03 Desember 2019

Format RPJM Desa dan Panduan Penyusunan

Perencanaan Pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan BPD dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Desa.

A. Tahapan Penyusunan dan Penetapan RPJM Desa


Musyawarah Desa tentang perencanaan Desa
Pembentukan tim penyusun RPJM Desa

Penyelarasan Arah Kebijakan Desa dengan Kebijakan Pembangunan Kabupaten /Kota

Pengkajian keadaan desa

Pemetaan dan pengembangan aset dan potensi aset Desa

Penyusunan rancangan RPJM Desa

Musrenbang Desa membahas rancangan RPJM Desa Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati RPJM Desa

Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati RPJM Desa

Musyawarah BPD untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa tentang RPJM Desa

Sosialisasi RPJM Desa

01 Desember 2019

5 Tahapan Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa

Tata cara pelaksanaan kegiatan pengadaan barang dan jasa di Desa diatur dengan peraturan Bupati/Walikota tentang Pengadaan Barang/Jasa di Desa berpedoman pada peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan barang/jasa di Desa.


Bupati/Walikota dalam menyusun peraturan tentang pengadaan barang dan jasa di Desa dengan berpedoman pada Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa dengan tetap memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa

Tatacara pengadaan barang dan jasa di Desa terdiri 5 tahapan yaitu tahapan perencanaan pengadaan, persiapan pengadaaan, pelaksanaan pengadaaan, tahapan pelaporan dan serah terima.

Tahapan Perencanaan Pengadaan

Perencanaan pengadaan dilakukan pada saat penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Perencanaan pengadaan yang dimuat dalam RKP Desa meliputi:

a. jenis kegiatan; 
b. lokasi;
c. volume;
d. biaya;
e. sasaran;
f. waktu pelaksanaan kegiatan;
g. pelaksana kegiatan anggaran;
h. tim yang melaksanakan kegiatan; dan
i. rincian satuan harga untuk kegiatan pengadaan yang akan dilakukan.

Kemudian hasil perencanaan pengadaan dituangkan dalam Berita Acara Hasil Musrenbangdes dalam penyusunan RKP Desa.

Selanjutnya Kepala Desa mengumumkan hasil perencanaan pengadaan yang ada dalam RKPDes melalui media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat desa, sekurang-kurangnya pada papan pengumuman Desa. 

Pengumuman perencanaan pengadaan yang diumumkan oleh Kepala Desa paling sedikit memuat: 

1) Nama Kegiatan; 
2) Nilai Pengadaan; 
3) Jenis Pengadaan; 
4) Keluaran/Output (terdiri dari volume dan satuan); 
5) Nama TPK; 
6) Lokasi; dan 
7) Waktu Pelaksanaan.

Perencanaan Pengadaan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kegiatan dan Anggaran Desa dan Rencana Kerja Kegiatan Desa.

4 tahapan lainnya dalam pengadaan barang dan jasa di Desa, yakni tahapan persiapan pengadaaan, pelaksanaan pengadaaan, pelaporan dan serah terima.

20 November 2019

Apa Tugas Kepala Desa Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa

Aturan terbaru Pengadaan Barang/Jasa di Desa berpedoman kepada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Aturan terbaru Pengadaan Barang/Jasa di Desa berpedoman kepada Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Dalam Peraturan LKPP No.12/2019 ini yang dimaksud dengan Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang selanjutnya disebut Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan melalui swakelola dan/atau penyedia barang/jasa.

Adapun para pihak yang terlibat dalam pengadaan terdiri dari atas Kepala Desa, Kasi/Kaur, Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), Masyarakat dan Penyedia (BAB III Pasal 8).

Pertanyaannya. Apa Tugas Kepala Desa Dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa? Berikut jawabannya.

Pasal 9

Tugas Kepala Desa dalam Pengadaan adalah: 
  1. Menetapkan TPK hasil Musrenbangdes; 
  2. Mengumumkan Perencanaan Pengadaan yang ada di dalam RKP Desa sebelum dimulainya proses Pengadaan pada tahun anggaran berjalan; dan 
  3. Menyelesaikan perselisihan antara Kasi/Kaur dengan TPK, dalam hal terjadi perbedaan pendapat.

Pasal 10

Kasi/Kaur mengelola Pengadaan untuk kegiatan sesuai bidang tugasnya.

Tugas Kasi/Kaur dalam mengelola Pengadaan:
  1. Menetapkan dokumen persiapan Pengadaan;
  2. Menyampaikan dokumen persiapan Pengadaan kepada TPK;
  3. Melakukan Pengadaan sesuai dengan ambang batas nilai dan kegiatan yang ditetapkan Musrenbangdes;
  4. Menandatangani bukti transaksi Pengadaan;
  5. Mengendalikan pelaksanaan Pengadaan;
  6. Menerima hasil Pengadaan;
  7. Melaporkan pengelolaan Pengadaan sesuai bidang tugasnya kepada Kepala Desa; dan
  8. Menyerahkan hasil Pengadaan pada kegiatan sesuai bidang tugasnya kepada Kepala Desa dengan berita acara penyerahan.
Dalam melaksanakan tugas-tugas diatas, Kasi/Kaur dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani surat perjanjian dengan Penyedia apabila anggaran belum tersedia atau anggaran yang tersedia tidak mencukupi. 

Kaur Keuangan tidak boleh menjabat sebagai pengelola Pengadaan.

Demikian jawaban tentang Tugas Kepala Desa dalam Pengadaan Barang dan Jasa di Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Pengadaan Barang Jasa di Desa.

Untuk diketahui, dengan dikeluarnya Peraturan LKPP No.12/2019 tentang Pedoman Penyusunan Pengadaan Barang Jasa di Desa ini, maka Perka LKPP Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 13 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa dinyatakan tidak berlaku.

19 November 2019

Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Pengadaan Barang Jasa di Desa

Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyusunan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Dalam Peraturan LKPP ini yang dimaksud dengan Pengadaan Barag/Jasa di Desa yang selanjutnya disebut Pengadaan adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan melalui swakelola dan/atau penyedia barang/jasa.

Kepala Desa adalah pejabat Pemerintah Desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga Desanya dan

melaksanakan tugas dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Kepala Urusan yang selanjutnya disebut Kaur adalah perangkat Desa yang berkedudukan sebagai unsur staf sekretariat Desa yang menjalankan tugas Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).

Kepala Seksi yang selanjutnya disebut Kasi adalah perangkat Desa yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis yang menjalankan Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).

Tim Pelaksana Kegiatan yang selanjutnya disingkat TPK adalah tim yang membantu Kasi/Kaur dalam melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa yang karena sifat dan jenisnya tidak dapat dilakukan sendiri oleh Kasi/Kaur.


Masyarakat adalah masyarakat Desa setempat dan/atau masyarakat desa sekitar lainnya.

Penyedia Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Penyedia adalah badan usaha atau orang perorangan yang menyediakan barang/jasa.

Pembelian langsung adalah metode pengadaan yang dilaksanakan dengan cara membeli/membayar langsung kepada 1 (satu) Penyedia tanpa permintaan penawaran tertulis yang dilakukan oleh Kasi/Kaur atau TPK.

Permintaan Penawaran adalah metode Pengadaan dengan membeli/membayar langsung dengan permintaan penawaran tertulis paling sedikit kepada 2 (dua) Penyedia yang dilakukan oleh TPK.

Lelang adalah metode pemilihan Penyedia untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia yang memenuhi syarat.

Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa dengan dikerjakan sendiri oleh TPK dan/atau masyarakat setempat.

Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah.

Pembinaan Pengadaan adalah kegiatan yang meliputi proses pembentukan peraturan bupati/walikota, konsultasi dan bimbingan teknis Pengadaan Barang/Jasa di Desa.

Prinsip Pengadaan Barang/Jasa di Desa
  1. Pengadaan di Desa harus menerapkan prinsip-prinsip Efisien, Efektif, Transparan, Terbuka, Pemberdayaan masyarakat, Gotong-royong, Bersaing, Adil, dan Akuntabel.
  2. Efisien, berarti Pengadaan harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang
  3. ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum;
  4. Efektif, berarti Pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya;
  5. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh masyarakat dan Penyedia yang berminat;
  6. Terbuka, berarti Pengadaan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas;
  7. Pemberdayaan masyarakat, berarti Pengadaan harus dijadikan sebagai wahana pembelajaran bagi masyarakat untuk dapat mengelola pembangunan desanya.
  8. Gotong-royong, berarti penyediaan tenaga kerja oleh masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa.
  9. Bersaing, berarti Pengadaan harus dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin Penyedia yang setara dan memenuhi persyaratan.
  10. Adil, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dan
  11. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Etika Pengadaan di Desa


Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pengadaan harus mematuhi etika sebagai berikut:
  1. melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan;
  2. bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan Pengadaan;
  3. tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat;
  4. menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis pihak yang terkait;
  5. menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan;
  6. menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan desa;
  7. menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan
  8. tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan.

Ruang Lingkup Pengadaan 

Pasal 4

(1) Pengadaan merupakan pelaksanaan Kewenangan Desa yang kegiatan dan anggarannya bersumber dari APBD esa.

(2) Kewenangan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(3) Tata cara Pengadaan yang merupakan pelaksanaan Kewenangan Desa dan pembiayaannya bersumber dari APB Desa diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota.

(4) Peraturan Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan berpedoman pada Peraturan Lembaga ini dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Pasal 5

(1) Pengadaan mengutamakan peran serta masyarakat melalui Swakelola dengan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada di Desa secara gotong-royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat dengan tujuan memperluas kesempatan kerja dan pemberdayaan masyarakat setempat.

(2) Dalam hal Pengadaan tidak dapat dilakukan secara Swakelola maka Pengadaan dapat dilakukan melalui Penyedia baik sebagian maupun seluruhnya.

17 November 2019

Rancangan Bangun Bisnis dan Pengelolaan BUMDes

Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejajteraan masyarakat Desa.
Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejajteraan masyarakat Desa.

Setiap Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa melalui prakarsa atau inisiatif masyarakat Desa. Pembentukan Bumdes ditetapkan melalui Peraturan Desa (Perdes). Hal inilah yang membedakan Bumdes dengan lembaga-lembaga ekonomi lainnya seperti koperasi, lembaga lumbung pangan, dan lainnya.

Sebagai lembaga ekonomi resmi di desa. Pendirian BUMDes memiliki dua fungsi yaitu sebagai lembaga sosial (sosial institution) dan komersil (commercial institution). 

Perpaduan dua fungsi Bumdes tersebut dapat dimaknai sebagai bentuk proteksi agar lembaga ekonomi desa ini tidak menjadi lembaga kapitalis yang hanya mengedepankan keuntungan sebesar-besarnya. Sebagaimana kebanyakan lembaga-lembaga ekonomi yang lahir di era moderen ini.

Pendirian Bumdes memiliki aturan dan mekanisme pembentukannya. Oleh karena itu, landasan pembentukan Bumdes harus dilakukan dengan benar. Agar Bumdes benar-benar menjadi lembaga yang kuat di desa dan diharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi masyarakat desa, terutama masyarakat miskin dan kelompok-kelompok terpinggirkan.

Berikut Beberapa Tahapan dalam Proses Pendirian dan Pengelolaan BUMDes.

A. Perencanaan 

Langkah perencanaan ini sebenarnya sudah selesai ketika pengurus BUMDes sudah menemukan ide-ide bisnis dan memilihnya menggunakan studi kelayakan usaha (SKU). Ide bisnis terpilih ini kemudian lebih didetailkan dengan membuat Perencanaan Usaha BUMDes (Business plan).

Jadi pada tahap ini pengurus BUMDes hanya perlu memeriksa ulang rencana usaha jika telah dibuat dengan melakukan hal-hal berikut ini: 
  1. Memeriksa kembali apakah asumsi-asumsi yang mendasari rencana operasi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia sudah sesuai dengan kondisi internal dan eksternal BUMDes.
  2. Memastikan kembali bahwa tujuan dapat dicapai.
  3. Menyusun rencana produksi, keuangan, fasilitas, pemasaran, sumber daya manusia, dan logistik.
  4. Menyusun kebijakan berupa pedoman untuk pengambilan keputusan
  5. Menyusun prosedur dan aturan.
  6. Menyusun anggaran dan kegiatan.
B. Pengorganisasian 

1. Tujuan Pengorganisasian Kesepakatan tentang Organisasi BUMDes dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART). 

Anggaran Dasar Bumdes memuat paling sedikit rincian nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan.

Sedangkan, Anggaran Rumah Tangga memuat paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber permodalan. 

Rancangan AD/ART Bumdes sekurang-kurangnya berisi: 
  1. Badan Hukum,
  2. Bentuk organisasi,
  3. Usaha yang dijalankan,
  4. Kepengurusan,
  5. Hak dan kewajiban,
  6. Permodalan,
  7. Bagi hasil laba usaha,
  8. Keuntungan dan kepailitan,
  9. Kerjasama dengan pihak ketiga,
  10. Mekanisme pertanggung jawaban,
  11. Pembinaan dan pengawasan masyarakat.
  12. Dll
Tujuan dari Pengorganisasian BUMDes adalah :
  1. Menjamin agar terjadi pembagian pekerjaan yang harus dilakukan dalam pekerjaan dan unit tertentu pada BUMDes.
  2. Mengatur pemberian tugas dan tanggung jawab yang berhubungan dengan pekerjaan masing-masing.
  3. Mengkoordinasikan tugas-tugas BUMDes yang beragam.
  4. Menyusun kelompok pekerjaan ke dalam unit atau bagian tertentu.
  5. Menetapkan hubungan antar individu, kelompok tugas, dan unit/bagian.
  6. Menetapkan jalur formal otoritas.
  7. Mengalokasikan dan mengerahkan sumber daya organisasi atau mengelola usaha yang dijalankan.
Struktur dan desain organisasi BUMDes perlu dibuat agar tujuan dari proses pengorganisasian tersebut dapat dicapai. Struktur organisasi merupakan susunan formal pekerjaan dalam sebuah organisasi melalui pendesainan organisasi.

2. Menyusun Struktur Organisasi Pengelolaan BUMDes berdasarkan pada AD/ART.

Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintah desa dan paling sedikit terdiri atas :

1. Penasihat atau komisaris.
2. Pelaksana operasional atau direksi:
a. Direktur atau manajer; dan
b. Kepala unit usaha
3. Pengawas

Penasihat atau komisaris dipegang oleh kepala desa. Jika anggota penasihat dan komisaris ditambah dengan tokoh masyarakat yang lain maka disebut dewan komisaris/penasihat.

Penasihat atau komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan pengelolaan usaha desa. Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa. Pelaksana operasional atau direksi bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha desa dan mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan.

Pengelolaan BUMDes dilakukan dengan persyaratan:

  1. Pengurus yang berpengalaman dan atau profesional;
  2. Mendapat pembinaan manajemen;
  3. Mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal;
  4. Menganut prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan
  5. Melayani kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil. Struktur di atas merupakan struktur standar, di mana pemerintah desa dapat menyesuaikan struktur organisasi BUMDes tersebut menurut kondisi setempat dan kebutuhan organisasi.
Prinsip dasarnya adalah struktur organisasi BUMDes harus sesuai dengan tujuan, fungsi, dan usaha yang dijalankan oleh BUMDes. Bisa jadi BUMDes belum membutuhkan kepala unit usaha jika masih menjalankan satu jenis usaha. 

Sebagai contoh, BUMDes cukup menambahkan satu orang staf operasional untuk unit usaha. Namun, untuk BUMDes yang sudah menjalankan berbagai unit usaha maka mungkin membutuhkan membentuk unit usaha yang dikepalai oleh Kepala Unit dengan dibantu oleh beberapa staf. 

Setelah struktur organisasi terbentuk dan sudah diisi oleh orang-orang yang kompeten maka BUMDes harus segera memulai menjalankan usaha. 

Tahap memulai usaha berbeda dengan tahap mengelola BUMDes setelah unit usaha didirikan. Metode yang sebaiknya digunakan pada tahap memulai usaha adalah menggunakan manajemen proyek

Proyek memulai unit usaha BUMDes dengan melakukan kegiatan-kegiatan sbb.: 
  1. Membangun tim kerja, menyusun daftar pekerjaan, pembagian kerja.
  2. Menyusun kebutuhan dana (anggaran) yang dibutuhkan untuk memulai usaha BUMDes sebelum usaha beroperasi.
  3. Mencari dan mengumpulkan sumber modal.
  4. Mengurus aspek legalitas usaha jika penting dan dibutuhkan.
  5. Merancang bangun produk atau jasa yang akan diproduksi beserta fasilitas produksinya.
  6. Pembelian peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
  7. Pengadaan tanah, bangunan, kendaraan, atau mesin yang diperlukan untuk operasional.
  8. Merancang strategi promosi dan menentukan target pasar.
  9. Kegiatan-kegiatan tambahan lainnya sesuai kebutuhan khusus jenis usaha.
Kegiatan memulai usaha ini merupakan kegiatan proyek yang dibatasi oleh waktu, membutuhkan pengarahan, dan pengendalian oleh pimpinan proyek yaitu direktur BUMDes.

Kegiatan ini dapat memakan waktu singkat atau waktu yang panjang tergantung pada tingkat kerumitan dan kompleksitas jenis usaha yang akan dijalankan oleh BUMDes. 

Kegiatan dalam memulai usaha ini sangat penting sehingga harus direncanakan dan dilakukan dengan cermat dan tepat waktu. Setelah tahap ini selesai maka pengelola dan staf BUMDes siap untuk memulai menjalankan operasional rutin dari unit usaha BUMDes.

Disarikan dari Buku Pintar BUM Desa dan berbagai sumber referensi lainnya. Semoga bermanfaat.

15 November 2019

Apakah BPD Boleh Menjadi Pengawas BUMDes?

Badan Usaha Milik Desa mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian desa guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dan salah satu filosofi bumdes kelahirannya yaitu tidak mengambil alih aktivitas ekonomi yang sudah dijalankan oleh warga, tetapi menciptakan yang baru, memberikan nilai tambah atau mensinergikan aktivitas-aktivitas ekonomi yang sudah ada.

Pengawas BUMDesa adalah pengawas yang mewakili kepentingan Masyarakat. Mekanisme pemilihan dan pengangkatan Susunan kepengurusan Pengawas BUMDes melalui Rapat Umum Pengawas. Kepengurusan Pengawas Bumdes terdiri atas ketua, wakil ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota dan anggota.

Pembentukan Bumdes termasuk dalam kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan Pasal 88 Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Dalam Pasal 89 UU Desa disebutkan, Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa dan dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Bumdes dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hasil usaha Bumdes dimanfaatkan untuk pengembangan usaha dan pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Bentuk Organisasi Pengelolaan Bumdes?

Organisasi Pengelolaan BUMDes terpisah dari Organisasi Pemerintah Desa. Dengan Susunan Kepengurusan Organisasi Pengelola Bumdes terdiri dari:

(a) Penasehat 
(b) Pelaksana Operasional, dan 
(c) Pengawas.

Penasehat Bumdes 

Penasehat Bumdes secara ex officio dijabat oleh Kepala Desa yang bersangkutan (Permendes No. 4/2015 Pasal 11). 

Lalu, apa saja Kewajiban dan Wewenang Penasehat BUMDes?

Kewajiban Penasehat BUMDes
  1. Memberikan nasihat kepada Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa;
  2. Mmemberikan saran dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa; dan
  3. Mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa.
Wewenang Penasehat BUMDes
  1. Meminta penjelasan dari Pelaksana Operasional mengenai persoalan yang menyangkut pengelolaan usaha Desa; dan 
  2. Melindungi usaha Desa terhadap hal-hal yang dapat menurunkan kinerja BUM Desa.
Pelaksana Operasional BUMDes

Tugas Pelaksana Operasional Bumdes yaitu mengurus dan mengelola Bumdes sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga atau AD ART Bumdes (Pasal 12 ayat 1).

Kewajiban Pelaksana Operasional Bumdes: 
  1. Pelaksana operasional Bumdes berkewajiban melaksanakan dan mengembangkan Bumdes agar menjadi lembaga yang melayani kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa;
  2. Menggali dan memanfaatkan potensi usaha ekonomi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes);
  3. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.
Wewenang Pelaksana Operasional Bumdes:
  1. Membuat laporan keuangan seluruh unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;
  2. membuat laporan perkembangan kegiatan unit-unit usaha BUM Desa setiap bulan;
  3. memberikan laporan perkembangan unit-unit usaha BUM Desa kepada masyarakat Desa melalui Musyawarah Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun.
Pengawas Bumdes? 

Pengawas Bumdes adalah orang yang mewakili kepentingan masyarakat (Pasal 15 ayat 1 Permendes No.4/2015).

Susunan Kepengurusan Pengawas Bumdes terdiri dari:
  1. Ketua
  2. Wakil Ketua merangkap anggota
  3. Sekretaris merangkap anggota
  4. Anggota
Pengawas Bumdes berkewajiban menyelenggarakan Rapat Umum untuk membahas kinerja Bumdes sekurang-kurangnya satu tahun sekali. Pengawas Bumdes juga berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pengawas untuk:
  1. Pemilihan dan pengangkatan pengurus;
  2. Penetapan kebijakan pengembangan kegiatan usaha dari BUM Desa; dan
  3. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Pelaksana Operasional.
Yang menjadi pertanyaan disini adalah Apakah BPD boleh menjadi Pengawas BUMDes? 

Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di lapangan. Ada yang bilang BPD tidak boleh menjadi pengawas Bumdes. 

Ada pula yang berpendapat BPD sebagai pengawas Bumdes. Mereka berpendapat BPD merupakan kumpulan orang-orang yang dipilih secara demokratis untuk mewakili kepentingan masyarakat dalam forum-forum musyawarah desa.  

Dan bila kita merujuk kepada Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Khususnya Pasal 26, disana tidak dilarang anggota BPD menjadi pengawas BUMDes. 

Dalam 9 Larangan Bagi Anggota BPD. Salah satunya yaitu anggota BPD dilarang merangkap sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Demikian jawaban tentang Apakah BPD Boleh Menjadi Pengawas BUMDes? Dan untuk lebih jelasnya, silahkan ditanyakan kepada ahli hukum dan pegiat desa. 

**Kalau salah mohon dikoreksi. Semoga bermanfaat.

13 November 2019

Indeks Desa Membangun Tahun 2019

Indeks Desa Membangun (IDM) merupakan Indeks Komposit yang dibentuk berdasarkan tiga indeks, yaitu Indeks Ketahanan Sosial, Indeks Ketahanan Ekonomi dan Indeks Ketahanan Ekologi/Lingkungan. 

Perangkat indikator yang dikembangkan dalam Indeks Desa Membangun dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju Desa maju dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan Desa untuk mensejahterakan kehidupan Desa. Kebijakan dan aktivitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa harus menghasilkan pemerataan dan keadilan, didasarkan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan budaya, serta ramah lingkungan dengan mengelola potensi sumber daya alam secara baik dan berkelanjutan. Dalam konteks ini ketahanan sosial, ekonomi, dan ekologi bekerja sebagai dimensi yang memperkuat gerak proses dan pencapaian tujuan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Indeks Desa Membangun memotret perkembangan kemandirian Desa berdasarkan implementasi Undang-Undang Desa dengan dukungan Dana Desa serta Pendamping Desa. 

Indeks Desa Membangun mengarahkan ketepatan intervensi dalam kebijakan dengan korelasi intervensi pembangunan yang tepat dari Pemerintah sesuai dengan partisipasi Masyarakat yang berkorelasi dengan karakteristik wilayah Desa yaitu tipologi dan modal sosial.


Kenapa BUMDes Berbeda dengan Koperasi?

Pertanyaan



Kenapa BUMDes Berbeda dengan Koperasi?

Dalam beberapa hari yang lalu ada informasi, bumdes akan menjadi koperasi. Mohon informasi, apakah Bumdes bisa berubah menjadi koperasi. Apa yang membedakan bumdes dengan koperasi?

Bagaimana penjelasan UU Desa tentang hukum bumdes? Terima kasih.


Jawaban: 


Terima kasih atas pertanyaan Saudara.

Harapan bumdes kedepan dapat berbentuk koperasi disampaikan oleh Menteri Koperasi dan UKM Tenten Masduki sebagaimana dipublis dalam website resmi http://www.depkop.go.id/


Apakah Bumdes bisa berubah menjadi koperasi?


Jika UU mengaturnya bisa. Namun sampai saat ini dasar hukum pembentukan Bumdes berbeda dengan dasar hukum pembentukan koperasi.

Pembentukan Bumdes diatur dalam UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sedangkan pembentukan Koperasi merujuk pada UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian Koperasi. 

Pengaturan dan tatacara pembentukan bumdes lebih lanjut melalui peraturan menteri desa yakni Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.


Untuk menjawab pernyataan Anda selanjutnya tentang Bagaimana Penjelasan UU Desa tentang Pembentukan Bumdes? 

Jawabannya kami mengacu kepada Tambahan Lembaran Negara No.5495 tentang Penjelasan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Penjelasan Pasal 87 Ayat (1) UU Desa

BUM Desa dibentuk oleh Pemerintah Desa untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi, kelembagaan perekonomian, serta potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.

BUM Desa secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perseroan terbatas, CV, atau koperasi. Oleh karena itu, BUM Desa merupakan suatu badan usaha bercirikan Desa yang dalam pelaksanaan kegiatannya di samping untuk membantu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa.

BUM Desa juga dapat melaksanakan fungsi pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Dalam meningkatkan sumber pendapatan Desa, BUM Desa dapat menghimpun tabungan dalam skala lokal masyarakat Desa, antara lain melalui pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam.

BUM Desa dalam kegiatannya tidak hanya berorientasi pada keuntungan keuangan, tetapi juga berorientasi untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa. BUM Desa diharapkan dapat mengembangkan unit usaha dalam mendayagunakan potensi ekonomi.

Dalam hal kegiatan usaha dapat berjalan dan berkembang dengan baik, sangat dimungkinkan pada saatnya BUM Desa mengikuti badan hukum yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian jawaban atas pertanyaan Kenapa BUMDes Berbeda dengan Koperasi? Semoga bermanfaat.

10 November 2019

Apa itu Bisnis Plan BUMDes?

Bisnis plan bumdes itu sangat penting tapi sering diabaikan terutama oleh bumdes-bumdes pemula. Padahal bisnis plan adalah dokumen yang bisa memperlanjar jalannya sebuah usaha. 

proposal usaha bumdes

Menurut ahli di bidang kewirausahaan, Peter dan Hisrich menyebutkan bahwa bisnis plan adalah sebuah dokumen yang di dalamnya terdapat beberapa aspek internal dan eksternal yang terkait dengan operasional usaha yang dijalankan.

Jadi bisa dikatakan bahwa bisnis plan itu adalah gambaran usaha yang dibuat sebelum usaha di jalankan yang di dalamnya terdapat aspek-aspek penting misalnya latar belakang usaha, bentuk produk (barang/jasa), target pemasaran, strategi pemasaran produk, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kita mencoba membahas apa itu bisnis plan Bumdes, bagaimana cara menyusun bisnis plan bumdes dan hal-hal apa saja yang harus ada dalam pembuatan dokumen rencana usaha bumdes, dan mengapa bisnis plan bumdes itu penting?

Apa itu Bisnis Plan BUMDes?

Secara sederhana rencana usaha atau bisnis plan bumdes adalah pernyataan format tertulis yang memuat tentang gambaran umum usaha, jenis usaha, konsumen/pemakai produk, strategi pemasaran produk (barang atau jasa), tantangan usaha, rencana biaya, proyeksi omset dan laba yang diperoleh dari usaha yang dijalankan.

Rancangan usaha bumdes bisa disebut juga sebagai proposal usaha bumdes yang dipersiapkan secara matang dan komprehensif sebelum usaha dijalankan.

Dengan tersedianya rencana usaha bumdes akan terlihat dengan jelas apakah usaha yang akan dijalankan kedepannya memiliki prospek keberhasilan. Selain itu, akan mudah diketahui apa saja penghalang dan masalah yang dihadapi untuk kesinambungan usaha kedepannya.

Sehingga setiap usaha yang digerakkan oleh bumdes bukan lahir secara instan, tapi melalui perencanaan matang. 

Sebab, belajar dari berbagai pengalaman, sebuah usaha bumdes yang lahir secara instan tanpa melalui proses perencanaan yang matang sering rubuh ditengah jalan. Hal-hal seperti ini tentu tidak diharapkan. 

Karena yang di damba-dambakan adalah BUMDes dapat berkembang dan maju sebagai lembaga ekonomi yang mandiri di desa, selain bisa menghidupkan dirinya juga mampu meningkatkan dan memajukan ekonomi masyarakat desa.

Memang harus diakui bahwa merintis bumdes maju bukan sesuatu yang mudah. Tapi butuh kerja keras, kegigihan, sinergik, dan dukungan seluruh stakeholder di desa.

Demikian penjelasan singkat tentang Apa itu Bisnis Plan BUMDes? Insya Allah, dalam artikel berikutnya akan kita coba bahas tentang bagaimana cara menyusun rencana bisnis plan BUMDes beserta contoh proposal usaha bumdes

Semoga bermanfaat.