22 Maret 2017

Indonesia Harus Memperbanyak Vareitas Pinang Unggul

Pinang (Areca catechu L.) termasuk dalam famili Arecaceae, tanaman yang sekeluarga dengan kelapa (Cocos nucifera). Pinang termasuk dalam salah satu jenis tumbuhan monokotil golongan palem-paleman.
Bibit Pinang Unggul Umur 6 Bulan
Menurut Agroforestry Database 4.0 (Orwa et all, 2009), pohon Pinang berasal dari China, Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini telah menyebar ke Fiji, India, Jepang, Kenya, Madagaskar, Pakistan, Papua Nugini, Filipina, Samoa, Kepualauan Solomon (dan kepulauan pasifik barat lainnya), Sri Lanka, Tanzania, Amerika Serikat.

Sayangnya, Di Indonesia minat menciptakan bibit pinang vareitas unggul tidak semeriah dengan inovasi bibit lainnya. Padahal, Indonesia sangat cocok untuk perkembangan tanaman pinang.

Berdasarkan data Dirjen pertanian, sedikitnya ada 14 provinsi yang memiliki area cukup baik untuk tanaman pinang, seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan.

Pinang betara super adalah salah satu vareitas yang diunggulkan di Indonesia.

Berbeda dengan India, di negeri mereka terdapat sejumlah varietas pinang unggul yang dipasarkan seperti, varietas pinang Mangala, Sumangala, Saigon, Mohitnagar, Kahikuchi Tall dan VTLAH-1, dan Srimangala.

Mengingat prospek pasar pinang yang terus tumbuh dan minat petani yang semakin tinggi. Indonesia harus punya inovasi untuk menciptakan lebih banyak varietas pinang unggul. Semoga.[]

20 Maret 2017

Menteri Desa: Ada 600 Kasus Laporan Penyelewengan Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo menyebutkan, sampai saat ini sudah ada 600 laporan yang masuk terkait penyelewengan dana desa.

Menurut Eko, dari 600 laporan yang masuk, 300 di antaranya sudah tindaklanjuti, sedangkan sebagian tidak lengkap dan dinilai hanya pelanggaran administratif saja.

"Kebanyakan para pengurus dana desa tidak tahu administrasinya. Dari 300 laporan itu, kita sudah laporkan ke polisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan sebagian sudah ditindaklanjuti dengan operasi tangkap tangan dan operasi sapu bersih pungli dan sebagainya," kata Eko di Kabupaten Alor, NTT, Senin (20/3/2017).

Eko menjelaskan, setiap ada penyelewengan dana desa, ia meminta segera dilaporkan ke pihaknya karena sudah ada satuan tugas dana desa, dan tentu dilaporkan melalui telepon secara gratis ke nomor 15040.

Baca: Tips untuk Aparat Desa yang Diperiksa

Dari laporan itu, lanjut Eko, pihaknya akan melakukan analisa dan langsung menindaklanjutinya dengan memberikan data itu kepada penegak hukum.

Jika yang melakukan pelanggaran di level penyelenggara negara, maka pihaknya akan melanjutkan ke KPK. Sedangkan jika pelanggarannya bukan penyelenggara negara, maka akan dilaporkan kepada polisi dan jaksa.

Eko mengaku, pengelolaan dana desa sebetulnya jauh lebih bagus dari dana-dana di kementerian lainnya.

Sebab, dana desa yang disalurkan dari APBN memiliki banyak komponen yang mengawasi, yakni langsung dari masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), penegak hukum, bahkan media massa.

Dana desa itu, lanjut Eko, jauh lebih efisien karena pembangunannya menggunakan dana desa dan dikerjakan oleh masyarakat secara swadaya.

Karena masyarakat merasa dana desa itu membantu lingkungan dan desanya sehingga mereka juga ikut menyumbang dalam bentuk tenaga dan material.

"Karena itu kita tetap pertahankan agar dana desa dikelola oleh masyarakat dan peran media tentu sangat penting sekali agar setiap ada penyelewengan segera dilaporkan ke kita," pungkasnya.[]

Kompas.com

Ayo Bangun BUMDes

Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang ada di desa yang di bentuk oleh pemerintahan desa bersama masyarakat desa melalui musyawarah desa
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang ada di desa yang di bentuk oleh pemerintahan desa bersama masyarakat desa melalui musyawarah desa.

Musyawarah desa merupakah salah satu wadah dan proses yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam menentukan arah pembangunan desa secara bersama-sama. 

Sebagai badan usaha desa, Badan Usaha Milik Desa menjadi alat perjuangan dalam mendorong pengembangan perekonomian di desa. Secara spesifik, pendirian BUMDes untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif berbasis desa, membuka lapangan kerja desa, mengoptimal aset, dan jaringan pasar desa.

Pemerintah pusat terus mendorong pembentukan BUMDes, dengan harapan agar kesejahteraan masyarakat desa meningkat dan kemiskinan di pedesaan terus menurun. 

Ruang desa mendirikan badan usaha berbasis desa sudah dibuka sebelum UU Desa lahir. Salah satu payung hukumnya yaitu Permendagri No.39 tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Namun, harapan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa belum terwujud sesuai harapan, hal ini terlihat dari jumlah angka kemiskinan yang meningkat di perdesaan. 

Dalam tiga tahun implementasi UU Desa. Banyak desa yang sukses mengelola BUMDes dengan aset ratusan juta bahkan milyaran rupiah. Bahkan ada yang menjadi inspirasi bagi desa-desa lainnya untuk belajar cara mendirikan dan mengelola BUMDes.

Bagi desa yang belum mampu menjadikan BUMDes sebagai alat perjuangan desa dalam meningkatkan perekonomian masyarakat, harus ada usaha dan ikhtiar untuk menjadikan BUM Desa yang berdaya. Apalagi dana desa itu, sifatnya hanya stimulus saja. Ayo Bangun BUMDes...![]

Antara Sarapan Dana Desa dan Minimnya Pendamping

Ayo Bangun Desa - Pemprov Kalimantan Timur menghendaki serapan dana desa 2017 mencapai 100 persen, namun di sisi lain jumlah pendamping desa baik yang ditempatkan di tingkat kabupaten, kecamatan, hingga lokal desa terlalu minim.
Tugas pendampingan adalah menyukseskan penggunaan dana desa dari APBN agar tepat sasaran, sehingga keberadaannya menjadi penting karena selain mengawal proses perencanaan juga akan mengawal proses di lapangan hingga pada laporan pertanggungjawaban.

Berdasarkan hasil perpanjangan kontrak Pendamping Desa pada Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) untuk Provinsi Kaltim, baru terdapat 163 pendamping, padahal idealnya harus ada 521 pendamping mulai tingkat kabupaten hingga lokal desa.

Tugas pendampingan adalah menyukseskan penggunaan dana desa dari APBN agar tepat sasaran, sehingga keberadaannya menjadi penting karena selain mengawal proses perencanaan juga akan mengawal proses di lapangan hingga pada laporan pertanggungjawaban.

Kebutuhan Pendamping P3MD 2017 untuk Kaltim yang sebanyak 521 orang itu terdiri dari 49 Tenaga Ahli (TA) untuk ditempatkan di tingkat kabupaten.

Masing-masing kabupaten idealnya terdapat tujuh TA, sehingga dari tujuh kabupaten yang ada di Kaltim, maka akan diperoleh sebanyak 49 TA.

Kemudian di Kaltim terdapat 84 kecamatan. Masing-masing kecamatan setidaknya memiliki tiga Pendamping Desa (PD) sehingga paling tidak dibutuhkan 252 PD untuk tingkat kecamatan.

Selanjutnya ada 841 desa di kaltim. Dalam aturan yang ada, satu Pendamping Lokal Desa (PLD) melakukan pendampingan pada 3 sampai 4 desa (tergantung jarak dan kondisi), sehingga minimal seharusnya dibutuhkan sebanyak 220 PLD.

Sementara kondisi sekarang, sesuai hasil penandatanganan kontrak Pendamping P3MD yang dilakukan Kamis (9/3), Provinsi Kaltim baru terdapat 163 pendamping yang terdiri 21 TA, 55 PD, dan 87 PLD.

"Jelas ada korelasinya antara serapan dana desa dan jumlah pendamping yang ada. Apalagi dana desa 2017 sudah naik menjadi Rp692,42 miliar, tentu selain jumlah pendamping harus ideal, pendampingnya juga harus profesional," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim Moh Jauhar Efendi.

Untuk itu, pihaknya segera mengirim surat kepada Kemdes PDTT guna meminta dilakukan perekrutan Pendamping P3MD yang baru di Kaltim, mengingat pendampingan merupakan hal yang penting untuk mengawal pemanfaatan dana desa.

Ia tidak ingin serapan dana desa 2016 lalu yang kurang maksimal kembali terulang di tahun ini. Salah satunya akibat kurangnya pendampingan, sehingga tahun ini perlu dimaksimalkan pendampingannya.

Bagi pendamping yang sudah bertugas, ia minta tiga hal, yakni meningkatkan kapasitas diri terkait regulasi, melakukan koordinasi dengan aparatur mulai tingkat desa hingga kabupaten, dan intensif melakukan komuniksi kepada masyarakat hingga aparaturnya guna mempermudah pendampingan.

Bermanfaat Besar


Meski serapan dana desa 2016 kurang maksimal, namun Jauhar mengaku bahwa tahun lalu terdapat 2.597 unit sarana dan prasarana (sapras) yang berhasil dibangun oleh ratusan desa di Kaltim, sehingga ia menilai saparas tersebut manfaatnya sangat besar bagi masyarakat desa.

"Pemanfaatannya antara lain mencukupi kebutuhan air bersih, membangun akses jalan pertanian, tercukupinya sarana kesehatan, pendidikan, dan sejumlah manfaat lainnya," ujarnya.

Penggunaan dana desa merupakan kewenangan pemerintah desa bersama masyarakat, sehingga desa bebas menggunakan anggaran dari APBN tersebut untuk kegiatan apapun, sepanjang bertujuan menunjang pengembangan desa dan harus berdasarkan hasil musyawarah desa.

Memang lanjutnya, dalam aturan sudah ditetapkan penggunaan dana desa diprioritaskan dua hal, yakni pembangunan infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat, namun dari masing-masing item itu memiliki sub yang penjabarannya sangat luas, sehingga pemanfaatannya menjadi fleksibel.

Secara umum, hasilnya kini sudah bisa dinikmati masyarakat baik berupa pembanguna jalan pertanian, jalan lingkungan, sarana air bersih, listrik, pembangunan gedung sekolah, maupun bangunan kesehatan.

Namun diakuinya serapan dana desa pada 2016 masih belum 100 persen karena berbagai sebab, sehingga ia meminta kepada pihak terkait di kabupaten, camat, aparatur desa, hingga para pendamping desa mampu mengoptimalkan DD 2017 agar bisa terserap 100 persen.

Pada 2016 dana desa untuk 836 desa di Provinsi Kaltim senilai Rp540,7 miliar, namun berdasarkan data yang ada, anggaran yang berhasil dimanfaatkan senilai Rp343,98 miliar untuk berbagai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Pemanfaatannya antara lain untuk pengadaan dua unit Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dan jaringan kabelnya dengan nilai Rp281,34 juta, pembangunan 20 unit Pondok Bersalin Desa (Polindes) pada 20 desa dengan total senilai Rp2,342 miliar.

Kemudian untuk pembangunan sebanyak 62 unit Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada 62 desa dengan total senilai Rp8,416 miliar, 66 unit tempat pengolahan sampah senilai Rp376,38 juta, 57 unit gedung TK/PAUD senilai Rp10,44 miliar.

Bertambahnya sapras di desa-desa tersebut tentu berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Apalagi pendapatan desa bukan hanya dari DD, tetapi ada juga dari alokasi dana desa (ADK) kabupaten, sumbangan pihak ketiga, dan sumber lainnya sehingga semuanya bisa digunakan untuk meningkatkan potensi lokal desa.

Tidak Cairkan

Pada 2016 terdapat 18 desa di Kaltim tidak bisa mencairkan dana desa karena beberapa hal, di antaranya ada kepala desa yang takut menghadapi persoalan hukum, belum adanya laporan tahun sebelumnya, dan masalah lainnya.

Menurut Alwani, Kepala Konsultan Pendamping Wilayah (KPW) Provinsi Kaltim, sebanyak 18 desa di Kaltim yang tidak bisa menggunakan dana desa 2016 adalah 12 desa di Kabupaten Paser, dua desa di Berau, dua desa di Kutai Barat, dan dua desa di Kabupaten Kutai Timur.

Menurut Alwani, permasalahan umum sehingga desa tidak bisa menggunakan dana desa antara lain tidak maksimalnya wewenang pendamping dalam fungsi pengawasan dan penggunaan dana, kemudian tidak adanya pengawasan melekat dan audit dari kecamatan dan kabupaten terkait penggunaan dana desa.

Sedangkan permasalahan khusus antara lain di Paser karena ketidakmampuan kades membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran 2015. Di Kutai Barat ada kades yang menolak menandatangani laporan penggunaan dana desa.

Sementara Kabid Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan DPMPD Kaltim Musa Ibrahim menilai, untuk memaksimalkan penggunaan DD dan agar tepat sasaran, harus dilakukan pengawasan melekat oleh aparatur tingkat kecamatan, kabupaten, hingga DPRD setempat.

Untuk tingkat kecamatan, maka camat harus membuat tim khusus dalam bentuk surat keputusan (SK) yang tugasnya melakukan pengawasan, di tingkat kabupaten adalah intansi terkait, bahkan bupatinya, sedangkan dari sisi legislasi adalah pengawasan dari DPRD.

Pihak yang memiliki peran melakukan pengawasan penggunaan maupun serapan DD dari APBN bukan hanya masyarakat dan aparatur terkait, namun semua anggota DPRD juga memiliki peran yang sama agar pemanfaatanya tepat sasaran.

"Saat menerima kunjungan Komisi I DPRD Kabupaten Kutai Barat, ke DPMPD Kaltim, salah satu yang saya sampaikan adalah perlunya peran DPRD melakukan pengawasan dana desa," tutur Musa.

Terkait dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang secara spesifik berkaitan dengan dana desa, maka pembangunan dari pinggiran (desa) merupakan hal prioritas.

Secara garis besar, ada dua hal pokok yang disampaikan saat menerima kunjungan DPRD Kutai Barat, yakni perlunya peran aktif DPRD dalam melakukan pengawasan atas serapan dana desa agar bisa mencapai 100 persen.

Hal ini sejalan dengan salah satu fungsi pengawasan yang melekat pada DPRD, sehingga semakin banyaknya pihak yang melakukan pengawasan, maka akan berdampak pula pada semakin minimnya kemungkinan adanya penyalahgunaan dana desa.

Penggunaan dana desa berdasarkan aturan yang berlaku, hanya boleh digunakan untuk dua kegiatan, yakni pembangunan desa dan untuk pemberdayaan masyarakat desa.

Namun penjabaran dua hal ini sangat luas sehingga penggunaannya juga fleksibel, sepanjang tidak lepas dari aturan dan ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah desa.

Selain kepada DPRD, Musa juga berharap Pemerintah Kabupaten Kutai Barat selaku pihak eksekutif, terus mendorong pembangunan desa/kampung menjadi desa yang maju, terlebih bisa mandiri.

Untuk dapat mengubah desa tertinggal menjadi maju dan yang maju menjadi mandiri, maka perlu menitik beratkan pola pembangunan desa dengan mengutamakan potensi lokal, termasuk pembangunan yang bertumpu pada kawasan perdesaan dengan memaksimalkan penggunaan dana desa.

Optimalisasi dana desa sangat penting mengingat kondisi keuangan Pemprov Kaltim dan Pemkab di Kaltim Kutai kini dalam kondisi defisit, sehingga DD bisa menjadi sumber dana pembangunan di desa yang strategis.

Selain itu, jumlah pendamping desa juga perlu ditambah untuk memaksimalkan serapan dana desa. Sedangkan bagi pendamping yang bertugas, tentu harus memberi manfaat bagi masyarakat dan aparatur setempat, yakni sebagai pembawa informasi plus pemecah masalah, bukan sebaliknya.(*)

Antaranews.com

19 Maret 2017

Menteri Eko Putro Sandjojo: Desa Fokus Utama Pembangunan

Ayo Bangun Desa - Desa menjadi prioritas pembangunan. Presiden Joko Widodo melalui kebijakan strategi nasional nawacita mengutamakan pembangunan dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.
Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, BSEE., MBA dihadapan ratusan mahasiswa pascasarjana saat kuliah umum di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).
Menteri Desa PDTT,  Eko Putro Sandjojo
"Ini berarti desa sebagai fokus dan lokus utama pembangunan," ujar Menteri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, BSEE., MBA dihadapan ratusan mahasiswa pascasarjana saat kuliah umum di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).

Menteri Desa PDTT Eko Putro Sandjojo, BSEE., MBA hadir sebagai dosen tamu dalam kuliah umum yang bertema Penguatan Peran Perguruan Tinggi Dalam Pembangunan Daerah dan Masyarakat Desa.

"Desa dapat menjadi pengungkit ekonomi nasional," ia menambahkan. Dalam presentasinya, Menteri Eko Putro Sandjojo menyampaikan 58,4 juta dari 125 juta angkatan kerja di Indonesia berada di desa.

"Jika 58,4 juta angkatan kerja di desa memiliki penghasilan rata-rata Rp 2 Juta per bulan, maka akan ada Rp 116,8 Triliun uang yang beredar di desa," ujarnya.

"Artinya, setiap tahun akan terdapat Rp 1.402 Triliun uang yang beredar di desa," ia melanjutkan.

Mengakhiri kuliah umumnya, Menteri Eko Putro Sandjojo, mengajak mahasiswa dan pengusaha muda untuk membangun potensi desa.

"Jika aktivitas ekonomi desa meningkat maka akan berdampak positif pada peningkatan pertumbuhan ekonomi desa yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional," ia memungkasi. 

Liputan6.com

18 Maret 2017

Ingin Jadi Sahabat Desa, Mendes Buka Ruang Diaspora Mengajar di Desa

Ayo Bangun Desa - Ketua Dewan Penasihat Diaspora Indonesia, Dino Patti Djalal bersama anggota diaspora lainnya berkunjung ke Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Kalibata Jakarta, Jum’at (17/3). 
Ketua Dewan Penasihat Diaspora Indonesia, Dino Patti Djalal bersama anggota diaspora lainnya berkunjung ke Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) di Kalibata Jakarta.
Mendes Eko bersama Dino Patti Djalal/Foto: Kemendes
Dalam kunjungan tersebut Diaspora menginisiasi adanya kerjasama untuk membangun desa. 

Mendes PDTT, Eko Sandjojo, mengapresiasi dan menyambut baik inisiasi tersebut. Menurutnya, desa membutuhkan sebuah model agar mampu mandiri secara ekonomi. Namun menjadi permasalahan saat 60 persen angkatan kerja di Indonesia hanya berpendidikan SD dan SMP. Model yang diterapkan pun harus sederhana dan mudah diaplikasikan.

“Kita memperjuangkan anak (desa) dikasih tanah dikasih apa, kalau tidak dikasih pekerjaan, tanah itu akan dijual juga,” ujarnya.

Mendes Eko menambahkan, setiap desa memiliki potensi dan keunikan masing-masing, meskipun 80 persen masyarakat desa masih hidup di sektor pertanian. Oleh karena itu dirinya berharap, Diaspora Indonesia dapat membantu desa dari segi e-commerce hingga pengembangan sektor pariwisata. 

Bahkan ia membuka ruang bagi Diaspora Indonesia untuk terjun langsung mengajar di desa. “Harapannya Diaspora bisa bantu e-commerce. Atau juga Diaspora bisa investasi di Pariwisata,” ujarnya.

Ketua Dewan Penasihat Diaspora Indonesia, Dino Patti Djalal, mengatakan, Diaspora Indonesia akan menggalang organisasi Diaspora, Ormas Diaspora, individu maupun perusahaan untuk bekerjasama membantu desa. “Mereka bisa jadi sahabat desa. Apa kerjasamanya, tentu kami terbuka,” ujar Dino.

Ia mencontohkan, bantuan yang diberikan bisa dalam bentuk komputer, solar cell (pembangkit listrik tenaga surya), buku, infrastruktur, bahkan beasiswa. Dalam hal ini pemuda pintar di desa akan diundang, untuk mendapatkan beasiswa di kampus-kampus wilayah Diaspora. Sebagai langkah awal, Dino meminta kementerian untuk menyediakan setidaknya 100 daftar desa tertinggal.

“Ini mengalir aja pak (Menteri Eko), apa yang dibutuhkan desa kita komunikasikan,” ujarnya.

Kemendesa PDTT

17 Maret 2017

APBDes Milik Masyarakat Desa dan Wajib Dipublikasi

Subtansi UU Desa No.6 Tahun 2014 adalah mewujudkan kedaulatan desa dalam semua aspek kehidupan masyarakat. Salah satu wujudnya yakni masyarakat desa dilibatkan dalam musyawarah desa (Musdes) mulai dari proses menyusun RPJM Desa, RKP Desa, APBDes sampai pada pengawasan pembangunan desa

Baliho publikasi APBDes
Anggaran desa itu milik masyarakat desa, bukan milik kades dan aparatur desa saja. Oleh karena itu, penggunaannya harus diketahui oleh masyarakat desa.

Sebagai milik publik, maka Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) harus dipublikasikan agar semua warga desa dapat mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang akan dibiayai oleh APB Desa dalam setiap tahun anggaran.

Bagaimana Cara Mempublikasikan APBDes?

Cara publikasi APBDes itu sangat gampang dan mudah. Karena banyak saluran atau media informasi yang dapat dipergunakan dan letaknya strategis. Misalnya di kantor desa dan dipersimpangan lorong desa, dll.

Selain itu, APBDes dapat dipublikasikan melalui papan informasi desa, website desa, dan buletin jumat.

APBDes bisa juga dipublikasikan melalui baliho dan media lainnya yang bersifat terbuka dan mudah diakses oleh seluruh masyarakat.

Apa manfaat dan nilai positif dengan keterbukaan informasi desa, salah satunya dapat menghindari fitnah dan prasangka negati kepada pemerintah desa dan prasangka-prasangka lainnya. 

Untuk dipahami bahwa penggunaan dana desa harus dimulai dari musyawarah desa (musdes) yang digelar oleh Badan Permusyawaratan Desa atau BPD.

Demikian artikel tentang APBDes Milik Masyarakat Desa dan Wajib Dipublikasi. Semoga bermanfaat.

15 Maret 2017

Menunggu Launching Aplikasi Jaga Desa

Akuntabilitasi pengelolaan dan penggunaan dana desa harus terus ditingkatkan, agar semakin lebih baik dimasa mendatang. Masyarakat dapat berpartisipasi dengan ikutserta mengawasinya. 


Sebagaimana diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong pelibatan aktif masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa. Aplikasi daring tengah disiapkan untuk memudahkan pelaporan oleh masyarakat. 

Menurut informasi, "KPK akan meluncurkan aplikasi daring jaga desa dalam waktu dekat". Masyarakat bisa berpartisipasi lewat handphone.

Melalui aplikasi ini diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam mengawasi dana desa. 

Nah, seperti apa aplikasi jaga desa yang tengah disiapkan oleh lembaga anti rasuah itu. Apakah berbasis android? 

Di informasikan, setelah diluncurkan aplikasi itu dapat diakses dan digunakan oleh seluruh masyarakat. 

Aplikasi Ruang Desa

Ruang Desa adalah sebuah aplikasi daring (android) bagi para pegiat desa yang kesulitan berkonsultasi tentang desa. Lewat aplikasi ini, perangkat desa, pendamping desa, dan tenaga ahli dapat saling berkonsultasi dan mendapatkan notifikasi atau informasi tentang desa hanya dengan menggunakan ponsel.

User (pengguna) dari aplikasi Ruang Desa adalah fasilitator (pendamping desa dan tenaga ahli) dan perangkat desa. Aplikasi ini dapat diunduh secara gratis di Google Play.

Uji coba penggunaan aplikasi ini akan dilakukan akan dilakukan hingga bulan Juni mendatang. Mulai kapan aplikasi bisa di donwload di google play. 

Mari kita tungguh informasi selanjutnya.[]