11 April 2017

Minim Penyelewengan, Ini Realisasi Dana Desa 2016

Ayo Bangun Desa - Salah satu wujud perhatian khusus pemerintah untuk pembangunan dan pemerataan di desa-desa di seluruh Indonesia adalah melalui alokasi Dana Desa (DD) yang setiap tahunnya naik hampir dua kali lipat.
Untuk tahun 2016 sendiri, DD yang disalurkan adalah sebesar Rp46,98 triliun, naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp20,76 triliun. DD tersebut disalurkan untuk 74.754 desa di Indonesia, dengan perkiraan setiap desa menerima dana sebesar Rp643,6 juta.

Menjawab keraguan atas program DD, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) pun menyebut bahwa DD tahun 2016 telah berhasil membangun sepanjang 66.884 Kilometer jalan desa, PAUD sebanyak 11.296 unit, dan Posyandu sebanyak 7.524 unit.

Demikian disampaikan Mendes PDTT Eko Putro Sandjojo saat menghadiri pertemuan dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di Gedung Wantimpres, Jakarta, Senin (10/4/2017).

Selanjutnya, DD tahun 2016 juga telah berhasil membangun jembatan sepanjang 511,9 Kilometer, pasar desa 1.819 unit, penahan tanah 38.184 unit, tambatan perahu 1.373 unit, air bersih 16.295 unit, sumur 14.034 unit, embung 686 unit, drainase 65.998 unit, irigasi 12.296 unit, Polindes 3.133 unit, dan MCK 37.368 unit.

"Sekarang laporan dana desa yang masuk baru 91 persen, lagi-lagi karena konektifitas. Dari jumlah ini (hasil dana desa) masih bisa bertambah lagi karena laporan belum 100 persen. Mudah-mudahan dengan adanya konektifitas laporan dan data bisa tepat waktu," ujar Menteri Eko.

Namun demikian, Ia mengakui bahwa tingginya jumlah DD memang berisiko terhadap adanya kasus korupsi. Oleh karena itu, pihaknya telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengawasi penggunaan DD.

"Laporan yang masuk ke Satgas (Satuan Tugas) dana desa sekitar 200. Setelah dimasukkan ke KPK, tidak sampai 50 yang jadi perkara," ungkap Menteri Eko.

Selain KPK, Ia juga menyebutkan bahwa DD diawasi oleh berbagai pemangku kepentingan di bidang penegakan hukum, Satgas, Kementerian Keuangan, BPKP, NGO, dan masyarakat, sehingga penggunaannya akan benar-benar terpantau. "Karena masalah transparansi ini penting," tegas Menteri Eko.

Berdasarkan data Kemendes PDTT, untuk alokasi DD tahun 2017 sendiri sebesar Rp60 triliun yang akan disalurkan kepada 74.910 desa, dengan perkiraan masing-masing mendapatkan dana sebesar Rp800,4 juta.

Bila pada tahun 2016 DD difokuskan untuk pembangunan infrastruktur, Kemendes PDTT menyebut DD tahun 2017 akan difokuskan untuk peningkatan pendapatan desa melalui empat program prioritas, yakni Produk Unggulan Desa (Prudes) dan Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades), BUMDes, embung desa, dan sarana olahraga desa (Raga Desa). 

Jpp.go.id

10 April 2017

BUMDes Tingkatkan Ekonomi Desa

Ayo Bangun Desa - Desa masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kemampuan dalam mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dengan adanya SDM yang profesional, BUMDes dipastikan akan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat desa.
BUM DESA
"Saat ini, dari 74.910 desa baru, ada 6.000 BUMDes yang jalan karena desa kekurangan sumber daya manusia yang mampu mengelola BUMDes tersebut,” kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (9/4).

Terkait peningkatan SDM, kata Eko, pada 2016 telah memberikan pelatihan kepada 1.000 pendamping desa, namun karena jumlah desa yang mencapai 74.910 desa, maka permasalahan SDM di desa itu baru terselesaikan 30 tahun kemudian. “Makanya, kami membentuk perusahaan induk dari BUMDes untuk membantu pengelolaan BUMDes,” katanya. Seperti diketahui bahwa sebelumnya, Kemendes PDTT dan Perum Bulog membentuk perusahaan Mitra BUMDes yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di desa.

Nantinya, subsidi tidak lagi di pasar, tetapi langsung ke petani melalui kartu sehingga tepat sasaran. Ia menjelaskan PT Mitra BUMDes Nusantara dibentuk sebagai holding untuk mengoordinasi BUMDes di desadesa dengan kepemilikan saham 51 persen, sementara sisanya dimiliki oleh BUMDes. Eko menambahkan alasan menggandeng Bulog karena lembaga tersebut mampu menjangkau daerah pertanian dan memahami proses pascapanen. “Kami berharap dengan pembentukan perusahaan induk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di pedesaan,” katanya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Situmorang, mengatakan saat ini kemiskinan yang ada di pedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. “Kemiskinan di desa itu ada sekitar 13,96 persen, sementara di perkotaan hanya 7,7 persen saja,” kata dia. Untuk itu, lanjut Iskandar, perlu adanya dorongan untuk kebijakan di perdesaan. Masyarakat di perdesaan perlu akses pekerjaan dan infrastruktur.

Dalam kesempatan tersebut, Mendes-PDTT kembali menegaskan bahwa jika pada tahun sebelumnya dana desa untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa maka pada tahun ini diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat desa. “Bapak Presiden Jokowi minta agar dana desa tidak hanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga pendapatan masyarakat. Solusinya yakni dengan produk unggulan kawasan perdesaan atau prukades,” ujarnya.

Jika pada tahun sebelumnya dana desa fokus membangun infrastruktur desa seperti jalan raya, mandi cuci kakus, poliklinik desa hingga gedung pendidikan anak usia dini, tahun ini difokuskan pada peningkatan pendapatan masyarakat desa melalui produk unggulan. Karena itu, Eko menekankan pentingnya desa menentukan produk unggulan untuk mempermudah pemerintah dalam memberikan bantuan sesuai dengan bidangnya.

UU Desa


Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal Kemendes- PDTT, Anwar Sanusi, mengatakan implementasi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa masih mengalami berbagai kendala, khususnya dalam pengelolaan dana desa. Karena itu, perlu adanya sejumlah regulasi yang harus dilakukan penyesuaian.

Berkaitan dengan pengelolaan dana desa, ia menyebutkan beberapa aspek penting yang menjadi perhatian dalam implementasi UU Desa, yaitu tata kelola desa, pengelolaan dana desa, serta peningkatan kapasitas masyarakat. “Untuk dapat berhasil dalam ketiga aspek tersebut, perhatian terhadap UU Desa perlu diberikan sejak dalam proses formulasi hingga implementasinya,” pungkasnya. 
(Koran-jakarta.com) 

07 April 2017

ICW Sebut Korupsi di Desa Tempati Urutan Ketiga Sepanjang 2016

Ayo Bangun Desa - Tindak pidana korupsi tidak lagi hanya dilakukan oleh sekelompok elite unsur legislatif maupun eksekutif. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi kini merambah hingga pejabat desa. 
Dana Desa untuk Membuat Kemandirian Desa/Ilustrasi
Koordinator ICW Adnan Topan Husodo mengatakan, lemahnya aspek pengawasan menjadi salah satu penyebab korupsi dana desa terjadi. Saluran pengaduan masyarakat tidak dikelola dengan baik.

"Rumus korupsi adalah monopoli kekuasaan dan diskresi tanpa akuntabilitas. Kades-lah pemegang kekuasaan tertinggi pengelolaan keuangan desa," kata Adnan di Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Kamis (6/4/2017).

Dari catatan ICW, sepanjang 2016, pemerintah desa masuk pada urutan ketiga pelaku korupsi dengan jumlah 62 kasus yang terjadi. Dari jumlah itu, terjadi kerugian negara sebesar Rp 18 miliar.

Adnan menjelaskan, dilihat dari pelaku korupsi, masyarakat dan pemerintah desa menempati urutan ketiga dengan total 123 pelaku.

Meski demikian, menurut Adnan, modus korupsi yang dilakukan belum secanggih elite legislatif. Misalnya, dengan cara yang sederhana seperti dana pembangunan desa yang digunakan untuk membeli kendaraan dan membuat lapangan futsal pribadi.

"Ini masih mengambil dari sumbernya, yang kalau audit pasti ketahuan. Kemampuan korupsinya masih dasar. Semoga tidak belajar menjadi canggih," ujar Adnan.

Menurut Adnan, maraknya korupsi di desa di antaranya terjadi karena adanya politik uang saat pilkades berlangsung. Fenomena tersebut serupa dengan pilkada.

"Ini mirip dengan di pilkada. Politik uang di desa ini konsekuensinya adalah ketika berkuasa memikirkan bagaimana dana kembali," ujar Adnan.

"Ini patut diwaspadai. Ini jadi pekerjaan rumah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terkait korupsi pemilu," kata dia.

Kompas.com

06 April 2017

Sekjen Kemendes Akui Pengawasan Dana Desa Masih Kurang

Ayo Bangun Desa - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengakui adanya kelemahan dalam mengawasi dana desa yang digulirkan pemerintah pusat.

Hal itu terlihat dari banyaknya laporan masyarakat terhadap penggunaan dana desa. Sepanjang 2016, Kemendes menerima 932 laporan dugaan pelanggaran penyalahguna dana desa dari masyarakat.


"Kalau tidak diantisipasi akan ada transmigrasi korupsi ke desa. Kami khawatir itu akan terjadi," kata Sekretaris Jenderal Kemendes Anwar Sanusi di Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Kamis (6/4/2017).



Meski demikian, Anwar menilai jumlah pelanggan itu terhitung kecil dari 74.910 desa yang ada. 

Anwar menuturkan, modus penyelewengan dana dana desa digunakan untuk kepentingan pribadi. 

Misalnya, pembangunan pagar rumah kepala desa, studi banding anggota Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) ke Jakarta, pembelian sepeda motor hingga pembuatan lapangan tembak di desa.

Untuk meningkatkan pengawasan desa, Kemendes mengandeng sejumlah elemen. Di antaranya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, kepolisian, dan masyarakat sipil.

Anwar berharap penyerapan dana desa dapat digunakan untuk meningkatkan geliat pertumbuhan ekonomi.

Pada 2016, dari total dana desa nasional sebesar Rp 46,90 triliun terserap 96,32 persen.

Hingga 12 Maret 2017, berbagai infrastruktur dasar di pedesaan telah terlaksana, seperti 66.884 km jalan desa, 12.596 unit irigasi, 5.119 km jembatan, dan 1.819 pasar desa.

"Dana desa menjadi pendukung aktivitas ekonomi juga ada pembuka lapangan kerja. Ini memang terkesan gampang dibanding pemberdayaan. Tapi infrastruktur ini bisa mendorong perbaikan akses," ucap Anwar.(*)

Kompas.com

Tak Pasang Baliho DD, Aparat Desa Terancam Berurusan dengan Hukum

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo, mewajibkan desa untuk memasang baliho realisasi dana desa. Hal tersebut disampaikan saat menghadiri Rapat Koordinasi Lembaga Pemerintahan Desa/Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten Pandeglang di Pandeglang, Banten, Kamis (6/4).
Transparansi APBDes /Ayo Bangun Desa
"Untuk mencegah fitnah dan sebagai bentuk tanggungjawab moral, setiap desa wajib menempelkan minimal baliho, yang isinya penggunaan realisasi dana desa. Tahun ini sifatnya hanya himbauan. Tahun depan, jika tidak melakukan itu, bapak-bapak (Kepala Desa) mungkin bisa berurusan dengan penegak hukum," ujarnya di hadapan Kades dan Sekdes se-Kabupaten Pandeglang.

Baca: Menafsirkan Keterbukaan Informasi Desa

Menteri Eko juga mengingatkan, dana desa tidak boleh dikelola yayasan dan hanya boleh dikelola oleh desa melalui musyawarah desa. Karena jika dikelola oleh yayasan, akan memicu potensi dan beresiko digunakan untuk kepentingan individu.

"Karena kalau dikelola oleh individu, bisa berurusan dengan hukum. Bukan berarti yayasan tidak bisa dibantu. Bisa dibantu lewat BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Karena kalau pembelian aset harus atas nama desa," terangnya.

Baca: 
APBDes Milik Masyarakat Desa

Di sisi lain, untuk memberikan sarana hiburan di desa, Menteri Eko juga menyarankan agar desa mendirikan bioskop desa. Menurutnya, hal tersebut juga memberikan peluang usaha kecil setempat. 

"Proyektor Rp 25 juta sudah bisa beli. Sudah proyektor, DVD, dan sound system. Kalau malam kan kantor desa kosong. Malam masyarakat desa bisa nonton. Karena masyarakat nonton, nanti ibu-ibu bisa jualan, jadi banyak yang bisa dilakukan. Tapi filmnya disensor dulu sama majelis ulama," ujarnya. 


Baca: Rencana Pembangunan Desa, Bukan Rencana Sektoral.

Menteri Eko juga mengungkapkan rasa bangganya terhadap Kabupaten Pandeglang yang telah berhasil mengentaskan separuh dari desa tertinggalnya. Dari 141 desa di pandeglang, 71 diantaranya telah berhasil terentaskan. Meski demikian, wilayah ini dinilainya masih memiliki banyak lahan tidur.

“Saya menginginkan Pandeglang dapat fokus pada lahan pertanian. Siapkan lahan seluas 100.000 hektar untuk produksi jagung. Nanti bisa diperkuat dengan Peraturan Bupati,” ujarnya.(*)


Kemendes PDTT


04 April 2017

Dirikan Mitra BUMDes, Kemendes PDTT dan BULOG Percepat Pertumbuhan Ekonomi Pedesaan

Ayo Bangun Desa - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama BULOG dan BUMN membentuk PT Mitra BUMDes Nusantara (MBN) untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di desa-desa. PT MBN dibentuk sebagai holding untuk mengkoordinir Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Foto: Kemendesa PDTT
“Dengan adanya PT Mitra BUMDes Nusantara ini diharapkan seluruh BUMDes akan ada di seluruh Indonesia dan ada pendampingan. Kemudian program-program pemerintah akan bisa disalurkan melalui PT MBN. Lembaga ini diharapkan bisa menjadi link and match antara usaha kecil dan industri besar sebagai sebuah tim,” ujar Mendes PDTT Eko Sandjojo saat acara pembentukan PT Mitra BUMDes Nusantara di kantor BULOG, Jakarta, Selasa (4/4).

Menteri Eko menambahkan, alasan menggandeng BULOG karena lembaga tersebut mampu menjangkau daerah pertanian dan memahami proses pascapanennya. BULOG mengambil inisiatif bersama Kopelindo dan dibantu empat Bank BUMN lainnya untuk memperkuat manajemen PT MBN. Skema yang disiapkan yakni 51% kepemilikan saham akan dipegang oleh PT. MBN. Sementara sisanya akan dipegang oleh BUMDes.


“Kami siapkan organisasi minimalnya. Kami juga siapkan sumber daya manusianya. SDM di pusat sudah disiapkan dalam tim. Pedesaaan kini juga sudah ada peran. Kami juga gandeng BUMN. Artinya, yang kita ingin raih bukan sekedar uang, melainkan tenaga mereka yang bisa menjadi pemimpin di daerahnya,” jelas Direktur Utama Bulog, Djarot Kusumayakti.

Selain itu, lanjut Djarot, Mitra BUMDes juga akan menjadi kepanjangan tangan bagi BULOG untuk masuk pada ekonomi pedesaan. Seluruh proses keterjangkauan pangan dan produk dapat ditangani dengan baik.

“Hari ini simbol kesepakatan kemajuan lebih nyata lagi. Ini dapat dilaksanakan penuh tanggungjawab dalam rangka mewujudkan negara berkedaulatan pangan dan ekonomi yang berkeadilan,” ujar Djarot.

Pada tahap awal, PT MBN akan menjadi mitra pengadaan untuk produksi di desa. Dari proses tersebut, desa akan diarahkan untuk menjadi lumbung-lumbung pangan desa serta sebagai transaksi perdagangan pangan. Djarot menambahkan, lahirnya PT MBN bukan untuk menjadi pesaing. Nantinya, insentif yang masuk ke desa akan disalurkan melalui badan tersebut dengan formula yang menguntungkan bagi desa dan Mitra BUMDes.

“Jangan sampai timbul persepsi PT MBN akan mematikan usaha bisnis yang telah ada. Saya pesan kepada komisaris dan direksi Mitra BUMDes, jangan pernah mengambil alih bisnis yang sudah dilakukan masyarakat. Yang boleh kita lakukan adalah menambah kapasitas pasarnya, teknologinya, dan serapan bahan bakunya,” tutupnya.(*)

Kemendesa PDTT

Balilatfo Kemendes PDTT Siapkan PSM untuk Latih BUMDes

Ayo Bangun Desa - Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi (Balilatfo) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) terhadap tenaga fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat (PSM). 
Bimtek terkait pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini digelar di Training Center Balai Besar Pengembangan Latihan Masyarakat, Ciracas Jakarta Timur, Selasa (4/4).

Kepala Bidang penyelenggara, Sri Daswati mengatakan, kegiatan ini digelar lima hari yakni tanggal 3-7 April 2017. Peserta Bimtek berjumlah 30 orang, dari berbagai balai pelatihan masyarakat di antaranya Pekanbaru, Denpasar, Makasar, Banjarmasin, Yogyakarta, Jakarta, Sumatera Selatan, Jawa Barat, dan Disnakertrans Provinsi Sulawesi tengah.

Adapun tujuan digelarnya Bimtek BUMDes. Pertama, untuk melaksanakan validasi Modul pengelolaan BUMDes. Kedua, untuk memperoleh bahan masukan guna penyempurnaan Modul pengelolaaan BUMDes, dan ketiga untuk menyamakan persepsi para PSM sebagai pelatih dalam memberikan materi pelatihan kepada masyarakat pengelola BUMDes.

“Tersedianya SDM Penggerak Swadaaya Masyarakat (PSM) yang kompeten untuk melatih masyarakat/pengelola BUMDes untuk pembentukan dan pengelolaan BUMDes,” ujarnya.

Sri melanjutkan, dengan dilaksanakannya bimbingan teknis Pengelolaan BUMDes ini diharapkan para PSM dapat melatih SDM pengelola BUMDes. Sehingga BUMDes yang sudah terbentuk akan mampu menjalankan usahanya sesuai kebutuhan desa, dan dapat menggerakkan ekonomi di desa serta dapat mensejahterakan masyarakat desa.

Sebagai informasi, BUMDes adalah lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa, dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. Di mana BUMDes saat ini, menjadi salah satu dari empat program priorita Kemendes PDTT selain Produk Unggulan Desa (Prudes), Embung Desa, BUMDes, dan Sarana Olahraga (Sorga) Desa.

Kemendesa PDTT

03 April 2017

Gemawan: Saatnya Ekonomi Desa Bangkit Melalui BUMDes

Ayo Bangun Desa - Direktur Lembaga Gemawan, Laili Khairnur, menilai sudah saatnya masyarakat desa bangkit secara ekonomi dan salah satu caranya melalui Badan Usaha Milik Desa
BUMDES
Khairnur menyatakan, masyarakat desa harus lebih kreatif dalam menciptakan produk bernilai tambah. Dana Desa bisa dipakai untuk BUMDes, yang harus berperan dalam mengoptimalkan potensi ekonomi desa, terutama UMKM. 

Desa juga harus jeli melihat pasar yang menjanjikan, dan menjadi penyuplai keperluan pasar itu. Jika ini terwujud maka arus urbanisasi bisa ditahan.  

"Sayangnya BUMDes di Kalimantan Barat belum terlalu banyak, sehingga manfaat ekonominya belum terlalu terasa. Saya kira baru empat persen saja desa yang sudah punya BUMDes berbadan hukum. Seharusnya bisa jauh lebih tinggi angkanya," kata dia.


Terkait pemanfaatan Dana Desa, dia bilang harus disesuaikan dengan keperluan dan potensi masing-masing desa. Hingga kini belum ada kajian dan penelitian komprehensif membahas potensi desa per desa atau wilayah. 


Baca: Perbedaan BUMDes dengan Koperasi

Antaranews.com

02 April 2017

Ketimpangan Pembangunan Daerah Ciptakan Kesenjangan Kota dan Desa

Ayo Bangun Desa - Meski berbagai program pembangunan daerah telah dirancang dan bahkan sebagian lainnya sudah dilakukan pemerintah sejak dberlakukannya ototnomi daerah, namun ketimpangan antara kota dan desa masih tinggi. 

Marwan Jafar,  Mantan Mendes PDTT/Images
Hal tersebut terlihat dari jumlah penduduk perkotaan di Indonesia masih lebih besar dibandingkan penduduk pedesaan dengan komposisi 56 persen berbanding 44 persen.

"Dengan pertumbuhan yang timpang antara desa dan kota tersebut menyebabkan kesenjangan antara desa dan kota yang cukup tinggi dengan kontribusi kota besar dan metropolitan terhadap pertumbuhan mencapai 32 persen, sedangkan kontribusi kota menengah dan kecil hanya 7 persen terhadap pertumbuhan," ujar Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) DPP PKB, Marwan Jafar, di Jakarta, Minggu (2/4).

Dari sisi ekonomi, kata Marwan, kemiskinan di desa meningkat hampir dua kali lipat dibanding perkotaan. Badan Pusat Statistik menyebutkan, persentase kemiskinan di pedesaan tercatat meningkat hampir dua kali lipat yakni mencapai 13,96 persen dibanding penduduk miskin di kota sebesar 7,7 persen.

"Presiden Jokowi juga dalam beberapa kesempatan pekan lalu menyinggung soal ketimpangan ini, mengakui tingat ketimpangan ekonomi desa dan kota yang meningkat tajam," katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (Gemasaba).

"Hasil studi NFID dan Oxfam pada 2017 juga menyebutkan bahwa ketimpangan akses antara pedesaan dan perkotaan terhadap infrastruktur seperti jaringan listrik dan jalan berkualitas semakin memperlebar ketimpangan spasial," ujarnya dalam siaran persnya.

Oleh karena itu, sangat diperlukan langkah strategis guna menciptakan penyeimbangan pembangunan desa dan kota. Salah satunya adalah penguatan pembangunan pertanian, mengingat mayoritas aktivitas perekonomian masyarakaht desa masih bergantung pada tingkat produktivitas Sumber Daya Alam (SDA), termasuk di dalamnya adalah peternakan.

"Kebijakan penguatan pembangunan pertanian sejauh masih lemah, hal itu dibuktikan dengan masih ada kecenderungan daerah-daerah memilih eksploitasi sumber daya alam daripada memperkuat sektor produktif lainnya seperti pertanian," kata Marwan.

Bukti lain lemahnya kebijakan penguatan pembangunan pertanian adalah masyaraat desa masih mengalami kesulitan akses kredit usaha di kalangan kelompok-kelompok usaha pertanian. "Meskipun selama ini sudah ada berbagai himbauan bahkan program untuk memudahkan akses kredit, tapi beberapa kasus menunjukkan program kredit usaha ini masih menemui kendala ditingkat teknis-administratif," tegasnya.

"Yang tak kalah penting dalam menangani disparitas pembangunan adalah dengan menciptakan penyeimbangan pembangunan desa-kota dari berbagai aspek baik ekonomi, politik, hukum, sosial-budaya, dan lainnya. Sehingga, ke depan terjadi pemerataan pembangunan sosial ekonomi antara desa dan kota," tutup Marwan.

Sementara itu, Ketua Umum DPN Gemasaba, Heru Widodo, mengatakan, program pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur di daerah tidak menunjukkan efek yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota.

"Kesenjangan sosial ekonomi masih tinggi, ketimpangan kesejahteraan semakin terlihat jelas. Hal tersebut dipicu karena laju pertumbuhan ekonomi yang rendah dan semakin tingginya angka pengangguran. Dalam berbagai kasus daerah, misalnya NTT, Maluku, dan Jawa Barat, masih banyak bayi yang kurang gizi. Karena faktor ekonomi orang tua mereka tak mampu memenuhi kebutuhan gizi anak," ujarnya.(*)

Antranews.com

31 Maret 2017

Membangun Desa Secara Inklusif

Permasalahan perdesaan lambat laun kian kompleks dan berlapis-lapis. Kemiskinan, ketergantungan, ketertinggalan, sempitnya lahan pertanian, rendahnya produktivitas, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan pengangguran tak kentara kiranya sudah menjadi masalah khas perdesaan.
Membangun Desa Inklusif/Ilustrasi
Permasalahan itu kemudian berkembang lagi dengan ketunakismaan (landlessness), menajamnya ketimpangan, melemahnya kohesi sosial, dan eskalasi ancaman bencana lingkungan. Bakal bertambah runyam jika, misalnya, korupsi ikut merambah daerah perdesaan bersamaan dengan mengalirnya sejumlah besar dana ke desa-desa.

Kemiskinan perdesaan itu sendiri tidaklah sesederhana ungkapannya karena di dalamnya bisa tercakup gizi buruk; rumah tak layak huni; kurangnya akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi lingkungan.

Kompleksitas permasalahan perdesaan menjadikan tidak ada satu pun pendekatan tunggal yang dapat diklaim sebagai solusi paling mujarab. Kehadiran Dana Desa tak serta-merta mampu mengatasi berbagai permasalahan perdesaan yang cenderung akumulatif, berkarat, dan telah berpuluh-puluh tahun lamanya.

Pendekatan inklusif

Boleh jadi dibutuhkan waktu cukup panjang dan berbagai pendekatan untuk diintegrasikan dan disinergikan guna mengatasi masalah perdesaan dan mereformasi desa-desa kita. Salah satunya adalah pendekatan inklusif. Pendekatan ini dapat dilaksanakan secara simultan dengan pendekatan-pendekatan lainnya, termasuk di antaranya pendekatan teknologi dan pendekatan kewirausahaan sosial.

Melalui pendekatan inklusif, seluruh anggota komunitas desa, baik petani, nelayan, buruh tani, perajin, kaya, miskin, bahkan kelompok difabel, terlebih kaum perempuan, diberikan peluang yang sama untuk terlibat dan berpartisipasi dalam membangun desa, termasuk dalam pembangunan sosial dan pemberdayaan kelompok rentan, melalui suatu proses yang transparan, partisipatif, dan demokratis.

Proses itu dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dikenal sebagai musyawarah desa. Para warga desa secara kolaboratif dan kolektif menentukan nilai-nilai dan kebutuhan mereka sendiri serta mengartikulasikan tujuan dari program-program yang dikehendaki beserta cara-cara mencapainya.

Dengan pendekatan dan proses seperti itu, para warga dari kelompok rentan, yang selain miskin mungkin juga kurang berpendidikan serta kaum perempuan desa, akan merasa lebih "dimanusiakan" dan dihargai sebagai sesama warga desa yang ikut menentukan nasib desanya sendiri.

Partisipasi seluruh warga desa dengan didampingi dan difasilitasi oleh para ahli dan pemerintah desa, serta pemerintahan pada level di atasnya, akan mengawalisuatu proses pembangunan desa secara inklusif.

Pendekatan tersebut hendaknya juga diutamakan dalam pengelolaan Dana Desa untuk pembangunan desa yang sesuai dengan kebutuhan warga, pemberdayaan masyarakat, penerapan teknologi tepat guna, upaya konservasi lingkungan, mitigasi bencana lingkungan, dan pengembangan pranata sosial-ekonomi desa, khususnya badan usaha milik desa (BUMDesa) dan koperasi berbasis warga perdesaan serta kelompok-kelompok swadaya masyarakat.

UU No 6/2014 telah memberikan solusi bahwa desa bisa mendirikan BUMDesa cukup melalui musyawarah dan dikukuhkan dengan peraturan desa.

BUMDesa dan koperasi

Kelompok rentan perdesaan, khususnya petani kecil dan buruh tani, sangat mungkin tidak memiliki akses untuk memberikan kontribusi signifikan dalam penyertaan modal BUMDesa, sebagaimana kelompok elite desa dan pemerintah desa.

Akan tetapi, setidaknya mereka akan dapat menerima manfaat dalam bentuk harga produk dan rantai pasok yang lebih adil, biaya input dan biaya pemasaran yang lebih ekonomis, serta program-program bantuan sosial tertentu, bahkan tersedianya lapangan pekerjaan sejalan dengan berkembangnya BUMDesa tersebut.

UU No 6/2014 secara implisit menghendaki BUMDesa hadir sebagai lembaga kewirausahaan sosial perdesaan.

Selain itu, kelompok rentan perdesaan juga dapat membangun wahana pemberdayaan dengan membentuk koperasi berbasis kelompok-kelompok swadaya. Sebagai catatan, tentu saja koperasi ini tidak menafikan penyertaan modal dari kelompok elite desa ataupun pemerintah desa.

Koperasi ini dapat menggarap bidang-bidang usaha penyediaan bahan-bahan pokok dan layanan keuangan mikro, sedangkan BUMDesa mengelola sumber daya alam, layanan umum, dan penyediaan sarana produksi pertanian, serta penyaluran program-program bantuan dari pemerintah pusat, provinsi, atau kabupaten.

Bukan itu saja, kelompok rentan perdesaan, tak terkecuali perempuan, memiliki peluang untuk memperoleh pekerjaan dan meningkatkan pendapatan dari proyek-proyek infrastruktur fisik perdesaan yang dilaksanakan setiap tahun secara swakelola dan gotong royong.

Dengan demikian, akanterbangun suatu pola alokasi sumber daya dan distribusi pendapatan yang adil, ketika kelompok elite desa akan memperoleh tambahan pendapatan dari hasil "urun" modalnya di BUMDesa, sementara kelompok-kelompok rentan diberdayakan melalui koperasi, peluang pekerjaan dari berkembangnya BUMDesa, dan dari pelaksanaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur fisik perdesaan.

Masih ada lagi manfaat lainnya, yakni terbukanya peluang-peluang usaha dengan dana bergulir dan layanan keuangan mikro serta program-program pemberdayaan masyarakat.

Sinergi antara BUMDesa yang berkarakter wirausaha sosial dan koperasi berbasis warga desayang berkarakter wirausaha kolektif, bersamaan dengan pemanfaatan Dana Desa secara efektif baik untuk pembangunan desa maupun pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan inklusif, dan disokong oleh pemerintahan desa dengan tata kelola yang baik, akan memberikan jaminan terbebasnya desa-desa dari keterbelakangan dan kemiskinan serta terbangunnya desa-desa yang maju, mandiri, dan sejahtera.(*)

Oleh Bambang Ismawan, Pendiri dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Bina Swadaya. 

Sumber: Kompas.com