan garis batas di atas peta dilakukan dengan delineasi garis batas secara kartometrik.

Delineasi garis batas secara kartometrik dilaksanakan melalui tahapan:
  • Pembuatan peta kerja;
  • Penarikan garis batas Desa di atas peta;
  • Penentuan titik kartometris;
Setiap tahapan dalam Penetapan Batas Desa dituangkan dalam Berita Acara kesepakatan antar Desa yang berbatasan, dengan ditandatangani oleh Kepala Desa yang berbatasan dan Tim PPB Des kabupaten/kota. 

Atas dasar Berita Acara tersebut, sebagai dasar pembuatan Berita Acara penetapan batas Desa.