Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perencanaan Desa. Tampilkan semua postingan

15 September 2017

Inilah 7 Manfaat Keterlibatan Warga dalam Perencanaan Penganggaran Desa

Perencanaan dan penganggaran desa adalah proses yang saling terkait dan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Proses perencanaan penganggaran desa harus berlandaskan pada UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, yang pengaturan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP No.47/2015.
Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa(BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.


Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa(BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.

Baca: Perencanaan yang Baik Jantung Kemandirian Desa

Sesuai ketentuan pasal 97 UU Desa, ada dua jenis perencanaan pembangunan desa. Pertama, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) yang disusun dalam jangka waktu 6 (enam) tahun, mengikuti masa jabatan kepala desa. 

Kedua, Rencana pembangunan tahunan desa yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk periode 1 (satu) tahun.

Adapun hasil dari proses perencanaan desa adalah dokumen RPJM Desa dan RKP Desa. Kedua dokumen perencanaan desa ini ditetapkan melalui Peraturan Desa atau Perdes.

Proses penganggaran desa harus konsisten dengan perencanaan desa. 

Apa itu Penganggaran Desa?

Penganggaran Desa merupakan proses penyusunan rencana keuangan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran, yang berpedoman pada dokumen perencanaan pembangunan desa.

Dalam penganggaran desa, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu transparan dan akuntabel.

Penganggaran desa yang transparan berarti seluruh aktivitas dalam penganggaran desa tidak boleh ada satupun yang ditutup-tutupi. Anggaran harus nyata, jelas, dapat dibaca, dan terbuka.

Akuntabel artinya penganggaran desa harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai Peraturan Perundang-undangan. Semua anggaran desa yang tertuang dalam APBDes, berkewajiban melaporkan, menjelaskan dan mempertanggungjawabkan.


Karena sekarang, masyarakat desa sebagai pemilik mandat atas pemerintahan desa. Maka, seluruh masyarakat desa harus terlibat dalam pembangunan desa, termasuk dalam perencanaan penganggaran desa.

7 Manfaat Keterlibatan Warga dalam Perencanaan Penganggaran Desa, diantaranya sebagai berikut:
  1. Hak warga sebagai pemilik Desa untuk mengetahui rencana desa, proses
  2. pengambilan keputusan bagi seluruh warga, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik lebih terjamin sehingga dapat memberi kepastian tidak ada warga yang ditinggalkan dalam pembangunan desa;
  3. Mendorong partisipasi warga dalam proses pengambilan kebijakan; meningkatkan peran aktif warga dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan pemerintahan desa yang baik;
  4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang terbuka, efektif dan efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan;
  5. Memperbaiki pelayanan dasar di tingkat desa terutama bagi warga perempuan, penyandang disabilitas dan warga miskin mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
  6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
  7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi dalam proses perencanaan dan penganggaran desa serta menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Ruang besar yang telah diberikan kepada Desa, jangan lagi dipersempit. Berikan kesempatan Desa mengurus dan mengatur diri sendiri sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Cara boleh beda, tujuan kita sama, yaitu mewujudkan desa yang maju, kuat, mandiri, berkeadilan dan demokratis. Inilah visi tertinggi dari UU Desa. (Admin/dbs) 

10 September 2017

Tatacara Pembentukan Dana Cadangan di Desa

Dijelaskan dalam Permendagri No.113/2014. Pembiayaan Desa adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan Desa terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan. Yang disebut dengan Penerimaan Desa adalah uang yang berasal dari seluruh pendapatan desa yang masuk ke Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) melalui rekening Kas Desa.

Penerimaan Pembiayaan terdiri dari:
  • Sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) tahun anggaran sebelumnya,
  • Pencairan dana cadangan, dan 
  • Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
Kenapa ada Silpa anggaran? Karena terjadi pelampauan penerimaan pendapatan terhadap belanja, karena penghematan belanja, dan sisa dana dari kegiatan lanjutan.

Apa kegunaan Dana Silpa? 
Dengan terjadinya Silpa dapat digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja, dapat mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan, dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.

Apa itu Dana Cadangan? 
Dalam Permendagri No.113/2014 tentang Keuangan Desa, dalam pasal 19 dijelaskan, bahwa pemerintah Desa dapat membentuk dana cadangan untuk mendanai kegiatan yang penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/ sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran. 

Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan desa. Dalam peraturan desa paling sedikit memuat:
  • Penetapan tujuan pembentukan dana cadangan;
  • Program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan;
  • Besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan;
  • Sumber dana cadangan; dan
  • Tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.
Pembentukan dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan Desa, kecuali dari penerimaan yang penggunaannya telah ditentukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pembentukan dana cadangan ditempatkan pada rekening tersendiri, dan penganggaran dana cadangan tidak melebihi tahun akhir masa jabatan
Kepala Desa.

Artinya, pembentukan dana cadangan harus cukup alasan dan jelas peruntukannya untuk program/kegiatan apa? Hal ini penting diperhatikan untuk menghindari terjadi persoalan antar generasi saat terjadi pergantian kepala desa. 

Dana cadangan haruslah dikelola dengan baik, sehingga selama masa “penumpukkan” sampai saat dinilai cukup untuk digunakan dapat lebih produktif. Kalau tidak bermanfaat, untuk apa ditumpukkan? 

Demikian penjelasan singkat tentang Tatacara Pembentukan Dana Cadangan di Desa. Semoga bermanfaat. 

10 Agustus 2017

Perencanaan Yang Baik Jantung Kemandirian Desa

INFODES - Satu desa, satu rencana dan satu anggaran merupakan semangat dan perspektif yang paling menonjol dalam UU Desa. Semangat ini sejalan dengan prinsip kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala desa diatur dan diurus sendiri oleh desa, perspektif “satu desa, satu rencana, satu anggaran” dimaksudkan untuk dua hal. 
Perencanaa desa yang baik jantung Kemandirian desa
Perencanaa Desa 
Pertama, desa mempunyai hak kewenangan untuk mengambil keputusan tentang perencanaan dan penganggaran secara mandiri, sesuai dengan konteks dan kepentingan masyarakat setempat. 

Kedua, membentengi imposisi dan mutilasi proyek masuk desa yang datang dari K/L maupun SKPD, yang selama ini membuat desa sebagai outlet atau pasar pe rencanaan dan penganggaran.

Perencanaan desa sebagai bentuk keputusan lokal itu merupakan jantung kemandirian desa. Desa mengambil keputusan kolektif yang menjadi dasar pijakan bagi eksistensi desa yang bermanfaat untuk warga. Salah satu keputusan penting yang diambil dalam perencanaan desa adalah alokasi anggaran, khususnya ADD, yang tidak hanya untuk membiayai konsumsi pemerintah desa, bukan juga hanya untuk membangun prasarana fisik desa, tetapi alokasi untuk investasi manusia dan pengembangan ekonomi lokal yang berorientasi untuk penanggulangan kemiskinan.

Konsep dan praktik perencanaan desa itu sendiri mempunyai makna “merebut negara”, mengingat ia berupaya menerobos rezim pemerintahan, rezim perencanaan, rezim pembangunan dan rezim demokrasi yang selama ini mengabaikan desa.

Kapasitas dan Kinerja Desa

Kapasitas dan kinerja desa dalam pemerintahan dan pembangunan merupakan komponen penting dalam kemandirian desa. Banyak pihak, termasuk pemerintah desa, selalu menyebut kapasitas merupakan komponen sentral kemandirian desa, tetapi mereka selalu mengatakan bahwa kemampuan desa sangat terbatas, sehingga yang terjadi adalah ketergantungan desa kepada pemerintah. Karena argumen ini, mereka meragukan kemandirian desa dan efektivitas UU Desa. Karena ragu, maka pemerintah daerah selama ini menempuh jalan pembinaan (yang diplesetkan menjadi pembinasaan) dan imposisi (pemaksaan) terhadap desa, minus fasilitasi. 

Pembinaan hadir dalam bentuk ceramah yang berisi perintah-petuah “harus begini” dan “tidak boleh begitu” yang membuat ketakutan orang desa. Imposisi hadir dalam bentuk kebijakan, regulasi maupun program paket dari atas; mulai dari aturan ADD yang sangat rigid sampai dengan pembentukan BUM Desa secara serentak dan seragam di seluruh desa. 

Atas aturan ADD yang rigid membuat desa tidak leluasa bergerak, ibarat hanya disuruh untuk belanja, dan tidak jarang kepala desa yang kritis berujar: “kami diberi beras tetapi tidak boleh memasaknya”. Fasilitasi, dalam bentuk pelatihan atau asistensi teknis, hanya diberikan secara minimal oleh pemda melalui bentuk patahan-patahan proyek yang dangkal. Karena miskin fasilitasi maka wajar kalau kapasitas dan kinerja desa sangat lemah.(*)

*Catatan ini disadur dari "Buku Desa Membangun Indonesia."

07 Agustus 2017

Pedoman Penyusunan AD ART BUMDes

INFODES - Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) terus didorong untuk bangkit dalam usaha meningkatkan perekonomian dan potensi berbasis desa. Sebagai lembaga berbasis desa, BUMDes bisa menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat jika dikelola dengan baik.

BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dibentuk secara kolektif oleh pemerintahan desa bersama masyarakat, maka seyogianya setiap unit usaha dan aktifitas yang dijalankan oleh BUMDes memberikan manfaat bagi warganya.  




Pengertian Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dalam Organisasi BUMDes.

Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) RT merupakan dua hal yang saling terkait, namun tidak sama. Anggaran Dasar (AD) adalah susunan aturan yang membahas hal-hal pokok tentang organisasi. 

Anggaran Rumah Tangga mempunyai fungsi sebagai pelengkap atau mengatur hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar. Selain itu, ART juga memberikan penjelasan yang lebih terperinci dan lengkap tentang hal-hal pokok yang telah diatur dalam anggaran dasar. 

Oleh karena itu, AD/ART memiliki arti yang sangat penting dalam memperkuat organisasi. AD/ART menjadi acuan bagi pengurus/pengelola organisasi BUMDes maupun dalam menjalankan tugas-tugas dan kewenangan yang diberikan.

Pedoman menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Badan Usaha Milik Desa (AD/ART BUMDes).

Dalam membuat dan menulis Anggaran Dasar (AD) BUMDes paling sedikit harus memuat: 

"Nama, tempat kedudukan, jangka waktu berdirinya BUM Desa, landasan, asas dan prinsip, maksud dan tujuan, fungsi dan peran BUMDes, modal dan jenis usaha/kegiatan usaha, tugas, wewenang dan larangan pengurus, struktur organisasi pengelola BUMDes, serta tata cara penggunaan dan pembagian keuntungan hasil usaha."

(Baca: Seperti Apa Seharusnya Struktur BUMDesa?)


Dalam membuat dan menulis Anggaran Rumah Tangga (ART) BUMDes paling sedikit harus memuat: 

"Hak dan kewajiban pengelola, masa bakti, tata cara pengangkatan dan pemberhentian personel organisasi pengelola, penetapan jenis usaha, dan sumber modal.

Untuk memberikan referensi yang kuat dalam menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUMDes. Dapat berlajar pada contoh AD/ART BUM Desa yang sudah berasil.


Menurut data jumlah BUMDes di Indonesia sudah mencapai 18.446 unit yang tersebar di enam pulau. Dengan persebaran di Pulau Sumatera 8.635 unit, pulau Kalimatan 992 unit, pulau Jawa 6095, pulau Sulawesi 1915 unit, Maluku dan Papua 235 unit, Bali dan Nusa Tengara 574 unit.[]

23 Juli 2017

Tiga Manfaat Mempublikasi APBDes kepada Masyarakat

Desa sebagai komunitas yang berpemerintahan sendiri (self governing community) yang berpegang pada asas demokrasi, dimana setiap warga desa diberikan hak untuk turut memegang kendali atas penyelenggaraan pemerintahan. 
Mengapa keterbukaan informasi APBDes dibutuhkan di desa? Inilah tiga jawaban singkat tentang keterbukaan informasi di desa.
Transparansi APBDes/Foto: karangtengah.desa.id
Masyarakat sebagai pemengang kedaulatan, maka setiap kebijakan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan oleh pemerintahan desa, harus dapat diketahui oleh warga desa. Salah satu kewajiban pemerintah desa, yaitu mempraktikkan keterbukaan informasi APBDes secara transparan dan pengelolaan keuangan desa yang baik, bersih dan akuntabel. (Baca: Menafsirkan Keterbukaan Informasi Desa)

Mengapa keterbukaan informasi APBDes dibutuhkan di desa? 

Setidaknya ada tiga jawaban singkat tentang keterbukaan informasi di desa:

Pertama, karena sudah menjadi kewajiban bagi desa untuk menyampaikan kepada masyarakat, secara transparan dan akuntabel sebagai bentuk tanggung jawab atas pengelolaan pemerintah desa. 

Kedua, UU Desa juga mengatur tentang keterbukaan informasi di desa dalam beberapa pasal. Seperti dalam pasal 24, pasal 26, pasal 27, dan pada pasal 68.

Ketiga, kewajiban untuk menjalankan keterbukaan informasi diatur oleh UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) dan peraturan menteri. 

Apa manfaat dengan adanya keterbukaan informasi desa?

Pertama, dengan adanya keterbukaan informasi, dapat meningkatkan kemampuan, kemauan, inisiatif serta partisipasi masyarakat dalam mendukung pembangunan desa.

Kedua, masyarakat dapat dengan mudah mengawasi setiap kegiatan pembangunan desa yang telah direncanakan bersama yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).

Ketiga, kepercayaan masyarakat akan meningkat jika pemerintah desa secara konsisten memberikan informasi akuntabilitas keuangan yang transparan dan terpercaya yang pada akhirnya akan memperkuat dukungan masyarakat terhadap pemerintahan.

Semoga bermanfaat.

21 April 2017

Perencanaan Penggunaan Dana Desa Harus Matang dan Mengikutsertakan Masyarakat

Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Anwar Sanusi mengatakan pemerintah terus mendorong desa mengembangkan potensi unggulannya.

Perencanaan Penggunaan Dana Desa

"Dana desa harus diarahkan untuk membangun keunggulan desa. Kami mendorong setiap desa agar mempunyai keunggulan komparatif yang berbeda dengan desa lainnya," kata Sanusi di Manado, Jumat (20/4).

Dengan keunggulan tersebut, desa-desa akan memiliki daya tawar tersendiri, sehingga hal itu menjadi prioritas yang harus dikawal.
Selain itu, kata dia, program perekonomian desa harus dapat dilembagakan, sehingga Kemendes PDTT mendorong didirikannya badan usaha milik desa (bumdes) untuk meningkatkan perekonomian.

"Gagasan-gagasan ini harus dikawal sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat desa semakin bertumbuh," ujarnya.

Senada, Inspektur Jenderal Kemendes PDTT Sugito berharap seluruh kepala dan aparat desa merencanakan penggunaan dana secara matang yang mengikusertakan masyarakat. Keikutsertaan masyarakat merencanakan pembangunan menjadi penting diperhatikan agar pemanfaatan dana desa tepat sasaran dan digunakan optimal.

"Pemanfaatan dana desa harus jelas perencanaannya, jangan sampai menimbulkan masalah hukum. Karena itu harus harus direncanakan dulu bersama warga desa," katanya.


Sumber: Republika

28 Februari 2017

Pedoman Pelaksanaan Musrembang Desa

Musrenbang Desa adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) Desa untuk menyepakati Rencana Kerja pembangunan Desa (RKP) tahun anggaran yang direncanakan dengan berpedoman kepada RPJM Desa.
Pedoman Pelaksanaan Musrembang Desa
RPJM Desa adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun. Pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan Desa dilakukan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel.

Forum Musrembang Desa diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat Desa. Selain dari unsur masyarakat, musyawarah desa dapat melibatkan unsur masyarakat lain sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. 

Hasil musyawarah Desa menjadi pedoman bagi pemerintah Desa untuk menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. RKP Desa mulai disusun oleh pemerintah Desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKP Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan. RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa.

Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) dan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) merupakan dokumen informasi publik. Sebagai dokumen publik, pemerintah Desa berkewajiban menyampaikan informasi kepada masyarakat Desa.

Keterbukaan informasi di Desa terdapat dalam beberapa pasal dalam UU Desa. Seperti dalam pasal 24, pasal 26, pasal 27, dan pada pasal 68. Tatacara Kepala Desa dalam memberikan informasi kepada masyarakat desa telah diatur dalam Permendagri 46 Tahun 2016 tentang Laporan Kepala Desa.

Berdasarkan pedoman yang ada, secara umum ada tiga tahapan yang harus dilakukan dalam penyusunan RKP Desa, yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap sosialisasi. Hal ini, sebagaimana dijelaskan dalam Alur Penyusunan RKP Desa dan sistematika penyusunan RKP Desa.

Untuk pedoman pelaksanaan Musrembang Desa akan kita bahas dalam artikel pedoman pelaksanaan musrebang desa, langkah-langkah penyusunan dokumen RKP Desa, dan contoh format RKP Desa.[] 

27 Februari 2017

Musrembang Desa

Musrembang Desa adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) Desa untuk menyepakati Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa) tahun anggaran yang direncanakan.

Musrembang Desa

Musrenbang Desa dilaksanakan setiap bulan Januari dengan mengacu pada RPJM Desa. Setiap Desa diamanatkan untuk menyusun dokumen rencana 6 tahunan yaitu RPJM Desa dan dokumen rencana tahunan yaitu RKP Desa.

Pasal 54 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Badan Permusyawarat Desa (BPD) sebagai pihak yang melaksanakan penyelenggaraan musyawarah desa. Hal ini sebagaimana diatur dalam Permendagri No.110 Tahun 2017 tentang BPD.

Sementara itu, Permendes PDTT Nomor 2 Tahun 2015 mengatur tentang pedoman tata tertib dan mekanisme pengambilan keputusan musyawarah Desa.

Sedangkan tentang Pedoman Pembangunan Desa diatur dalam Permendagri Nomor 114 tahun 2014.

Terkait dengan penetapan prioritas penggunaan dana desa akan diatur melalui Peraturan Menteri Desa, PDTT yang dikeluarkan setiap awal tahun anggaran baru.[] 

13 Februari 2017

Pengisian Anggota BPD Harus Berdasarkan Keterwakilan Perempuan

Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.

Badan Permusyawaratan Desa

BPD memiliki peran peting dan strategis di desa. Dalam peraturan terbaru tentang Badan Permusyawaratan Desa, yaitu Permendagri No 110 Tahun 2016 disebutkan BPD terdiri atas, pimpinan dan bidang. 

Pimpinan BPD terdiri dari satu orang ketua, satu orang wakil ketua, dan satu orang sekretaris. Sedangkan bidang BPD terdiri dari Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Pembinaan Kemasyarakatan, dan Bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan masyarakat Desa. 

Masing-masing bidang dipimpin oleh ketua bidang, dan pimpinan BPD dan ketua bidang merangkap sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa.

Pengisian keanggotaan BPD selain dilakukan berdasarkan keterwakilan wilayah, juga memperhatikan keterwakilan perempuan.

Lalu apa yang dimaksud dengan perwakilan wilayah dan perempuan. Berikut penjelasannya.

BPD Berdasarkan Keterwakilan Wilayah

Adapun yang dimaksud dengan pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan wilayah, yaitu memilih calon anggota BPD dari unsur wakil wilayah pemilihan dalam desa.

Unsur wakil wilayah adalah masyarakat desa dari wilayah pemilihan dalam desa. Yang dimaksud dengan wilayah dalam desa seperti wilayah dusun, rukun warga (RW) atau rukun tetangga (RT).

Sementara itu, jumlah anggota BPD dari masing-masing wilayah ditetapkan secara proposional dengan memperhatikan jumlah penduduk.

Dalam Pasal 5 Ayat 2 disebutkan, jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah gasal (ganjil), paling sedikit 5 orang dan paling banyak 9 orang. 

Pun demikian, dalam penetapan jumlah anggota BPD memperhatikan jumlah penduduk dan kemampuan Keuangan Desa.

BPD Berdasarkan Keterwakilan Perempuan

Pengisian anggota BPD berdasarkan keterwakilan perempuan dilakukan pemilihan untuk memilih satu orang perempuan sebagai anggota BPD.

Wakil perempuan adalah perempuan warga desa yang memenuhi syarat calon anggota BPD serta memiliki kemampuan dalam menyuarakan dan memperjuangan kepentingan perempuan.

Dalam pemilihan unsur wakil perempuan dilakukan oleh perempuan warga desa yang memiliki hak pilih. 

Namun, yang perlu digaris bawahi adalah ketentuan lebih lanjut mengenai BPD diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota masing-masing.

08 Februari 2017

Tata Cara Penyusunan Peraturan Desa

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 


Ada tiga jenis peraturan di Desa, yaitu Peraturan Desa, Peraturan Bersama Kepala Desa dan Peraturan Kepala Desa. 

Peraturan Desa berisi materi-materi pelaksana kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 

Peraturan Bersama Kepala Desa berisi materi-materi kerjasama Desa. Peraturan Kepala Desa Berisi materi-materi pelaksana peraturan Desa, peraturan bersama Kepala Desa dan tindak lanjut dari perturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala Desa sebagai aturan pelaksanaan Peraturan Desa. Kepala Desa berwenang mengajukan rancangan dan menetapkan Peraturan Desa, sedang BPD berhak mengajukan usul rancangan Peraturan DesaBadan Permusyawaratan Desa (BPD) bersama Kepala Desa kemudian membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa. 

UU Desa mengamanatkan Rancangan Peraturan Desa wajib dikonsultasikan kepada masyarakat Desa. Masyarakat Desa berhak memberikan masukan terhadap Rancangan Peraturan Desa. 

Khusus untuk Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah Desa, harus mendapatkan evaluasi dari Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa.

Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Lembaran Desa oleh Sekretaris Desa. Untuk Desa Adat, Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa diatur melalui Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa

Pedoman Tatacara Penyusunan Peraturan Desa, sebagai berikut:

Penyusunan Peraturan Desa yang diprakarasi oleh Kepala Desa
  1. Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa
  2. Rancangan Peraturan Desa dapat dikonsultasikan kepada camat untuk mendapatkan masukan. 
  3. Konsultasi diutamakan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi pengaturan.
  4. Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancangan Peraturan Desa.
  5. Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama.
Penyusunan Peraturan Desa yang diprakarsai oleh BPD (Badan Permusyawaratan Desa) 

BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa, kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), rancangan Peraturan Desa tentang Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes), rancangan Peraturan Desa tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa (APBDes).

Rancangan Peraturan Desa dapat diusulkan oleh anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.

Pembahasan:

  • BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa.
  • Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
  • Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul.
  • Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD.
  • Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.
  • Rancangan peraturan Desa wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.
Penetapan:
  • Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan Kepala Desa disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan.
  • Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa Rancangan Peraturan Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah menjadi Peraturan Desa.
Pengundangan:
  • Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran desa.
  • Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sejak diundangkan.
Penyebarluasan:
  • Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan Rancangan Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa, hingga Pengundangan Peraturan Desa.
  • Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan.
Peraturan Bersama Kepala Desa 
  • Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan bersama oleh dua Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja sama antar-Desa.
  • Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa ditetapkan setelah mendapatkan rekomendasi dari musyawarah desa.
  • Penyusunan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa pemrakarsa.
  • Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada masyarakat desa masing-masing dan dapat dikonsultasikan kepada camat masing-masing untuk mendapatkan masukan.
  • Masukan dari masyarakat desa dan camat digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses penyusunan rancanan Peraturan Bersama Kepala Desa.
  • Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala Desa atau lebih.
  • Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.
  • Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi tanda tangan diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa.
  • Peraturan Bersama Kepala Desa mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.
  • Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat Desa masing-masing.
Peraturan Kepala Desa. Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan Peraturan di Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Lembaran Desa oleh Sekretaris Desa.

Beberapa contoh penting penggunaan Perkades sesuai Permendagri 113/2014 tentang Keuangan Desa:

(1) Pengeluaran desa belanja pegawai desa yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran ditetapkan dalam peraturan kepala desa.

(2) Perubahan APBDes dalam hal Bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota serta hibah dan bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat ke desa disalurkan setelah ditetapkannya Peraturan Desa tentang Perubahan APB Desa, diatur dengan Peraturan Kepala Desa tentang perubahan APBDesa.

Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. 
Teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa yang diatur dalam Peraturan Menteri ini berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan Peraturan di desa adat. 

Pembatalan Peraturan Desa dan peraturan kepala Desa. Peraturan Desa dan peraturan kepala Desa yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dibatalkan oleh bupati/walikota.

Referensi;
1.ruang desa 
2.keuangan desa.

27 Januari 2017

Mekanisme Penyelenggaraan Musyawarah BPD

Musyawarah Desa diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa yang difasilitasi oleh pemerintah Desa yang diikuti oleh BPD, pemerintah Desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Musyawarah Desa diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa yang difasilitasi oleh pemerintah Desa yang diikuti oleh BPD, pemerintah Desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Yang dimaksud dengan hal yang bersifat strategis desa, meliputi: 
  • Penataan desa; 
  • Perencanaan desa; 
  • Kerjasama desa; 
  • Rencana investasi yang masuk ke desa; 
  • Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes); 
  • Penambahan dan pelepasan Aset Desa, dan 
  • Kejadian yang luar biasa.
Mekanisme Penyelenggaraan Musyawarah BPD, sebagai berikut:
  1. Musyawarah BPD dipimpin oleh pimpinan BPD;
  2. Musyawarah BPD dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota BPD;
  3. Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah guna mencapai mufakat;
  4. Apabila musyawarah mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara pemungutan suara;
  5. Pemungutan suara sebagaimana dimaksud dalam huruf d dinyatakan sah apabila disetujui oleh paling sedikit ½ (satu perdua) ditambah 1 (satu) dari jumlah anggota BPD yang hadir; dan
  6. Hasil musyawarah BPD ditetapkan dengan keputusan BPD dan dilampiri notulen musyawarah yang dibuat oleh sekretaris BPD.
Pembiayaan penyelenggaraan musyawarah desa (Musdes) dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

22 Januari 2017

Rencana Pembangunan Desa, Bukan Rencana Sektoral

Suatu perencanaan pembangunan akan tepat sasaran, terlaksana dengan baik, dan bermanfaat hasilnya bagi masyarakat apabila perencanaan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat setempat. 

Suatu perencanaan pembangunan akan tepat sasaran, terlaksana dengan baik, dan bermanfaat hasilnya bagi masyarakat apabila perencanaan tersebut benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.


UU No. 6 Tahun 2014 telah memberikan kewenangan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri, dimana desa dapat membuat perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangan desa. Yaitu, kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa.

Untuk menjamin hal tersebut terjadi di desa, maka masyarakat desa harus terlibat langsung dalam setiap penyusunan rencana di desa. Mulai dari pengkajian keadaan desa, pengelompokan dan penentuan peringkat masalah, pemecahan masalah sampai pada perumusan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan di desa.

Kenapa harus demikian? karena perencanaan desa yang dibuat oleh perencana sektoral (instansi pemerintah) sering sekali tidak sesuai dengan selera atau kehendak masyarakat desa, yang menonjol adalah selera perencana sektoral.

Sehingga, setiap ada program atau kegiatan pembangunan yang masuk ke desa, banyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat desa. Misalnya, di desa A masyarakatnya membutuhkan jalan usaha tani, yang datang gorong-gorong.

Oleh karena itu, perbedaan perencanaan di desa, kiranya dapat dipahami oleh semua pihak baik dalam rangka memberdayakan masyarakat desa, melakukan pembangunan di desa, memberdayakan kelembagaan desa, dan upaya-upaya lain dalam rangka mensejahterakan masyarakat.

Baca: Memahami RPJMDes 

Seperti apa perencanaan desa yang ideal? Yaitu perencanaan yang dibuat oleh masyarakat desa sendiri secara partisipatif. Artinya, masyarakat desa merencanakan pembangunan desanya secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong serta atas selera mereka sendiri. Bukan atas selera pihak-pihak diluar desa (sektoral).

Dalam Pasal 114 PP No. 47/2015 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa No.6 tahun 2014 disebutkan, perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa.[] 

15 Januari 2017

Semangat Musyawarah Desa

Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

Dalam Pasal 1 UU Desa No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, menyebutkan Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.

Musyawarah Desa (Musdes) merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa. 

Pengertian “strategis” adalah meliputi penataan desa, perencanaan desa, kerjasama desa, rencana investasi yang masuk ke desa, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), penambahan dan pelepasan aset desa, dan kejadian luar biasa yang terjadi di desa tersebut.

Musdes dilaksanakan minimal 1 (satu) kali dalam setahun, yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan pembiayaan yang berasal dari APBDes. 

Hasil Musyawarah Desa harus menjadi pegangan bagi Lembaga di Desa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hasil Musyawarah Desa berupa hasil kesepakatan yang dituangkan dalam Keputusan Hasil Musyawarah yang akan dijadikan dasar bagi BPD dan Pemerintah Desa dalam menetapkan kebijakan Pemerintahan Desa. 

Sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2014, unsur forum Musyawarah Desa adalah BPD, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat desa. 

Siapa saja "unsur masyarakat desa" itu? Unsur masyarakat desa di antaranya meliputi; tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani, kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, kelompok masyarakat miskin, dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang ada di desa.

Keberadaan unsur masyarakat desa bisa berbeda-beda, sesuai dengan kondisi desa masing-masing. 

Semangat Musyawarah Desa

Semangat UU Desa terkait dengan musyawarah desa yang ideal adalah terbukanya peluang bagi masyarakat desa untuk menyampaikan aspirasi, pandangan dan kepentingan berkaitan hal-hal yang bersifat strategis, yang dilakukan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel. 

Dengan berlangsungnya musyawarah desa yang partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel diharapkan akan mendorong gerakan swadaya gotong royong dalam penyusunan kebijakan publik, sekaligus melaksanakan nilai-nilai permusyawaratan, permufakatan, proses kekeluargaan, dan kegotongroyongan dalam pengambilan keputusan. Semoga bermanfaat!

13 Januari 2017

Kegiatan-Kegiatan dalam Penegasan Batas Desa

Penegasan batas desa adalah kegiatan penentuan titik-titik koordinat batas desa yang dapat dilakukan dengan metode kartometrik dan/atau survey dilapangan, yang dituangkan dalam bentuk peta batas dengan daftar titik-titik koordinat batas desa. 

Proses penegasan batas desa ini berlaku untuk desa yang dibentuk setelah terbitnya Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 dan juga terhadap desa yang dibentuk sebelum Peraturan Menteri Dalam Negeri ini berlaku.

Sepintas lalu, pembahasan tentang penegasan batas desa ini sudah pernah dibahas dalam tulisan tentang Tata Cara Penetapan, Penegasan dan Pengesahan Batas Desa.

Berikut tahapan kegiatan penegasan batas desa untuk desa yang dibentuk setelah Permendari No 45/2016 tentang Pedoman dan Penegasan Batas Desa, tahapan kegiatannya meliputi : 
  1. Penelitian Dokumen
  2. Pelacakan dan Penentuan Posisi Batas
  3. Pemasangan dan Pengukuran Pilar Batas
  4. Pembuatan Peta Batas Desa
Kegiatan penegasan batas desa untuk desa yang dibentuk setelah Peraturan Menteri No 45/2016 ini berlaku, dijelaskan pada bagian dibawah ini.

Tahap Kesatu : Penelitian Dokumen
Kegiatan penelitian dokumen dilakukan terhadap seluruh hasil penetapan batas desa. Penelitian dokumen tersebut dituangkan dalam berita acara penelitian dokumen sebagaimana (form.1) yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Desa yang berbatasan dan disaksikan oleh Tim PPB Des Kabupaten/ Kota.

Tahap Kedua : Pelacakan dan Penentuan Posisi Batas

Pelacakan batas desa di lapangan merupakan kegiatan penelusuran batas desa secara langsung di lapangan menggunakan peta hasil penetapan batas desa. Penentuan posisi batas dilapangan merupakan kegiatan menentukan posisi garis batas dilapangan, mengukur koordinat batas yang ditelusuri, menentukan dan mengukur koordinat patok sementara yang merupakan titik rencana pemasangan pilar.

Pelacakan garis batas di lapangan dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditentukan. Pemasangan patok rencana pemasangan pilar dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditentukan. Data hasil survei pelacakan batas desa diisikan sesuai dengan form 6. 

Berdasarkan hasil pelacakan dan penentuan posisi batas desa di lapangan dibuatkan berita acara hasil pelacakan dan penentuan posisi batas (form.5 ) di lapangan yang ditandatangani oleh Kepala Desa yang berbatasan dan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Kabupaten/Kota sebagai saksi. Dalam melakukan pelacakan batas desa di lapangan dilakukan oleh aparat desa antara lain tokoh/pemuka masyarakat, Badan Permusyawaratan Desa, dan tim teknis dari masing-masing desa.

Tahap Ketiga : Pemasangan dan Pengukuran Pilar Batas
Pemasangan dan pengukuran pilar batas mengacu pada ketentuan spesifikasi pemasangan dan pengukuran pilar batas. Berdasarkan hasil pemasangan dan pengukuran pilar batas di lapangan dibuatkan berita acara hasil pemasangan dan pengukuran pilar batas (form. 8) di lapangan yang ditandatangani oleh Kepala Desa yang berbatasan dan Tim Penetapan dan Penegasan Batas Desa Kabupaten/Kota sebagai saksi.


Tahap Keempat : Pembuatan Peta Batas Desa

Pembuatan peta batas desa mengikuti spesifikasi teknis tentang Spesifikasi Peta. Peta batas desa ditandatangani Kepala Desa yang berbatasan dan disaksikan oleh Tim penetapan dan penegasan batas desa.

Berdasarkan hasil pembuatan peta batas desa di lapangan dibuatkan berita acara hasil pembuatan peta batas desa di lapangan yang ditandatangani oleh Kepala Desa yang berbatasan dan Tim PPB Des Kabupaten/Kota sebagai saksi.

Mengingat waktu dan ruang yang terbatas. Mengenai kegiatan-Kegiatan dalam Penegasan Batas Desa dapat di donwload dalam kumpulan peraturan desa, yakni Permendagri Nomor 45 Tahun 2016 tentang Pedoman dan Penegasan Batas Desa.[]

12 Januari 2017

Alur Penyusunan Perubahan APBDes

Setelah kegiatan dilaksanakan, APBDes sangat terbuka terjadi perubahan-perubahan, baik dalam hal pendapatan, belanja, maupun pembiayaan. Karenan itu, perlu dilakukan evaluasi dan hasilnya menjadi dasar penyusunan Perubahan APB Desa (Anggaran Pendapatan Belanja Desa). 

Siklus APBDes Perubahan (Image: Keuangandesa)
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan APB Desa, antara lain :

  • Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja;
  • Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
  • Terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa pada tahun berjalan;
  • Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan;
  • Perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Dalam satu tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa, APB Desa dapat dilakukan perubahan hanya satu kali selambat-lambatnya 3 bulan (akhir bulan September) sebelum tahun anggaran berakhir yang ditetapkan dengan peraturan desa. 


Apabila setelah Perdes Perubahan APB Desa ditetapkan ada pendapatan desa yang bersumber dari bantuan keuangan dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota serta hibah dan bantuan pihak ketiga, maka perubahannya diatur dengan peraturan kepala desa.

Sedangkan prosedur penyusunan perubahan APB Desa pada prinsipnya sama dengan tahapan dan prosedur penyusunan APB Desa. Artinya pemerintah desa tetap harus membuka ruang-ruang informasi dan partisipasi publik dalam setiap tahapan proses penyusunan. Meskipun perubahan APB Desa berbentuk peraturan kepala desa, tetapi BPD dan masyarakat tetap mempunyai hak mendapatkan informasi.


Tahapan yang dilakukan adalah mulai dari penyusunan RKA/RAPB Desa Perubahan atau lazim disebut RKA Perubahan-Desa (RKA P-Desa), penyusunan ringkasan dan rincian APB Desa perubahan, penyusunan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang Perubahan APB Desa, musyawarah anggaran desa dan penyusunan Dokumen Perubahan Pelaksanaan Anggaran Desa atau disingkat DPPA-Desa. 

Secara lengkap alur penyusunan perubahan APB Desa dapat dilihat dalam siklus alur penyusunan APBDes perubahan pada gambar diatas. 

(Diolah dari keuangandesa.info)

07 Januari 2017

Musyawarah Desa yang Ideal

Kita berasumsi bahwa tidak ada desa yang tidak melakukan musyawarah desa (Musdes). Apakah dalam pelaksanaanya dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat atau hanya melibatkan segelintir orang saja. Itu yang masih diragukan?!
Musyawarah Desa yang ideal yaitu musyawarah yang diselenggarakan dan dilaksanakan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang ada desa. Begitulah UU Desa mensyaratkannya.
Musyawarah Desa/Ilustrasi IST

Musyawarah Desa yang ideal yaitu musyawarah yang diselenggarakan dan dilaksanakan secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang ada desa. Begitulah UU Desa mensyaratkannya.

Siapa saja unsur masyarakat di desa? 

Pasal 54 ayat (1) UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyatakan Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Dalam implementasinya, unsur masyarakat desa termasuk perwakilan yang jarang diudang dalam forum Musdes? Padahal unsur masyarakat di desa itu cukup banyak.

Unsur masyarakat desa bisa terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, perwakilan petani, nelayan, pedagang, perwakilan perempuan maupun masyarakat miskin dan lain-lain sesuai kondisi desa masing-masing. 

Semua unsur tersebut seharusnya diundang dalam musyawarah desa, dan setiap wakil dari perwakilan harus diberikan kebebasan menyatakan pendapatnya dan mendapatkan perlakuan yang sama. 

Kemudian, keputusan hasil Musdes disampaikan secara transparan dan terbuka kepada masyarakat desa. Karena, informasi hasil Musdes bukan hanya milik BPD, Kepala Desa, Kadus dan Perangkat Desa saja. Tapi milik seluruh masyarakat desa.

Siapa yang membuat Musdes? 



Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah salah satu organ yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan desa. Salah satu tugasnya adalah melaksanakan penyelenggara musyawarah desa (Musdes).

Dalam Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa, jelas disebutkan. Badan Permusyawarat Desa (BPD) sebagai pihak yang melaksanakan penyelenggaraan musyawarah desa.

Ketua BPD bertugas menetapkan panitia, mengundang peserta Musdes, serta menandatangi berita acara Musyawarah Desa. Ketua BPD juga sebagai pimpinan rapat Musdes.

Bahkan dalam Pedoman Teknis Peraturan di Desa disebutkan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa.

Musdes yang ideal

Musdes yang ideal yaitu musyawarah desa yang pelaksanaannya berlansung secara partisipatif, demokratis, transparan dan akuntabel dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat yang ada desa. 

Namun, sebagian pihak di desa. Partisipasi aktif masyarakat dalam forum musyawarah desa (Musdes) tidak diharapkan. 

Tipe kepemimpinan konservatif-involutif akan melaksanakan Musyawarah Desa sesuai tata tertib atau aturan yang ada, daftar peserta akan diseleksi terlebih dahulu dipilih dari sekian calon peserta Musdes yang dapat dikendalikannya.

Kepemimpinan konservatif-involutif berbeda dengan kepemimpinan inovatif-progresif.

Tipe kepemimpinan inovatif-progresif mereka menginginkan pelaksanaan Musdes dengan melibatkan setiap unsur masyarakat, tokoh agama, tokok masyarakat, perwakilan perempuan, hingga perwakilan masyarakat miskin dalam Musyawarah Desa. 

Bagaimana gaya kepemimpinan di desa Anda? Inilah Pemimpin Desa yang Ideal, yang diharapkan ada dan hidup di desa.[]

26 Desember 2016

Penggunaan Dana Desa harus Sesuai Mandat UU Desa

UU Desa telah memberikan kewenangan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Dimana desa membuat perencanaan pembangunan desanya yang sesuai dengan kewenangannya, yaitu kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa.


Perencanaan penggunaan dana desa sesuai dengan mandat UU Desa. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan desa harus melibatkan partisipasi seluruh masyarakat desa.


Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Kedua dokumen perencanaan Desa ini ditetapkan dengan Peraturan Desa. 

Baca: Alur Penyusunan RPJM Desa

RPJM Desa dan RKP Desa sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Dana Desa merupakan salah satu sumber pendapatan Desa yang termuat dalam dokumen APBDes.

Baca: Alur Penyusunan RKP Desa

Perencanaan penggunaan Dana Desa merupakan bagian dari mekanisme perencanaan Desa. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh Dana Desa harus menjadi bagian dari RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa.[]