Tampilkan postingan dengan label Modul Pendampingan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Modul Pendampingan. Tampilkan semua postingan

25 Agustus 2017

Donwload Panduan Rekrutmen Tenaga Pendamping Profesional 2017

Dalam rangka memperkuat implementasi UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan untuk memenuhi kekosongan Tenaga Pendamping Profesional di berbagai lokasi mulai tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten pada tahun anggaran 2017.
Kemeterian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, akan melaksanakan rekrutmen tenaga pendamping profesional. Dalam rangka memperkuat implementasi UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan untuk memenuhi kekosongan tenaga pendamping profesional di berbagai lokasi mulai tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten pada tahun anggaran 2017.

Dalam Panduan Teknis Rekrutmen tenaga Pendamping Profesional Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun Anggaran 2017. Pengadaan tenaga pendamping dilakukan untuk mencari dan memperkerjakan tenaga yang memenuhi kualifikasi dan sekaligus mendorong adanya persaingat yang sehat. Oleh karena itu proses rekrutmen ini dilakukan dengan memenuhi prinsip-prinsip transparansi, akuntabel, efesien dan memberikan peluang yang sama kepada seluruh calon pelamar.

Informasi selengkapnya dapat dibaca dalam Panduan Teknis Rekrutmen tenaga Pendamping Profesional Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun Anggaran 2017.

Donwload: Panduan Teknis Rekrutmen tenaga Pendamping Profesional Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Tahun Anggaran 2017.


Kualifikasi Rekrutmen Tenaga Pendamping dan Tenaga Ahli Profesional Tahun 2017.

Tenaga Pendamping Profesional; Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP), Pendamping Desa (PD) dan Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI).

Tenaga Ahli Profesional; Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TA-PDM), Tenaga Ahli Infrastruktur Desa (TA-ID), Tenaga Ahli Pembangunan Partisipatif (TA-PP), Tenaga Ahli Pengembangan Ekonomi Desa (TA-PED), Tenaga Ahli Pengembangan Teknologi Tepat Guna (TA-TTG), dan Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar (TA-PSD).

09 Agustus 2017

Donwload Buku Desa Membangun Indonesia

Disebutkan dalam UU Desa No.6 Tahun 2014, Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Melalui Undang-Undang tersebut, Desa memiliki kewenangan yang luar biasa, salah satunya adalah kewenangan yang diberikan kepada desa dalam pengelolaan aset lokal. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bisa menjadi salah satu alat perjuangan di desa. Oleh karena itu, gebrakan pendirian BUMDes secara nasional oleh supradesa, hendaknya jangan dipandang sebagai proyek pemerintah, tetapi kehendak baik dalam memperkuat kemandirian desa. 

(Baca: Memahami Hukum Pendirian BUMDes)

BUM Desa atau nama lain, sebenarnya bukanlah lembaga baru di ranah Desa. Sebelum UU Desa lahir, pendirian Badan Usaha Milik Desa telah dipayungi dan digerakkan oleh berbagai regulasi. Pendirian BUM Desa dilandasi oleh UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No.71 Tahun 2005 tentang Desa dan Permendagri No.39 Tahun 2010.

Kebijakan pemerintah itu mempunyai kehendak dan semangat yang agung. BUM Desa dimaksudkan sebagai wadah usaha desa, dengan spirit kemandirian, kebersamaan dan kegotongroyongan antara pemerintah desa dan masyarakat, yang mengembangkan aset lokal untuk memberikan pelayanan kepada warga
masyarakat dan meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan desa. BUM Desa tentu juga bermaksud untuk memberikan sumbangan terhadap penanggulangan kemiskinan dan pencapaian kesejahteraan rakyat.

Dalam Permendagri juga mengandung substansi yang inovatif. Pertama, pembentukan BUM Desa bersifat kondisional, yakni membutuhkan
sejumlah prayarat, yang menjadi dasar kelayakan pembentukan BUM Desa. Dalam pasal 5 ditegaskan tentang syarat-syarat pembentukan BUM Desa sebagai berikut:
  • atas inisiatif pemerintah desa dan atau masyarakat berdasarkan
  • musyawarah warga desa;
  • adanya potensi usaha ekonomi masyarakat;
  • sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok;
  • tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama kekayaan desa;
  • tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat desa;
  • adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; dan 
  • untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa.
Kedua, BUM Desa merupakan usaha desa yang bercirikan kepemilikan kolektif, bukan hanya dimiliki oleh pemerintah desa, bukan hanya dimiliki masyarakat, bukan juga hanya dimiliki oleh individu, melainkan menjadi milik pemerintah desa dan masyarakat. Berbeda dengan koperasi yang dimiliki dan bermanfaat hanya untuk anggotanya, BUM Desa dimiliki dan dimanfaatkan baik oleh pemerintah desa dan masyarakat secara keseluruhan. 

(Baca: BUMDes Kian Penting, Jadi Motor Perekonomian Desa)

Ketiga, mekanisme pembentukan BUM Desa bersifat inklusif, deliberatif dan partisipatoris. Artinya BUM Desa tidak cukup dibentuk oleh pemerintah desa, tetapi dibentuk melalui musyawarah desa yang melibatkan berbagai komponan masyarakat. Secara organisasional musyawarah desa juga dilembagakan sebagai institusi tertinggi dalam BUM Desa, seperti halnya rapat anggota dalam koperasi.

Keempat, pengelolaan BUM Desa bersifat demokratis dan teknokratis. Dimensi teknokrasi terlihat dalam bentuk pembagian kerja yang jelas, dimensi demokrasi tidak hanya terlihat pada komponen musyawarah desa (institusi demokrasi deliberatif) tetapi juga ditunjukkan pada komponen kuntabilitas. Pemisahan organisasi maupun aset BUM Desa dari pemerintah desa merupakan komponen penting untuk menjaga akuntabilitas BUM Desa.

Buku Indonesia Membangun Desa, donwload disini

25 April 2017

Hak-Hak Keuangan Desa

Keuangan Desa - UU Desa mengubah konstruksi desa dari tidak memiliki kewenangan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri menjadi pelaku utama yang memiliki mandat kewenangan secara pasti. Sebagaimana diperintahkan Pasal 20 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a dan huruf b diatur dan diurus oleh desa.

Kewenangan itu tidak sebatas memiliki dan menentukan kewenangan desa, tetapi juga menjadi dasar dalam menyusun perencanaan pembangunan, menyusun anggaran desa, hingga mengoptimalkan pemanfaatan potensi desa dan mengelola Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Pelaksanaan kewenangan tersebut harus dapat mewujudkan pembangunan desa yang secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memenuhi hak-hak dasar, dan menanggulangi kemiskinan di desa.

Tanggung jawab pemerintah desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga diiringi dengan jaminan bahwa pemerintah desa memiliki hak mendapatkan keuangan yang sebanding dengan kewenangannya. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mempunyai semangat baru untuk menjadikan desa lebih mandiri secara keuangan. Sumber keuangan desa tidak bersifat bantuan tetapi sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk memberikannya kepada desa.

Cara pandang pemerintah dan pemerintah daerah terhadap hak desa untuk mengelola keuangan desa harus berubah, tidak dibenarkan lagi meletakkan pemerintah desa untuk selalu “menunggu perintah”. Cara pandang tersebut harus diubah dengan menempatkan desa menjadi pelaku utama, uang desa adalah uang rakyat bukan uang pemerintah/pemerintah daerah, dan seterusnya. Apabila kondisi ini terlaksana, cita-cita UU Desa untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa akan segera terwujud.

1. Desa Sebagai Pelaku Utama

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mendudukkan desa tidak lagi sebagai bagian dari (subsistem) kabupaten/ kota, tetapi berada di kabupaten/kota. Artinya bahwa kedudukan desa tidak lagi hanya menjadi “pesuruh” pemerintah kabupaten/kota sebagaimana yang selama ini terjadi. Akan tetapi, desa diposisikan menjadi subyek utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Desa telah memiliki kedaulatan untuk mengatur dan mengurus rumah tanggganya sendiri berdasarkan kewenangan desa yang dimiliki. Baik kewenangan yang berasal dari hak asal-usul maupun kewenangan lokal berskala desa.

Visi misi desa untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan rakyat yang dimandatkan UU Desa telah direalisasikan dalam wujud kewenangan desa. Sehingga desa saat ini mempunyai tugas dan tang gung jawab untuk mengungkit kewenangannya sendiri secara optimal yang kemudian dijadikan sebagai modal utama menuju kemandirian desa. Desa juga harus segera menemukan kembali jati dirinya yang sudah sangat lama “diamputasi dan dihilangkan” oleh sistem penyeragaman desa. Dengan demikian, menjadi sangat krusial bagi desa untuk mengawali perenungan, mengungkit kembali kekuatan sosial yang dimiliki sebagai wujud membangun kedaulatan. 

2. Uang Desa adalah Uang Rakyat

Uang desa hakikatnya adalah uang rakyat yang harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Keuangan desa merupakan alat yang harus dikelola dengan baik oleh pemerintahan desa. Semakin bertambah uang desa maka sudah seharusnya tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa dapat tercapai sesuai yang digambarkan dalam visi misi desa, yaitu kesejahte- raan dan kemandirian. 

Guna melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar rakyat, keuangan desa harus dikelola secara terbuka, partisipatif, bertanggungjawab, dan berkeadilan. Sehingga, sejak dari proses perencanaan anggaran desa, pelaksanaan, sampai pertanggungjawaban wajib melindungi kelompok-kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Pemanfaatan sumber daya keuangan desa tidak boleh didominasi dan dikuasai segelintir aktor/elit desa. Karenanya, setiap proses pengambilan keputusan terkait keua- ngan desa harus tetap mencerminkan keberpihakan dan keadilan untuk pemenuhan kebutuhan riil masyarakat desa.

Pertanyaannya, “mengapa uang desa adalah uang rakyat?” Jawabannya tegas, karena rakyat yang membayar pajak, retribusi, dan lain-lain sebagai sumber utama keuangan negara. Sehingga pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pemerintah desa mempunyai kewajiban membelajakan uangnya sesuai dengan kebutuhan riil rakyatnya. Mereka tidak boleh membelanjakan uang tersebut tanpa ada mandat dan persetujuan dari rakyat.

3. Jenis–Jenis Sumber Keuangan Desa

Sumber keuangan desa sebagaimana termaktub dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 76 ayat (1) terdiri dari : Pendapatan Asli Desa, Dana Transfer (Dana Desa, ADD, Bagi Hasil Pajak dan retribusi Daerah), Bantuan Keuangan, dan Lain-lain pendapatan desa yang sah. Jika hal ini dibandingkan dengan sumber keuangan desa yang sebelumnya diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan diperjelas dalam PP No.72 Tahun 2005 tentang Desa, maka perbedaannya cukup signifikan.

Meskipun seolah-olah jenis sumber keuangan hanya ditambah dengan dana desa, tetapi alokasi UU No.6/2014 lebih tegas dan tidak ada yang beda tafsir antara teks pasal dengan penjelasan pasal. Seperti, jika sesuai teks pasal 68 ayat (1) huruf c, PP 72/2005 tentang Desa turunan dari UU 32/2004 tentang Pemda besar ADD adalah 10% dari Dana Perimbangan (DAPER) atau (10% x (DBH +DAU ). Tetapi pada pasal penjelasan disebutkan 10% dari DAPER atau bagi hasil pajak dan sumber daya alam ditambah dana alokasi umum setelah dikurangi belanja pegawai atau (10%x (DAU-Belanja Pegawai)).

Untuk selengkapnya bisa dibaca dalam Buku Modul Tata Kelola Keuangan Desa, Penulis Yusuf Murtiono, diterbitkan pertama kali tahun 2016 oleh Infest.(*)

18 Februari 2017

Buku Teknis Membangun Sarana dan Prasarana Desa

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa memberi kewenangan cukup luas kepada Desa, termasuk memberikan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang jumlahnya cukup besar. Dana ini dapat dimanfaatkan untuk membangun sarana dan prasarana desa sesuai kebutuhan masyarakat Desa.


Pembangunan sarana dan prasarana tersebut tidak boleh dilihat sebagai "proyek" dari luar, tapi harus dilihat sebagai bagian dari program "Membangun Rumah Sendiri". Dengan demikian, pemerintah desa, dan masyarakat perlu memikirkan manfaat dan keberlanjutan dari pembangunan sarana dan prasarana desa.

Masyarakat dan pemerintah desa harus menyadari bahwa manfaat pembangunan sarana dan prasarana desa bukanlah untuk kepentingan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten tetapi untuk kepentingan masyarakat sendiri.

Untuk memperoleh manfaat dari sarana dan prasarana, ada empat aspek yang perlu diperhatikan pemerintah desa dan masyarakat dalam membangun desa.

1. Manfaat akan lebih banyak jika prasarana dipilih dengan baik oleh masyarakat secara umum dan terbuka.
  • Penentuan pembangunan prasarana dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah desa.
  • Penentuan pilihan pembangunan prasarana desa didasarkan pada besarnya manfaat untuk masyarakat desa.
  • Prasarana yang dibangun akan membantu seluruh masyarakat desa, terutama masyarakat miskin.
  • Prasarana yang dibangun harus bermanfaat langsung kepada pengembangan ekonomi desa, peningkatan kualitas hidup, penambahan kegiatan pendidikan, dan peningkatan kesehatan masyarakat.
2. Manfaat akan lebih banyak jika prasarana didesain dengan baik.
  • Dengan desain yang baik, manfaat prasarana akan lebih besar dan penggunaanya pun lebih lancar.
  • Desain yang baik akan menjamin standar dasar, seperti penentuan dimensi yang optimal, pemakaian bahan dengan tepat, dan unsur-unsur yang lain.
  • Jika prasarana didesain dengan baik, biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan lebih sedikit.
3. Manfaat akan lebih banyak jika prasarana dibangun dengan Baik.
  • Jika masyarakat berkeinginan membangun dengan baik, mempunyai keterampilan membangun, sering dilatih dan dibimbing, dan selalu diberikan umpan balik yang tepat, hasil pembangunan prasarana akan baik. Jika masyarakat tidak mampu, tidak berkeinginan membangun dengan baik, dan tidak diberikan umpan balik, manfaatnya berkurang.
  • Prasarana yang dibangun dengan memperhatikan kualitas fisik yang baik akan berfungsi dan bertahan lama sehingga bermanfaat dalam jangka panjang. Jika dibangun dengan kualitas kurang baik, prasarana kurang berfungsi dan tidak akan bertahan.
4. Manfaat akan lebih banyak jika prasarana dipelihara dengan baik.
  • Desa mempunyai tim pemeliharaan yang aktif melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana desa.
  • Dana pemeliharaan cukup tersedia, yang bersumber dari dana desa, iuran warga swakelola, atau sumbangan masyarakat.
  • Dana pemeliharaan cukup tersedia, yang bersumber dari Dana Desa, iuran warga swakelola, atau sumbangan masyarakat.
  • Masyarakat desa harus terlibat dalam pemeliharaan sarana dan prasarana desa supaya kualitas lebih baik.
Pengawasan Bersama
Pengawasan bersama berbagai lapisan masyarakat termasuk kelompok perempuan yang berkontribusi pada sistem pemeliharaan prasarana. Pengawasan desa dalam sistem complaint handling, SMS gateway, kotak saran dan sebagainya.

Pengawasan harus dapat memastikan prasarana dapat diakses atau digunakan dan memberikan manfaat bagi masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan mereka yang berkebutuhan khusus.

Diolah dari Buku Teknis Membangun Sarana dan Prasarana Desa, yang diterbitkan oleh Dirjen PPMD Kemendes PDTT. "Buku ini boleh diperbanyak, seluruhnya atau sebagian isinya sepanjang dipergunakan untuk keperluan pelatihan dan peningkatan kesadaran". 

Bagi Anda yang berminat membaca seluruh isi Buku Teknis Membangun Sarana dan Prasarana Desa, donwload buku disini. Selamat membaca, semoga bermanfaat..[]

02 November 2016

Donwload Brosur dan Video Sosialisasi Undang-Undang Desa

Ayo Bangun Desa - Terbitnya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah membuka sebuah era baru dalam pembangunan di Indonesia. Undang-Undang ini memberikan peluang besar bagi desa di seluruh Indonesia untuk dapat melakukan pembangunan di desanya dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Desa yang di masa lalu lebih banyak menjadi objek kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, kini menjadi subyek pembangunan yang memiliki kewenangan dan kesempatan lebih luas untuk merumuskan kebijakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri. Desa juga diberikan kapasitas keuangan yang besar oleh pemerintah pusat, sehingga mampu membiayai pembangunannya sendiri pada tingkat desa dan kawasan perdesaan.

Substansi yang terkandung dalam UU Desa sangat sejalan dengan agenda kerja prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, yang tertuang dalam Nawa Cita. Salah satu agenda prioritasnya adalah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembangunan Indonesia tidak lagi berpusat di kota-kota besar saja tetapi justru diharapkan pembangunan dari desa-desa dapat mempercepat pembangunan negara Indonesia.

Dalam pelaksanaan UU Desa, berbagai regulasi turunan undang-undang telah diterbitkan untuk mengatur berbagai hal agar pembangunan Desa dapat berjalan sebagaimana amanat dan tujuan UU Desa. Dengan banyaknya regulasi yang ada untuk pelaksanaan UU Desa, kegiatan sosialisasi serta peningkatan kapasitas dan pelatihan sangat diperlukan, baik untuk aparatur desa maupun pendamping (fasilitator). Untuk itu berbagai materi sosialisasi, alat bantu, dan buku pegangan dibutuhkan untuk membantu Desa dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan yang optimal sesuai dengan UU Desa dan aturan turunannya.

Hampir dua tahun lamanya UU Desa mulai dilaksanakan, pada kenyataannya masih ditemukan kebingungan dan kekurangpahaman pelaku pembangunan Desa dalam melaksanakan UU tersebut. Pemahaman yang benar tentang bagaimana pelaksanaan UU Desa dalam membangun desa tidak hanya diperlukan oleh aparat desa saja, tetapi juga oleh masyarakat desa dan semua pihak yang peduli akan terwujudnya desa-desa yang demokratis, maju dan mandiri. Aparatur Desa harus mengerti pelaksanaan yang benar dan sesuai aturan agar pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan desa. Masyarakat desa perlu mengerti tentang UU Desa agar dapat terlibat dalam proses pembangunan di desanya, dan juga turut mengawasi pelaksanaan pembangunan desa.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan berkoordinasi dengan Bappenas serta kementerian teknis pelaksana UU Desa, seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi) dengan didukung oleh mitra pembangunan (KOMPAK dan PSF), telah menyusun berbagai materi sosialisasi untuk membantu pemahaman pelaksanaan UU Desa dalam berbagai bentuk atau media.

Materi Brosur Sosialisasi Undang-Undang Desa, silahkan sahabat unduh atau donwload pada tautan dibawah ini:
Sobat juga dapat menguduh dan menonton materi sosialisasi pelaksanaan UU Desa secara gratis di situs YouTube.com.

Video Graphic recorder :
Sumber: Kedeputian Bidang Koordinasi Pemberdayaan Masyarakat, Desa, dan Kawasan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK).

07 Oktober 2016

Tugas Pokok Pendamping Desa (PD)

Sebagai salah satu pengawal implementasi UU Desa di level kecamatan. Seorang Pendamping Desa harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang memadai untuk membantu pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa secara profesional, efektif dan efisien, akuntabel, terbuka dan bertanggungjawab.


Tugas Pokok Pendamping Desa adalah :

  1. Mendampingi Pemerintah Kecamatan dalam implementasi UU Desa;
  2. Melakukan pendampingan dan pengendalian PLD dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya; 
  3. Fasilitasi Kaderisasi Masyarakat Desa dalam rangka pelaksanaan UU Desa; 
  4. Fasilitasi penyusunan produk hukum di desa dan/atau antar desa; 
  5. Fasilitasi kerjasama antar desa dan dengan pihak ketiga dalam rangka pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa; 
  6. Mendampingi desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan terhadap pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa;
  7. Fasillitasi Koordinasi kegiatan sektoral di desa dan pihak terkait, dan 
  8. Fasilitasi pemberdayaan perempuan, anak dan kaum difable/berkebutuhan khusus, kelompok miskin dan masyarakat marginal.
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut, seorang Pendamping Desa (PD) harus memiliki bekal. 

Bekal Pendamping Desa :  
  1. Pengetahuan dan kemampuan dalam mengorganisasi pelaksanaan program dan kegiatan di Desa; 
  2. Kemampuan dalam pengembangan kapasitas, kaderisasi dan pengorganisasian masyarakat;
  3. Kemampuan melakukan fasilitasi kerjasama antar lembaga kemasyarakatan di tingkat desa; 
  4. Pemahaman system pembangunan partisipatif dan pemerintahan desa; 
  5. Kemampuan berkomunikasi dengan baik, dan 
  6. Kemampuan bekerjasama dengan aparat pemerintah Desa.
Belum dapat Modul Pelatihan Pratugas PDP dan PDTI 2016, semua Modul Pelatihan dapat di donwload atau unduh disini. 

25 September 2016

Modul dan Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa

Modul Pelatihan Pembangunan dan Pemberdayaan Desa, Pendamping Lokal Desa (PLD) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa, PDTT).

Ada tiga tiga jenis Modul Pelatihan. Masing-masing; Modul Pelatihan untuk Pendamping Lokal Desa, Modul Pelatihan untuk Pendamping Desa, dan Modul Perlatihan untuk Tenaga Ahli.

Sebagaimana diatur dalam PP No.43 Tahun 2014 dan yang telah diperbarui dengan PP No.47 Tahun 2015, baik Pendamping Lokal Desa, Pendamping Desa maupun Tenaga Ahli ketiganya merupakan tenaga pendamping profesional yang bertugas membantu pemerintah, khususnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dalam menjalankan kewajibannya melakukan pemberdayaan masyarakat Desa.

Modul-modul tersebut dapat dimanfaatkan sebagai acuan bagi setiap pihak, baik perangkat pemerintahan di tingkat Daerah Kabupaten, Kecamatan, pemerintah Desa, masyarkat maupun pemangku kepentingan lain dalam upaya memfasilitasi implementasi Undang-Undang Desa.

Donwload: Modul Pelatihan Pendamping Lokal Desa

Bahan-Bahan Bacaan Pendamping Lokal Desa
  • Desa Mandiri dalam Kerangka Visi UU Desa - Donwload
  • Pemberdayaan Masyarakat Desa - Donwload
  • Sistem Penganggaran Dalam Sistem Pembangunan Desa - Donwload
  • Pengembangan Wilayah Desa - Donwload
  • Perencanaan Pembangunan Desa Berperspektif Inklusi - Donwload
  • Keterpaduan Regulasi Desa dengan Peraturan Perundangan Lain - Donwload
  • Produk Hukum Desa - Donwload

Bahan bacaan PLD juga bisa di donwload sekaligus disini.

Untuk diketahui, Pengesahan Undang undang Desa No.6 Tahun 2014 (UU Desa) menandai dibukanya gerbang harapan menuju kehidupan berdesa yang lebih maju.UU Desa di samping memberikan dasar hukum bagi keberadaan desa, juga menghadirkan cara pandang baru dalam melihat pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa. Desa diakui desa sebagai subyek yang mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri. Masyarakatnya memiliki ruang dan kesempatan luas untuk ikut ambil bagian dalam perencanaan pembangunan desa. Bahkan pemerintah, utamanya Pemerintah Kabupaten/
Kota diwajibkan mendampingi desa dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian.[]

Tigadaya Menuju Desa Mandiri

Issu Strategis Menuju Desa Mandiri

Mewujudkan Desa yang mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial melalui pendekatan pembangunan dan pemberdayaan Desa merupakan gambaran mengenai Desa Mandiri. 

Muatan strategis UU Desa menuju Desa mandiri bertumpu pada tigadaya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi Desa dan antar Desa, makin kuatnya sistem partisipatif Desa, serta terbangunnya masyarakat di Desa yang kuat secara ekonomi dan sosial-budaya serta punya kepedulian tinggi terhadap pembangunan serta pemberdayaan Desa.

Tigadaya tersebut selaras dengan Konsep yang disampaikan Prof. Ahmad Erani Yustika selaku Dirjen PPMD Kemendes PDTT pada beberapa kesempatan, bahwa membangun Desa dalam konteks UU No 6 Tahun 2014 setidaknya mencakup upaya-upaya untuk mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat Desa di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Konsep tersebut dikenal dengan istilah “Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, dan Jaring Wira Desa”.

Lumbung Ekonomi Desa

Lumbung Ekonomi Desa tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan finansial terhadap rakyat miskin, tetapi juga mendorong usaha ekonomi Desa dalam arti luas. Penciptaan kegiatan-kegiatan yang membuka akses produksi, distribusi, dan pasar (access to finance, access to production, access to distribution and access to market) bagi rakyat Desa dalam pengelolaan kolektif dan individu mesti berkembang dan berlanjut.

Pembangunan dan pemberdayaan Desa diharapkan mampu melahirkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah konsep mengenai perkuatan dan kontribusi yang disumbangkan oleh sektor ekonomi riil, tidak hanya dari pasar uang dan pasar saham. Sektor ekonomi riil yang tumbuh dan berkembang dari bawah karena dukungan ekonomi rakyat di Desa.

Pertumbuhan ekonomi dari bawah bertumpu pada 2 hal pokok yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pelaku ekonomi lokal untuk memanfaatkan sumberdaya milik lokal dalam rangka kesejahteraan bersama dan memperbanyak pelaku ekonomi untuk mengurangi faktor produksi yang tidak terpakai.

Dua hal di atas dapat dicapai jika ada intervensi Pemerintah pada pasar lokal, karena pasar tidak bisa membentuk bahkan menstimulasi kesempatan dan pelaku dalam keadaan ketidakseimbangan modal, informasi, dan akses lain yang dimiliki para pelaku. Kurang adanya intervensi yang pantas dari pemerintah dalam daya ekonomi bawah ini telah menyebabkan permasalahan antara lain kegagalan pasar, terjadinya monopoli, misalokasi sumberdaya, dan adanya sumberdaya yang tidak terpakai.

Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya tidak cukup hanya melalui treatment membuka akses permodalan, akan tetapi juga akses produksi, akses distribusi dan akses pasar. Akses permodalan dibuka dan dikembangkan melalui pemberian kredit yang terjangkau dan fleksible, akses produksi dikembangkan melalui dorongan dan dukungan sektor industri lokal yang berbasis sumberdaya lokal, dan akses pasar dikembangkan melalui regulasi dan kebijakan yang memastikan terbentuk dan berkembangnya kondisi yang optimum dari perekonomian di perdesaan.

Pertumbuhan ekonomi dari bawah menitikberatkan pada tumbuh dan berkembangnya sektor usaha dan industri lokal, yang mempunyai basis produksi bertumpu pada sumberdaya lokal. Bentuk-bentuk usaha yang telah berkembang seperti kerajian, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, industri kecil, makanan olahan sehat, adalah sektor ekonomi strategis yang harusnya digarap Desa dan Kerjasama Desa.

Lumbung Ekonomi Desa juga harus mengembangkan sektor usaha dan produksi rakyat yang mendeskripsikan kepemilikan kolektif lebih konkrit. Bentuk-bentuk yang telah dinaungi peraturan perundangan semacam BKAD, BUMDes, Koperasi, maupun badan usaha milik masyarakat lain perlu diprioritaskan. Pilihan-pilihan usaha berbasis kegiatan yang telah dibentuk dan dikembangkan masyarakat Desa misalnya listrik desa, desa mandiri energi, pasar desa, air bersih, usaha bersama melalui UEP, lembaga simpan pinjam juga merupakan prioritas kegiatan dalam rangka pengembangan Lumbung Ekonomi Desa.

Lingkar Budaya Desa

Lingkar Budaya Desa mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya bangsa mengenai musyawarah mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia (desa) Indonesia yang tekun, bekerja keras, sederhana, serta punya daya tahan. Selain itu lingkar budaya Desa bertumpu pada bentuk dan pola komunalisme, kearifan lokal, keswadayaan sosial, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di Desa.

Jaring Wira Desa

Jaring Wira Desa adalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia Desa yang mencerminkan sosok manusia Desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri.Jaring wira Desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu menggerakkan dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di Desa dengan kesadaran, pengetahuan serta ketrampilan sehingga Desa juga melestarikan keteladanan sebagai soko guru kearifan lokal.

Diolah dari Modul Pelatihan PLD - Mencapai Desa Mandiri Dalam Kerangka UU Desa.

21 September 2016

Modul Pelatihan Tenaga Ahli (TA) Provinsi

Pengesahan Undang-undang Desa No.6 Tahun 2014 (UU Desa) menandai dibukanya gerbang harapan menuju kehidupan berdesa yang lebih maju. Di samping memberikan dasar hukum bagi keberadaan desa, UU Desajuga menghadirkan cara pandang baru dalam melihat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa. 

Desa diakui sebagai subyek yang berkewenangan mengatur dan mengurus pemerintahan. Setiap anggota masyarakatnya boleh dan diakui haknya untuk ambil bagian dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan desa. Untuk kemajuan desa bahkan pemerintah, utamanya Pemerintah Kabupaten/Kota diwajibkan mendampingi desa dalam pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian. Mendampingi, bukan untuk menentukan, tetapi memberdayakan desa untuk semakin kuat menjadi mandiri.


Begitu mendasarnya perubahan yang ditawarkan UU Desa dan luasnya ruang lingkup wilayah geografis sehingga implementasi visi UU Desa membutuhkan kesanggupan kerja sinergis berbagai pihak. Salah satunya adalah menyangkut kesiapan pemerintah baik dalam menyiapkan tata kelola dan penyesuaian kerja birokrasi, maupun dalam melakukan pendampingan masyarakat desa.


Pendampingan yang dilakukan pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

2015 bertujuan;
  1. Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa;
  2. Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif;
  3. Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan
  4. Mengoptimalkan Aset Lokal Desa secara Emansipatoris. 
Untuk tujuan pendampingan itu, pemerintah dalam melaksanakan fungsinya dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada tenaga ahli profesional dan pihak ketiga (UU Desa Psl 112, ayat 4 dan PP 43, Psl 128 ad 2). Tenaga ahli profesional yang dimaksud adalah pendamping desa, tenaga teknik, dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat desa (Permendes No.3/2015 Psl. 5). 

Meskipun tenaga ahli profesional adalah personalia yang berpengalaman dibidang yang dibutuhkan, namun tidak bisa dinafikan bahwa dalam kerangka

kerja implementasi UU Desa, Tenaga Ahli perlu memahami substansi dan perspektif baru. Karena itu di samping peningkatan kapasitas satuan kerja perangkat daerah, perlu juga peningkatan kapasitas Tenaga Ahli, untuk membantu terselenggaranya kerja-kerja optimal demi terwujudnya visi UU Desa. 

Dalam rangka mendukung pelaksanaan UU Desa dan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi telah penyelenggaraan pelatihan Tenaga Ahli untuk mendorong implementasi UU Desa.

Diharapkan pelatihan ini dapat menambahkan perspektif pengetahuan dan sikap yang memadai bagi para Tenaga Ahli dalam menjalankan tugas dan fungsinya 
menengefektifkan kerja-kerja untuk implementasi UU Desa. 

Modul Pelatihan Tenaga Ahli (TA) Provinsi Tahun 2016

  • Download: Kurikulum Pelatihan TA
  • Download: PB 1Visi UU Desa
  • Download: PB 2UU Desa dan Promosi Inklusi Sosial
  • Download: PB 3Nomenklatur Desa Adat
  • Download: PB 4Kewenangan dan Produk Hukum Desa
  • Download: PB 5Sistem Pembangunan Desa
  • Download: PB 6Demokratisasi dan Tata Kelola Desa
  • Download: PB 7BUMDes dan Ekonomi Desa
  • Download: PB 8Pengembangan Desa
  • Download: PB 9Pemberdayaan Masyarakat Desa
  • Download: PB 10Peran dan Komitmen Tenaga Ahli

11 Juni 2015

10 Buku Saku Pendampingan Desa

Sebagai kementerian baru, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, terus berkomitmen meninggalkan cara-cara lama dan memulai cara baru dalam pendampingan desa yang sesuai dengan spirit Undang-Undang Desa.

10 Buku Saku Pendampingan Desa

Sebagaimana disebutkan dalam buku “Kewenangan Desa dan Regulasi Desa”. Pendampingan desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasi penggunaan Dana Desa, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap desa.

"Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis".

Kegiatan pendampingan membentang mulai dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisir dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, memperkuat organisasi-organisasi warga, memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jejaring dan kerjasama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat.

Hal tersebut, sebagaimana telah diatur dalam Permendesa No.3 Tahun 2015 tentang Pendamping Desa. Dimana selain bertugas mengawal implmentasi UU Desa, para pendamping desa ditugaskan mengawal proses pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat desa.

Oleh karena itu, untuk menyelenggarakan pendampingan desa yang sesuai dengan UU Desa, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi telah menyiapkan banyak bekal untuk para pendamping, mulai dari pendamping nasional hingga pendamping desa dan pendamping lokal desa sebagai ujung terdepan yang paling dekat dengan Desa. 

Namun, meskipun para pendamping berdiri disamping desa secara egaliter, tetapi mereka harus lebih siap dan wajib memiliki pengetahuan tentang desa. Karena tugas utama para pendamping desa yaitu mengawal implementasi Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah menerbitkan 10 Buku Saku Pendampingan Dea. Buku-buku ini merupakan bacaan penting yang harus dibaca dan dihayati oleh para pendamping desa, dan tentu saja oleh semua stakeholder lainnya.

10 Buku Saku Pendampingan Desa, sebagai berikut: 

Buku saku tersebut bukan hanya untuk para Pendamping Desa, juga ditujukan bagi para pegiat Desa dan para pelaku di tingkat desa termasuk seluruh masyarakat Indonesia yang menghendaki adanya perubahan Desa kearah yang lebih baik sesuai spirit UU Desa.

Semoga bermanfaat.