15 April 2018

Dana Desa dan Transformasi Berdesa

Kehadiran UU No 6 Tahun 2014 diyakini banyak kalangan, terutama masyarakat desa, sebagai produk hukum satu-satunya yang membela desa.

Undang-undang itu menunjukkan standing position negara yang sebenarnya terhadap desa. Sebelumnya, tidak pernah ada terobosan hukum yang berani berada di garis depan untuk membela desa. Produk hukum sebelumnya, UU No 5/1979 tentang Desa yang dibuat Orde Baru, hanya menghasilkan keganasan rezim sentralisasi atas desa.
Kehadiran UU No 6 Tahun 2014 diyakini banyak kalangan, terutama masyarakat desa, sebagai produk hukum satu-satunya yang membela desa.  Undang-undang itu menunjukkan standing position negara yang sebenarnya terhadap desa. Sebelumnya, tidak pernah ada terobosan hukum yang berani berada di garis depan untuk membela desa. Produk hukum sebelumnya, UU No 5/1979 tentang Desa yang dibuat Orde Baru, hanya menghasilkan keganasan rezim sentralisasi atas desa.

Desa diseragamkan dan dijadikan objek segala bentuk kebijakan pemerintah yang dikendalikan Jakarta. Kebijakan top down dan perencanaan dari atas masuk ke desa, mulai program KUD (Koperasi Unit Desa), Revolusi Hijau, sampai Inpres Desa Tertinggal (IDT). Program-program itu gagal melahirkan transformasi desa menjadi desa yang mandiri, maju, dan sejahtera.

Program revolusi hijau sendiri sebenarnya merupakan program monumental dari hasil pemikiran William Gaud (1968) yang meniru masifnya perubahan pertanian di Meksiko 1945. Waktu itu revolusi pertanian Meksiko dijalankan dengan memperkuat riset terhadap bibit unggul, intensifikasi, dan ekstensifikasi pertanian serta peningkatan infrastruktur pertanian.

Hasilnya, pada 1956, Meksiko memenuhi kebutuhan gandum domestik dan bahkan sebagiannya dicadangkan untuk musim paceklik. Program Revolusi Hijau kemudian diadopsi Orde Baru menjadi program prioritas di bidang pertanian.

Banyak studi menunjukkan program-program itu gagal karena masyarakat desa hanya dijadikan sebagai objek. Akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, petani mengalami keterasingan dari lahan pertanian sendiri.Studi Hans Antlov (2003) yang kemudian menjadi buku monumental dengan judul Negara Dalam Desa-Patronase Kepemimpinan Lokal menunjukkan proyek menjadikan desa sebagai objek juga menghasilkan desa yang mengalami desakralisasi politik yang memberikan keleluasaan terhadap negara untuk mencaplok sumber daya desa demi kepentingan kekuasaan.

Ketika Orde Baru runtuh pada 1998, ada harapan yang sangat kuat bahwa negara tidak lagi memperlakukan desa secara diskriminatif. Namun, fakta menunjukkan perlakuan diskriminatif negara bergeser ke pemerintah daerah. Berbagai produk undang-undang, mulai UU No 22 Tahun 1999 sampai UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, melahirkan model baru pengendalian terhadap desa. Di bawah payung otonomi daerah, desa dijadikan sebagai anak tiri pemerintah kabupaten, dianggap remeh, dan bahkan dipandang sebelah mata. Desa bersusah-payah merumuskan program perencanaan dalam forum musrenbangdes (musyawarah rencana pembangunan desa).

Eksekusinya sangat bergantung pada kebaikan hati pemerintah kabupaten dan bahkan banyak hasil musrenbangdes yang dibuang ke tong sampah dengan alasan tidak ada anggaran. Di sisi yang lain, pemerintah kabupaten cuci tangan terhadap persoalan-persoalan desa yang paling mendasar, seperti masalah air bersih, listrik, dan jalan desa. Sumber daya manusia desa pun tidak diperhatikan pemerintah daerah dan sengaja dibiarkan tidak berdaya.

Dana desa dan kelakuan rezim

Dana desa yang berasal dari APBN tentu saja membawa angin segar terhadap desa. Bagaimana pun, adanya dana desa memberikan keadilan terhadap desa sama dengan struktur pemerintahan yang lain, yaitu pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang selama ini memperoleh dukungan APBN yang sangat signifikan. Pemerintah pun memiliki komitmen yang kuat. Bahkan, Presiden Joko Widodo mengatakan, pada 2016 dana desa akan ditingkatkan menjadi Rp46,6 triliun dari sebelumnya Rp20,7 triliun untuk 74,093 desa di Indonesia (Kompas, 16 Maret 2016). Perlu diakui komitmen dan dukungan dana desa sudah mulai membawa perubahan dan kemajuan yang signifikan di desa.

Dalam program fasilitasi pembuatan RPJMDes (rencana pembangunan jangka menengah desa) di 65 desa di Sumba Tengah pada 2015, kami elihat gelora dan semangat berdesa yang muncul kembali di desa sejalan dengan penyaluran dana desa. Studi Sutoro Eko (2015) menunjukkan ada sedikitnya 2.657.916 pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja baru di desa yang merupakan dampak mengalirnya dana desa ke desa.

Ini merupakan bagian dari cash for work bagi desa. Jika dihitung rata-rata, setiap desa pada 2015 mendapat sekitar 360 juta dan pada 2016 meningkat 100% menjadi sekitar 620 juta per desa. Jumlah ini memang masih jauh dari janji yang disampaikan dalam kampanye Presiden Jokowi pada Pemilu 2014, yaitu setiap desa memperoleh sekitar Rp1,4 miliar.

Selama ini, desa mengalami problem ketiadaan anggaran untuk mendukung program pemerintah, seperti air bersih, listrik desa, dan jalan desa. Melalui dana desa, semua kebutuhan desa yang terkait dengan infrastruktur dasar akan terpenuhi walaupun jumlahnya belum memadai. Namun, yang sangat dikuatirkan ialah munculnya beberapa persoalan terkait dengan dana desa. Pertama, masalah sinkronisasi aturan di tingkatan pemerintahan.

Masuknya dana desa melalui rekening pemerintah daerah menutup ruang bagi pemerintah daerah untuk menyalurkan alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari APBD. Padahal, porsi ADD yang harus dialokasikan daerah ke desa mencapai 10% dari APBD dari dana perimbangan pemerintah daerah yang diterima dari pemerintah pusat. Di sini kita sangat membutuhkan supervisi dan atensi publik untuk menekan kewajiban pemerintah daerah agar jangan lupa menyalurkan ADD dan jangan mengklaim dana desa sebagai dana kabupaten. Jika demikian yang terjadi, rezim daerah berarti berkelakuan parasit dan memanfaatkan skema desentralisasi untuk mengendalikan desa.

Kedua, masuknya tenaga pendamping desa yang terdiri atas tenaga pendamping profesional dan kader pemberdayaan masyarakat desa. Di satu sisi, itu akan memberikan kemudahan bagi desa dalam membuat administrasi dan teknis pelaporan keuangan. Namun, di sisi yang lain, perekrutan mereka yang langsung dibawa Menteri PDT bernuansa politis sehingga diragukan tenaga pendamping itu akan mampu membawa perubahan di desa. Bisa jadi tenaga pendamping desa itu akan menjadi parasit baru yang ikut menggerus dana desa untuk tujuan-tujuan politik.

Berdasarkan data 2015, dana desa ternyata tidak semata-mata digunakan untuk infrastruktur, tetapi juga digunakan untuk pemerintah desa (5,49%), kemasyarakatan 2,63%, pemberdayaan 2,50%, dan infrastruktur hanya 89,39% (Marwan Jafar, 2016). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dana desa mempunyai peluang penyimpangan yang sangat tinggi. Karena itu, kontrol dan perhatian multipihak sangat penting untuk meminimalkan penyimpangan dana desa. Apabila desa tertib dan disiplin dalam menggunakan dana desa, transformasi berdesa, cepat atau lambat, akan tercapai.

Transformasi ini menyangkut banyak hal, antara lain perubahan tata kelola pemerintahan, pembangunan, serta pemberdayaan dan kemasyarakatan yang lebih maju, mandiri, dan sejahtera. Dengan sendirinya, pandangan sinis terhadap desa akan berlalu sejalan dengan perubahan wajah desa menjadi desa self help dan Dengan demikian, di masa mendatang, pendapatan asli desa (PADes) menjadi kata kunci kemajuan. Desa diharapkan tidak bergantung lagi pada APBD dan APBN.

Oleh Gregorius Sahdan Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan STPMD "APMD" Direktur The Indonesian Power for Democracy (IPD).

Sumber: Media Indonesia.

08 April 2018

Musyawarah Desa Bukan Forum Rahasia

Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.
Musyawarah Desa adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa.

Demokrasi dapat berjalan dengan baik jika semua warga baik secara langsung ataupun perwakilan dapat menyuarakan aspirasinya, ikut terlibat dan berpartisipasi dalam mempengaruhi dan bahkan mengontrol jalannya penyelenggaraan pemerintahan. 

Untuk itulah Musdes sebagai mekanisme pelembagaan demokrasi desa harus diorientasikan agar mampu memberi akses dan mengakomodasi semua unsur masyarakat, khususnya mereka yang selama ini masuk dalam kategori kelompok rentan.

Siapa saja yang dapat diidentifikasi sebagai kelompok rentan di dalam masyarakat itu? Mereka yang masuk kelompok rentan diantaranya adalah (1) kaum perempuan miskin (2) kaum difabel (3) lansia (4) anak dan sejenisnya.

Musdes harus mampu menghadirkan suara-suara mereka. Kehadiran kelompok rentan dalam Musdes tentu akan memberikan bobot legitimasi yang lebih kuat dan berkualitas terhadap Musdes. Karena, kehadiran mereka dan aspirasi yang disampaikan akan memperdalam rumusan penyelesaikan atas permasalahan yang dihadapi dan menjadi tantangan desa.

Baca: Seperti Apa Pemimpin Desa yang Ideal.

Untuk menghadirkan kelompok rentan dalam musyawarah desa atau musdes memang tidak mudah. Ada sejumlah kendala yang biasanya dihadapi ketika akan melibatkan kelompok rentan dalam proses perencanaan pembangunan maupun dalam tata kelola pemerintahan selama ini. 

Pertama, soal waktu. Sebagian besar waktu yang dimiliki kelompok rentan (terutama yang miskin) biasanya dihabiskan untuk bekerja mencari nafkah. Sehingga sulit bagi mereka untuk meluangkan waktunya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan formal di desa.

Kedua, secara budaya, kelompok rentan biasanya malu untuk tampil di public. “Kekurangan” yang mereka miliki merupakan hambatan tersendiri sehingga mereka ter kadang enggan hadir dalam acara-acara formal yang diselenggarakan pemerintahan desa. 

Ketiga, persoalan struktural. Kelompok rentan ini memang sengaja disingkirkan oleh pemerintah dan kelompok lain yang ada di desa, sehingga mereka tidak memiliki akses untuk bisa terlibat dalam pengambilan keputusan strategis di desa.

Merujuk pada UU Desa, dimana Musdes harus melibatkan seluruh unsur masyarakat desa, maka ketiga persoalan tersebut selayaknya tidak terjadi lagi. Kelompok rentan harus mendapatkan ruang untuk me nyuarakan persoalan dan aspirasinya. Persoalan yang mereka hadapi semestinya bisa dikonversi menjadi persoalan bersama dan ditanggung sebagai beban bersama warga desa.


Panitia penyelenggara Musdes, khususnya BPD harus bekerja keras untuk dapat menghadirkan mereka sebagai peserta Musdes. Untuk itu ada beberapa hal yang penting diperhatikan untuk menjawab 3 tantangan di atas. 

Pertama, secara teknis waktu pelaksanaan Musdes sebisa mungkin tidak bersamaan dengan waktu mencari nafkah yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa. Hal ini terlihat teknis semata, namun pilihan atas waktu bisa berakibat tidak bisanya kelompok rentan mengikuti Musdes.

Kedua, panitia penyelenggara harus mem berikan keyakinan kepada unsur masya- rakat yang masuk kategori kelompok rentan hadir dalam Musdes. Panitia penting memberikan motiviasi, mendorong rasa percaya diri mereka untuk hadir dan mengemukakan pendapatnya dalam forum Musdes. Panitia mesti bisa menyakinkan bahwa Musdes yang diselenggarakan di bawah payung UU Desa sekarang adalah forum yang sangat penting dalam menentukan arah pembangunan desa. 

Yakinkan, usulan dan cerita tentang kehidupan yang selama ini mereka alami akan membuat kualitas Musdes dan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan desa menjadi lebih berbobot. 

Ketiga, panitia tidak boleh menjadikan Musdes sebagai forum yang sifatnya rahasia. Bangunan demokrasi yang didorong melalui Musdes adalah forum dialog, diskusi, dan bincang-bincang yang melibatkan seluruh unsur masyarakat desa. Karena kelompok rentan adalah salah satu unsur di masyarakat yang selama ini memiliki hambatan dalam mengakses program pembangunan di desa, sudah selayaknya panitia memprioritaskan mereka untuk hadir dan bisa menyuarakan aspirasinya dalam Musdes.

Pendek kata, dalam melibatkan kelompok rentan dalam Musdes panitia tidak bisa hanya melakukan hal-hal yang sudah biasa atau hal-hal yang sifatnya konvensional. Perlu ada terobosan-terobosan serta inovasi agar kelompok rentan mendapatkan akses untuk ikur serta dalam Musdes.

Demikian artikel tentang Musyawarah Desa Bukan Forum Rahasia. Diolah dari Buku Saku Pelembagaan Demokrasi Melalui Musyawarah Desa. Donwload disini. Semoga bermanfaat.  

07 April 2018

Sudah Gaji Keuchik Aceh Utara Tidak Seberapa, Lambat Pula Dicairkan

Di kabupaten Aceh Utara, ada 852 keuchik dan ribuan aparatur desa sampai saat ini belum menerima honornya. Keterlambatan pembayaran gaji disebabkan defisit anggaran yang dialami Pemerintah setempat. 
Rp 12,4 M Gaji Keuchik Tertunggak - Serambi Indonesia

"Sudah honor yang diberikan tidak seberapa, terlambat pula dicairkan. Parahnya lagi, menunggaknya sampai sembilan bulan". 

Untuk diketahui, Dana Desa Aceh Utara tahun 2017 mencapai Rp 743 miliar yang bersumber dari APBN Rp635 miliar dan APBK Aceh Utara 108 miliar. Dari jumlah itu sebagian besar sudah dicairkan pada 2017 sedangkan Rp 12,4 miliar lagi untuk gaji geuchik dan aparatur gampong sampai sekarang masih tertunggak alias belum dibayar.

Menurut informasi, upah jerih aparatur desa Aceh Utara yang bermasalah dari Juli sampai Desember 2017. Padahal dana desa Aceh Utara tahun 2017 mencapai Rp 743 miliar yang bersumber dari APBN Rp 635 miliar dan APBK Aceh Utara 108 miliar. 

Dari jumlah itu sebagian besar sudah dicairkan pada 2017 sedangkan Rp 12,4 miliar lagi untuk gaji keuchik dan perangkat desa sampai sekarang masih tertunggak.

Berbagai pihak berharap agar tunggakan tersebut segera dilunasi oleh kabupaten.

Suara Warga

06 April 2018

Cara Memperbanyak Produksi Buah Pinang

Budidaya Pinang - Pinang adalah tanaman berjenis monokotil (satu biji) yang sangat berguna untuk kesehatan dan kecantikan manusia serta lainnya. Sebagai tanaman monokotil, pinang dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). 

Namun, ketinggian yang paling cocok untuk tanaman pinang adalah diatas 600 mdpl sampai 1.000 mdpl. 

Pinang Pinang adalah tanaman berjenis monokotil (satu biji) yang sangat berguna untuk kesehatan dan kecantikan manusia serta lainnya. Sebagai tanaman monokotil, pinang dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0 hingga 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Tanah untuk kebun pinang harus memiliki keasaman pH sekitar 4-8. Tujuannya tentu untuk mendongkrak produktivitas dan berkualitas biji.

Sedangkan, curah hujan yang paling sesuai untuk tanaman pinang berada pada daerah yang memiliki curah hujan antara 750-4.500 mm per tahun dengan intensitas hujan yang merata, yaitu antara 100-150 hari per tahun. 


Tanaman pinang sangat menyukai daerah beriklim tropis dengan kisaran suhu 22° C–26,3° C  dan daerah subtropis agak basah dengan suhu kisaran 17,1° C–22° C. 

Berdasarkan jumlah rata-rata, pinang sangat baik ditanam di daerah yang memiliki bulan basah sekitar tiga hingga empat bulan per tahun serta bulan kering sekitar empat hingga delapan bulan per tahun. 

Para petani sudah membuktikan. Budidaya pinang secara intensif mampu menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi. Dengan meningkatnya jumlah populasi masyarakat dunia, maka dapat dipastikan kebutuhan akan bahan baku kesehatan dan kecantikan juga terus meningkat. 

Dalam upaya meningkatkan produksi dan biji pinang berkwalitas. Saat ini banyak petani pinang telah mengubah cara budidaya pinang, dari cara konvensional ke cara budidaya pinang secara intensif.

Dalam budidaya pinang secara intensif, pemilihan bibit yang berkwalitas merupakan modal utamaBeberapa cara memperbanyak produksi buah pinang, sebagai berikut: 

1. Buah pinang calon bibit 

Buah pinang yang akan digunakan sebagai calon benih harus berasal dari pohon pinang yang sehat, yakni bebas dari hama, virus dan penyakit. Usia pohon sudah berumur diatas 10 tahun dan telah aktif berproduksi minimal di atas 4 tahun. 

Cara pembibitan benih pinang yang baik ini telah dilakukan di beberapa negara, diantaranya India, Thailand, Banglades dan Srilangka. Cara seperti ini juga sudah mulai banyak diterapkan oleh petani Indonesia, terutama pada daerah -daerah produksi pinang terbesar. Seperti di daerah Aceh, Jambi, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Papua dan petani Irian Jaya Barat.

2. Membuat kecambah pinang 

Setelah memperoleh bibit pinang unggul. Langkah selanjutnya kita harus tahu cara membuat kecambah. Cara pembibitan pinang yang baik, teknik membuatnya dapat disimak dalam tutorial video berikut ini.


3. Perawatan dan Pemeliharaan

Tanaman apapun, kalau tanpa diikuti dengan perawatan dan pemeliharaan yang baik secara kontinue akan berpengaruh pada hasil. Oleh karenanya, agar produksi pinang meningkat perlu dilakukan perawatan dan pemeliharaan agar terhindar dari terserangan hama dan penyakit. 

Seperti dengan cara melakukan penyiangan gulma setiap sebulan sekali, penyemprotkan herbisida, dan melakukan pemupukan dasar dan memberikan pupuk usulan secara kontiue selama 6 bulan sekali.

Demikian cara memperbanyak produksi buah pinang. Cara lain dapat dibaca dalam artikel budidaya kebun pinang. Semoga bermanfaat.

04 April 2018

Produk Unggulan Desa Indonesia Mulai Dipromosikan ke Pasar Dunia

Berkat kerja keras, keuletan dan kreatifitas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) akhirnya berujung manis. Beragam produk unggulan desa yang dibawa 115 Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan unit usaha pedesaan dipamerkan dalam Indonesia Archipelago Exhibition (Archex) 2018 yang digelar di Kuala Lumpur, Malaysia.
Produk Unggulan Desa Pitue Kecamatan Ma'rang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia.
Adapun jenis-jenis produk unggulan desa yang dipamerkan dalam ajang Archex 2018. Diantaranya, bahan non pokok, bahan pokok, herbal dan rempah-rembah, kerajinan desa, kopi, makanan ringan, dan destinasi wisata.

Sementara itu, salah satu destinasi wisata desa yang dipromosikan ke pasar dunia dalam ajang Indonesia Archex 2018, Kuala Lumpur yaitu wisata milik BUMDes Titra Mandiri Desa Ponggok, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Taufik Madjid mengatakan, keikutsertaan BUMDes dalam Archex 2018 ini menjadi peluang melebarkan sayap usaha komoditas desa di pasar internasional.

“Kami ingin memajukan dan mengembangkan BUMDes di seluruh Indonesia yang berbasis pada sumber daya yang mereka miliki. Kita ke Malaysia karena ingin menangkap peluang bisnis. BUMDes yang sudah maju dan berkembang kita fasilitasi untuk mencari pangsa pasar,” ujar Taufik saat ditemui pada pembukaan Archex 2018 di KBRI Kuala Lumpur.

Taufik menambahkan, Kemendes PDTT berharap BUMDes yang turut serta di Archex 2018 memiliki orientasi ekspor. Pemerintah pun mendorong produk-produk desa memiliki nilai kompetitif yang tinggi. Dengan demikian produk mereka dapat bersaing tidak hanya di pasar domestik, melainkan juga di pasar internasional.

“Ada 7 jenis komoditas utama yang kami bawa dalam Archex 2018 ini. Produk yang ikut serta telah menyesuaikan dengan permintaan pasar di Malaysia. Target kami ke depan ada investasi yang masuk ke pedesaan,” sambungnya.

Tujuh jenis komoditas tersebut, lanjut Taufik, yakni bahan non pokok (mis. VCO, produk olahan sagu), bahan pokok (beras organik), herbal/ rempah (teh daun sirsak, gula semut), kerajinan, kopi, makanan ringan, dan destinasi wisata. Melalui Archex 2018 ini, Taufik juga berharap produk-produk BUMDes bisa dikenal luas minimal di kawasan Asean.

“Ini adalah awal. Ke depan kami akan konsolidasi dengan kementerian dan instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Luar Negeri atau Kedutaan Besar, dan lainnya agar produk BUMDes juga bisa dipasarkan di luar negeri,” ungkap Taufik.

Salah satu peserta expo yakni Muhammad Asrul dari BUMDes Mattuju Desa Pitue, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan mengatakan, dirinya mengapresiasi inisisatif Kemendes PDTT yang mengikutsertakan BUMDes Mattuju dalam Archex 2018 ini. Ia mengungkapkan promosi produknya di pasar internasional menjadi mimpinya.

“Produk kami adalah kerupuk kepiting Puang Crab. Menariknya, kami memanfaatkan kepiting kecil yang biasanya dibuang oleh nelayan. Kami berhasil memberi nilai tambah limbah kepiting ini. Harapannya adalah produk kami dikenal dan diminati pasar internasional dan dapat diekspor,” ujarnya.

Senada dengan BUMDes Mattuju, Sugeng dari BUMDes Nglanggeran Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, yang memamerkan produk unggulan Cokelat Nglanggeran menilai inisiatif Kemendes PDTT sangat membantu masyarakat desa untuk berjejaring dengan pasar internasional. Selain produk cokelat, BUMDes Nglanggeran juga mengutamakan promosi kawasan wisata yang mereka miliki.

“Tentu ini membantu kami untuk bisa mengembangkan sociopreneur masyarakat desa. Ini bukti nyata desa membangun Indonesia,” ujarnya.

Kegiatan Archex 2018 berlangsung selama 2 hari, yakni 3 hingga 4 April mendatang di Aula Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Malaysia. Selain expo produk unggulan, rangkaian acara juga akan diisi dengan Business Networking Investasi Indonesia Malaysia. Forum tersebut akan mempertemukan para pengusaha dari Indonesia dan Malaysia. Sementara dalam Seminar Investasi Indonesia Malaysia, sejumlah Bupati akan mempresentasikan produk unggulan mereka untuk menarik minat para investor Malaysia.

Sebelumnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Sandjojo optimis, Badan usaha Milik Desa (BUMDes) mampu menjadi perusahaan yang setara dengan perusahaan kelas dunia.(*)

30 Maret 2018

Modal Sosial Kunci Pembangunan Desa

Kunci sukses pembangunan di desa adalah partisipasi masyarakat. Hal itu dikatakan Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo saat menjadi pembicara kunci dalam dialog Teras Kita yang diselenggarakan KAGAMA dan KOMPAS dengan tema "Mewujudkan Masyarakat Desa Mandiri" di kantor Kemendes PDTT di Jakarta, Kamis (29/akan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (3).
Kunci sukses pembangunan di desa adalah partisipasi masyarakat. Hal itu dikatakan Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo saat menjadi pembicara kunci dalam dialog Teras Kita yang diselenggarakan KAGAMA dan KOMPAS dengan tema "Mewujudkan Masyarakat Desa Mandiri" di kantor Kemendes PDTT di Jakarta, Kamis (29/akan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (3).
“Dengan dialog ini kita mendapatkan feedback mana yang perlu diteruskan dan diperbaiki. Pengawasan sudah lebih bagus. Media bantu sosialisasikan desa-desa yang sukses untuk di-copy, dan partisaipasi masyarakat sangat penting sekali,” ujarnya. 

Kolaborasi antara KAGAMA dengan Kemendes PDTT ini menurut Sekjen PP KAGAMA AAGN Ari Dwipayana adalah untuk mengetahui apa yang harus dilakukan ke depan dalam pembangunan desa, mengingat jumlah dana desa yang dialokasikan ke desa semakin besar. Dampaknya harus dilihat, apakah akan berdampak pada penurunan kemiskinan dan ketimpangan sosial atau tidak. 

“Kita bersama-sama mendorong supaya dana desa yang semakin besar itu bisa memunculkan partisipasi warga sehingga pembangunan desa bisa berkelanjutan dan mandiri. Jadi desa bisa mandiri secara politik, mandiri secara ekonomi, berkepribadian dalam kebudayaan/karekter. Tiga kunci pokok itu (partisipasi, kemandirian ekonomi, dan kebudayaan) yang harus diperkuat,” tegasnya.

Ia menambahkan, membangun desa tidak sekadar membangun di desa. Karena, kalau membangun di desa artinya sama dengan orang luar yang membangun desa. Padahal masyarakat desa memiliki modal sosial yaitu kekuatan masyarakat desa dalam upaya memperkuat, memberdayakan, menggerakan pembangunan di desa, dan partisipasi masyarakat menjadi kekuatannya.

Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi II Budiman Sudjatmiko mengatakan, kalau Indonesia mau maju, investasinya pada neuron/otak dan silicon, setelah infrastuktur. Menurutnya, kesenjangan akan muncul bukan karena orang terlalu miskin tapi karena segelintir orang terlalu produktif. Mesin yang dikuasai sekelompok korporasi, tidak perlu lagi pacul dan ribuan orang desa. Disitulah, investasi akan otak menurutnya jadi penting.

“Kita dorong Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), lembaga riset Perguruan Tinggi, penggiat desa, kolaborasi kerja sama dengan desa. Beri beasiswa anak desa yang cerdas. Uang ada ditambah kreativitas, di situlah investasi SDM. Dari BUMDes yang ada, keuntungannya selain untuk pengembangan usaha, dipakai juga untuk beasiswa. Kemudian buat ikatan dinas, anak-anak desa yang cerdas, sekolahkan, kelola desa setelah jadi sarjana. Inovasi dan kreativitas, kuncinya,” pungkasnya.

Dialog tersebut juga menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi yaitu Guru Besar Fisipol UGM, Susetiawan, Ketua APDESI Sindawa Tarang, dan Kepala Desa Pandak, Rasito.

Contoh RAB Embung Desa

Definisi umum embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan (Run Off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan terutama saat musim kekeringan atau kemarau.
Contoh Rencana Anggaran Biaya (RAB) Embung Desa
Tujuan umum pembuatan embung adalah menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau, meningkatkan produktif lahan, meningkatkan pendapatan petani di lahan tadah hujan, dapat mencegah luapan air di musim hujan dan menekan resiko banjir.

Pembuatan embung desa merupakan prioritas penggunaan dana desa. Hal ini, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, yaitu Permendes Nomor 19 Tahun 2017 tentang Prioritas Dana Desa 2018.

Adapun bentuk dan tipe embung setiap desa bisa berbeda-beda, tergantung lokasi dan topografi desa dan lainnya. Begitu juga dengan ukuran embung. Ada embung yang berskala besar, sedang dan skala kecil misalnya 10 x 10 meter.


Tak dapat dipungkiri, bahwa hingga saat ini sebagian besar masyarakat Desa di Indonesia, sektor pertanian merupakan tumpuan harapan dalam menghidupi ekonomi warga. Sayangnya, banyak petani desa yang mengalami gagal panen yang disebabkan oleh krisis air saat musin kemarau tiba. 

Untuk mengatasi krisis air. Solusinya adalah membangun embung desa dengan Dana Desa (DD). 

Adapun, Contoh Rencana Anggaran Biaya (RAB) Embung Desa, Donwload DisiniSemoga bermanfaat.