Tampilkan postingan dengan label Reportase Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Reportase Desa. Tampilkan semua postingan

19 Maret 2019

UMKM Perdesaan Sulit Bersaing dengan Produk Besar, Ini Solusi dari Menteri Desa

INFODES - Dalam lima tahun terakhir kontribusi sektor UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) terus meningkat dari 57,84 persen menjadi 60,34 persen.

Dalam data yang yang dirilis oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah juga disebutkan, penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM tumbuh dari 96,99 persen menjadi 97,22 persen selama lima tahun terakhir.

UMKM Perdesaan Masih Sulit Bersaing dengan Produk Besar, Ini Solusi dari Menteri Desa
Foto: Kemendes, PDTT
Dari informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, memang disebutukan bahwa dalam lima tahun terakhir UMKM tidak hanya tumbuh di kota-kota juga berkembang di daerah perdesaan. Hanya saja, untuk UMKM di perdesaan masih agak sulit bersaing dengan produk-produk besar. 

Agar UMKM Perdesaan dapat bersaing dengan produk besar, berikut penjelasan dan solusi dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo.

Menteri Desa mengatakan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) perdesaan dapat memanfaatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan program Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) untuk bersaing dengan produk-produk besar. 

"UMKM perdesaan saat ini sulit untuk mendapatkan pasar. Oleh karena itu, dengan memanfaatkan BUMDes dan Prukades, nantinya akan dapat memberikan kesempatan yang banyak kepada UMKM," ujarnya saat berdialog dengan sejumlah pengusaha UMKM Provinsi Bengkulu pada Bengkulu City Fair di Kota Bengkulu, Jumat (15/3) seperti dilansir dari website kemendes.

Menurutnya, kesulitan UMKM untuk bersaing di pasar besar disebabkan masih minimnya infrastruktur dan akses teknologi. Selain itu, UMKM juga memiliki keterbatasan sumber daya untuk bersaing dengan produk dengan label besar.

"UMKM kalau bersaing dengan produk yang besar pasti susah. Susah mencari akses, juga tidak punya kemampuan yang sama dengan perusahaan besar. Karena market pasarnya itu mahal. Begitu pula, dari segi akses teknologi UMKM juga tidak punya," ujarnya.

Ia mengatakan, Bengkulu memiliki potensi ekonomi kreatif dan UMKM yang besar. Selain pasar, menurutnya, UMKM juga membutuhkan ketersediaan infrastruktur untuk mempermudah proses produksi dan akses.

"Di Bengkulu alamnya, SDM-nya (Sumber Daya Manusia) banyak. Tanahnya subur, tapi ada masalah di infrastruktur. Agar UMKM bisa berjalan, kita harus membantu Provinsi Bengkulu untuk merebut program-program infrastruktur di pusat," ujarnya.

Terkait pengembangan UMKM, ia menyarankan UMKM Bengkulu untuk membuat asosiasi yang melibatkan seluruh UMKM di Provinsi Bengkulu. Jika telah terbentuk, ia akan membawa asosiasi tersebut untuk bertemu dengan Menteri Koperasi dan UKM.

"Nanti akan saya pertemukan dengan Menteri Koperasi dan UKM. Di sana juga ada pembinaan. Sekarang dalam revolusi industri 4.0 ini kita juga bekerjasama dengan bukalapak dan lainnya. UMKM ini bisa kita salurkan kesana," ujarnya.

18 Februari 2019

BPD Berkewajiban Mendorong Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang keanggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa yang dipilih berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. 

BPD Berkewajiban Mendorong Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik


Dalam sistem pemerintahan desa, BPD memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Sebagai wakil dari masyarakat desa, BPD memiliki power atau kekuatan yang besar untuk memperjuangkan aspirasi warga, membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa. 

Selain itu, Badan Permusyawaratan Desa juga bertugas mengawasi kinerja kepala desa, pelaksanaan pembangunan desa serta mengevaluasi Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (LKPPD).

Contoh format laporan kepala desa akhir tahun anggaran (LKPPD), silahkan donwload disini. Format Laporan Kepala Desa Akhir Tahun Anggaran

BPD juga berkewajiban mengawasi dan memonitoring penggunaan anggaran belanja pembangunan desa (APBDes) dan berkewajiban pula dalam mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih.

Dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 terdapat 13 tugas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai berikut:

  1. menggali aspirasi masyarakat;
  2. menampung aspirasi masyarakat;
  3. mengelola aspirasi masyarakat;
  4. menyalurkan aspirasi masyarakat;
  5. menyelenggarakan musyawarah BPD;
  6. menyelenggarakan musyawarah Desa;
  7. membentuk panitia pemilihan Kepala Desa;
  8. menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu;
  9. membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
  10. melaksanakan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa;
  11. melakukan evaluasi laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
  12. menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan Pemerintah Desa dan lembaga Desa lainnya; dan
  13. melaksanakan tugas lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari tugas - tugas BPD diatas, dengan jelas mengambarkan bahwa BPD memiliki fungsi, peran dan tugas yang besar dalam pelaksanaan sistem pemerintah Desa. 


Namun, dalam implementasi dilapangan fungsi dan tugas BPD belum dapat berjalan secara optimal. Hal ini tentu dipengaruhi oleh beragam faktor. Diantaranya, tugas BPD belum tersosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat desa, sehingga ruang gerak BPD menjadi lemah. 

Lemahnya fungsi BPD dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dikhawatirkan akan mengganggu mekanisme check and balances, yang pada gilirannya kekuasaan akan di dominasi oleh pihak eksekutif.

Pada sisi yang lain, ditemukan masih terdapat semacam ketidakrelaan lembaga BPD kuat di desa. Semoga bermanfaat.

27 Januari 2019

Rumus Mengembangkan Desa Wisata

Potensi wisata yang luar biasa yang dimiliki Indonesia seharusnya bisa menjadi andalan untuk mengangkat taraf hidup masyarakat. Sektor pariwisata bisa menjadi sektor penopang pemasukan negara di bidang non migas. Di era yang semakin maju semakin pula banyak cara dan strategi untuk mengangkat potensi wisata di suatu daerah. 

Mengembangkan Desa Wisata

Masing-masing daerah memiliki kekhasan atau penonjolan karakteristik alam maupun sosio kultural dan aspek lainnya. Desa memiliki segudang potensi bisnis yang menguntungkan untuk bisa diangkat menjadi komoditas dan dipoles dengan manajemen strategi yang tepat untuk menjadi desa wisata. 

Berikut langkah-langkah strategis untuk mengembangkan potensi desa menjadi desa wisata :
  1. Identifikasi potensi desa melalui rembug bersama seluruh komponen desa dari semua kalangan. Potensi yang bisa menjadi komoditas bisa bermacam-macam dari segala aspek. Bisa keindahan alam, hasil bumi, kekayaan flora fauna/hayati, sosio kultural, masyarakat, tradisi atau hal-hal yang bersifat khas/unik yang tak dimiliki daerah lain. Pastikan potensi unggulan yang akan dijadikan komoditas utama
  2. Identifikasi permasalahan yang bisa jadi penghambat bagi pengembangan potensi wisata desa, mulai dari yang bersifat fisik, non fisik atau sosial, internal dan eksternal. Atau bisa saja permasalahan tersebut jika diolah dengan cara tertentu justru permasalahan itu bisa menjadi potensi
  3. Perlunya komitmen yang kuat dari seluruh komponen desa untuk menyamakan pendapat, persepsi dan mengangkat potensi desa guna dijadikan desa wisata. Komitmen ini yang menjadi dukungan terkuat bagi terwujudnya dan keberlangsungan desa wisata.
  4. Identifikasi dampak baik dampak positif maupun negatif dari sebuah kegiatan wisata sesuai kekhasan masing-masing desa. Masing-masing desa memiliki karakteristik sendiri akan menghasilkan dampak yang juga berbeda satu sama lain terutama perubahan-perubahan sosial kultural
  5. Komitmen yang kuat dari seluruh komponen desa untuk menggandeng Pemerintah Daerah dan jika perlu menggandeng pihak swasta. Pikirkan dan identifikasi juga dampak jika bekerja sama dengan pihak swasta. Termasuk di sini untuk penganggaran guna pembangunan desa wisata dengan menggunakan seluruh sumber daya ekonomi yang ada. 
  6. Menyiapkan segala perangkat-perangkat aturan/regulasi norma yang lebih bertujuan untuk mengawal pengembangan desa wisata dan mengawasi potensi-potensi penyimpangan yang mungkin saja bisa terjadi. Regulasi disiapkan agar berjalannya aktivitas wisata beserta dampaknya tetap berada dalam koridor regulasi sebagai payung hukumnya
  7. Melakukan pelatihan-pelatihan bagi seluruh komponen desa, termasuk pemerintah desa tentang manajemen pariwisata, bagaimana mengelola tempat wisata, manajemen tamu/pengunjung, beserta inovasi-inovasi yang perlu dikembangkan mengingat sebagaimana sektor lainnya sektor pariwisata pun mengalami fluktuasi dan bisa mengalami “kejenuhan”.
  8. Gunakan segala media untuk memperkenalkan dan mempublikasikan potensi wisata di desa baik media konvensional maupun non konvensional, seperti media internet. Internet kini menjadi sarana publikasi yang sangat efektif yang bisa menjangkau seluruh belahan bumi. Tempat wisata yang lokasinya terpencil pun bisa diketahui oleh orang di belahan dunia lain pun berkat teknologi internet.
  9. Belajar pada kesuksesan desa wisata lain atau studi banding. Kita bisa belajar banyak pada keberhasilan desa wisata lain khususnya yang sejenis. Karena tipikal permasalahan dan tantangan masa depan yang bakal dihadapi kurang lebih sama. Hanya dengan manajemen profesional dan inovatif saja desa wisata akan eksis dan kompetitif dan dapat melalui ujian yang bersifat internal, eksternal maupun regional internasional.
Identifikasi Potensi Desa

Setiap desa memiliki potensi untuk dijadikan komoditas wisata unggulan. Keindahan dan keunikan alam akan menjadi wisata alam. Jika desa tersebut memiliki keunikan tradisi dan budayanya bisa menjadi destinasi wisata budaya. Jika desa tersebut memiliki menu makanan dan minuman khas tradisional yang unik baik dari bahan, rasa dan penyajiannya, bisa dijadikan destinasi wisata kuliner desa. Jika desa tersebut memiliki kerajinan-kerajinan khas nan unik bisa menjadi destinasi wisata suvenir desa. Atau jika desa tersebut memiliki peninggalan-peninggalan yang mempunyai nilai sejarah yang tinggi atau situs sejarah/prasejarah bisa menjadi tujuan wisata sejarah desa. Bahkan jika desa itu memiliki keunggulan hasil bumi atau hasil laut misalnya pertanian, perkebunan, perikanan dan lain-lain (contoh wisata petik apel, petik strawberry, petik tomat, cabai dan sayuran lain). Dunia wisata dalam kekinian banyak mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Apapun bisa dijadikan wisata yang mendatangkan keuntungan ekonomi bagi warga sekitar, asal jeli melihat dan memanfaatkan peluang.

Identifikasi Permasalahan

Biasanya permasalahan mainstream dari suatu desa yang memiliki potensi wisata seperti infrastruktur jalan, jembatan, listrik, pipanisasi air, jaringan komunikasi dan lain-lain. Selain itu permasalahan bisa juga bersifat non fisik, tapi bersifat sosial. Misalnya, bisa saja desa tersebut memiliki potensi keindahan alam namun dari sisi keamanannya kurang. Penanganan permasalahan sosial ini memerlukan pendekatan multidimensi tertentu yang tepat.

Komitmen Kuat Komponen Desa

Tidak sedikit komitmen tidak terbangun dengan kuat untuk menyamakan visi misi untuk menjadikan desa wisata. Ini tidak terlepas dari kekhawatiran terhadap dampak yang bisa terjadi dari kegiatan pariwisata. Sebagian komponen desa mungkin melihat contoh daerah lain yang dianggap gagal sebagai desa wisata karena menimbulkan dampak negatif misalnya menurunnya moralitas generasi muda desa, atau dampak lingkungan yang terjadi karena pembangunan fisik besar-besaran sarana penunjang wisata desa yang tanpa memperhatikan aspek lingkungannya, misal terjadi banjir atau tanah longsor di kawasan wisata alam.

Identifikasi Dampak Kegiatan Pariwisata

Setiap kegiatan pariwisata pasti menimbulkan dampak yang sudah bisa diperhitungkan, baik dampak positif maupun negatif. Harus dilakukan identifikasi, khususnya dampak negatif karena ini yang harus ditanggulangi agar potensi wisata tetap bisa berlangsung berkelanjutan. Dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar dan lingkungan baik yang bersifat fisik maupun sosial dan ini harus dipersiapkan perangkat-perangkat untuk menanganinya. Perangkat-perangkat untuk penanganan dampak ini harus merupakan konsensus desa.

Komitmen Menggandeng Pemerintah Daerah

Perlu peran Pemerintah Daerah untuk membangun potensi desa menjadi desa wisata. Melalui dinas-dinas terkait, perangkat-perangkat baik berupa regulasi, perijinan, pajak dan sebagainya sehingga secara hirarkis administratif desa wisata berada di bawah pembinaan dan tanggung jawab Pemerintah.

Perangkat Regulasi/norma

Untuk menjadi desa wisata diperlukan perangkat regulasi/norma sebagai aspek legalitas dan yuridis formal. Dengan memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat, desa wisata diharapakan dapat beraktivitas tanpa ada gangguan misalnya keberatan dari pihak-pihak lain.

Pelatihan Manajemen Pariwisata

Sebesar apa pun dan sebagus apa pun potensi yang akan menjadi komoditas unggulan jika pelaku usaha pariwisata (desa) tidak siap dengan ilmu manajemen pariwisata, maka bisa dipastikan kegiatan pariwisata itu tak akan berlangsung lama, karena pariwisata dengan segala karakteristiknya tetap diperlukan pengelolaan yang profesional dan inovatif. Termasuk di sini adalah strategi pemasaran yang tepat untuk mengangkat angka kunjungan. Perlu diberikan pelatihan manajemen pariwisata yang sesuai dengan karakteristik desa. Banyak contoh tempat pariwisata yang akhirnya terpuruk, mangkrak karena tidak inovatif sehingga tidak kompetitif, tidak memperhatikan saran dan pendapat pengunjung, tidak ada kelanjutan perbaikan sarana dan prasarana, tidak menangani keluhan pengunjung dan akhirnya pengelola gulung tikar karena rugi.

Media sebagai sarana informasi dan publikasi

Salah satu media sebagai sarana informasi dan publikasi yang sangat efektif adalah sosial media, baik milik resmi pemerintah, swasta ataupun komunitas tertentu. Hampir semua jenis produk kini menggunakan sosial media dalam pemasarannya. Dengan sosial media semua belahan dunia bisa dijangkau dan potensi desa bisa diketahui oleh siapa saja bahkan di manca negara dengan biaya yang murah.

Studi Banding ke Desa Wisata Yang Berhasil

Studi banding akan menjadi sangat penting bila dilakukan pada desa wisata yang sejenis. Bagaimana desa wisata tersebut mengelola pariwisata, menyikapi dan menghadapi permasalahan dan tantangan baik yang bersifat internal dan eksternal. Akan penting juga belajar tentang tips dan trik desa wisata tersebut agar tetap eksis pada saat-saat musim wisata sedang sepi (low season) dengan berinovasi memasarkan produk lain yang masih berkaitan dengan wisata desa tersebut. Studi banding bisa dipilih pada desa wisata yang secara organisasi manajemen sudah mapan dan profesional serta sudah teruji oleh waktu.
Mari kita eksplorasi potensi desa kita dan kita kembangkan secara bijak menjadi komoditas yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.

Sumber: http://wisataaceh.id/2019/01/19/rumus-mengembangkan-desa-wisata/

23 Januari 2019

Gaji Kades dan Aparatur Desa di Kabupaten Aceh Barat Naik

Ditengan wacana kenaikan gaji aparatur desa yang akan disetarakan dengan gaji aparatur sipil negara (ASN) golongan IIA. Ternyata di Kabupaten Aceh Barat, oleh Bupati setempat sudah menaikkan gaji kades dan aparatur desa yang tersebar di 322 desa.

Ditengan wacana kenaikan gaji aparatur desa yang akan disetarakan dengan gaji aparatur sipil negara (ASN) golongan IIA. Ternyata di Kabupaten Aceh Barat, oleh Bupati setempat sudah menaikkan gaji kades dan aparatur desa yang tersebar di 322 desa.

Jika dilihat dari jumlahnya, mulai tahun 2019 gaji yang diterima kepala desa (kades) di kabupaten Aceh Barat melebihi gaji PNS golongan II A. Karena, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2015, gaji PNS golongan IIA adalah Rp 1.926.000. 

Kenaikan gaji ini dalam rangka meningkatkan kesejahteraan aparatur pemerintah desa. 

Kenaikan gaji kades beserta seluruh perangkat desa termasuk yang pertama di Provinsi Aceh bahkan di Indonesia sejak tahun 2019 ini, sebut Bupati Ramli MS seperti di lansir antaranews.com. 

Hal ini juga dilakukan untuk merespon keputusan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang mengintruksikan adanya kenaikan gaji bagi aparatur desa.

Bupati Aceh Barat, Ramli MS berharap dengan adanya kenaikan jerih payah tersebut, aparat desa agar betul-betul mengelola dana desa dengan baik, serta menghindari setiap bentuk pelanggaran hukum dalam mengelola dana milik masyarakat yang sudah diserahkan oleh negara.

Adapun besaran kenaikan gaji masing-masing untuk Kepala Desa sebesar Rp2 juta/bulan, Sekretaris Desa Rp1,4 juta/bulan, kepala seksi Rp1,150 juta/bulan.

Baca: Desa tidak akan maju, kalau Sekdes tidak paham tugas

Kemudian untuk Kepala Urusan (Kaur) Rp1,1 juta perbulan, kepala dusun (kadus) Rp1,1 juta/bulan, dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa/Tuha Peut sebesar Rp500 ribu/bulan. 

Jika dibandingkan dengan honorarium tahun - tahun sebelumnya, tunjangan Tuha Peut di Aceh Barat meningkat sebesar 50%.

Sebelum dinaikkan besaran gaji kepala desa dan aparatur desa di kabupaten Aceh Barat, masing-masing untuk Kepala Desa
 sebesar Rp1,65 juta/bulan dan sekretaris Desa sebesar Rp990 ribu/bulan.

Selanjutnya untuk kepala Urusan (kaur) sebesar Rp825 ribu/bulan, Kepala Dusun sebesar Rp825 ribu/bulan, serta Tuha Peut sebesar Rp250 ribu/bulan.

Jumlah Pagu Dana Desa 2019 Aceh Utara Rp627,9 milyar

Jumlah pagu dana desa 2019 dari APBN untuk 852 gampong di Kabupaten Aceh Utara tercatat Rp627,9 milyar atau naik sekitar 65,4 milyar dari jumlah dana desa tahun 2018 senilai Rp562,2 milyar.

Jumlah Pagu Dana Desa 2019 Aceh Utara Rp627,9 milyar

Pada tahun 2019 dana desa setiap gampong di Aceh Utara rata-rata berkisar dari Rp750 juta sampai Rp1,6 milyar. Dari data yang diperoleh, dana desa 2019 terdiri dari atas tiga alokasi, yaitu alokasi dasar, afirmasi, dan formula.


Alokasi dasar adalah dana yang nilainya sama bagi setiap gampong. Sedangkan, alokasi afirmasi merupakan dana alokasi untuk gampong berklafikasi sangat tertinggal dan tertinggal.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pengalokasian dana desa dapat dipelajari dalam tatacara penganggaran dan pengalokasian dana desa

Sementara itu, alokasi formula merupakan dana yang dialokasikan berdasarkan penghitungan jumlah penduduk miskin, luas wilayah, dan indek kesulitan geografis.


Dari 23 Kabupaten/kota di provinsi Aceh, kabupaten Aceh Utara merupakan daerah paling banyak menerima kuncuran dana desa dari APBN yaitu sebesar Rp.627,9 milyar.

Selanjutnya, kabupaten Pidie sebesar Rp525,9 milyar, Kabupaten Bireuen Rp453,9 milyar, dan Kabupaten Aceh Besar Rp438,5 milyar. Dan kota Sabang merupakan penerima terendah dana desa dari 23 kabupaten/kota di Aceh, yaitu sebesar Rp23,6 milyar.

Berdasarkan data kementerian keuangan, jumlah dana desa 2019 untuk seluruh desa di Indonesia sebesar Rp70 triliun. Penggunaan dana desa difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat, peningkatan perekonomian desa, dan penguatan kapasitas SDM. 

09 Desember 2018

Sekarang! Kalangan Profesional dapat Menjadi Pegawai ASN, Bagaimana dengan Tenaga Pendamping Desa?

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Disebutkan dalam PP 49/2018 yang dimaksud dengan Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja adalah pengelolaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk menghasilkan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sedangkan yang dimaksud dengan Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negara Sipil dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang bekerja pada instansi Pemerintah.

Dalam Pasal 2 PP 49/2018 disebutkan, bahwa jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dapat diisi oleh PPPK meliputi Jabatan Fungsional (JF) dan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT). 

Selain dua jabatan ini (JF dan JPT), Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pendayagunaan aparatur negara dapat menentapkan jabatan lain yang dapat diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Dijelaskan, jabatan lain yang dimaksud bukan merupakan jabatan struktural tetapi menjalankan fungsi manajemen pada instansi pemerintah.

Dalam PP 49/2018 ditegaskan, bahwa pengumuman lowongan pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dilakukan secara terbuka, paling singkat 15 (lima belas) hari kelender. 

Dan setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK untuk Jabatan Fungsional dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Usia paling rendah 20 tahun dan paling tinggi 1 (satu) sebelum batas usia tertentu pada jabatan yang akan dilamar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. Tidak pernah dipidana dengan pidana penjara berdasarkan keputusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih;
  3. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai pegawai Negeri Sipil, PPPK, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggora Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
  4. Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik atau terlibat politik praktis;
  5. Memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan;
  6. Memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian tertentu yang masih berlaku dari lembaga profesi yang berwenang untuk jabatan yang mempersyaratkan;
  7. Sehat jasmani dan rohani sesuai dengan persyaratan jabatan yang dilamar dan;
  8. Persyaratan lain sesuai kebutuhan jabatan yang ditetapkan oleh PPK.

PPPK juga memiliki kewajiban dan hak keuangan yang sama dengan ASN yang berstatus sebagai PNS dalam pangkat dan jabatan yang setara.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sekarang, telah membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Bagaimana dengan tenaga pendamping desa? 

Berpeluangkah para Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Satker P3MD, Kemendes PDTT untuk menjadi pegawai ASN dengan status Pengawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)? 

Mari berdiskusi! Dan silahkan unduh dulu disini Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

28 November 2018

Sejumlah Desa Terbaik Terima Penghargaan Kementerian Desa PDTT

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memberikan penghargaan kepada sejumlah desa terbaik dan pendamping desa teladan tahun 2018. 


Pemberian penghargaan tersebut sebagai bentuk apresiasi kepada desa atas keberasilannya dalam melaksanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan dana desa. 

Penyerahan penghargaan dilakukan pada kegiatan Simposium Desa Menjemput Asa dan Deklarasi Program Literasi Desa, Deklarasi Program Desa Bebas Narkoba dan Peluncuran Majalah Wanua, yang dibuka oleh Menteri Desa PDTT, Eko Putro Sandjojo di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis 29 November 2018 

Penghargaan desa terbaik dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni kategori penguatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, kategori prioritas penggunaan dana desa dan padat karya tunai, kategori prakarsa dan inovatif, dan kategori pelayanan informasi dan transparansi publik.

Dalam kesempatan yang sama Kemendes PDTT juga memberikan penghargaan kepada 9 orang Pendamping Desa (PD) dan Pendamping Lokal Desa (PLD) teladan tahun 2018.

Para kepala desa yang diundang dalam acara penerimaan penghargaan Kementerian Desa, yaitu Kepala Desa Kemadang, Kabupaten Gunung Kidul, Kepala Desa Pagerharjo Kabupaten Kulonprogo, Kepala Desa Wukirsari Kabupaten Sleman, Kepala Desa Sumber Mulyo Kabupaten Bantul.

Kepala Desa Meunasah Rayeuk Kabupaten Aceh Utara, Kepala Desa Kute Salang Alas Kabupaten Aceh Tenggara, Kepala Desa Blang Kreung Kabupaten Aceh Besar, Kelapa Desa Seulalah Baru Kota Langsa.

Kepala Desa Bungo II Kabupaten Boalemo, Kepala Desa Tanah Putih Kabupaten Boalemo, Kepala Desa Soginti Kabupaten Pohuwato, Kepala Desa Manunggal Karya Kabupaten Pohuwato, Kepala Desa Seberang Taluk Kabupaten Kuantan Singingi, Kepala Desa Dayun Kabupaten Siak, Kepala Desa Paya Rumbai Kabupaten Indragiri Hulu, Kepala Desa Kundur Kabupaten Kepulauan Meranti, dan Kepala Desa Suka Jaya Kabupaten Sukabumi.

Kepala Desa Karangpapak Kabupaten Sukabumi, Kepala Desa Cigentur, Kabupaten Bandung, Kepala Desa Mandalasari Kabupaten Bandung, Kepala Desa Adi Luhur Kabupaten Lampung Timur, Kepala Desa Mulyosari Kabupaten Pesawaran, Kepala Desa Hanura Kabupaten Pesawaran, Kepala Desa Banyuwangi Kabupaten Pringsewu, Kepala Desa Maluang Kabupaten Berau.

Kepala Desa Kertabakti, Kabupaten Paser, Kepala Desa Lowa Duri Ilir Kabupaten Kutai Kartanegara, Kepala Desa Bhuana Jaya Kabupaten Kutai Kartanegara, Kepala Desa Pejambon Kabupaten Bojonegoro, Kepala Desa Poko Kabupaten Pacitan, Kepala Desa Balunganyar Kabupaten Pasuruan, Kepala Desa Ngrance Kabupaten Tulungagung, Kepala Desa Terapung Kabupaten Buton Tengah.

Selanjutnya, Kepala Desa Jati Bali Kabupaten Konawe Selatan, Kepala Desa Mulya Jaya Kabupaten Kolaka Timur, Kepala Desa Mekar Jaya Kabupaten Buton Utara, Kepala Desa Karang Agung Kabupaten Bulungan, Kepala Desa Long Sule, Kabupaten Malinau, Kepala Desa Maspul Kabupaten Nunukan.

Kepala Desa Bukit Aru Indah Kabupaten Nunukan, Kepala Desa Toapaya Selatan Kabupaten Bintan, Kepala Desa Kote Kabupaten Lingga, Kepala Desa Kuala Maras Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepala Desa Sei Ungar Utara Kabupaten Karimun, Kepala Desa Mamuya Kabupaten Halmahera Utara, Kepala Desa Gilalang Kabupaten Halmahera Selatan, Kepala Desa Fukfew Kabupaten Kepulauan Sula, Kepala Desa Pohea Kabupaten Kepulauan Sula, Kepala Desa Karang Bunga Kabupaten Barito Kuala, dan Kepala Desa Malinau Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Kepala Desa Cabi Kabupaten Banjar, Kepala Desa Tirta Jaya Kabupaten Tanah Bumbu, Kepala Desa Teluk Empening Kabupaten Kubu Raya, Kepala Desa Kendawangan Kanan Kabupaten Ketapang, Kepala Desa Sungai Uluk Kabupaten Kapuas Hulu, Kepala Desa Mendolak Kabupaten Mempawah, Kepala Desa Rarang Selatan Kabupaten Lombok Timur, Kepala Desa Seruni Mumbul Kabupaten Lombok Timur, dan Kepala Desa Keselet Kabupaten Lombok Timur.

Selanjutnya, Kepala Desa Lompak Kabupaten Sumbawa Barat, Kepala Desa Cekolelet Kabupaten Serang, Kepala Desa Cigogong Selatan Kabupaten Lebak, Kepala Desa Warung Banten Kabupaten Lebak, Kepala Desa Muruy Kabupaten Pandeglang, Kepala Desa Bloro Kabupaten Sikka, Kepala Desa Motadik Kabupaten Timor Tengah Utara, Kepala Desa Bantala Kabupaten Flores Timur, Kepala Desa Tulakadi Kabupaten Belu, dan Kepala Desa Pakatto Kabupaten Gowa.

Kepala Desa Tottong Kabupaten Soppeng, Kepala Desa Timusu Kabupaten Soppeng, Kepala Desa Bontojai Kabupaten Bantaeng, Kepala Desa Buding Kabupaten Belitung Timur, Kepala Desa Cendil Kabupaten Belitung Timur, Kepala Desa Namang Kabupaten Bangka Tengah, dan Kepala Desa Simpang Tiga Kabupaten Bangka Barat.

Nama - nama Pendamping Desa (PD) dan Pendamping Lokal Desa (PLD) teladan tahun 2018, penghargaan diberikan kepada Ulil Hikmah, PLD Kecamatan Padangan Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, Suksoro, PLD Kecamatan Malinau Kota, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, Haris Molle, PLD Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Provinsi Maluku.

Asep Deni Wiliam, PDP Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Jusbal, PDP Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, Santi Hardianti, PDP Kecamatan Wolowa, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Selanjutnya, Siti Mubarokah, PDTI Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, Monalisa, PDTI Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah, dan Muhammad Dahri Is Takone, PDTI Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara.

Desa Ini Mampu Bayar Pajak Rp 3 Miliar, Kok bisa ya?

Ditengah berbagai tantangan, kendala dan pembenahan yang dilakukan  oleh pemerintah dalam upaya efektifitas pemanfaatan dana desa. Ternyata dibalik itu, terdapat banyak desa telah sukses memanfaatkan dana desa yang dikuncurkan sejak tahun 2014. 
Desa Ini Mampu Bayar Pajak Rp 3 Miliar, Kok bisa ya?
Sumber foto: http://www.desakutuh.badungkab.go.id
Melalui berbagai prestasi yang telah diraih, sehingga ada desa menjadi role model atau desa percontohan bagi desa - desa lainnya di seluruh pelosok tanah air, Indonesia.

Desa Kutuh, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali merupakan salah satu contoh desa yang berasil memanfaatkan dana desa.

Berdasarkan telusuran yang dihimpun blog ini, kesuksesan Desa Kutuh dalam membangun desanya dipengaruhi oleh banyak faktor. Diantaranya, terdapat karakter kepemimpinan desa yang kuat, penyusunan program program desa yang berkesinambungan, adanya peran serta masyarakat untuk mensukseskan program - program pemerintah desa dan adat, dan adanya keinginan untuk terus berbenah.

Berikut faktor - faktor yang mempengaruhi perkembangan Desa Kutuh sehingga sukses dalam membangun desanya. 

1. Karakter Kepemimpinan yang kuat

Berdirinya Desa Kutuh mulai dari pemekaran sampai dengan sekarang sudah pasti merupakan buah pikiran dan kerja keras tokoh – tokoh serta masyarakat Desa Kutuh Sendiri. Keadaan yang sangat kurang pada saat itu membuat pemimpin yang dipercaya masyarakat merasa “jengah” dan lebih agresif untuk melakukan terobosan – terobosan dalam upaya mensejahterakan masyarakat desa. Bahkan semangat tersebut diwariskan kepada pemimpin - pemimpin desa saat ini baik itu adat maupun di pemerintahan.

2. Program - Program Desa disusun secara Berkesinambungan

Untuk membuat sebuah terobosan tentunya melalui berbagai proses. Hal ini dijabarkan dalam program – program kerja pemimpin desa. Program – program yang dilakukan tentunya mengacu pada tujuan akhir yaitu untuk membuat masyarakat desa yang berdaya saing dan sejahtera.

3. Peran Serta Masyaralat untuk Mensukseskan Program - Program Pemerintahan Desa maupun Adat

Tentunya sebagus apapun program yang dilaksanakan oleh pemerintah jika tidak mendapat dukungan dari masyarakat tidak akan berjalan dengan baik. Di Desa Kutuh peran serta masyarakat mulai dari perencanaan pembangunan hingga proses eksekusi terbilang sangat baik. Seperti dalam pengembangan sektor pertanian lahan basah "Rumput Laut" yang mulai menggeliat pada tahun 2007. 

Berkat dukungan dan peran serta masyarakat desa akhirnya Desa Kutuh dapat mengekspor ratusan ton rumput laut pertahunnya. Kesejahteraan masyarakat pun meningkat. Hingga pada tahun 2011 Desa Kutuh berani mendeklarasikan dirinya sebagai Desa dengan 0% warga miskin. Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa, mengingat desa diusia yang sangat muda selangkah lebih maju dari desa - desa lainnya.

4. Keinginan untuk Terus Berbenah

Desa yang memiliki visi, misi dan motto yang kuat, biasanya lebih cepat berkembang dan maju. Hal ini tercermin dalam motto Desa Kutuh yaitu "Kebersamaan untuk Mewujudkan Desa Kutuh yang Mandiri dan Sejahtera". 

Motto Desa Kutuh tak hanya sekadar tertulis dikertas saja, tapi benar-benar mengakar pada masyarakat desa dari sejak awal desa ini berdiri. Mereka juga mampu tunjukkan melalui berbagai inovasi – inovasi yang terus dilakukan oleh pemimpin desa bersama masyarakat untuk mencapai kesejahteraan bersama.

Salah satu inovasi Desa Kutuh yaitu keberasilannya dalam mengembangkan Pantai Pandawa yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa Adat (BUMDA) dan pendapatan yang diperoleh mampu mensejahterakan masyarakat desanya.

Dimana, pada tahun 2017 ada sekitar 1 juta wisatawan yang berkunjung ke pantai Pandawa dengan penghasilan desanya mencapai Rp 32 Miliar dengan penghasilan bersih sekitar Rp 14 miliar. Dengan penghasilan itu, mereka mampu membayar pajak sekitar Rp 3 milyar rupiah, padahal dana desanya sebesar Rp 800 juta.

Atas inovasi yang tinggi tersebut, Desa Kutuh dinobatkan sebagai salah satu desa yang memiliki inovatif yang dapat menjadi inspirasi desa - desa lainnya di Indonesia. 

Keberhasilan Desa Kutuh tentu tidak terlepas dari empat faktor yang telah kita uraikan diatas. Kita pun patut memberikan apresiasi yang luar pada desa ini yang mampu membayar pajak melebihi dari dana desa yang terimanya. 

Kiranya catatan ini dapat menambah motivasi bagi desa - desa lainnya.
Semoga bermanfaat.

13 November 2018

Cara Memilih Anggota Badan Permusyawaratan Desa

Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.


Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Untuk pengisian keanggotaan BPD dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan wilayah dan pengisian BPD berdasarkan keterwakilan perempuan.

Adapun yang dimaksud dengan pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan wilayah yakni dilakukan untuk memilih calon anggota BPD dari unsur wakil wilayah pemilihan dalam Desa. Dan jumlah anggota BPD dari masing - masing wilayah ditetapkan secara proposional dengan memperhatikan jumlah penduduk. 

Sedangkan, pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan perempuan dilakukan untuk memilih satu orang perempuan sebagai anggota BPD Wakil perempuan.

Calon anggota BPD wakil perempuan adalah warga desa yang memenuhi syarat anggota BPD serta memiliki kemampuan dalam menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan perempuan. Adapun untuk pemilihan anggota BPD dari unsur perempuan dilakukan oleh perempuan warga desa yang memiliki hak pilih.

Baik unsur laki - laki dan perempuan, secara umum persyaratan calon anggota BPD, sebagai berikut:
  1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
  3. Berusia paling rendah 20 (dua puluh) tahun atau sudah/pernah menikah;
  4. Berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;
  5. Bukan sebagai perangkat Pemerintah Desa;
  6. Bersedia dicalonkan menjadi anggota BPD;
  7. Wakil penduduk Desa yang dipilih secara demokratis; dan
  8. Bertempat tinggal di wilayah pemilihan.
Selain persyaratan diatas, beberapa daerah ada yang menetapkan persyaratan tambahan bagi calon anggota BPD sesuai kearifan lokal masing - masing.

Lalu apa fungsi dan tugas BPD setelah terpilih dan lantik sebagai wakil masyarakat, dalam Permendagri No.110/2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi, antara lain membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Demikian sekilas penjelasan tentang Cara Memilih Anggota Badan Permusyawaratan Desa.

10 November 2018

Tatakelola Pemerintahan Desa, Kades Wajib Bebas dari Nepotisme

Nepotisme berarti lebih memilih keluarga dekat dan teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kapasitas yang dimiliki. Nepotisme biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan, baik dalam lingkup kekuasaan besar maupun kecil. 

Dalam lingkup desa, praktek nepotisme juga terjadi. Dimana ada kades yang memposisikan anak dan keluarganya pada jabatan-jabatan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk dalam pengelolaan dana desa.

Dalam lingkup desa, praktek nepotisme juga terjadi. Dimana ada kades yang memposisikan anak dan keluarganya pada jabatan-jabatan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk dalam pengelolaan dana desa.

Perbuatan kades yang melibatkan keluarga dalam urusan pengelolaan pemerintahan desa, oleh masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang tidak baik dan termasuk dalam perbuatan tercela.

Memang banyak kekurangan dan kerugian manakala perangkat desa dikuasai lingkaran keluarga kades. Mulai dari profesionalitas dan proporsionalitas, sampai kualitas kinerja yang kadang selesai dengan jalur kekeluargaan.

Pada sisi lain, bila kroni kades yang menguasai sebuah pemerintah desa akan timbul gesekan-gesekan ditengah masyarakat. Padahal, kades berwenang membina kehidupan dan ketenteraman dalam masyarakat desa.

Nepotisme juga merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban Kepala desa. UU Desa menjelaskan, setiap kepala desa berkewajiban melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.

06 September 2018

Ukuran Keberasilan Dana Desa Tidak Hanya Tertib Administratif

Mantan Anggota Satgas Dana Desa, Arie Sudjito mengatakan, dulu sebelum adanya Dana Desa, desa-desa galau berkutat dengan kemiskinan dan bingung mencari dana untuk membangun desa. Tapi setelah ada Dana Desa, sebagian desa-desa lagi-lagi mengalami kebingungan bagaimana mengalokasikan penggunaan Dana Desa.

Ukuran Keberasilan Dana Desa Tidak Hanya Tertib Administratif

Hal itu disampaikan Arie Sudjito dalam Forum Diskusi Publik bertajuk "Praktik-Praktik Penggunaan Dana Desa" yang digelar oleh P3MD Kabupaten Kudus bekerjasama dengan IRE dan Sanggar Maos Tradisi Yogjakarta, yang digelar di Aula Desa Jati Wetan, Agustus kemaren.

Ia menjelaskan, Kepala Desa harus bisa merubah mindset masyarakat, agar aktif dalam perencanaan pembangunan desa. "Ukuran keberhasilan tidak hanya tertib administrasi desa, tapi juga dari partisipasi masyarakat melalui demokrasi desa, seperti terlibat dalam Musdus, Musdes dan Musrenbangdes," kata Dosen UGM Jogja.

Arie Sudjito juga singgung keterlibatan para pihak dalam pengawasan Dana Desa. Dikatakan, yang diperkuat jangan pengawasannya yang melibatkan banyak pihak, tapi spirit partisipasi masyarakatlah yang dikedepankan. "Yang efektif pengawasan kegiatan di desa dari masyarakat desa sendiri, jika SDM nya belum mampu maka dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat agar bisa mengawasi kegiatan pembangunan dan pemberdayaan desa. Yang perlu diperkuat adalah partisipasi masyarakat bukan masalah administrasi desa," tegasnya.

Lebih lanjut, tujuan UU Desa bukan membuat desa sibuk dengan administrasi desa, tapi agar desa mempunyai harapan untuk kemajuan desa. Jangan mencurigai desa tapi hidupkan Demokrasi Desa. 

Sementara itu Sugeng Yuliyanto, dari kelembagaan IRE menjelaskan, Desa mempunyai kewenangan local desa yang sangat luar biasa luasnya sehingga Desa bisa menggunakan dana yang ada di desa sesuai dengan kewenangannya.

Contoh baik penggunaan DD, Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul misalnya, memanfaatkan DD untuk program satu rumah satu sarjana, pengembangan ekonomi local (PEL), BUMDesa dengan unit usaha Bank Sampah untuk menjawab problem sanitasi dengan omset 10 jt perbulan, pengembangan wisata kuliner dan kampong Mataraman. DD untuk Jamkesmas semua warga miskin yang sakit mendapat jaminan perawatan kesehatan gratis.

Dikatakan, Terkadang ide, inovasi dan kebutuhan desa yang sudah jadi keputusan mulai dari Musdus, Musdes, Musrenbangdes yang diwujudkan dalam RKP Desa dan APBDes ternyata direview oleh Kabupaten melalui kecamatan banyak yang dicoret.

Lalu, Panggungharjo banyak menolak pendiktean regulasi yang membatasi penggunaan Dana Desa yang tidak sesuai dengan spirit UU Desa. "DD bukan kewajiban Negara tapi merupakan hak desa yang diamanatkan oleh UU Desa," papar Sugeng.

Tiga hal penting dalam penggunaan dana desa menurut Sugeng, pertama, bagaimana Desa menciptakan kebijakan dan regulasi yang meneruskan mandat UU Desa dalaam rangka penguatan desa.

Kedua, bekerjanya demokrasi local salah satunya terwujud dalam proses pengambilan keputusan, pemerintahana desa yang responsive dan mampu memfasilitasi lahir dan tumbuhnya ide ide perubahan, adanya warga aktif yang terus memproduksi ide perubahan dan melakukan gerakan di desa.

Ketiga, berjalannya fungsi representasi BPD dan lembaga representasi informal yang ada, lahirnya kebijakan yang inklusif dan berkembangya ruang-ruang diskursus terkait pembicaraan isu-isu publik.(*)

(Tulisan ini diolah dari sumber jamudesa.wordpress.com).

16 Agustus 2018

Presiden Jokowi Sebut BUMDes dan UMKM Meningkatkan Ekonomi Perdesaan

Keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi perhatian serius pemerintah, terutama keadilan bagi 40 persen lapisan masyarakat di bawah. Berbagai terobosan telah dilakukan pemerintah dengan merancang berbagai program untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Membangun Indonesia dari Desa
Salah satu terobosan besar yang telah dilakukan yaitu dengan peningkatan jumlah Dana Desa yang sejak tahun 2015 hingga tahun 2018 alokasinya sudah mencapai Rp187,65 triliun.

Dana Desa fokuskan untuk memperbaiki pelayanan infrastruktur dasar bagi warga desa serta meningkatkan ekonomi produktif yang digerakan oleh Badan Usaha Milik Desa dan pelaku UMKM di desa. Sehingga dana desa bisa menjadi stimulus untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa, maupun dalam upaya mengatasi kemiskinan di perdesaan.

Terobosan lain yang dilakukan pemerintah dalam 4 tahu terakhir seperti memangkas suku bungan kredit usaha rakyat (KUR) dari 22 persen diturunkan menjadi 7 persen. Memangkas pajak penghasilan (PPh) bagi UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Terobosan ini dilakukan agar UMKM cepat naik kelas, yang kecil menjadi menengah, yang menengah menjadi besar sehingga menjadi pengusaha-pengusaha nasional yang kuat dan tangguh.

Dalam pemberdayaan ekonomi ummat, pemerintah gencar membentuk lembaga keuangan Bank Wakaf Mikro untuk mendukung usaha produktif yang dilakukan ummat dan masyarakat bawah. 

Pemerintah juga melakukan revitalisasi pasar-pasar rakyat agar bisa bersaing dengan pasar-pasar modern dan menjadi wadah bagi UMKM dalam menggerakan ekonomi lokal.

Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraan dalam rangka HUT Ke-73 Kemerdekaan Republik Indonesia di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, 16 Agustus 2018.

27 Juli 2018

Kantor Desa Mirip Istana Merdeka, Siapa Arsiteknya?

Pusat Pemerintahan Desa Kemuningsari Kidul Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kantor desa termengah di Indonesia, karena bentuk gedung yang mirip istana kepresidenan.


Pusat Pemerintahan Desa Kemuningsari Kidul Kecamatan Jenggawah, Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu kantor desa termengah di Indonesia, karena bentuk gedung yang mirip istana kepresidenan.
Desa Kemuningsari Kidul/Foto: penanusantara.id
Desain bangunan kantor desa ini tergolong unik, karena bentuk gedungnya yang mirip dengan istana merdeka. Warna putih gading mendominasi bangunan kantor desa ini, lengkap dengan lambang burung garuda pancasila di tengahnya. 

Berdasarkan informasi dari daulatdesa.com, kantor desa Kemuningsari Kidul ini dibangun diatas lahan milik desa seluas seluas 3 hektar. Sedangkan luas gedung yang mirip istana merdeka 30 meter x 50 meter. Sisanya akan digunakan untuk pengembangan obyek wisata. Di antaranya kolam renang, tempat memancing dan taman rekreasi anak.

Untuk mewujudkannya, Sujarwo mengaku dibutuhkan anggaran sekitar Rp 3,2 miliar. “Sekarang ini sudah Rp 1,8 miliar, jadi kurang Rp 3,2 miliar. Total anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 5 miliar,” pungkasnya.

Bangunan kantor Desa Kemuningsari Kidul, Kecamatan Jenggawah terlihat megah karena mirip Istana Merdeka. Menariknya, bangunan ini diarsiteki sendiri oleh sang kades.

“Memang saya arsiteki sendiri detail bangunannya. Karena saya sendiri mantan kontraktor, dan memang saya mencontoh Istana Merdeka,” terang Sujarwo.

Sujarwo menambahkan, ia ingin kantor desanya juga berbeda dari kantor desa pada umumnya.

“Ingin beda saja, biar tidak sama dengan yang lain. Apalagi Istana Merdeka kan ada di Jakarta. Kalau di sini ada bangunan yang kayak gitu kan tidak usah jauh-jauh ke Jakarta,” lanjutnya.

Sebagai mantan kontraktor, Sujarwo sendiri yang melakukan perencanaan konstruksi hingga membuat Rencana Anggaran Belanja (RAB) untuk pembangunan gedung tersebut.

Namun diakui Sujarwo, meski didirikan sejak tahun 2014 silam, kondisi bangunan itu baru selesai 80 persen.

“Mulai ditempati hari ini. Baru 80 persen. Tapi ruangan sudah ada, yakni ruangan saya sebagai kades, terus dua ruangan untuk perangkat dan satu aula. Yang kurang adalah pintu belakang dan samping,” terang Sujarwo.

Untuk membangun kantor desa tersebut, Sujarwo mengaku biaya yang sudah digelontorkan mencapai sekitar Rp 1,8 miliar. Dananya diperoleh dari berbagai sumber.

“Ada dari pemasukan desa, bagi hasil pajak, swadaya masyarakat dan dana hibah,” papar Sujarwo.

Kades yang akan menjabat hingga 11 bulan ke depan ini pun berharap replika Istana Merdeka itu bisa selesai secepatnya. Barulah setelah itu, ia akan membangun taman di sekitar kantor desa yang berfungsi sebagai obyek wisata.

“Tanahnya kan luas, sekitar 3 hektar. Setelah bangunan tuntas, sisa lahan akan kita bangun untuk tempat wisata desa. Mungkin taman dan tempat rekreasi lainnya,” ujarnya.(*)

21 Juli 2018

Desa Adat Menunggu Kepastian Hukum

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyaraka dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walaupun UUD 1945 mengakuinya tetapi secara yuridis belum diatur lebih khusus dalam bentuk perundangan.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyaraka dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Meskipun UUD 1945 mengakui keberadaannya tetapi secara yuridis masih perlu diatur lebih khusus dalam bentuk perundangan.

Desa Adat dalam UU Desa

Desa Adat menurut Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 adalah pengakuan masyarakat hukum adat sebagai subjek hukum dalam sistem pemerintahan, yaitu menetapkan unit sosial masyarakat hukum adat seperti nagari, huta, kampong, mukim dan lain-lain sebagai badan hukum publik.

Selanjutnya Pasal 103 UU Nomor 6 tahun 2014, Desa adat sebagai badan hukum publik mempunyai kewenangan tertentu berdasarkan hak asal usul, yaitu:
  1. Pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli atau dengan kata lain pemerintahan berdasarkan struktur dan kelembagaan asli, seperti nagari, huta, marga dan lain-lain,
  2. Pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat,
  3. Pelestarian nilai sosial dan budaya adat,
  4. Penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di desa adat yang selaras dengan Hak Asasi Manusia,
  5. Penyelenggaraan sidang perdamaian desa adat yang sesuai dengan UU yang berlaku,
  6. Pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa adat berdasarkan hukum adat,
  7. Pengembagan kehidupan hukum adat.
Khusus kewenangan asal-usul dalam Desa Adat, Pasal 103 UU No. 6/2014 menegaskan sebagai berikut:
  1. Pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli
  2. Pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat
  3. Pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat
  4. Penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah
  5. Penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  6. Pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat
Unsur dan Karakteristik Desa Adat:

Penduduk Desa Adat

Penduduk Desa Adat Adalah setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah desa yang bersangkutan selama waktu tertentu, biasanya dalam waktu 6 bulan atau satu tahun berturutturut, menurut peraturan daerah yang berlaku.

Daerah atau Wilayah Desa Adat

Wilayah desa harus memiliki batas-batas yang jelas, berupa batas alam seperti sungai, jalan dan sebagainya atau batas buatan seperti patok atau pohon yang dengan sengaja ditanam. Tidak ada ketentuan defenitif tentang berapa jumlah luas minimal atau maksimal bagi wilayah suatu desa.

Pemimpin Desa Adat

Pemimpin Desa Adat Adalah badan yang memiliki kewenangan untuk mengatur jalannya pergaulan social atau interaksi masyarakat. Pemimpin Desa disebut Kepala Desa atau dengan sebutan lain sesuai dengan tempat wilayahnya.

Urusan atau Rumah Tangga Desa Adat

Kewenangan untuk mengurus kepentingan rumah tangga desa, atau yang dikenal dengan otonomi desa. Otonomi desa berbeda dengan otonomi daerah karena merupakan otonomi asli desa yang telah ada dari jaman dahulu, dimana hak otonomi bukan dari pemberian pemerintah atasan, melainkan dari hukum adat yang berlaku.

Didalam suatu pemeritahan desa adat terdapat sebuah lembaga organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan Desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan.

Desa Adat Menunggu Kepastian Hukum

Meskipun dalam UU Desa keberadaan desa adat diakui keberadaanya. Namun, tidak semua daerah adat adalah bagian dari desa adat yang definitif. Sehingga banyak desa adat tertinggal baik dalam bidang infrastruktur maupun dalam pemberdayaan ekonomi.

Referensi: http:// repository. unpas. ac. id 

19 Juli 2018

Perencanaan Desa Menentukan Kemajuan Desa

Desa memang lebih mengetahui terhadap kebutuhan pembangunan di desanya. Sehingga UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan bukan lagi objek dari pembangunan.
Sebagai subjek, desa diberikan kewenangan untuk merancang dan menyusun program pembangunan desanya sesuai kebutuhan masyarakat yang diputuskan bersama-sama melalui musyawarah desa atau musdes.

Sebagai subjek, desa diberikan kewenangan untuk merancang dan menyusun program pembangunan desanya sesuai kebutuhan masyarakat yang diputuskan bersama-sama melalui musyawarah desa atau musdes. 

Adapun Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa diatur dalam Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2015.

Setidaknya dalam mengambil sebuah keputusan bersama harus bersifat rasional dan aspiratif. Keputusan yang rasional, yakni keputusan yang dilandasi oleh pemikiran logis, sistematis dan berkesinambungan.

Sedangkan keputusan yang aspiratif, yaitu secara langsung atau tidak langsung menampung berbagai pendapat. Oleh karenanya, semua peserta yang hadir dalam musyawarah desa (musdes) diberikan kesempatan berbicara dan menyampaikan usulan-usulannya.

Sedangkan di level kewilayahan, musyawarah dusun (musdus) sebagai ajang konsolidasi berbagai kepentingan bersama yang selanjutnya dibawa dalam forum musdes.

Oleh karenanya, kemajuan sebuah desa, dapat diukur dari baik dan buruknya proses perencanaan. Jika proses perencanaan sudah baik, arah pembangunan desa pun akan lebih terarah. 

Desa yang perencanaannya tidak baik. Meskipun dana desa terus ditambah setiap tahun, sulit diukur dampak dana desa untuk menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Sehingga Dana Desa kerapkali menjadi ladang kemakmuran bagi sebahagian elit-elit desa dan pihak lainnya. 

07 Juli 2018

Persyaratan Pembentukan Kecamatan Menurut PP Nomor 17 Tahun 2018

Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat. Kecamatan dibentuk dengan peraturan daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Persyaratan pembentukan kecamatan dan penggabungan kecamatan telah diatur dalam PP terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.
Pembentukan kecamatan dilakukan melalui pemekaran satu kecamatan menjadi dua kecamatan atau lebih, atau penggabungan bagian kecamatan dari kecamatan yang bersandingan dalam satu daerah kabupaten/kota menjadi kecamatan baru.

Pembentukan kecamatan harus memenuhi persyaratan dasar, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif. 

Persyaratan dasar pembentukan kecamatan

Persyaratan dasar pembentukan kecamatan harus memenuhi jumlah penduduk minimal, luas wilayah minimal, usia minimal kecamatan dan jumlah minimal desa/kelurahan yang menjadi cakupan.

Persyaratan teknis pembentukan kecamatan

Persyaratan teknis pembentukan kecamatan meliputi kemampuan keuangan daerah, sarana dan prasarana pemerintahan dan persyaratan teknis lainnya.

Persyaratan teknis lainnya meliputi:
  • Kejelasan batas wilayah kecamatan dengan menggunakan titik koordinat sesuai dengan ketentuan perundang-udangan, 
  • nama kecamatan yang akan dibentuk, 
  • lokasi calon ibu kota kecamatan yang akan dibentuk, dan 
  • kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah.
Persyaratan administratif pembentukan kecamatan

Persyaratan administratif pembentukan kecamatan merupakan kesepakatan musyawarah desa dan/atau keputusan forum komunikasi kelurahan atau yang disebut dengan nama lain di kecamatan induk dan kecamatan yang akan dibentuk. 

Musyawarah desa harus dihadiri oleh seluruh desa dan keputusan forum komunikasi kelurahan disepakati secara musyawarah yang harus dihadiri oleh seluruh kelurahan.

Persyaratan pembentukan kecamatan dan penggabungan kecamatan telah diatur dalam PP terbaru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dan PP Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.