Tampilkan postingan dengan label Warta Terkini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Warta Terkini. Tampilkan semua postingan

28 Mei 2017

Menteri Desa Persilakan BPK Mengaudit Ulang Kementeriannya

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit ulang terhadap kementerian yang dipimpinnya.
Foto Ilustrasi: Ist
Hal ini disampaikan Eko sehubungan dengan bergulirnya kasus dugaan suap terkait pemberian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) oleh BPK RI terhadap Kemendes PDTT.

"Mengenai hasil opini BPK, saya serahkan kepada BPK apakah mau diaudit lagi, atau gimana," ujar Eko di kantornya di Kalibata, Jakarta Selatan, seperti dilansir kompas.com, Sabtu kemaren.

Namun demikian, menurut Eko, seluruh pegawai Kemendes telah bekerja keras. Upaya peningkatan integritas pegawai pun sudah dilakukan dengan berbagai cara.

(Baca: Irjen Ditangkap KPK, Mendes Hormati Proses Hukum)

Misalnya, dengan menggelar acara bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) dan KPK untuk memberikan arahan kepada semua jajaran eselon di Kemendes. Program ini juga sudah berjalan tiga kali dan menunjukkan hasil.

"Penyerapan anggaran kita terus naik dari 69 persen ke 94 persen. Mereka semua bekerja keras untuk mendapatkan predikat WTP (Wajar Tanpa Pengecualian), sayang ada cacat peristiwa ini," kata dia.

Selain itu, lanjut Eko, pihaknya sudah memberi keleluasaan kepada KPK untuk mengaudit seluruh satuan kerja di Kemendes kapan pun tanpa harus ada pemberitahuan terlebih dahulu.

"Saya juga rasakan dari kementerian kami sudah bekerja demikian keras," kata dia.

Eko berharap, tidak ada lagi pegawai Kemendes yang terlibat kasus korupsi.

"Kami berharap kejadian ini bisa membawa pelajaran buat kita smeua untuk kita bisa perbaiki lebih baik lagi," kata dia.(*)

21 Agustus 2016

Jokowi Sebut Problem Yang Dihadapi Indonesia, Dana Desa Jadi Alat

Presiden Joko Widodo/IST
GampongRT - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan proses pembangunan infrastruktur dan penyaluran Dana Desa berpengaruh besar dalam pengurangan atau penurunan kesenjangan di Indonesia.

"Dari awal problem yang dihadapi Indonesia adalah kemiskinan, kesenjangan, ketimpangan antar kawasan, juga antar individu". 

Untuk mengatasi problem tersebut, Presiden Jokowi menyatakan dirinya bertekad untuk terus mempersempit ketimpangan penduduk di Indonesia. Pembangunan infrastruktur dan dana desa jadi alat untuk memperkecil ketimpangan tersebut.

"Proses pembangunan infrastruktur itu pengaruh sekali karena ada penyerapan tenaga kerja, itu pengaruh kepada income. Kedua, dana desa juga berpengaruh sekali karena dana yang beredar di daerah, kecamatan, desa bertambah daya beli bertambah sehingga (rasio gini) dari 0,402 turun menjadi 0,397," jelas Jokowi di lokasi pembangunan PLTG di Idanoi, Kota Gunungsitoli, sekitar pukul 16.40 WIB, Jumat (19/8/2016).

Jokowi menyatakan, dirinya sudah menerima laporan kondisi rasio gini sejak dua hari lalu dari Badan Pusat Statistik (BPS). Penurunan rasio gini ini sesuai dengan tujuannya.

"Dari awal saya sampaikan problem kita kemiskinan, kesenjangan, ketimpangan antar kawasan, juga antar individu. Kemudian masalah ketiga berkaitan dengan pengangguran. Semua negara menghadapi masalah seperti ini," kata Jokowi.

Ke depan, Jokowi akan terus fokus memperkecil ketimpangan yang terjadi di masyarakat.

Dalam laporan BPS hari ini, disampaikan tingkat ketimpangan yang tinggi tercermin dari gini ratio. "Tertinggi adalah Sulawesi Selatan mencapai 0,426, Daerah Istimewa Yogyakarta 0,420, Gorontalo 0,419, Jawa Barat 0,413, DKI Jakarta 0,411, Sulawesi Utara 0,402, dan Jawa Timur 0,402," katanya.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perbaikan gini rasio. Paling tidak ada 6 aspek.
  1. Adanya kenaikan upah buruh harian dari Rp 46.180/hari pada Maret 2015 menjadi Rp 47.559/hari pada Maret 2016
  2. Adanya kenaikan upah buruh bangunan dari Rp 79.657/hari pada Maret 2015 menjadi Rp 81.481 /hari pada Maret 2016
  3. Adanya peningkatan jumlah pekerja bebas pertanian
  4. Adanya peningkatan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan kelompok penduduk 40% terbawah dari Rp 371.336/bulan pada Maret 2015 menjadi Rp 423.969/bulan
  5. Adanya penguatan ekonomi kelas menengah bawah karena adanya pembangunan infrastruktur pemerintah. Ini menyerap banyak tenaga kerja.
  6. Ada juga pengembangan usaha di sektor manufaktur, jasa dan pariwisata. Ini merupakan dampak awal dari 12 paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
[admin/ant/detik]

28 Januari 2016

Pemerintah Bentuk Pokja Perguruan Tinggi untuk Awasi Dana Desa

GampongRT - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) membentuk Kelompok Kerja (Pokja) universitas dan perguruan tinggi. Tujuannya untuk mengawasi program kementerian dan mendorong pengembangan desa yang bersifat positif.

"Pokja universitas dan perguruan tinggi ini nantinya akan memberikan kontribusi positif dalam pengembangan-pengembangan desa. Kekurangan Kementerian Desa ini dapat dinilai secara objektif oleh perguruan tinggi. Kita juga butuh masukan, kritikan serta ide cerdas untuk mengembangkan program desa," ujar Menteri Desa PDTT Marwan Jafar, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (28/1/2016).

Marwan mengatakan, dengan adanya Pokja ini, kehidupan masyarakat desa bisa lebih makmur. Masyarakat desa juga nantinya akan mendapat masukan-masukan yang baik, terutama untuk pembangunan dan kesejahteraan desa.

"Pada 2015, program dana desa telah berjalan dengan sukses. Penyerapan telah terserap 100 persen, penyimpangan masih di bawah 10 persen, tepatnya 7 persen. Kesalahan itupun hanya persoalan focusing. Nah, Perguruan Tinggi dapat berkontribusi dalam mengawasi program desa, terutama pelaksanaan program dana desa. Perlu ada evaluasi yang dilakukan terus menerus agar tidak terjadi penyimpangan," jelas Marwan.

Selain itu, pada hari ini Kementerian Desa PDTT juga melakaukan penandatanganan MoU terkait penanganan tindak pidana dengan lembaga penegak hukum. Salah satu poin dalam MoU itu nantinya masyarakat desa akan diberi penyuluhan dan bantuan hukum secara gratis agar warga desa 'melek' hukum.

"Ini artinya bahwa dalam rangka kita membantu masyarakat di pedesaan yang kurang mampu. Itu kami kerjasama dengan Menkum HAM untuk membantu masyarakat tidak mampu kalau memenuhi persoalan-persoalan hukum. Kami juga akan membuat desa-desa sadar hukum nanti, dan itu berbasis penyuluhan, pendidikan hukum pada masyarakat kita, supaya tidak melanggar UU yang berlaku," jelas Marwan.

Bentuk bantuannya itu, jelas Marwan, yakni masyarakat desa yang terkena masalah hukum akan ditangani oleh lembaga hukum yang terakreditasi, bahkan bisa diberi pengacara yang profesional.

"MoU-nya itu kalau ada masyarakat yang kena masalah hukum akan ditangani oleh lembaga hukum yang terakreditasi, bisa LBH bisa lembaga sosial atau lembaga hukum mana pun, termasuk juga oleh pengacara profesional. Sifatnya adalah gratis, pada masyarakat kita di pedesaan," papar Marwan.

Sumber: detik.com

22 Januari 2016

Permendagri Resahkan Perangkat Desa

GampongRT - Forum Perangkat Desa Kabupaten Buleleng resah dengan terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 83 tahun 2015 yang mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa.

Permendagri ini membuat aparatur desa resah karena di dalam aturan tersebut terdapat pasal peralihan yang mengatur terkait perangkat desa yang diangkat sebelum ditetapkan melaksanakan tugas sampai habis masa tugas berdasarkan SK pengangkatannya.

Pasal tersebut membuat aparatur desa terusik karena aturan ini berpotensi membuat sejumlah aparatur desa yang telah berumur 42 tahun keatas tidak bisa kembali untuk menjadi perangkat desa.


Koordinator Perangkat Desa Kabupaten Buleleng, Putu Romel mengatakan Permendagri yang ditandatangani oleh Menteri dalam Negeri , Thahjo Kumolo ini justru berbeda dengan draft Permendagri yang sebelumnya juga telah disosialisasikan.

Dalam draf tersebut pada Pasal 21 ayat 3 menyatakan perangkat desa yang berusia diatas 42 tahun tetap melaksanakan tugasnya sebagai perangkat desa.

“Ada perbedaaan yang sangat jauh. Dalam draft perangkat desa diatas 42 tahun tetap bisa melaksanakan tugas, namun justru setelah Permendagri yang baru ini sangat merugikan kami,” ujar Romel seperti dilansir koranbuleleng.com.

Karena adanya perbedaan inilah, sejumlah perwakilan dari Forum Perangkat Desa Kabupaten Buleleng ini mendatangi gedung DPRD Buleleng, Kamis (20/1) kemarin.

Mereka ingin mencurahkan kekecewaanya kepada DPRD Buleleng dan berharap Pemkab Buleleng mengeluarkan kebijakan yang bisa memberikan keberlanjutan karir para perangkat desa melalui peraturan daerah.

Mereka diterima oleh Komisi 1 DPRD Buleleng, Putu Mangku Mertayasa dan anggota lainnya. Namun, DPRD Buleleng juga tidak bisa memutuskan pada saat tersebut, dan meminta perangkat desa bersabar untuk menunggu informasi lebih lanjut.

Salah satu kaur Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Desak Made Nilawati menceritakan kalau dirinya sudah mengabdi sebagai kaur desa sejak tahun 90-an. “Kami pernah berjuang sampai ikut demo ke Jakarta supaya nasib kami berubah, dan berharap bisa menjadi PNS. Namun setelah terbitnya Permendagri ini, pengabdian kami sepertinya sia-sia saja,” ujarnya.[]

21 Januari 2016

Mendagri: 58 Persen Camat Dan Kades Tak Paham Birokrasi Dengan Baik

GampongRT - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengemukakan, sebanyak 58 persen camat dan kepala desa di Indonesia tidak memahami birokrasi dengan baik. Karena itu, pendidikan tata kelola pemerintahan yang baik akan diberikan.

"58 persen para camat tidak memahami birokrasi pemerintahan dengan baik. Ada camat yang berasal dari dokter gigi, apakah tidak boleh? Boleh, tetapi dia minimal tiga bulan belajar administrasi," kata Mendagri seperti dikutip kompas.com di Bengkulu, Kamis (21/1).

Hal yang sama juga terjadi pada kepala desa. Padahal, menurut dia, fungsi dari birokrasi adalah memberikan pelayanan terbaik untuk masyarakat. Ada tahapan dan jenjang yang jelas seperti di TNI dan Polri. Tantangan ke depan, kata dia, semakin keras terlebih lagi para desa akan terus mendapatkan dana desa setiap tahun di atas Rp 1 miliar. (Baca: Tiap Desa Raih Rp1,5 Miliar, Anggaran Naik 500% di 2019).

"Tahun 2015 dana untuk desa dikelola Kades Rp 20,4 triliun, tahun 2016 naik menjadi Rp 40,7 triliun, dan terus bertambah. Ini memerlukan perencanaan, pelaporan secara baik," tambahnya.

Terkait hal ini, Kemendagri telah menyiapkan pelatihan untuk meningkatkan sumber daya 58 persen para camat dan kepala desa yang belum memahami birokrasi secara baik.

Sumber: kompas.com

20 Januari 2016

Bahagia Jalan Kampungnya Beraspal, Warga Berguling-guling di atas Aspal


GampongRT -
Bahagia jalan kampungnya beraspal, warga berguling-guling di atas aspal. Inilah kenyataan di negeri kita, Indonesia. Setelah 70 tahun merdeka. Masih kesenjangan pembangunan.

Contoh soal jalan beraspal. Infrastruktur penting yang menjamin lancarnya transportasi ini. Di beberapa daerah banyak yang belum tersentuh.

Contohnya di Raha, Sulawesi Tenggara. Sangking gembiranya. Kaum wanita, ibu-ibu, sampai berguling-guling di atas aspal karena jalan di daerahnya sekarang mulai mengeras karena aspal.

Semoga daerah lain yang belum beraspal segera menikmatinya. Dan kepala daerah yang bersangkutan segera terketuk hatinya. 

Sumber: roda2blog

19 Januari 2016

Gawat! Lima Persen Warga Indonesia Masuk Kategori Miskin Kronis

Rumah Masyarakat Miskin/Foto: IST

GampongRT - Ternyata kemiskinan masih banyak di negara kita. Pada periode September 2014 sampai Maret 2015, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung mengalami kenaikan.

Kenaikan kemiskinan di Indonesia, disebut dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis tanggal 15 September 2015.

Data BPS menyebutkan, selama periode September 2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,29 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015).

Sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015).
"Kenaikan data kemiskinan di Indonesia menjadi PR bagi Pemerintah Presiden Joko Widodo berserta kabinet kerja untuk menyelesaikannya. Jika berasil, rakyat akan memberikan apresiasi, dan begitu juga sebaliknya".
Gawat! Lima Persen Warga Indonesia Masuk Kategori Miskin Kronis

Tingkat kemiskinan di Indonesia yang semakin tinggi menjadikan tantangan tersendiri bagi Tim Nasonal Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), seperti dilansir dari suaramerdeka.com.

Kepala TPN2K Dr Sudarno Sumarto mengungkapkan bahwa setiap tahun pihaknya terus berupaya menurunkan tingkat kemiskinan 28 juta penduduk di Indonesia.

“Ini merupakan kenyataan dan tantangan kita semua, bahwa di luar sana ada 28 juta warga miskin. Bahkan, 5 persen dari jumlah warga miskin tersebut masuk kategori miskin kronis,” tandas Sudarno seperti dilansir dari Radio Idola, Selasa (19/1).

Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang aktif dalam program perlindungan sosial yang bertujuan untuk memberantas kemiskinan. Ia mencontohkan diberlakukannya Kartu Indonesia Sehat atau Kartu Indonesia Pintar.

“Bahkan juga ada dana raskin sebesar 22-23 Triliun meski masih belum tepat sasaran,” ungkapnya. Untuk itu, lanjutnya, pihaknya masih terus berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan dengan akif bersama lembaga Bappeda, Pemkot dan Pemkab untuk berkoordinasi.[]

Kisah Kasim Arifin, Transmigrasi Menggapai Cita

Peluncuran Buku dan E-Goverment/Foto: Kemendesa
GampongRT - Kasim Arifin, adalah salah satu dari sekian banyak pahlawan transmigrasi yang berhasil menciptakan kesejahteraan masyarakat desa. Puluhan tahun lalu, di sebuah desa kecil kawasan Seram, Kasim Arifin mampu merubah kawasan tandus menjadi ratusan hektar kawasan pertanian yang subur dan hijau. 
Lima belas tahun lamanya ia meninggalkan Langsa, Aceh, dan mengabdi sebagai masyarakat transmigrasi di desa ini. Berkat transmigrasi, desa ini tak lagi menjadi desa miskin yang tertinggal.
Kisah Kasim Arifin, sang pahlawan transmigrasi disyairkan Sastrawan Taufik Ismail, pada peluncuran buku transmigrasi menggapai cita, karya Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigras, Marwan Jafar. 

“Dalam pengabdiannya, Kasim Arifin mengajarkan masyarakat desa untuk bercocok tanam. Dia mengajarkan bagaimana mengatur irigasi, sehingga desa tidak lagi menjadi kawasan tandus dan kering,” ungkap Taufik, dalam acara peluncuran buku transmigrasi menggapai cita, di Kantor Kemendes PDTT, Kalibata Jakarta Selatan, Selasa (19/1).

Taufik mengungkapkan, program transmigrasi yang secara pribadi dijalankan Kasim Arifin, telah mampu merubah desa menjadi lebih baik. Perekonomian masyarakat menjadi stabil, dan anak-anak di desa terhindar dari krisis pendidikan. “Untuk pertama kalinya masyarakat desa di sana masuk perguruan tinggi. Dan untuk pertama kalinya, warga desa di sana naik haji,” katanya.

Buku transmigrasi menggapai cita karya Menteri Marwan adalah buku yang menunjukkan semangat dan kegigihan program transmigrasi dalam memajukan daerah. 

Marwan dalam sambutannya menjelaskan bahwa buku tersebut penting dalam rangka mengukuhkan kiprah transmigrasi untuk mempercepat pembangunan daerah sebagai wujud Cita ke 3 dari Nawacita, yaitu Membangun Indonesia dari Pinggiran.

"Transmigrasi Menggapai Cita merupakan keinginan bersama akan semakin menggelorakan semangat dan perjuangan kita untuk lebih menggairahkan kembali program transmigrasi di bumi Indonesia yang kita cintai, yang akhir-akhir ini mengalami pasang surut cukup siginifikan," ujar Marwan.

Menteri Marwan menyatakan, pihaknya berkomitmen mensukseskan transmigrasi. Terutama dikawasan perbatasan dan pinggiran. “Kita juga punya berbagai macam program, kurang lebih ada 114 kota terpadu mandiri yang telah dicanangkan. Dan sampai sekarang pun masih terus kita canangkan kota terpadu mandiri. Kemudian juga membangun lahan transmigrasi di perbatasan daerah pinggiran dan itu menjadi tekad kita semua dalam rangka mensukseskan transmigrasi,” urainya.

Ia juga sangat mengapresiasi para pejuang-pejuang transmigran, yang telah mampu merubah desa terpencil menjadi desa yang berkembang. Para pejuang transmigran ini menurutnya, adalah sosok berharga yang telah sukses membuka lahan-lahan tandus menjadi lahan-lahan yang sangat berharga untuk desa.

“Kita tentu punya Kasim-Kasim Arifin yag lain, yang telah berjasa melanjutkan membangun negeri kita. Kita juga punya pahlawan-pahlawan baru, kita punya pejuang-pejuang transmigran. Para transmigran yang telah sukses, dan berhasil membuka lahan-lahan di luar jawa lebih bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

"Kedepan kita akan mencetak Kasyim Arifin baru dan mempunyai banyak pejuang transmigran yang telah sukses. Kita kedepan akan membangun lahan di luar jawa. Kita akan membagun lahan transmigrasi di daerah pinggiran adalah tekad kita semua. Kita akan bangkit, Transmigrasi tak pernah mati," imbuhnya.

Sementara itu, Akademisi Universitas Lampung, Muhajir Utomo, mengakui, program transmigrasi adalah momentum tepat untuk membangun Negara melalui daerah pinggiran. Menurutnya, cita-cita Negara dapat terlahir dari program transmigrasi.

“Pasang surut transmigrasi mulai dari era kolonisasi Tahun 1995, bahwa tujuan transmirasi saat itu adalah bagian dari realisasi pembangunan daerah. Perpindahan penduduk dilakukan, berdasarkan analisis SDM (Sumber Daya Manusia) dan SDA (Sumber Daya Alam),” katanya.

Menurutnya, bertumpuknya masyarakat di pulau Jawa menurutnya, hanya bisa diatasi melalui program transmigrasi. Menurutnya, transmigrasi juga merupakan bagian dari penggerak pedesaan yang akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat desa.

“Di desa itu infrastruktur lemah, petaninya juga sudah tua-tua. Karena sangat jarang anak muda yang mau menetap di desa. desa harus maju, sehingga anak-anak muda tidak keluar dari desa,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Muhajir menyarankan agar program transmigrasi fokus pada tiga objek, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Menurutnya, komoditi yang dipilih dalam mengembangkan desa harus memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan kompetitif. Selain demi kesejahteraan masyarakat, hal ini juga bertujuan untuk menarik kembali anak muda agar kembali mengabdi di desanya masing-masing.

“Ada juga transmigrasi di wilayah pesisir, untuk menjadi nelayan misalnya. Kemudian, sudah saatnya juga menteri merangkul perguruan tinggi dan pendukung lainnya. Karena, tantangan kita smkin pelik. Bukan hanya tantangan lahan, tapi bnyak juga tantangan lainnya. Semoga program ini menjadi terkenal dan dikenang oleh Negara,” ujarnya.

Diolah oleh admin dari sumber Kemendesa.

18 Januari 2016

Tiap Desa Raih Rp1,5 Miliar, Anggaran Naik 500% di 2019

GampongRT - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjanjikan akan meningkatkan anggaran dana desa dalam setiap tahun. Hal ini dianggap perlu dilakukan untuk memicu pertumbuhan pembangunan desa di berbagai daerah di Indonesia.

Direktur Jenderal (Dirjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu Boediarso Teguh Widodo menuturkan, pada 2019 ditargetkan total anggaran yang diterima oleh setiap desa akan meningkat hingga lima kali lipat dibandingkan jumlah dana yang diperoleh saat ini.

"Saat ini setiap desa masih memperoleh Rp280 juta. Jumlah ini akan kita tingkatkan setiap tahun hingga nanti pada tahun 2019 jumlahnya mencapai Rp1,5 miliar setiap desa," ujar Boediarso di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Boediarso pun menyatakan, beban kepala desa setiap tahunnya akan bertambah dengan mengemban amanah hingga miliaran Rupiah. Untuk itu, Kepala Desa harus memiliki kompetensi manajemen yang baik agar tidak salah menggunakan anggaran desa.

"Beban Kepala Desa akan semakin berat. Mereka nantinya akan menyandang tanggung jawab hingga miliaran Rupiah," imbuhnya.

Sumber: okezone.com

Pemerintah Diminta Tidak Dikte Penggunaan Dana Desa

DANA DESA/ILUSTRASI
GampongRT - Ketua Forum Pengembangan Pembaruan Desa, Farid Adi Rahman meminta pemerintah tidak menentukan prioritas penggunaan dana desa karena setiap desa memiliki kebutuhan yang berbeda.

"Kalau di Papua dan Sumatera, mungkin kebutuhannya di bidang infrastruktur, tetapi di desa-desa yang ada di Jawa kebutuhannya bukan pada infrastruktur lagi karena infrastruktur sudah memadai," ujar Farid di Jakarta, Ahad (18/1)

Dia memberi contoh desa yang ada di Yogyakarta, kebutuhan utamanya adalah modal, badan usaha milik desa, pasar hingga pelatihan sumber daya manusia.

"Jadi kebutuhannya bukan pada infrastruktur lagi, tapi lebih pada kebutuhan pelatihan untuk pariwisata dan lainnya," tambah dia.

Penentuan prioritas penggunaan dana desa, lanjut dia, tidak diperlukan karena setiap desa sudah mempunyai perencanaan yang ditentukan melalui musyawarah desa.

Dengan demikian seharusnya, pemerintah tidak perlu menentukan namun cukup mengkonfirmasi saja. Hal itu juga diyakini dapat menggerakan perekonomian di desa, seperti yang diharapkan pemerintah.

"Ini malah seakan-akan mengkerdilkan dengan peraturan dana desa harus untuk infrastruktur," katanya.

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Marwan Jafar mengatakan dana desa diprioritaskan untuk infrastruktur di desa tersebut.

"Dana desa diprioritaskan untuk program-program infrastruktur, dengan para pekerja dari desa setempat, bahan bangunan juga dari desa setempat. Dengan demikian, fokus kita agar dana desa tersebut berputar di desa," kata Marwan.

Sumber: republika.co.id

15 Januari 2016

14 Temuan KPK Terkait Dana Desa

GampongRT  - Urusan dana desa terkait erat dengan pengelolaan keuangan desa. Dalam pengelolaan keuangan desa seringkali masalah yang dihadapi adalah efektivitas dan efisiensi, prioritas, kebocoran dan penyimpangan serta rendahnya profesionalisme. Pengelolaan keuangan yang baik berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan kepemerintahan desa. Oleh karena itu, asas-asas dalam pengelolaan keuangan desa perlu diterapkan.

Terkait urusan dana desa yang masih terus menjadi topik hangat berbagai kalangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah persoalan dalam pengelolaan dana desa. Persoalan-persoalan itu harus dipahami sebaik-baiknya karena menyimpan potensi penyimpangan. Temuan itu diperoleh setelah KPK melakukan kajian UU Desa dan disetujuinya anggaran sejumlah Rp. 20,7 triliun dalam APBN-Perubahan tahun 2015. KPK menemukan 14 temuan dalam empat hal, yaitu regulasi-kelembagaan, tata laksana, pengawasan, dan sumber daya manusia.

KPK antara lain menemukan belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pengelolaan keuangan desa. Selain itu juga masih banyak terdapat over lapping atau tumpang tindih kewenangan antara Kementrian Desa dan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementrian Dalam Negeri.

“Bila mengikuti PP No. 60/2014, desa A yang memiliki 21 dusun dengan luas 7,5 km persegi akan mendapatkan dana desa sebesar Rp. 437 juta, sedangkan desa B yang memiliki tiga dusun dan luas 1,5 km persegi mendapatkan sebesar Rp. 41 juta. Namun, dengan peraturan yang baru, PP No. 22/2015, desa A mendapatkan Rp. 312 juta dan desa B mendapatkan Rp. 263 juta,” ungkap Kepala Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha.

Pada tata laksana, KPK melihat tenggang waktu siklus pengelolaan anggaran desa akan sulit dipatuhi oleh desa. Selain itu, satuan harga baku barang dan jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa belum tersedia. APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa.

“Berdasarkan regulasi yang ada, mekanisme penyusunan APBDesa dituntut dilakukan secara partisipatif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Namun, tidak selamanya kualitas rumusan APBDesa yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan prioritas dan kondisi desa tersebut,” jelas Priharsa.

Priharsa mencontohkan, desa X yang kondisinya minim infrastruktur dan proporsi jumlah penduduk mayoritas miskin, justru memprioritaskan penggunaan APBDesa untuk renovasi kantor desa yang kondisinya masih relatif baik. Atau desa Y yang memprioritaskan pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa)perdagangan cengkeh, meski daerahnya minim infrastruktur.

Pada aspek pengawasan, terdapat tiga potensi persoalan, yaitu: 1) Efektifitas Inspektorat Daerah dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan di desa masih rendah; 2) Saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik oleh semua daerah; dan 3) Ruang lingkup evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh camat belum jelas.

Itulah sejumlah persoalan penting yang harus dipahami dan diwaspadai oleh para perangkat desa.

Sumber: berdesa.com

14 Januari 2016

Dana Desa Telah Digelontorkan, Semangat Pembangunan Desa Harus Terus Berjalan

GampongRT - Komitmen pemerintahan Jokowi-JK untuk membangun Indonesia dimulai dari daerah pesisir terus diwujudkan untuk dapat memperkuat daerah khususnya desa-desa di Indonesia. Untuk dapat menggerakkan perekonomian desa tersebut, berbagai upaya dilakukan guna mencapai perekonomian yang kuat dan sehat, salah satunya melalui pemanfaatan program dana desa untuk program padat karya.

Pemerintah mendorong agar dana desa segera dipakai dengan menjalankan program padat karya, terutama dengan membangun infrastruktur maupun program-program berbasis potensi lokal desa, demikian disampaikan Menteri Desa PDTT, Marwan Jafar, yang dikutip dalam laman, Jatimprov, Kamis (14/1).

“Saya tidak henti-hentinya mengajak para kades dan semua masyarakat desa untuk segera memakai dana desa dengan program padat karya, terutama dengan membangun infrastruktur desa. Juga membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) agar potensi ekonomi desa tergarap maksimal. Jangan ragu-ragu apalagi takut memakai dana desa,” ujar Marwan.

Program dana desa menjadi amanat undang-undang Desa dan telah menjadi komitmen pemerintah Jokowi-JK meningkatkan jumlah dana desa. Sekarang tinggal bagaimana masyarakat bisa melakukan inovasi-inovasi dengan memanfaatkan dana desa sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah berharap semua pmendorong desa daerahnya untuk bekerja cepat menggunakan dana desa dengan basis potensi lokal, dengan begitu secara otomatis dana desa akan terserap sehingga tidak kembali ke pusat. Dana desa akan berputar di desa dan dapat menghidupkan perekonomian desa. Jika ekonomi desa bergerak positif, tentunya akan mampu mendongkrak perekonomian nasional.

Proses dan prosedur dana desa juga tidak perlu dibuat rumit. Jika sudah masuk ke rekening desa, maka dapat langsung digunakan untuk membangun infrastruktur, seperti jalan, jembatan maupun saluran irigasi.

Dalam pidatonya Presiden Jokowi saat menghadiri Rakornas I PDIP mengatakan bahwa dana desa pada tahun 2016 sudah dianggarkan sebesar Rp47 triliun, untuk itu Presiden meminta agar dana ini dapat segera diserap oleh desa jangan sampai kembali ke pusat.

“Dana desa harus digunakan untuk keperluan padat karya. Barangnya dibeli di desa, tidak ke kota. Uang harus terus beredar di kota. Kalau pun dana tersebut digunakan untuk membeli barang yang benar-benar dibutuhkan namun hanya bisa ditemui di kota, maka penggunaan uang itu tidak berlebihan,” ujar Jokowi.

Sumber: beritadaerah.co.id

Pengawasan terhadap Dana Desa kini semakin Ketat

INFODES - Pengawasan terhadap penggunaan seluruh dana desa atau kampung untuk tahun anggaran 2016 ini akan semakin ketat, hal itu dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan anggaran.

Pemerintah semakin memperketat pengawasan dana desa untuk menghindari penyalahgunaan dan penyelewengan oleh kades dan aparatur desa

Demikian dikatakan Asisten Pemerintahan Dan Kesra Kabupaten Aceh Tengah Mursyid, dalam sambutanya pada kegiatan sosialisasi pemanfaatan anggaran pemberdayaan masyarakat melalui gerakan PKK, yang berlangsung di gedung ummi, komplek pendopo bupati setempat, Kamis (14/1/2016).

Dijelaskan, jika sebelumnya pemerintah masih melonggarkan pengawasan terhadap dana tersebut, maka hal yang berbeda akan diberlakukan dalam tahun kedua ini, dimana pengawasan akan sangat ketat baik dalam hal penggunaan maupun perencanaan.

“Dana yang sangat besar ini harus digunakan dengan tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat. serta tidak boleh ada aparat pemerintahan kampung yang harus berurusan dengan hukum, akibat dana yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru digunakan untuk keperluan pribadi”, katanya.

Mursyid juga meminta agar dana yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN) tidak lagi keluar dari kampung, dengan memanfaatkan potensi yang ada di setiap kampung, serta meminimalisir membeli barang dari kota sehingga dana yang ada tetap berputar pada masing-masing kampung.

“Potensi yang ada harus dimanfaatkan semaksimal mungkin, contohnya seperti membangun lorong atau parit jika ada batu dan pasir di kampung itu tidak usah lagi membelinya ke luar, kecuali yang memang tidak ada seperti semen, itu memang mau tidak mau harus dibeli di kota”, sebut Mursyid.

Pada tahun 2016 ini dana yang akan dialokasikan ke Kabupaten Aceh Tengah yang terdiri dari 295 kampung dalam 14 kecamatan berkisar 300 hingga 700 juta rupiah, perbedaan itu berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, tingkat kemiskinan dan tingkat kesulitan akses geografis. (RRI)

13 Januari 2016

Masyarakat Sipil Support Percepatan Kemandirian Desa

FGD Kemendes bersama Akademisi, NGO, Aktifis Desa dan Masyarakat Sipil untuk Desa/Foto: @kemendesa
GampongRT - Kalangan masyarakat sipil, Non Govermance Organitation (NGO), dan para akademisi mendukung penuh program Desa Membangun yang dijalankan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) Marwan Jafar.

Pakar dan pemerhati masalah desa dari IAIN Sunan Ampel, Jawa Timur, Masdar Hilmy mengatakan, inisiatif Menteri Marwan yang akan membuat Kelompok Kerja (Pokja) masyarakat sipil untuk Desa Membangun Indonesia memang sangat tepat dan strategis.

"Partnership dengan koalisi masyarakat adalah cara cerdas dalam mempercepat desa membangun. Sebab para NGO, Akademisi, dan aktivis masyarakat sipil adalah praktisi yang setiap harinya bercengkrama dengan masyarakat," ujar Masdar dalam Dialog Menteri Desa PDTT dengan Organisasi Masyarakat Sipil dalam Percepatan Kemandirian Desa di Jakarta, Rabu (13/1).

Masdar juga mendukung Menteri Marwan yang terus meningkatkan kerjasama dengan kampus-kampus, karena punya intensitas tinggi melakukan kajian dan penelitian ilmiah berhubungan dengan masyarakat desa. 

"Kampus juga harus digandeng karena memiliki kedekatan dengan masyarakat desa sehingga prpgram akan berjalan efektif. Baik dalam penelitian, kerja lapangan dan sebagainya," tandas Masdar.

Sementara itu, Menteri Desa PDTT Marwan Jafar menegaskan, pihaknya memang mendorong dibentuknya forum NGO dan masyarakat sipil yang menjalankan ruang lingkup desa membangun serta pemberdayaan masyarakat desa. Kolaborasi antara pemerintah dengan elemen masyarakat sipil harus dilakukan agar program untuk desa bisa berjalan cepat dan maksimal.

“Dalam waktu dekat kita akan mendorong pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) masyarakat sipil untuk desa membangun Indonesia. Pokja ini bisa menjadi wadah bagi kita semua untuk saling bertukar pemiikiran dan pengalaman untuk bersama-sama dalam memandirikan dan memajukan desa sesuai dengan amant UU Desa No.6/2014,” jelasnya.

Menteri desa pertama sejak Indonesia merdeka ini menambahkan, kolaborasi dan kerjasama yang luas dengan berbagai pihak sangatlah dibutuhkan karena persoalan yang dihadapi desa sangat kompleks. 

Persoalan-persoalan yang dihadapi desa itu merupakan akibat dari kesalahan kebijakan di masa lalu. Ada persoalan konflik, kemiskinan, kerusakan lingkungan, kesehatan, pendidikan, persoalan hukum dan berbagai masalah lainnya. Semua persoalan itu tidak bisa diselesaikan jika semua pihak bekerja sendiri-sendiri.

Menteri marwan juga menegaskan, kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan desa ini diwujudkan dalam bentuk kongkrit. Ini dimulai dari membangun dialog intens dengan aktor dan pegiat desa seperti para NGO, Akademisi, dan elemen masyarakat sipil lainnya. 
Selanjutnya, Dana Desa 2016 Fokus untuk Infrastruktur.

Dana Desa Diharapkan Atasi Kesenjangan si Kaya & si Miskin

Rumah Warga Miskin/Foto Ilustrasi GRT
GampongRT - Anggaran dana desa yang berikan oleh pemerintah kepada setiap desa di Indonesia diharapkan dapat mengatasi kesenjangan sosial seperti yang terjadi selama ini. Dengan adanya kucuran dana pusat yang masuk ke pedesaan, pemerintah daerah diimbau untuk turut serta membangun pedesaan sehingga nantinya dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di setiap desa di Indonesia.

Sehingga, kesenjangan sosial yang terjadi di perkotaan pun dapat diantisipasi karena meningkatkannya perekonomian masyarakat pedesaan yang berdampak pada semakin sedikitnya masyarakat di desa melalukan migrasi ke kota. (Baca: Menteri Marwan Segera Jalankan Program Padat Karya)

Menurut Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop, program dana desa ini seharusnya dapat menjadi pion pembangunan daerah yang kemudian akan memberikan dampak jangka panjang bagi peningkatan perekonomian pedesaan.

"Dana desa dapat meningkatkan perekonomian daerah yang menyebabkan meningkatnya ekonomi nasional," ujar Ndiame di Gedung Energi, Jakarta, Selasa (15/12/2015).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bank Dunia, pada tahun 2016 national banget transfer (transfer dana desa) dapat mencapai Rp47,7 triliun. Jumlah ini meningkat 2 kali lipat dibanding tahun 2015 yang hanya mencapai Rp20,8 triliun.

"Dana desa dapat menjadi salah satu kebijakan yang memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah. Dengan adanya pembangunan infrastuktur dapat dana desa ini dapat menjadi penggerak," imbuh Ndiame. 

Kesenjangan sosial yang saat ini terjadi dapat diatasi dengan memanfaatkan dana desa. Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dana desa agar tidak disalahgunakan dan mengendap di bank daerah.

Sumber: okezone.com

12 Januari 2016

Desa dan Pertanian Negeri Seberang

Sawah terasering) terletak di Hamanoura, Jepang
GampongRT - Indonesia merubah konsep desa sebagai objek pembangunan menjadi desa sebagai pelaku pembangunan. Sedikit perubahan kata namun memberi dampak yang besar dengan potensi yang sangat luar biasa.

Pemerintah dan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat desa, harus memiliki inovasi dan kreatifitas dalam mengelola sumber daya dan peluang yang ada. Tidak ada salahnya pula bila belajar ke desa-desa yang ada di negara seberang lautan.


“Banyak yang bisa dipelajari dari negara lain,” ujar anggota Komisi II DPR RI fraksi PDI-Perjuangan Budiman Sudjatmiko kepada metrotvnews.com di Jakarta, Kamis (14/1/2016).

Misalnya, Indonesia bisa meniru Brasil dengan skema bantuan transfer dana bagi masyarakat ekonomi bawah untuk pembangunan desa. Bahkan Brasil kini juga telah memperluas skema bantuannya kepada masyarakat perkotaan untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi.

Indonesia juga dapat meniru Thailand yang diakui sebagai salah satu negara tujuan terbaik dunia. Negeri Gajah Putih menyulap desa-desanya untuk tujuan pariwasata dengan perbaikan infrastruktur dan pendidikan kepada masyarakatnya untuk melayani turis dengan baik.

Pendekatan sektor pariwisata untuk menggenjot perekonomian juga dilakukan di Eropa. Antara lain Greenwich di Inggris, Regensburg di German, Brugel di Belgia dalam semangat untuk menjaga kekhasan gaya bangunannya dapat ditiru. Kota tua yang dulunya hanya desa-desa kecil di abad pertengahan tersebut dapat menjadi contoh yang baik untuk menunjukkan pembangunan tidak perlu menghilangkan tradisi.

Masih banyak pertumbuhan desa-desa negara lain yang bisa ditiru. Pendekatan negara tersebut membangun desanya pun dapat dipelajari.

Saemaul Undong, gerakan desa baru Korea Selatan

Kore Selatan adalah salah satu yang negara yang bisa menjadi tempat Indonesia belajar pembangunan desa. Siapa sangka negara tempat banyak raksasa teknologi bermarkas itu dulunya sangat miskin. Bahkan mereka tercatat sebagai negara yang jauh lebih miskin ketimbang Indonesia pada era-1950an.

Gerakan bernama Saemaul Undong menjadi salah satu alasan.

Saemaul Undong yang secara harfiah adalah gerakan desa baru, merupakan suatu gerakan perubahan dan reformasi pedesaan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Gerakan ini dicanangkan oleh Presiden Park Chung Hee yang melakukan kudeta pada 1961.

Gerakan Saemaul Undong pun diperkenalkan pada tahun 1970 kepada masyarakat Korea. Ada beberapa semangat yang dibawa gerakan ini. Semangat pembangunan nasional untuk keluar dari kemiskinan, semangat reformasi spiritual untuk modernisasi masyarakat Korea, semangat pengembangan berpusat di sekitar masyarakat pedesaan, semangat persatuan rakyat untuk mengatasi konflik antar kelas sosial, serta semangat untuk mewarisi dan mewariskan tradisi masyarakat.

Gerakan Saemaul Undong direncanakan dan dilaksanakan oleh penduduk desa sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang tersedia. Program yang dijalankan pada tahun-tahun pertama lebih banyak fokus kepada perbaikan infrastruktur. Mulai dari pelebajaran jalan, pembangunan jembatan, drainase dan instalasi air bersih, dan cocok tanam jenis tanaman yang cepat memberi tumbuh dan memberi manfaat.

“Jadi ini persis semacam gotong royong. Tapi program dibuat secara resmi oleh pemerintah. Pada awalnya pemerintah memberi modal per desa untuk program perbaikan, jika berhasil ditambah,” kata pengamat budaya Korea Suray Agung Nugroho kepadametrotvnews.com, Senin (11/1/2016).

Program yang dicanangkan pada April mendapat perhatian dari Bank Dunia pada Agustus 1970. Chung Hee menggunakan dana tersebut untuk pembelian belasan juta sak semen yang didistribusikan merata kepada 33.267 desa di Korea Selatan pada saat itu.

Gerakan pembangunan dengan desa sebagai pusatnya ini cukup unik karena gerakan dikenalkan ke masyarakat oleh relawan yang tidak digaji. Relawan ini diberikan pendidikan oleh pemerintah Korea Selatan untuk memastikan keberhasilan program Saemaul Undong. Pemimpin Saemaul, sebutan untuk para relawan, bekerja sama dengan kepala desa agar program terlaksana dengan baik. Mereka bahkan harus turun tangan membujuk penduduk desa agar berpartisipasi.

Program terus diusung selama Chung Hee menjabat dengan membawa asas geun myeun (ketekunan), jajo(swadaya), dan hyom dong (kerjasama). Gerakan yang terus menerus dilaksanakan selama hampir sepuluh tahun ini akhirnya mengakar ke masyarakat pedesaan di Korea Selatan. Walau akhirnya Presiden Chung Hee tewas terbunuh, semangat pembangunan dari desa dan asas yang dibawa Saemaul Undong akhirnya mempengaruhi masyarakat negeri ginseng secara keseluruhan.

Desa Jepang, semangat inovasi dan tradisi

Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Mungkin itulah peribahasa yang cocok untuk menggambarkan perbedaan antara Korea Selatan dan Jepang dalam membangun desa-desanya.

Kedua negara ini sama-sama negara yang besar setelah perang dunia pertama. Keduanya sama-sama diporakporandakan oleh perang. Keduanya juga sama-sama membawa semangat pembangunan dari pinggiran.

Jepang lebih terciri dengan caranya menghasilkan inovasi dengan tetap menjaga tradisi. Inovasi di Jepang tidak hanya terjadi di perkotaan tapi juga pedesaan.

Desa Kawakami Perfektur Mura menjadi salah satu contoh. Jika desa-desa di negara lain hanya berusaha menghasilkan produk ternak dan pertanian yang sama, desa Kawakami berusaha meningkatkan kualitas pertaniannya dengan melakukan inovasi penanaman selada dan kol.

Dengan selada dan kol yang segar, beraroma sedap dan terasa manis pun berhasil membuat desa ini menjadi sangat terkenal. Bahkan dengan penghasilan dua tanaman tersebut, penduduk “desa sayuran” memiliki penghasilan per tahun hingga 25 juta yen.

Pengasilan tersebut 50 persennya berasal dari perkebunan selada dan 30 persennya dari kol. Sedangkan sisanya dari sayuran lain. Sekali panen, mereka bisa mengekspor puluhan ribu boks sayuran ke luar negeri selain untuk konsumsi dalam negeri.

Dengan penduduk desa yang hanya berjumlah sekitar 4.800 orang, Kawakami berada di atas rata-rata daerah lain. Generasi muda di desa ini pun tergolong tinggi dibanding pedesaan lain di Jepang. Bagi warga Kawakami, menjadi penduduk desa adalah kebanggaan.

Tidak hanya di Desa Kawakami, hal yang sama juga terjadi di desa-desa sekitar Kota Matsusaka dan Kota Kobe. Inovasi peternak membuat desa-desa di wilayah ini terkenal dengan sapi Wagyu (sapi Jepang) hingga ke mancanegara.

Sapi Wagyu diternakan dengan kondisi alami. Sapi pun dijaga dengan untuk tidak stres dan secara rutin diberi relaksasi. Bahkan sapi-sapi diberi minuman khusus. Ini membuat daging Wagyu terasa lembut dan beraroma jauh lebih nikmat.

Tidak tanggung-tanggung, peternak juga menerapkan sistem kelas daging Wagyu dari skala 1 sampai 9. Akibat kualitas yang tinggi dan tradisi yang terus dijaga, daging Wagyu menjadi makanan kelas atas. 100 gram daging Wagyu harganya dapat mencapai USD50.

Inovasi yang dilakukan Jepang tetap diiringi dengan menjaga tradisi. Di tengah perkembangan teknologi dan industrialisasi Jepang, negeri matahari terbit tetap memilki desa indah yang menjaga tradisi. Desa Shirakawago misalnya.
Desa Shirakawago menjadi salah satu Situs Warisan Dunia yang berada di Jepang. Situs ini terletak di lembah sungai Shokawa di perbatasan Prefektur Gifu.

Desa Shirakawago terkenal dengan rumah tradisionalnya yang berusia lebih dari 200 tahun. Rumah Gassho-zukuri (konstruksi tangan berdoa) terciri dengan bentuk atap rumah yang miring dan melambangkan tangan orang yang sedang berdoa.

Desain rumah ini sangat kuat dan memiliki bahan atap yang unik karena iklim daerah Shirakawago. Kawasan tempat desa ini berada terkenal dengan saljunya tebal. Semua atap rumah di Desa Shirakawago menghadap ke timur dan barat. Ini bertujuan salju yang menumpuk segera bisa mencair ketika terkena matahari.

Karena atap menghadap arah matahari, semua ventilasi yang terletak di loteng mengarah ke selatan dan utara. Dengan begitu aliran udara dan angin bebas keluar masuk sehingga menciptakan sistem ventilasi yang terbaik.

Rumah gassho-zukuri terbuat dari kayu. Seluruh bangunan juga tidak menggunakan paku. Seluruh rumah hanya disatukan dengan tali yang terbuat dari jerami yang dijalin atau neso.

Negeri semaju Jepang pun tetap menjaga tradisi.

Desa terkaya di dunia ada di Tiongkok

Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Tiongkok. Indonesia pun tidak salah jika ingin belajar cara membangun desa yang kaya ke Tiongkok. Sebab, saat ini Desa Huaxi yang berada di Provinsi Jiang Shu.

Dalam waktu 50 tahun, Xuahi berhasil merubah diri dari desa miskin menjadi desa terkaya dengan prinsip “maju dan makmur bersama”. Huaxi bersama desa-desa modern lain merupakan wujud hasil kerja keras, kebersamaan, sekaligus kebebasan desa untuk membangun diri scara mandiri.

Perkembangan Xuahi ditandai saat kebijakan politik “membubarkan komune rakyat” dilakukan pada 1980. Wu Renbao sebagai sekretaris partai tingkat desa memilih mempertahankannya.

Asas saling berbagi dan semangat membangun bersama yang tetap dipegang desa walau komune rakyat dihapus membuat Huaxi tumbuh sebagai desa dengan industri pertanian yang modern. Bermodalkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Huaxi telah memiliki banyak usaha, membangun pabrik baja, dan industri pariwisata.

Pembangunan berbasis desa dengan pusat BUMDes membuat masyarakat desa Xuahi menjadi sangat makmur. Sekitar 35.000 penduduk desa Xuahi menjadi masyarakat berekonomi makmur. Tiap orang setidaknya memiliki tabungan USD250 ribu, rumah seluas 400 meter persegim mobil sedan, perawatan kesehatan dan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi, hingga saham tersebar di perusahaan milik desa.

Semua atas pemberian pemerintah desa.

Bisnis di Xuahi sangatlah bervariasi saat ini. Mulai dari perkapalan, tembakau, baja, hingga tekstil. Untuk mempermudah pebisnis mengeksplorasi Huaxi dan kota-kota terdekatnya, pemerintahan desa bahkan menyewakan taksi helikopter.

Pada 2011 lalu, pemerintahan Desa Huaxi mendirikan gedung pencakar langit setinggi 328 meter yang menjadi salah satu bangunan pencakar langit tertinggi dunia.

Memang tak ada salahnya Indonesia belajar ke desa negeri seberang. Apalagi dengan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, desa-desa di nusantara didorong untuk semaking berkembang.

Berkaca ke Vietnam dan Thailand untuk pertanian

Salah satu cita-cita Indonesia adalah menjadi negara agraria yang mampu swasembada pangan. Cita-cita luhur ini sudah muncul semenjak zaman Indonesia merdeka.

Guru besar ekonomi IPB Hermanto Siregar menyebutkan hal ini akan sulit terjadi karena beberapa kelemahan Indonesia. Pertama terkait konsesi lahan pertanian Indonesia yang terus menyusut.

"Konsesi lahan pertanian banyak yang berubah menjadi perumahan atau peruntukan industri," cerita Hermanto kepada metrotvnews.com, Senin (11/1/2016).

Setiap tahunnya konsesi lahan pertanian berkurang hingga 100 ribu hektare per tahun. Penyusutan terbesar paling banyak terjadi di pulau Jawa, Sekitar 40 ribu hektare tiap tahunnya.

Memang pemerintah Indonesia belakangan sudah berupaya membuka lahan-lahan pertanian baru. Tapi perbandingannya jauh lebih kecil dibanding pengalihan konsesi lahan yang terjadi. Penambahan lahan hanya sekitar 5.000 hektare per tahun.

"Dibutuhkan kesungguhan dari pemerintah untuk menegakkan hukum alih fungsi lahan pertanian," ucap Hermanto menyayangkan pertanian Indonesia yang semakin kalah dengan negara tetangga.

Sudah saatnya Indonesia berkaca ke negara tetangga dalam memajukan pertanian. Thailand dan Vietnam bersungguh-sungguh dalam menguatkan sektor pertanian. Berbeda dengan Indonesia, Thailad dan Vietnam berani untuk mempertahankan luas lahan pertaniannya.

Vietnam menetapkan wilayah delta Mekong sebagai kawasan pertanian yang tidak boleh diganggu gugat. Thailand juga menetapkankan lahan pertaniannya tidak boleh dialih fungsikan.

Indonesia juga masih ketinggalan soal teknologi pangan. Walau sama-sama terus mengembangkan teknologi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan, Indonesia masih ketinggalan dibanding kedua negara tersebut.

Produktivitas lahan padi dapat dijadikan contoh. Rasio perbandingan jumlah hasil panen dibanding luas lahan padi Indonesia hanya 1 ton per hektar. Sedangkan Vietnam berhasil mencapai angka 5,4 ton per hektar.

Produktivitas Thailand memang sedikit lebih rendah dibanding Indonesia. Tapi Thailand mampu jauh meninggalkan total hasil produksi padi Indonesia karena jumlah lahan yang luas dibanding kebutuhan mereka. Akhirnya beras Thailand mampu memasuki pasar Indonesia. Bukan sebaliknya.

Soal pengembangan teknologi pangan Indonesia juga tidak fokus seperti kedua negara tersebut. Setidaknya ada dua kelemahan Indonesia yang dilihat oleh pengamat pertanian ini.

Pertama, Indonesia tidak fokus dalam menggunakan anggaran pengembangan teknologi pertanian Indonesia. Terlalu banyak komoditas yang dikembangkan, sedanggkan anggaran terlalu yang ada sangat terbatas.

Kedua, terlalu banyak lembaga yang melakukan riset dan pengembangan pangan. Secara logis, semakin banyak lembaga yang mengembangkan seharusnya memberi dampak positif. Namun yang terjadi di Indonesia justru tumpang tindih penelitian. Saat Kementerian melakukan riset suatu komoditas, lembaga pendidikan tinggi dan universitas juga melakukan riset komoditas yang sama.

Thailand menyerahkan riset komoditas pertanian ke universitasnya. Ketika hasil riset keluar, pengembangan tersebut diserahkan ke pemerintah untuk diimplementasikan.

"Supaya tidak tumpang tindih antara riset satu lembaga dengan riset lembaga lain," Hermanto menegaskan.

"Jadi untuk memajukan pertanian, Indonesia hanya butuh fokus," tandas Hermanto. 

Sumber: metrotvnews.com
Foto ilustasi: apakabardunia.com

07 Januari 2016

Pembangunan Desa di Purwakarta Jadi Rujukan Nasional

GampongRT - Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, menilai pembangunan desa di Kabupaten Purwakarta sudah bagus. Makanya, wilayah ini akan jadi rujukan nasional bagi pembangunan desa di Indonesia. Salah satu indikatornya, desa diberikan ruang gerak sendiri untuk membangun wilayahnya.

Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, mengatakan, pihaknya harus belajar pada Purwakarta. Sebab, kekompakan antar kepala desa dengan birokrat di wilayah ini sangat kuat. Selain itu, desa diberikan ruang kebebasan untuk membangun wilayah masing-masing.

"Kami salut, pemkabnya memberikan kebebasan pembangunan diserahkan langsung ke desa," ujar Marwan, kepada Republika, Kamis (7/1).

Sebenarnya, lanjut dia, pemerintah pusat juga sudah menitikberatkan pembangunan di setiap desa. Akan tetapi, sampai sekarang belum merata. Karena itu, keberhasilan pembangunan di Purwakarta ini bisa jadi rujukan nasional. Supaya, daerah lain bisa mengikuti. Tetapi, hal itu tergantung dari kreativitas masing-masing kepala daerahnya.

Meskipun dari aspek pembangunan sudah bagus, pihaknya meminta supaya wilayah ini bisa meningkatkan lagi gotong royong dan siskamling. Sebab, saat ini budaya tersebut sudah mulai memudar. Padahal, keberhasilan pembangunan di desa tak lepas dari perilaku gotong royong masyarakatnya.

Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, mengatakan, pada tahun ini gaji kepala desa di wilayahnya naik. Dari Rp 2,6 juta menjadi Rp 4 juta per bulan. Kenaikan ini, sangat pantas. Mengingat, beban kerja kepala desa sangat tinggi dibanding pegawai lainnya. "Ini bentuk perhatian kami terhadap kepala desa," ujarnya.

Menurut Dedi, kepala desa merupakan ujung tombak keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Karenanya, wajar bila mereka mendapat perhatian lebih. Meskipun, secara pribadi upah Rp 4 juta ini masih jauh dari ideal. Idealnya, gaji kepala desa itu Rp 10 juta.

Dengan kenaikan upah ini, lanjutnya, bukan berarti kepala desa bisa senang-senang. Tetapi, mereka harus bisa meningkatkan kinerjanya. Bila ada kepala desa yang tidak bekerja sesuai ketentuan, akan dikenakan punishment. Yaitu, upahnya akan ditahan.

Jadi, kades harus selalu melaporkan situasi dan kondisi di wilayahnya ke bupati. Misalkan, ada kasus gizi buruk, masyarakat sakit jiwa yang dipasung, anak yang tidak bisa sekolah. Hal itu, harus segera dilaporkan ke bupati. Termasuk, bila ada yang sakit, kades harus mengantar warganya sampai ke rumah sakit. Sehingga warga itu bisa ditangani dengan baik di rumah sakit tersebut.

Sumber: Republika.co.id
Foto: Madinaonline.id/ilustrasi

Calon Pendamping Dana Desa Banyak yang "Salah Kamar"

GampongRT - Proses rekrutmen pendamping pengolahan dana desa 2016 di Kabupaten Tulungagung berlangsung amburadul.

Di antaranya masih banyak terjadi kasus "salah kamar". Misalnya, seorang pelamar melamar menjadi pendampin untuk wilayah kecamatan, ternyata muncul sebagai pendamping lokal desa (PLD).

Bahkan, ada nama pendaftar yang identitasnya muncul di daerah lain. Yang terparah, ada sejumlah nama yang sejak awal tidak mendaftar, namun anehnya muncul dalam pengumuman yang lolos. (Baca: Siapa Pendamping Desa yang Sesungguhnya).

"Yang tidak pernah daftar namun lolos itu diduga sebagai titipan partai politik," ujar salah satu pendaftar yang enggan disebut namanya.

Pendamping alokasi dana desa secara struktur terbagi atas tiga wilayah. Yakni, pendamping lokal desa (PLD) dengan satu pendamping untuk tiga desa, pendamping wilayah kecamatan yang diistilahkan pendamping desa (PD), dan tenaga ahli untuk penanggung jawab wilayah Kabupaten.

Seleksi pendamping tingkat desa dan kecamatan dilakukan oleh panitia penerimaan barang dan jasa daerah tingkat dua. Sedangkan selebihnya adalah provinsi yang berkoordinasi dengan pusat.

Honor yang besar yakni di tingkat desa setara dengan UMK daerah, tingkat kecamatan Rp3,8 juta dan tingkat Kabupaten sekira Rp9 juta. Hal itu membuat posisi pendamping menjadi rebutan.

Informasi yang dihimpun, perebutan posisi pendamping itu terjadi antara kelompok eks PNPM, Bapemas atau BPM dan parpol. Ferdiana, salah seorang pendamping dana desa 2015 mengatakan bahwa keruwetan rekrutmen pendamping dana desa 2016 tidak hanya terjadi di Tulungagung saja. Keruwetan menurutnya berlangsung merata.

Kabag Humas Pemkab Tulungagung Sudarmaji membenarkan amburadulnya rekrutmen pendamping alokasi dana desa 2016. Ia mengakui tidak sedikit pelamar yang tertukar tempat.

"Karena itu institusi terkait, yakni Badan Pemberdayaan Masyarakat telah menyurati provinsi untuk meminta pembenahan, "ujarnya. (Baca: Selain Tugas Utama, Inilah 13 Fungsi Pendamping Desa).

Sumber: okezone.com
Foto ilustrasi GRT

06 Januari 2016

Menteri Marwan Kobarkan Semangat Revolusi Mental

GampongRT - Berbagai program pembangunan desa, daerah tertinggal, dan transmigrasi akan berjalan lancar jika didukung kinerja birokrasi pemerintahan yang baik (good governance). 

Karena itu, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mendeklarasikan gerakan Penguatan Reformasi Birokrasi untuk meningkatkan kinerja birokrasi di lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar mengatakan, penguatan reformasi birokrasi merupakan upayanyata untuk mewujudkan pemerintahan bersih, bebas korupsi, kolusi, nepotisme. Reformasi birokrasi juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kapastias, dan akuntabilitas kinerja organisasi.

“Salah satu langkah paling sederhana untuk mewujudkan reformasi birokrasi adalah dengan melakukan revolusi mental untuk membenahi kinerja. Diawali dari diri kita masing-masing sehingga nantinya akan memancar di lingkungan dengan hasil kerja yang maksimal,” kata Marwan Jafar di Jakarta, Rabu (6/1).

Tokoh asal Pati, Jawa Tengah ini mendorong agar semua jajaran di Kementerian Desa PDTT menjaga kekompakan, kedisiplinan, dan menjunjung tinggi profesionalisme. Kita semua harus mau berubah dengan merevolusi mental dengan menanamkan kerja keras, kerja cerdas, kerja cepat, dan kerja tepat.

Menteri Desa pertama sejak Indonesia ini mengajak semua pejabat di semua level dan jajaran tingkat terbawah Kementerian Desa PDTT untuk selalu bekerja keras dan cepat. “Kita sudah menjadi satu keluarga besar di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Ayo bekerja dengan semangat dan jangan loyo, karena desa-desa belum sejahtera dan negara kita belum berjaya,” tandasnya.

Marwan mengajak semua jajaran kementerian untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang menghambat kinerja. Diganti dengan kebiasaan baru yang lebih disiplin, lebih terarah, terencana, dan berorientasi pada hasil dan pelayanan maksimal bagi masyarakat.

“Mulai tahun 2016 dan seterusnya ini kita harus benahi bersama sama agar kinerja kita semakin meningkat. Kendala harus kita hadapi bersama, peluang dan tantangan harus kita raih bersama demi memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat,” tegasnya.

Program reformasi birokrasi, lanjut Marwan, sebenarnya sudah lama dicanangkan dan urgensinya masih sangat relevan dengan kebutuhan dan tuntutan kementerian saat ini. Karena itu, gagasan melakukan deklarasi penguatan reformasi birokrasi dalam rangka melakukan revolusi mental harus disambut dengan baik. Hakekat reformasi birokrasi adalah pembenahan sumberdaya manusia, dan itu unsur intinya adalah perubahan budaya kerja dan pola pikir SDM ke arah lebih baik dan inovatif.

Sejak pertama kali dilantik menjadi menteri, tidak henti-hentinya saya mengajak dan mengingatkan kepada semua pejabat dan staf untuk bekerja keras dan cepat. Meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan pada masa lalu di masing-masing unit kerjanya,” tuntas Marwan. (Kemendesa)

03 Januari 2016

Marwan Jafar: Salim Kancil Pejuang Sejati dari Desa

GampongRT - Tragedi meninggalnya Salim Kancil yang memperjuangkan kekayaan Desa Selok Awar-Awar, Lumajang dari penambang liar mendapat perhatian khusus dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar.

Dalam peringatan 100 hari meninggalnya Salim Kancil, Menteri Marwan menyampaikan bahwa mendiang Salim Kancil adalah pejuang sejati dari desa. “Pak Salim saya kira layak mendapatkan penghargaan sebagai pejuang lingkungan di desa,” ucap Menteri Marwan saat menghadiri peringatan 100 hari meninggalnya Salim Kancil di Desa Selok, Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Minggu (3/1).

Pada kesempatan ini, Menteri Marwan mengingatkan bahwa sejak berlakunya UU No.6/2014 tentang Desa, sudah ada pengakuan yang tegas tentang hak-hak desa dan diikuti pemberian Dana Desa yang langsung dianggarkan dari APBN. Karena itu, desa harus bisa menjadi pengelola atas potensi yang dimilikinya.

“Kalau Desa Selok Awar Awar ini punya potensi tambang sungai, maka saya menganjurkan untuk membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) untuk dimiliki desa dan masyarakar desa. Ini tidak boleh lagi ada penambang liar yang kuasai pertambangan. Desa harus bisa mengelola atas potensi yang dimilikimya dan mengurus urusannya secara langsung,” tegas Menteri Marwan.

Peringatan 100 hari gugurnya almarhum Salim Kancil, lanjut Menteri Marwan, adalah momentum untuk menata kembali pola pengelolaan sumber daya alam yang ada di desa, termasuk pengelolaan pertambangan desa. Kekayaan pertambangan desa merupakan anugerah Tuhan untuk seluruh warga desa, bukan untuk seseorang atau kalangan tertentu.

“Karena itulah pengelolaannya pun harus melibatkan partisipasi seluruh warga desa dan untuk kesejahteraan seluruh warga desa,” jelasnya.

Menteri Marwan menambahkan, pengelolaan dan mengembangkan pertambangan desa dapat memanfaatkan Dana Desa. Pengelolaan sumber daya alam desa termasuk pertambangan dapat dilakukan dengan membentuk BUMDesa yang merupakan usaha bersama milik seluruh masyarakat desa. Pembentukannya melalui Musyawarah Desa yang melibatkan Pemerintah Desa bersama seluruh unsur masyarakat desa.

Menteri Marwan menyampaikan bahwa komitmen pemerintahan Jokowi-JK menjadikan desa sebagai pondasi pembangunan nasional sangatlah kuat. Komitmen ini diwujudkan dengan Dana Desa yang akan ditingkatkan jumlahnya dari tahun ke tahun. “Pada 2016 ini setiap desa kira-kira dapat Rp800 juta. Saya berpesan, tolong digunakan untuk kepentingan desa sesuai dengan aspirasi masyarakatnya,” tegasnya.

Pada bagian lain, Menteri Marwan berpesan agar masyarakat desa bisa hidup rukun dan guyub. Kepala Desa semata-mata bukan jabatam politik. Kepala desa harus bisa berperan sebagai pamutam dan penuntun masyarakat. Kades pun harus bisa mengakomodir tuntutan-tuntutan warga desa agar semua bisa terayomi.

Sementara itu, salah satu tokoh desa Abdullah Al Kudus sangat berterimakasih atas kehadiran Menteri Marwan. Dia mengatakan bahwa tanah desa yang saat ini menjadi tempat berpijak ,asyarakat adalah tanah yang dibela Salim Kancil dan kawan kawan.

“Semoga kehadiran Pak Menteri bisa menjadikan tanah ini sebagai tanah ekologi desa dan masyarakat. Semoga kita bisa membangun tanah pedesaan agar masyarakat bisa mengelola tanahnya sendiri. Kawasan ini bisa jadi kawasan yang bisa mensejahterakan desa-desa pesisir selatan Lumajang dan desa wisata di Lumajang,” tegasnya.

Sumber: Kemendesa