25 Juli 2018

DPMG Aceh Fasilitasi Pengembangan Badan Usaha Milik Gampong

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh mengadakan kegiatan fasilitasi pengembangan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) dalam rangka meningkatkan kapasitas pengurus BUMG se-Aceh.

Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG) Aceh mengadakan kegiatan fasilitasi pengembangan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) dalam rangka meningkatkan kapasitas pengurus BUMG se-Aceh.

Kegiatan tersebut berlangsung di Hotel Grand Permatahati, Banda Aceh mulai 24-26 Juli 2018 yang diikuti sekitar 100 peserta dari 23 Kabupaten/Kota.

Adapun materi-materi yang disajikan dalam kegiatan tersebut antara lain tentang arah dan kebijakan pemberdayaan masyarakat gampong melalui BUMG, tata kelola dan sistem pengendalian internal BUMG, pemetaan potensi dan pengembangan usaha BUMG, dan kiat-kiat sukses dalam mengelola dan mengembangkan Badan Usaha Milik Gampong.

Dengan adanya kegiatan fasilitasi tersebut diharapkan, para pengurus BUMG semakin termotivasi, inovatif dan kreatif dalam mengembangkan kegiatan usaha BUMG yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat desa masing-masing.

23 Juli 2018

BUMDes Pilar Ekonomi Masa Depan Desa

Desa sekarang diberi kesempatan, hak dan kewenangan untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa sebagai pilar ekonomi desa yang memiliki dua fungsi yakni sebagai lembaga sosial dan bisnis. Perpaduan dua fungsi ini telah menempatkan BUM Desa sebagai salah satu badan usaha yang unik di Indonesia, dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya.

Desa sekarang diberi kesempatan, hak dan kewenangan untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa sebagai pilar ekonomi desa yang memiliki dua fungsi yakni sebagai lembaga sosial dan bisnis. Perpaduan dua fungsi ini telah menempatkan BUM Desa sebagai salah satu badan usaha yang unik di Indonesia, dibandingkan dengan usaha-usaha lainnya.

BUM Desa sebagai lembaga sosial dalam menjalankan segala kegiatannya tidak berorentasi pada mencari laba atau keuntungan. BUMDes berfungsi sebagai suluh pemberdayaan ekonomi dan penolong bagi seluruh masyarakat desa.

Berbeda dengan BUMDes sebagai lembaga komersial. Fokus utama adalah mencari dan menciptakan pendapatan dari berbagai usaha/bisnis yang dijalankannya. Oleh karenanya, untuk menghindari kegagalan usaha maka BUMDes harus dikelola dengan manajemen yang profesional dan akuntabel.

Didalam Undang-undang Nomor 6/2014 tentang Desa, Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Pembentukan BUMDes diinisiasi oleh pemerintah desa berdasarkan kebutuhan masyarakat dan potensi desa. Pengelolaanya dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah desa. 

Langka persiapan pendirian Badan Usaha Milik Desa sebenarnya sangat mudah sekali dan yang sulit adalah saat desa menyusun rencana kelayakan usaha dan pengembangan unit-unit usaha BUMDes.

Secara kelembagaan permasalah internal yang masih dihadapi dalam pengelolaan dan pengembangan BUM Desa seperti keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDA), manajemen yang belum efektif, lemahnya pengalaman pengurus, pengelolaan keuangan BUMDes dan lain-lain sebagainya.

Menyerahkan masalah-masalah itu kepada desa tentu tidaklah bijak. Oleh karenanya, dukungan penuh dari berbagai stakeholder mesti hadir dalam rangka memperkuat BUMDes sebagai pilar ekonomi masa depan desa.

21 Juli 2018

Desa Adat Menunggu Kepastian Hukum

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyaraka dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walaupun UUD 1945 mengakuinya tetapi secara yuridis belum diatur lebih khusus dalam bentuk perundangan.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyaraka dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Meskipun UUD 1945 mengakui keberadaannya tetapi secara yuridis masih perlu diatur lebih khusus dalam bentuk perundangan.

Desa Adat dalam UU Desa

Desa Adat menurut Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 adalah pengakuan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum dalam sistem pemerintahan, yaitu menetapkan unit sosial masyarakat hukum adat seperti nagari, huta, kampong, mukim dan lain-lain sebagai badan hukum publik.

Selanjutnya Pasal 103 UU Nomor 6 tahun 2014, Desa adat sebagai badan hukum publik mempunyai kewenangan tertentu berdasarkan hak asal usul, yaitu:
  1. Pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli atau dengan kata lain pemerintahan berdasarkan struktur dan kelembagaan asli, seperti nagari, huta, marga dan lain-lain,
  2. Pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat,
  3. Pelestarian nilai sosial dan budaya adat,
  4. Penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa adat yang selaras dengan Hak Asasi Manusia,
  5. Penyelenggaraan sidang perdamaian desa adat yang sesuai dengan UU yang berlaku,
  6. Pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa adat berdasarkan hukum adat,
  7. Pengembagan kehidupan hukum adat.
Khusus kewenangan asal-usul dalam Desa Adat, Pasal 103 UU No. 6/2014 menegaskan sebagai berikut:
  1. Pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli
  2. Pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat
  3. Pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat
  4. Penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah
  5. Penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  6. Pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat
Unsur dan Karakteristik Desa Adat:

Penduduk Desa Adat

Penduduk Desa Adat Adalah setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah desa yang bersangkutan selama waktu tertentu, biasanya dalam waktu 6 bulan atau satu tahun berturutturut, menurut peraturan daerah yang berlaku.

Daerah atau Wilayah Desa Adat

Wilayah desa harus memiliki batas-batas yang jelas, berupa batas alam seperti sungai, jalan dan sebagainya atau batas buatan seperti patok atau pohon yang dengan sengaja ditanam. Tidak ada ketentuan defenitif tentang berapa jumlah luas minimal atau maksimal bagi wilayah suatu desa.

Pemimpin Desa Adat

Pemimpin Desa Adat Adalah badan yang memiliki kewenangan untuk mengatur jalannya pergaulan social atau interaksi masyarakat. Pemimpin Desa disebut Kepala Desa atau dengan sebutan lain sesuai dengan tempat wilayahnya.

Urusan atau Rumah Tangga Desa Adat

Kewenangan untuk mengurus kepentingan rumah tangga desa, atau yang dikenal dengan otonomi desa. Otonomi desa berbeda dengan otonomi daerah karena merupakan otonomi asli desa yang telah ada dari jaman dahulu, dimana hak otonomi bukan dari pemberian pemerintah atasan, melainkan dari hukum adat yang berlaku.

Didalam suatu pemeritahan desa adat terdapat sebuah lembaga organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan Desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan.

Desa Adat Menunggu Kepastian Hukum

Meskipun dalam UU Desa keberadaan desa adat diakui keberadaanya. Namun, tidak semua daerah adat adalah bagian dari desa adat yang definitif. Sehingga banyak desa adat tertinggal baik dalam bidang infrastruktur maupun dalam pemberdayaan ekonomi.

Referensi: http:// repository. unpas. ac. id 

19 Juli 2018

Perencanaan Desa Menentukan Kemajuan Desa

Desa memang lebih mengetahui terhadap kebutuhan pembangunan di desanya. Sehingga UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan bukan lagi objek dari pembangunan.
Sebagai subjek, desa diberikan kewenangan untuk merancang dan menyusun program pembangunan desanya sesuai kebutuhan masyarakat yang diputuskan bersama-sama melalui musyawarah desa atau musdes.

Sebagai subjek, desa diberikan kewenangan untuk merancang dan menyusun program pembangunan desanya sesuai kebutuhan masyarakat yang diputuskan bersama-sama melalui musyawarah desa atau musdes. 

Adapun Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa diatur dalam Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2015.

Setidaknya dalam mengambil sebuah keputusan bersama harus bersifat rasional dan aspiratif. Keputusan yang rasional, yakni keputusan yang dilandasi oleh pemikiran logis, sistematis dan berkesinambungan.

Sedangkan keputusan yang aspiratif, yaitu secara langsung atau tidak langsung menampung berbagai pendapat. Oleh karenanya, semua peserta yang hadir dalam musyawarah desa (musdes) diberikan kesempatan berbicara dan menyampaikan usulan-usulannya.

Sedangkan di level kewilayahan, musyawarah dusun (musdus) sebagai ajang konsolidasi berbagai kepentingan bersama yang selanjutnya dibawa dalam forum musdes.

Oleh karenanya, kemajuan sebuah desa, dapat diukur dari baik dan buruknya proses perencanaan. Jika proses perencanaan sudah baik, arah pembangunan desa pun akan lebih terarah. 

Desa yang perencanaannya tidak baik. Meskipun dana desa terus ditambah setiap tahun, sulit diukur dampak dana desa untuk menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Sehingga Dana Desa kerapkali menjadi ladang kemakmuran bagi sebahagian elit-elit desa dan pihak lainnya. 

09 Juli 2018

Keputusan Menteri Desa Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Umum Program Inovasi Desa

Program Inovasi Desa yang disingkat PID merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui peningkatan kapasitas desa dalam mengembangkan rencana dan pelaksanaan pembangunan desa secara berkualitas.

Keputusan Menteri Desa Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Umum Program Inovasi Desa

Melalui PID diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan secara partisipatif dan merupakan salah satu bentuk dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana Desa sebagai investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.

Keputusan Menteri Desa Nomor 48 Tahun 2018 merupakan Pedoman Umum Program Inovasi Desa 2018. Keputusan Menteri ini menjadi acuan kebijakan bagi seluruh pengelola program inovasi desa yang terdiri dari delapan unsur termasuk bagi Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) sebagai kelompok masyarakat pengelola Dana Bantuan Pemerintah (PPID).


Kerangka Kegiatan Program Inovasi Desa 2018, sebagai berikut:
  1. Meningkatkan kualitas penggunaan dana desa melalui berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih inovatif dan peka terhadap kebutuhan masyarakat desa.
  2. Mendorong produktifitas dan pertumbuhan ekonomi perdesaan
  3. Membangun kapasitas Desa yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan kemandirian desa, sesuai dengan arah kebijakan dan sasaran RPJMN 2015-2019 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Secara terperinci tentang Pedoman Umum Program Inovasi Desa 2018. Donwload Keputusan Menteri Desa Nomor 48 Tahun 2018 tentang Pedoman Umum Program Inovasi Desa.