Tampilkan postingan dengan label Dana Desa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dana Desa. Tampilkan semua postingan

04 Agustus 2017

KPK Segera Panggil Mendagri dan Mendes PDTT Soal Dana Desa

INFODES - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memanggil Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo dan Menteri Desa (Mendes) Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Eko Putro Sandjojo guna membicarakan pengelolaan dan pengawasan dana desa.
Kawal Dana Desa/ Ilustrasi 
KPK menyoroti buruknya pengelolaan dana desa dalam kurun waktu dua tahun.

Ditambah lagi baik KPK maupun Kementerian Desa dibanjiri laporan soal dana desa.

Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan sedikitnya KPK menemukan 300 laporan soal buruknya pengelolaan dana desa.

Dalam rapat Bulan Maret lalu, Kemendes juga menyampaikan menerima sedikitnya 600 laporan soal buruknya pengolaan dana desa.

"Jadi kita harus cepat-cepat bahas ini, kami bertanggung jawab juga. Nanti akan kami panggil Kemendes dan Kemendagri untuk rapat lagi," ucap Pahala, Jumat (4/8/2017).

Pahala menjelaskan saat ini pengelolaan dana desa ‎masih tumpang tindih antar Kementeriaan.

Sehingga, lembaga pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa saling lempar-tanggungjawab

"Kami pikir ini struktural sekali problemnya, terus terang di KPK juga sebenernya mempertanyakan ini siapa sih di negara ini yang bertanggung jawab terkait dana desa," katanya.

Untuk itu, ‎KPK meminta pemerintah kembali mengkaji ulang pengawasan terhadap pengelolaan dana desa yang saat ini bermasalah.‎

Diketahui baru-baru ini KPK menangkap Kajari, Bupati, Inspektur Inspektorat, hingga Kepala Desa di Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Pejabat daerah tersebut diduga kompak untuk mengamankan serta menghentikan perkara penyimpangan dana desa yang sedang dalam proses penyidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan.

Untuk menghentikan perkara tersebut, Kajari dan sejumlah Pejabat Pemkab Pamekasan membuat kesepakatan dengan membayar uang suap Rp 250 juta.(Sumber: Tribunnews)

02 Agustus 2017

Penyerapan Anggaran Lambat, Pemda Terancam Diberi Sanksi

INFODES - Kementerian Keuangan melakukan beberapa langkah untuk mempercepat penyerapan anggaran di daerah. Apabila ada Pemda yang terlambat melakukan penyerapan anggaran, maka mereka terancam terkena sanksi.
Uang Indonesia/Ilustrasi
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo mengungkapkan, pemerintah mendorong Pemda menetapkan dan menyampaikan Perda APBD-nya secara tepat waktu. Sesuai ketentuan PP No.56/2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah dan PMK No.04/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Informasi Keuangan Daerah, Pemda yang terlambat menyampaikan Perda APBD dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU.

''Selain itu, mendorong Pemda mempercepat dan melaksanakan anggaran secara optimal dan tepat waktu,'' ucap Boediarso, saat dihubungi, Rabu (2/8).

Pelaksanan anggaran yang cepat dan optimal itu dilakukan melalui penyaluran transfer ke daerah dapat dilakukan dalam bentuk non tunai atau penyaluran DBH dan/atau DAU dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) bagi daerah-daerah yang mempunyai posisi kas tidak wajar.

Menurut dia, penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, terutama DAK Fisik dan dana desa berdasarkan kinerja penyerapan dana dan pelaksanaan kegiatan, sebagaimana diatur dalam PMK No.50/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

''Apabila Pemda terlambat menyampaikan Perda APBD, dapat dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAU sebesar 25 persen dari besarnya penyaluran DAU per bulan,'' ucap Boediarso.

Ia menambahkan, apabila Pemda mempunyai posisi kas yang tidak wajar, termasuk dana yang disimpan di Perbankan, yang jumlahnya melebihi dari estimasi kebutuhan belanja operasional dan belanja modal untuk 3 bulan kedepan, maka penyaluran DBH dan/atau DAU akan di konversi dalam bentuk nontunai (SBN).

Selain itu, jika daerah belum dapat merealisasikan penyerapan DAK Fisik dan capaian output pada triwulan sebelumnya, maka penyaluran DAK Fisik pada periode/triwulan berikutnya tidak dapat dilakukan.

Sebelumnya, anggaran yang disimpan di bank oleh Pemerintah daerah hingga saat ini mencapai Rp 222,6 triliun.(Sumber: Republika)

27 Juli 2017

Kejari Banda Aceh Bentuk Tim Investigasi Dana Desa

INFODES - Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh membentuk tim investigasi dugaan penyimpangan anggaran dana gampong atau ADG yang dilaporkan masyarakat.

"Kami sudah membentuk tim investigasi yang akan menyelidiki dugaan penyimpangan ADG yang dilaporkan masyarakat," kata Kepala Kejari Banda Aceh Husni Thamrin di Banda Aceh, Rabu.
Penyelewengan Dana Desa/ Ilustrasi
Sebelumnya, kata Husni Thamrin, warga Gampong (desa) Lamdhom, Kecamatan Lueng Bata Banda Aceh, bersama sejumlah anggota Tuha Peut atau lembaga parlemen desa, melaporkan dugaan penyimpangan dana desa.

Laporan disampaikan Jumat (21/7) pekan lalu dengan terlapor keuchiek atau kepala desa setempat. Laporan disampaikan secara tertulis, lengkap dengan dokumen ADG, kata Husni Thamrin.

Laporan yang disampaikan tersebut, lanjut dia, terkait dugaan penyimpangan anggaran desa dari tahun 2013 hingga 2016. Ada beberapa poin dugaan penyimpangan yang dilaporkan.

Di antaranya dana hibah lomba desa tahun 2014 sebesar Rp65 juta, uang sewa rumah milik desa sebesar Rp30 juta, pengadaan sewa molen atau mesin pengaduk semen fiktif, dan lainnya.

"Tim investigasi ini dibentuk untuk menindaklanjuti laporan warga. Tim bertugas mengumpulkan data dan keterangan terkait kasus yang dilaporkan tersebut," kata Husni Thamrin.

Husni Thamrin menegaskan, jika nantinya memang ditemukan bukti kuat adanya penyimpangan, tentu akan diusut hingga tuntas. Begitu juga sebaliknya, jika tidak ada bukti, kejaksaan akan menyampaikan hasil investigasi kepada masyarakat yang melaporkannya.

"Tim investigasi akan mencari kebenaran, apakah yang dilaporkan ini benar adanya atau tidak. Jadi, kami belum bisa menyimpulkannya sekarang karena tim investigasi baru akan bekerja," kata Husni Thamrin. (Ant)

25 Juli 2017

Jokowi: Dana Desa Harus Menjangkau Penduduk Lapisan Bawah

Ayo Bangun Desa - Presiden Joko Widodo meminta agar program-program Kementerian, terutama Kementerian Pertanian, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta penyaluran Dana Desa harus betul-betul bisa menjangkau 40% penduduk lapisan terbawah.
Foto: Kemendes PDTT 
Program Kementerian harus fokus pada peningkatan pendapatan dan daya beli mayoritas rumah tangga miskin yang bekerja di sektor pertanian maupun di sektor informal.

"Saya ingin program subsidi yang dialokasikan dari Kementerian Pertanian bisa tepat sasaran serta mampu menaikkan nilai tukar petani," tegas Presiden usai memimpin Rapat Terbatas tentang Perkembangan High Speed Train serta Ratas Perkembangan Implementasi Program Pengetasan Kemiskinan, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (25/7).

Menurut Presiden Jokowi, pemerintah telah mengalokasikan Dana Desa. Tiga tahun yang lalu, Dana Desa yang disalurkan sebesar Rp20 triliun. Tahun lalu nilainya sebesar Rp47 triliun dan tahun ini sebesar Rp60 triliun. Ini juga harus berdampak dalam mensejahterakan masyarakat yang kurang mampu," pintanya.

Adapun terkait dengan bantuan sosial, Presiden meminta agar program-program bantuan sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Program Keluarga Harapan (PKH) kemudian Beras Sejahtera bisa disalurkan kepada sasaran dan tepat waktu, sehingga bisa menurunkan beban hidup masyarakat miskin.

Karena itu, agar penyalurannya tepat sasaran maka data harus betul-betul akurat, mutakhir, satu dan terpadu.

"Jangan menggunakan data sendiri sendiri. Saya ingatkan jangan bekerja linier, lakukan perubahan baik dalam sistem pendataan, sistem penyaluran," pinta Presiden Jokowi seraya menambahkan, bahwa salah satu reformasi bantuan sosial yang digulirkan adalah penerapan sistem bantuan pangan non tunai kartu, sehingga bantuan sosial bisa lebih tepat sasaran dan mengurangi kebocoran.

Dalam Ratas tersebut, Presiden Jokowi meminta agar stabilitas harga kebutuhan pokok betul-betul dijaga. Demikian juga dengan kebijakan yang mendorong kenaikan harga kebutuhan pokok harus betul-betul dikalkulasi dengan matang, karena bila harga bahan pokok naik artinya garis kemiskinan akan naik, dan artinya biaya hidup penduduk miskin juga akan naik.

"Ini akan membuat kenaikan pendapatan penduduk miskin kita baik petani maupun buruh bangunan menjadi kurang berarti," ujar Presiden dalam rapat terbatas kabinet.(Berita Moneter)

14 Juli 2017

Kemendagri: Dana Desa Baru Terserap Rp.30 Triliun

Ayo Bangun Desa - Dana desa yang dialokasikan pada 2017 sebanyak Rp60 triliun hingga pertengahan tahun baru terserap sekitar Rp30 triliun karena kapasitas sumber daya manusianya kurang memadai untuk mengelola anggaran.


Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Nata Irawan saat membuka diskusi bertajuk "Menyoal Keberpihakan Negara terhadap Masyarakat Adat Beserta Hak Ulayat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pembentukan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia", di Jakarta, Kamis.

"Sudah beberapa tahun berjalan, dana desa tampaknya kurang berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Misalnya saja, angka kemiskinan masih di kisaran 28,5 juta jiwa. Kondisi itu terjadi karena penyerapan dana desa belum maksimal, salah satu penyebabnya, kapasitas pemerintah desa mengelola anggaran masih cukup rendah," kata Nata. 



Alhasil, pihaknya di Bina Pemerintahan Desa akan terus berupaya meningkatkan kapasitas SDM sehingga dana desa dapat dikelola secara baik.

"Kendala kami, anggaran di Kemendagri untuk membina aparatur pemerintahan desa hanya mencapai sekitar Rp21 milyar. Padahal pihak kementerian bertanggung jawab meningkatkan kapasitas SDM di sekitar 74.010 desa di Indonesia. Misalnya, satu desa dikali lima orang, tentu hal tersebut akan jadi masalah," tambahnya.

Dalam kesempatan sama, ia mengapresiasi pembentukan asosiasi pengajar hukum adat (APHA) dan berjanji akan menfasilitasi diskusi lebih lanjut dengan pihak kementerian.

"Saya harap forum diskusi mengenai negara dan hukum adat hari ini dapat terus berlanjut dan dibuat lebih besar lagi demi memetakan masalah hukum dan hak ulayat di Indonesia," kata Nata dalam pidato pembukaannya, Kamis.

Acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) di Jakarta, Kamis, turut diisi paparan dari sejumlah pakar, diantaranya Dekan FH Universitas Pancasila Ade Saptomo, Guru Besar FH Universitas Parahyangan Catharina Dewi Wulansari, dan Pengajar FH Universitas Atma Jaya Caritas Woro Murdiati.


Dalam forum diskusi itu, Prof Ade menjelaskan keutuhan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditentukan dari keberadaan masyarakat adat.

"Power (kekuatan) dari Indonesia sebagai state (negara) ada pada masyarakat adat. Pasalnya, jika negara bubar, masyarakat adat akan tetap utuh," kata Ade di Jakarta, Kamis. Dengan demikian, negara harus berpihak terhadap hak dan kepentingan masyarakat adat.

Meski demikian, Ade menambahkan kebijakan pemerintah terhadap masyarakat adat cenderung menafikkan perspektif hidup komunitas tersebut.

"Misalnya dalam urusan kepastian hukum dalam kepemilikan tanah. Negara cenderung memaksakan adanya pengukuran dan pemberian sertifikat, tetapi buat masyarakat adat, misalnya suku Nagari di Sumatera Barat itu tidak cocok dengan sistem atau hukum adat komunitasnya," kata Dekan FH Universitas Pancasila tersebut.

Di penghujung acara, ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) sekaligus salah satu penggerak dibentuknya Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Laksanto Utomo mengatakan jurnal yang berisi kajian hukum adat akan segera diluncurkan.

"Sumbangan pemikiran dari pengajar hukum adat ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dan pijakan bagi para pembuat kebijakan dalam upayanya mengakui dan berpihak terhadap masyarakat adat," kata Laksanto dalam forum yang dihadiri sekitar 40 pengajar, pakar, dan perwakilan pemerintahan. (Antaranews.com).

11 Juli 2017

1.135 Desa Belum Terima Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Akibat delapan pemerintah kabupaten belum melengkapi persyaratan, 1.135 desa terancam tak menerima dana desa tahap pertama tahun anggaran 2017. Batas akhir penyaluran dana desa dari pusat ke daerah adalah 31 Juli atau sekitar tiga minggu lagi.

Alokasi dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 60 triliun.
RPJM Desa/Ilustrasi
Alokasi dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 60 triliun. Sasarannya adalah 74.954 desa di 434 kabupaten dan kota. Penyalurannya dilakukan dalam dua tahap, masing-masing 60 persen dan 40 persen dari pagu atau Rp 36 triliun dan Rp 24 triliun.

"Hingga saat ini masih terdapat delapan daerah yang belum dapat direkomendasikan penyaluran dana desa tahap pertamanya karena belum memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Nilainya Rp 538,4 miliar," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Minggu (9/7).


Jika delapan daerah tersebut tidak menyampaikan persyaratan sampai batas waktu terakhir, Boediarso melanjutkan, dana desa tahap pertama tidak akan disalurkan. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2017, penyaluran tahap pertama paling lambat adalah akhir Juli.

Menurut Boediarso, persyaratan yang belum dipenuhi oleh delapan kabupaten itu mencakup semua jenis persyaratan. Hal ini meliputi laporan konsolidasi penggunaan dana desa tahun sebelumnya, laporan realisasi penyaluran dana desa dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Umum Desa (RKDes), serta peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah mengenai rincian dana desa per desa.

"Laporan realisasi penyaluran dana desa dan laporan konsolidasi penggunaan dana desa menunjukkan aspek akuntabilitas pengelolaan dana desa tahun sebelumnya. Sementara peraturan daerah dan peraturan kepala daerah menjadi dasar otorisasi anggaran yang diperlukan untuk penyaluran dana desa," kata Boediarso.

Sementara itu, Kementerian Keuangan sampai dengan 5 Juli telah merekomendasikan penyaluran dana desa tahap pertama untuk 426 daerah dari 434 daerah penerima dana desa. Nilainya Rp 35,2 triliun atau 97,8 persen dari pagu penyaluran tahap pertama.

Sampai dengan 5 Juli, Kementerian Keuangan telah menyalurkan dana desa tahap pertama senilai Rp 34,4 triliun atau 95,5 persen untuk 413 daerah. Sementara untuk 13 daerah lainnya masih dalam proses penyampaian ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk penerbitan surat perintah pencairan dana.

Tidak cekatan

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, 1.135 desa adalah jumlah yang sangat besar. Pemerintah daerah semestinya cekatan menyampaikan persyaratan.

Dalam hal penyaluran, tidak ada masalah di pusat. Masalahnya sekarang justru berada di daerah dan desa sendiri. Di desa, masalahnya antara lain karena usulan dokumen tersendat. Sementara di kabupaten dan kota, masalahnya bisa menyangkut urusan birokrasi atau politik.

"Dengan konsep administrasi berjenjang, persoalannya tidak sekadar administrasi, tetapi juga politis. Ini tidak gampang diselesaikan. Pembinaannya berada di ranah Kementerian Dalam Negeri. Hambatan terbesar ke depan justru di titik tengah ini," kata Endi.

Dana desa disalurkan secara berjenjang. Kementerian Keuangan menyalurkan ke pemerintah daerah. Selanjutnya pemerintah daerah menyalurkan ke desa. Dana desa menjadi sumber utama pendapatan desa. Porsinya rata-rata bisa mencapai 60-70 persen.

Sementara alokasi dana desa dari pemerintah daerah sekitar 20 persen. Sisanya tersebar di sumber pendapatan lainnya, seperti bagi hasil pajak dan retribusi yang dipungut di desa serta pendapatan asli desa.

"Aparat desa lebih memprioritaskan dana desa yang nilainya memang mayoritas ketimbang program dari dinas di pemerintah daerah setempat. Jadi, ada semacam kontestasi antara program daerah yang basisnya desa dan dana desa dari pusat. Kuncinya adalah integrasi program. Ini yang belum jalan," kata Endi.

Sumber: print.kompas.com

Pengelolaan Dana Desa : BPK Racik Formula Audit

Ayo Bangun Desa - Pengalokasian dana desa senilai Rp60 triliun, yang digaungkan Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla terancam tak efektif akibat ketidaksiapan pengelola di daerah. Pengalokasian dana desa tersebut merupakan upaya untuk menggenjot produktivitas perekonomian di daerah.
Pengelolaan Dana Desa : BPK Racik Formula Audit
Ilustrasi: Prinsip Utama Pengelolaan Dana Desa
Penyaluran dana desa sudah memasuki tahun kedua, namun transparansi masih menjadi persoalan yang tak jarang menyeret sejumlah kepala daerah menjadi pesakitan di Komisi Pemberantasan Korupsi.

Adapun, Badan Pemeriksa Keuangan masih belum memperoleh formulasi yang tepat untuk masuk dan melakukan audit terhadap pengelolaan dana desa tersebut.

Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar menjelaskan penggunaan dana desa relatif belum banyak tersentuh tangan lembaga auditor negara tersebut. Padahal tanpa kontrol dari BPK, pengelolaan dana desa bakal lebih riskan dan rawan diselewengkan.

"Dimana ada anggaran dari negara seharusnya diaudit BPK. Khusus dana desa kami sedang mencari formulasinya," katanya saat berkunjung ke redaksi Bisnis Indonesia, Senin (10/7).

Bahrullah mengatakan pengawasan terhadap pengelolaan dana desa sangat penting karena potensi penyelewengannya cukup tinggi. Di samping itu, berdasarkan pengalaman audit anggaran dana desa yang berasal dari APBD, banyak kepala daerah yang ditahan lantaran menyelewengkan dana tersebut.

"Isu-isu seperti ini yang akan kami fokuskan, karena dana desa merupakan salah satu kebijakan dari sisi fiskal untuk menggenjot pembangunan daerah, karenanya patut dijaga," jelasnya.

Perbaikan kredibilitas APBN menjadi agenda utama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pada 2 tahun terakhir, pemerintah pusat juga sudah melakukan penghematan di kementerian agar belanja mengalir ke kegiatan yang produktif.

Kebijakan Sri Mulyani tak lepas dari program Nawacita poin ketiga, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran, di mana pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan di daerah dengan mendongkrak porsi belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD).

Pada tahun ini porsi anggaran TKDD tercatat Rp759,8 triliun, dari Rp710,3 triliun pada tahun lalu. Sebagai perbandingan, belanja kementerian/lembaga dalam RAPBN-P 2017 sebesar Rp773,1 triliun, namun penyerapannya diproyeksikan hanya Rp743,7 triliun.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memaparkan ada dua skema audit yang harus dilakukan BPK untuk memastikan penggunaan dana desa tepat sasaran.

"Dua skema audit yang bisa diterapkan dan paling mendesak adalah audit efektivitas dana desa serta audit keuangan," katanya.

Proses audit diperlukan sebagai bagian dari pengawasan implementasi dana desa. Pasalnya, kendati sudah masuk ke tahun kedua, dampak terhadap pembangunan di daerah juga belum terlalu terasa.

Oleh karena itu, melihat fakta di lapangan tersebut, seharusnya sejak awal BPK diberi wewenang untuk mengaudit dana desa. Namun, kebutuhan sumber daya manusia di lembaga auditor negara itu juga perlu dipikirkan.

"Untuk mensiasatinya BPK bisa menggandeng akuntan publik, mumpung sedang pembahasan anggaran 2018 di DPR, usulan tambahan dana audit bisa dimasukkan," jelasnya.

Dia menengarai potensi penyelewengan dana desa yang cukup tinggi sebagian bisa disebabkan minimnya pengetahuan aparatur desa dalam menyusun laporan.

"Karena itu fungsi pendamping desa dioptimalkan. Edukasi dari kementerian Desa terkait penyusunan laporan juga harus terus ditingkatkan," tukasnya.

17 Juni 2017

Kemenkeu Akan Ubah Porsi Alokasi Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Kementerian Keuangan akan meningkatakan porsi alokasi dasar dana desa dalam pagu anggaran RAPBN 2018.

Kendati, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan mengatakan pihaknya masih terus melakukan simulasi untuk mendapat porsi yang terbaik.
Alokasi Dana Desa/Ilustrasi
Sampai saat ini Kementerian Keuangan masih terus melakukan simulasi untuk memperoleh porsi yang terbaik antara porsi alokasi dasar yang dibagi rata untuk setiap desa dengan porsi berdasarkan formula," ujar Boediarso kepada Bisnis, Jumat (16/6).

Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR kemarin Kamis, Boediarso mengatakan perubahan porsi tersebut dimaksudkan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan sekaligus mengatasi kesenjangan di dalam penyediaan sarana prasarana publik antar desa mengingat selama ini selama ini porsi dana desa yang diambil dari dana transfer ke daerah hanya sebesar 10%.

"Tahun 2018 mendatang, kami akan menyempurnakan kebijakan pembagian dana desa dengan tetap memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan. Hal tersebut kami lakukan dengan merubah alokasi dasar yang sekarang 90% : 10%, bisa menjadi 80% : 20% atau 70% : 30%,” terang Boediarso di DPR.

Lebih lanjut, selain merubah porsi alokasi dana desa, pemerintah juga berencana memberikan afirmasi kepada desa tertinggal, sangat tertinggal, serta daerah tertinggal di wilayah perbatasan dan kepulauan.

Program afirmasi ini nantinya akan dibagi menjadi lima kategori antara lain, desa sangat miskin, desa miskin, desa berkembang, desa maju dan desa mandiri.

“Nah itu fokusnya ke sana. Kedua, wilayah miskin, daerah tertinggal lah. Itu yang akan kita berikan afirmasi kewilayahan dan pola afirmasinya,itu dari sisi alokasi. Kalau dari sisi pemanfaatan dananya atau anggarannya, itu nanti harus difokuskan untuk mengatasi kemiskinan dan kesenjangan,” pungkasnya.(bisnis.com)

02 Juni 2017

Mendes: 60 Kabupaten Belum Terima Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan hingga awal Juni 2017 masih ada 60 kabupaten di Indonesia yang belum menerima dana desa.

"Saat ini masih ada 60 kabupaten yang belum menerima dana desanya karena memang mereka belum ada Peraturan Bupatinya," katanya kepada wartawan di Ende, Jumat.

Peraturan bupati itu belum keluar karena menurutnya masih ada kabupaten yang memang bupatinya baru dilantik beberapa waktu yang lalu. Namun hal tersebut menurutnya bukan menjadi satu alasan mengapa Perbup tersebut belum ada.

Karena menurutnya jika hal tersebut terjadi maka yang kena imbasnya adalah masyarakat desa yang memang sangat membutuhkan dana desa tersebut.

"Sanksinya adalah bahwa kabupaten tersebut tidak terima dana desa 2017 dan kasihan nanti warga desanya karena mungkin saja akan banyak desa yang membutuhkan dana desa," tuturnya.

Namun ia tidak bisa memastikan kabupaten mana saja yang belum mempunyai perbup tersebut yang berimbas pada pencairan dana desa.

"Saya lupa, tapi nanti saya akan cek lagi kabupaten mana saja," tambahnya.

Anggaran dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat tahun 2017 ini sebesar total Rp60 triliun dengan rata-rata setiap desa mendapatkan Rp800 juta.

Rencananya untuk tahun 2018 dana desa akan naik dua kali lipat menjadi Rp120 triliun, dengan begitu setiap desa akan menerima Rp1 miliar per tahunnya.

Dana desa pertama kali ada sejak tahun 2015 dengan jumlah sebesar Rp20,76 triliun dan setiap desanya mendapatkan Rp280 juta dan dana tersebut meningkat di tahun 2016 yaitu menjadi Rp49,98 triliun.

Kedatangan Menteri PDTT ke kota Ende adalah dalam rangka mengikuti dan menjadi inspektur dalam upacara memperingati hari lahirnya Pancasila di Kota Ende.

Ende merupakan tempat bersejarah karena Pancasila lahir di daerah itu. Di bawah pohon sukun yang bercabang lima, Bung Karno mendapatkan inspirasi tentang Pancasila saat dirinya diasingkan oleh Belanda pada tahun 1934-1938.(Ant)

31 Mei 2017

Potong Dana Desa, Oknum Pegawai Kantor Camat Ditangkap Saber Punggli

Ayo Bangun Desa - Tim Saber pungli Aceh Besar yang dipimpin Kasat Intelkam dan Kasat Reskrim Polres Aceh Besar, menangkap seorang oknum pegawai kantor Kecamatan Ingin Jaya yang diduga melakukan pungutan liar terhadap terhadap Bendahara Desa Dham Pulo, Kecamatan Ingin Jaya, Selasa (30/5).

Seperti dikutip dari  AJNN, oknum PNS itu tercatat sebagai Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Mukim Gampong (PMMG) di Kantor Camat ingin Jaya berinisial IKR (41). Ia diduga telah melakukan pungutan liar terhadap dana desa yang dipotong melalui Bendahara Gampong di Kecamatan Ingin Jaya.

Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Goenawan membenarkan adanya penangkapan itu. Penangkapan dilakukan di Kantor Kecamatan Ingin Jaya.

"Pelaku ditangkap berdasarkan infomasi masyarakat tentang adanya pungutan liar pemotongan dana gampong melalui bendahara gampong saat pengembalian berkas Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) dana gampong tahun 2017," kata Goenawan.

Dia menambahkan setelah dilakukan observasi dan pengintaian oleh Tim Saber Pungli Aceh Besar, kemudian Tim langsung melakukan penangkapan terhadap IKR di Kantor Camat Ingin Jaya.

"Pelaku mengakui telah mengeluarkan kwitansi kepada bendahara gampong, lalu menerima uang sebanyak Rp 10 juta dari bendahara gampong selaku saksi korban," kata Goenawan.

Pelaku, kata Goenawan, juga mengakui uang sebesar Rp 10 juta yang diterima dari tiap desa dilakukan atas permintaan pelaku sendiri tanpa ada dasar hukum.

"Pengakuannya pelaku ketika ditangkap uang digunakan untuk kepentingan pribadi, membayar kredit di BPRS, tapi pelaku tidak dapat menunjukan buktinya," katanya.

Dalam OTT itu, tim saber pungli juga menyita barang bukti berupa uang pecahan Rp 50 ribu rupiah dengan total Rp 14 juta, dua unit telepon genggam, satu unit laptop, dan satu lembar kwitansi.

"Pelaku juga mengaku telah melakukan transaksi sebanyak 10 desa. Seluruh barang bukti dan pelaku dibawa ke Polres Aceh Besar guna dilakukan penyidikan lebih lanjut," kata Kombes Pol. Goenawan.

02 Mei 2017

Empat Syarat Dana Desa 2018 Bisa Cair, Apa saja?

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo mengatakan,  dana desa harus bisa meningkatkat ekonomi masyarakat Desa.
Prioritas  Dana Desa/ilustrasi
Presiden Jokowi, sangat perhatian terhadap desa. Dana desa terus ditingkatkan dan setiap tahun naik. Pada tahun 2018 alokasi Dana desa bisa mencapai Rp120 triliun. "Naik sampai 50 persen dari tahun 2017 Rp60 triliun".

Belum lagi dana desa yang disalurkan pemerintah daerah dan provinsi. Pastinya dana desa tahun depan akan lebih besar dan berpotensi mendongkrak ekonomi masyarakat desa," sebut Mendes Eko saat melakukan kunjungan ke Desa Pabedilan Kaler, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, kemaren.

Kendati demikian, lanjut Eko, pemerintah tidak akan menyalurkan tahun 2018 jika pemerintah desa tidak memasang baliho tentang rencana penggunaan dan realisasi dana desa. Kemudian syarat utamanya agar dana desa itu cair, yakni pemerintah desa harus menjalankan empat program utama kementerian.

Empat program utama tersebut, pertama, membuat Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prokades). "Kami sedang membuat klaster ekonomi desa dalam produksi besar. Nanti kita bawa sarana pasca panen di sini agar pendapatan masyarakat desa juga meningkat," kata dia.

Program utama yang kedua, pemerintah meminta setiap kepala desa mengalokasikan dana Rp 200 juta sampai Rp 500 juta untuk membuat embung air desa. Fungsinya, sebagai sarana menunjang produk tanaman desa.

"Segera buat perbupnya. Embung juga bisa dipakai untuk beternak ikan. Dan ikan sangat penting untuk menanggulang permasalahan balita yang kekurangan gizi," sambung dia.

Program utama yang ketiga, masyarakat desa harus membuat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Pembentukan BUMDes tersebut lantaran pemerintah berencana bentuk PT Mitra BUMDes Nusantara.

"Nanti di Cirebon akan dibuat PT Mitra BUMDes Cirebon, sahamnya 51 persen saham nasional, 49 persen dari desa. Nanti semua subsidi pemerintah akan disalurkan lewat mitra BUMDes. Belinya pakai kartu dan tepat sasaran. Traktor akan dihibahkan ke PT Mitra BUMDes. Kasih subsidi bidannya untuk tetap menjaga kesehatan masyarakat," ucap dia.

Sementara itu, untuk program utama yang keempat, pemerintah meminta desa mengalokasikan Dana desa Rp 50 juta sampai Rp 100 juta untuk membuat lapangan olahraga desa. Lapangan olahraga desa tersebut diharapkan adanya aktivitas positif bagi anak muda desa.

Pak Presiden juga berencana membuat Liga Desa. Entah itu sepak bola atau olahraga yang lain pastinya kami minta dibuatkan dulu lapangan olahraganya," tutur Mendes Eko.(dbs) 

17 April 2017

Pemda Berkinerja Buruk Terancam tak Terima Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Pemerintah pusat 'memaksa' pemerintah daerah untuk bisa lebih efisien dalam memanfaatkan dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD). Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Budiarso menjelaskan, penyaluran TKDD nantinya akan bergantung pada kinerja penyerapan dan capaian keluaran (output) atas penggunaan TKDD yang disalurkan dalam tahap atau periode sebelumnya. 

Ia menyebutkan, penyaluran berbasis kinerja ini akan diterapkan pada Dana Alokasi Khusus Fisik, Dana Alokasi Khusus Nonfisik, Dana Insentif Daerah (DID), Dana Otonomi Khusus, dan Dana Tambahan Infrastruktur Papua dan Papua Barat, serta Dana Desa. "Dan ini perlu dikelola secara akuntabel. Sekarang sudah akuntabel belum? Sudah namun belum optimal," ujar Budiarso di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, seperti dilansir Republika, beberapa hari yang lain.

Selain itu, penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Dana Desa, yang sebelumnya dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, sekarang dilakukan oleh KPPN di seluruh indonesia. Alasannya, untuk mendekatkan pelayanan Kementerian Keuangan dengan pemerintah daerah, meningkatkan efisiensi koordinasi dan konsultasi antara Pemerintah Daerah dengan Kementerian Keuangan, serta meningkatkan efektivitas monitoring dan evaluasi.

Budiarso juga menyebutkan bahwa perubahan aturan soal penyaluran TKDD yang berlandaskan kinerja pemda berfungsi untuk memperkuat peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dalam memberikan rekomendasi atas usulan kegiatan DAK fisik dari kabupaten/kota, dan pelaksanaan sinkronisasi, serta harmonisasi rencana kegiatan DAK fisik antardaerah, antarbidang, dan antara DAK dengan pendanaan lainnya. 

Baca: Inilah Daerah yang Telah Memenuhi Persyaratan Penyaluran Dana Desa Tahap I 2017

Hingga saat ini, masih ada 17 provinsi yang memiliki sejumlah kabupaten atau kota yang belum memenuhi syarat penyaluran DAK fisik tahun anggaran 2017 kuartal pertama. Daerah yang dimaksud adalah Sumatera Utara di antaranya Kabupaten Karo, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, Kota Sibolga, dan Kota Tanjung Balai. Sementara Riau juga masih ada beberapa kabupaten yang belum memenuhi syarat untuk menerima DAK fisik, yakni Indra Giri Hilir, dan Kuantan Singingi.

Daerah lain yang juga belum memenuhi syarat untuk menerima DAK fisik adalah Ciamis, Subang, dan Bekas di jawa Barat, Tegal di Jawa Tengah, Jember di Jawa Timur, Barito Timur di Kalimantan Tengah, Penajem Paser Utara, Balikpapan, dan Bontang di Kalimantan Timur, Bolaang Mongondow dan Tomohon di Sulawesi Utara, dan untuk Sulawesi Selatan ada Bulukumba, Janeponto, Luwu Timur, Toraja Utara, dan Makassar.

Selain itu ada juga, Buton Utara di Sulawesi Tenggara, Mataram di NTB, Manggarai, Sabu Rajua, Sikka, Timor Tengah Selatan di NTT, Maluku Barat Daya di Maluku, Deiyai , Lanny Jaya, Mappi, Mimika, Puncak Jaya, Sarmi, Supiori, dan Waropen di Papua. Ada lagi, Halmahera Tengah di Maluku Utara, Manokwari, Pegunungan Arfak, Raja Ampat, Sorong Selatan, Teluk Bintuni, dan Sorong di Papua Barat, dan Tarakan di Kalimantan Timur. 


Nantinya, pelaksanaan DAK Fisik pada kuartal I, batas penyampaian laporan paling lambat tanggal 19 Mei 2017, sedangkan penyalurannya paling lambat 31 Mei 2017. Sementara untuk penyaluran DAK Nonfisik (Dana Bantuan Operasional Sekolah, Dana Tunjangan Profesi Guru PNSD, Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD, dan Dana Tunjangan Khusus Guru PNSD) untuk kuartal I, II, dan semester I tahun 2017.(*)

13 Maret 2017

Ricuhnya Dana Desa Akibat Tidak Transparan

Ayo Bangun Desa - Asisten I Setdakab Aceh Singkil Muhammad Ichsan mengemukakan, Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) di daerahnya mulai banyak ricuh dan menuai protes di tengah-tengah masyarakat, karena diduga akibat kurang transparan dalam pengelolaannya. 
Ilustrasi: Revolusi Mental Berdesa
"Jika kepala desa dan perangkatnya melakukan penganggaran sesuai mekanisme yang ada, seperti musyawarah desa, mulai tingkat dusun hingga desa dengan melibatkan seluruh unsur maka hal itu tidak akan terjadi," katanya kepada wartawan di Singkil, Senin. 

Dikatakan, kurangnya transparansi mulai proses penganggaran sampai laporan penggunaan dana mengakibatkan akuntabilitas pekerjaan yang dilaksanakan diragukan oleh masyarakat. 

"Bergulirnya dana desa sepanjang tahun 2015 hingga 2016 banyak penyimpangan dan memberi kesan polemik yang buruk seperti itu, tapi setelah dilakukan audit ternyata tidak ada masalah, sesuai dengan perencanaan. Jadi karena kurang transparansi saja, termasuk publikasi setelah dikerjakan juga penting dilakukan," ujarnya. 

Ichsan imbau perencanaan APBDes harus diketahui masyarakat, artinya realisasi penggunaan dana desa harus sesuai dengan keputusan musyawarah dan dilakukan sesuai mekanisme. 

Setelah disusun, hendaknya dilaporkan kepada Badan Permusyawaratan Gampong (BPG) yang juga harus mempelajari dan membuat rekomendasi atas perencanaan yang sudah disusun. 

"Atas dasar itu baru dibuat qanun desa, jadi agar dana lebih efektif, rekrut orang-orang kreatif di desa itu untuk menentukan penggunaan dana desa dalam sisi Infrastruktur dan non fisik," jelasnya. 

Adanya protes bahkan sampai pada laporan polisi hingga sampai tingkat ke kejaksaan merupakan perhatian yang serius, sebab dana desa yang digulirkan sudah memasuki tahun ke tiga (2017). 

"Aparat desa sudah dibimtek, ini sudah memasuki tahun ketiga, pemerintah daerah sudah melakukan pembinaan, tidak mungkin terus menerus dibina, jadi jangan sampai melakukan kesalahan lagi nantinya," tukasnya. 

Sementara itu Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat (BPM) Aceh Singkil Drs Hermanto menyebutkan memang permasalahan dana desa kerap melanda, namun hal itu masih dugaan. 

"Dalam hal ini saya belum ada waktu, Insya Allah besok permasalahan dan program anggaran 2017 dana desa kita publikasikan," ujarnya.(*)

Antaranews.com


12 Maret 2017

Dana Desa Segera Ditransfer

Ayo Bangun Desa - Sekitar setengah bulan lagi, dana desa tahap pertama tahun 2017 akan mulai digelontorkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Volumenya lebih besar daripada dua tahun lalu sehingga disiplin tata kelola perlu ditingkatkan dan layanan penyalurannya didekatkan ke daerah. 
Dana desa tahap pertama tahun 2017 akan mulai digelontorkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Volumenya lebih besar daripada dua tahun lalu sehingga disiplin tata kelola perlu ditingkatkan dan layanan penyalurannya didekatkan ke daerah.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Minggu (12/3), menyatakan, penyaluran dana desa 2017 dilakukan dalam dua tahap, yakni awal April dan Agustus. 

Komposisinya adalah 60 persen dan 40 persen dari pagu yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 sebesar Rp 60 triliun untuk 74.954 desa. 

"Pagu tahun ini lebih besar daripada dua tahun lalu, yakni Rp 20,7 triliun untuk 74.093 desa," kata Boediarso. 

Realisasi dari Kementerian Keuangan melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke pemerintah kabupaten dan kota melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) per 31 Desember adalah 100 persen. Sementara pada 2016, pagu dana desa adalah Rp 46,9 triliun untuk 74.754 desa. Realisasi penyaluran dari RKUN ke RKUD per 31 Desember mencapai Rp 46,7 triliun atau 99,4 persen. 

Untuk tahap I, DJPK menyalurkan dana desa ke pemerintah daerah (pemda) paling lambat Juli. 

Pembatasan ini bertujuan untuk mendisiplinkan anggaran agar dapat dimanfaatkan secara lebih optimal dan efisien sehingga kualitas output menjadi lebih baik. Jika pemda tidak menyampaikan persyaratan penyaluran tahap I sampai dengan Juli, dana desa tidak dapat disalurkan ke RKUD sekaligus Rekening Kas Umum Desa (RKUDes). 

Untuk tahap II, DJPK hanya akan menyalurkan dana desa dari RKUN ke RKUD jika setidaknya tiga persyaratan terpenuhi. Pertama, realisasi penyaluran tahap I dari RKUD ke RKUDes telah mencapai 90 persen dari tahun sebelumnya 50 persen. 

Kedua, tingkat penyerapan dana desa oleh desa minimal mencapai 75 persen dari sebelumnya 50 persen. Ketiga, pemda dan desa wajib menyampaikan laporan output penggunaan dana desa. 

Berkutat pada penyaluran 
Secara terpisah Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Kementerian Desa, Pembangunan Dearah Tertinggal, dan Transmigrasi) Ahmad Erani Yustika menyatakan, sebagian besar energi aparatur pemerintah mulai pusat hingga desa selama pelaksanaan dana desa 2015-2016 terserap untuk memikirkan persoalan seputar penyaluran dan tata kelola keuangan dana desa. 

Karena itu, selama periode itu, pemerintah sudah membangun regulasi dan sistem keuangan yang memungkinkan pengelolaan dana desa bisa berjalan dengan baik. 

"Tahun 2017 ini sebetulnya kita sudah sampai pada fase pemapanan dan peningkatan kualitas penggunaan dan penempatan dana desa". 

Memapankan berarti desa sudah bisa merencanakan dan memutuskan program-program yang mempunyai makna besar bagi kesejahteraan rakyat melalui musyawarah desa," kata Erani.(*)

Kompas.com

26 Desember 2016

Penggunaan Dana Desa harus Sesuai Mandat UU Desa

UU Desa telah memberikan kewenangan kepada desa untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Dimana desa membuat perencanaan pembangunan desanya yang sesuai dengan kewenangannya, yaitu kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa.


Perencanaan penggunaan dana desa sesuai dengan mandat UU Desa. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan desa harus melibatkan partisipasi seluruh masyarakat desa.


Perencanaan pembangunan desa disusun secara berjangka yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes). Kedua dokumen perencanaan Desa ini ditetapkan dengan Peraturan Desa. 

Baca: Alur Penyusunan RPJM Desa

RPJM Desa dan RKP Desa sebagai pedoman dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Dana Desa merupakan salah satu sumber pendapatan Desa yang termuat dalam dokumen APBDes.

Baca: Alur Penyusunan RKP Desa

Perencanaan penggunaan Dana Desa merupakan bagian dari mekanisme perencanaan Desa. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang dibiayai oleh Dana Desa harus menjadi bagian dari RPJM Desa, RKP Desa dan APB Desa.[]

08 November 2016

Rincian Dana Desa Tahun 2017 Menurut Kabupaten/Kota

Dalam rangka memperkuat pembangunan dan peningkatan perekonomian di Desa. Jumlah Dana Desa tahun 2017 sebesar Rp60 triliun rupiah, ditetapkan oleh pemerintah dalam RAPBN 2017.

Bagaimanapun juga Dana Desa yang diberikan kepada Desa itu sangat dibutuhkan oleh Desa. Baik untuk membangun infrastruktunya, perekonomian, capacity building, BUM Desa, sarana prasarana desa, dan lain-lain. 

"Prioritas penggunaan Dana Desa 2017 akan ditetapkan melalui Permendes dan Peraturan Bupati/Walikota masing-masing".
Rincian Dana Desa 2017 menurut Kabupaten/Kota, silahkan di unduh atau donwload disini.  Berikut jumlah Total Dana Desa Per Provinsi : 
  1. Provinsi Aceh = Rp.4.892.571.795.000
  2. Provinsi Sumatera Utara = Rp.4.197.972.490.000
  3. Provinsi Sumater Barat = Rp.796.538.971.000
  4. Provinsi Riau = Rp.1.269.305.925.000
  5. Provinsi Jambi = Rp.1.090.942.601.000
  6. Provinsi Sumatera Selatan = Rp.2.267.261.445.000
  7. Provinsi Bengkulu = Rp.1.035.340.413.000
  8. Provinsi Lampung = Rp.1.957.487.721.000
  9. Provinsi Jawa Barat = Rp.4.547.513.838.000
  10. Provinsi Jawa Tengah = Rp.6.384.442.058.000
  11. Provinsi DI Yogyakarta = Rp.368.567.559.000
  12. Provinsi Jawa Timur = Rp.6.339.556.181.000
  13. Provinsi Kalimantan Barat = Rp.1.616.725.259.000
  14. Provinsi Kalimantan Tengah = Rp.1.148.904.929.000
  15. Provinsi Kalimantan Selatan = Rp.1.430.375.412.000
  16. Provinsi Kalimantan Timur = Rp.692.420.247.000
  17. Provinsi Sulawesi Utara = Rp.1.161.358.872.000
  18. Provinsi Sulawesi Tengah = Rp.1.433.826.019.000
  19. Provinsi Sulawesi Selatan = Rp.1.820.518.240.000
  20. Provinsi Sulawesi Tenggara = Rp.1.482.032.772.000
  21. Provinsi Bali = Rp.537.258.505.000
  22. Provinsi Nusa Tenggara Barat = Rp.865.014.066.000
  23. Provinsi Nusa Tenggara Timur = Rp.2.360.353.320.000
  24. Provinsi Maluku = Rp. 961.602.798.000
  25. Provinsi Papua = Rp.4.300.947.518.000
  26. Provinsi Maluku Utara = Rp.832.406.416.000
  27. Provinsi Banten = Rp.1.009.506.961.000
  28. Provinsi Bangka Belitung = Rp.261.661.579.000
  29. Provinsi Gorontalo = Rp.513.958.123.000
  30. Provinsi Kepulauan Riau = Rp.228.182.536.000
  31. Provinsi Papua Barat = Rp.1.364.412.395.000
  32. Provinsi Sulawesi Barat = Rp.461.094.687.000
  33. Provinsi Kalimantan Utara = Rp.369.938.349.000
Diolah dari sumber djpk.depkeu.go.id.

29 Januari 2016

Dana Desa Percepat Pembangunan Desa

GampongRT - Dana Desa merupakan salah satu solusi dalam melakukan percepatan pembangunan desa. Sebab, dana desa mengandung keberpihakan bagi desa pesisir, khususnya dalam mendukung dan mengembangkan pembangunan wilayahnya sebagai upaya mewujudkan kemandirian.

Apalagi, menurut Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar, desa pesisir memiliki kekuatan besar pada sumber daya alam serta nilainilai budaya yang menjadi modal sosial utama dari pembangunan.

”Berkaitan dengan itu Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, telah menyusun Peraturan Menteri No. 21 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2016.”

kata Menteri Desa, Pembangunan Saerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar di Yogyakarta, Kamis (28/1). Peraturan itu, katanya, di dalamnya juga terkandung prinsip- prinsip penggunaan dana desa berdasarkan prinsip keadilan.

Selain itu juga kebutuhan prioritas serta tipologi desa, dengan mempertimbangkan keadaan dan kenyataan karakteristik geografis, sosiologis, antropologis, ekonomi, dan ekologi desa yang khas, serta perubahan atau perkembangan kemajuan desa.

Sebab, lanjut dia, setiap desa pasti memiliki karakteristik yang dapat didefinisikan secara bervariasi dari kombinasi karakteristik atau tipologi.

”Artinya, desa memiliki tipologi yang berbeda-beda atau beragam, dari desa satu dengan desa lainnya. Contohnya, Desa A mempunyai tipologi desa pesisir nelayan, Desa B tipologi desa lembah-pertanian/sawah, Desa C tipologi desa perbukitan perkebunan, dan lain seterusnya.”

Oleh karena itu, lanjutnya, dalam regulasi yang disusun oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, penggunaan dana desa memberikan ruang yang terbuka pada karakteristik yang khas di setiap desa, termasuk desa pesisir.

Artinya, program dan kegiatan pemberdayaan yang bersumber dari dana desa harus sesuai dengan karakter desa, sehingga nantinya setiap upaya yang dikerjakan sesuai dengan kebutuhan. Seperti diketahui, di Indonesia ada 74.784 desa yang tersebar diberbagai daerah. Pada wilayah pesisir terdapat 12.827 desa yang berbatasan langsung dengan laut.

Hal itu dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan penangkapan ikan, budi daya perikanan, menambak garam, dan untuk wisata bahari dan lain sebagainya. Desa pesisir, lanjut Marwan, juga memiliki kekuatan besar pada sumber daya alam serta nilai-nilai budaya yang menjadi modal sosial utama dari pembangunan.


Potensi lestari ikan laut di Indonesia, misalnya, diperkirakan 6,2 juta ton yang terdiri atas ikan pelangis besar 975,05 ribu ton, ikan pelangis kecil 3,236 juta ton.

Sedangkan ikan demersal 1,786 juta ton, ikan karang konsumsi 64 ribu ton, udang peneid 74 ribu ton, lobster 4,8 ribu ton, dan cumi-cumi sebesar 28,25 ribu ton. Hingga 2008, potensi ini baru dimanfaatkan 76 persen (4,7 juta ton).

Indonesia, lanjut Menteri, juga merupakan pemasok terbesar mutiara laut selatan di dunia dengan kontribusi 53 persen. Dalam setahun, Indonesia dapat memproduksi 12 ton mutiara, di mana 5 ton diekspor ke luar negeri.

Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, sektor ini mempekerjakan 3.000 orang. Namun bukan rahasia lagi bahwa masyarakat desa pesisir masih hidup dalam kemiskinan.

Bila ditelusuri, kebijakan pembangunan masyarakat pesisir dan komunitas nelayan selama ini masih berorientasi pada peningkatan produksi dengan cara mengeksploitasi sumber daya laut secara berlebihan.


Sumber: Suara Merdeka

27 November 2015

Formulasikan Laporan Dana Desa, Kemendes Gandeng BPKP

GampongRT - Perangkat desa di Indonesia mengaku kesulitan dalam pembuatan laporan dana desa yang sesuai standar. Menanggapi hal itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bakal menggandeng Badan Pemeriksaan Keuangan Provinsi (BPKP) untuk menyusun tata cara pembuatan laporan keuangan yang lebih mudah dipahami.

"Kemarin kita lihat, report penggunaan dana desa formula-formulanya banyak yang belum dipahami secara gampang oleh para perangkat desa. Dan itu yang nanti kita akan kerja sama dengan BPKP untuk cari formula simpel tapi tetap akuntabel," kata Sekretaris Kemendes Anwar Sanusi dalam acara dialog dengan camat, kepala desa/lurah, se-Kabupaten Banjar di Martapura, Kalimantan Selatan, Jumat (27/11/2015).

Anwar mengungkapkan, laporan dana desa tersebut sulit dipahami lantaran mengikuti pola laporan penggunaan APBN. Padahal, desa telah memiliki sistem anggaran tersendiri.

"Kemarin itu melihat desa itu seperti negara, negara punya APBN, desa punya APBDes. Tapi desa itu sumber pendapatan dan pengeluaran tidak terlalu rumit, makanya sistemnya kita buat sesimpel mungkin," ucap dia.

Karena itu, selama ini pihaknya menemui beberapa desa masih ketakutan memaksimalkan dana desa. "Karena masih agak susah sistemnya dipahami," imbuh Anwar.

Anwar menambahkan, tahun 2015 pemerintah menganggarkan dana desa sebesar Rp 20,7 triliun. Dari dana tersebut disebar ke 3.500 desa di Indonesia. "Tiap desa dapat dana Rp 300 juta," imbuh dia.

Tak tertutup kemungkinan dana desa tersebut akan meningkat pada tahun 2016. Hal itu bisa terjadi jika pengembangan dana desa tersebut dapat terlihat dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

"Tahun 2016, anggaran desa Rp 47,1 triliun. Dan tahun 2017, kita berencana mendistribusikan dana Rp 1,2 miliar per desa," pungkas Anwar.

Sumber: liputan6.com

24 November 2015

Dana Desa Tersandera

Pengucuran dana desa sebagai bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengalami hambatan. Sejak pertengahan 2015, upaya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, berupaya menyusun langkah-langkah strategis agar pencairan dana desa yang bisa menjadi sumber daya membiayai pembangunan itu segera dijalankan. Namun, implementasinya ternyata tidak mudah.

Selain lambannya koordinasi kelembagaan tingkat kementerian, regulasi turunan berupa peraturan pemerintah (PP) sebagai dasar hukum tidak berjalan efektif. Hal ini terjadi terutama karena regulasi itu tidak disiapkan secara matang, runtut, dan sinkron dari peraturan menteri hingga peraturan bupati. Lebih-lebih, gejala pembengkakan jumlah desa secara tiba-tiba sebagai reaksi janji pengucuran dana desa menjadi masalah yang tidak bisa dianggap remeh.

Birokratisasi, fragmentasi, dan buruknya konsolidasi penanganan dana desa ini telah berdampak paling nyata, yakni kabupaten pada akhirnya tidak responsif. Lebih dari 50 persen dana desa masih "tersimpan" di kabupaten. Ini sungguh ironis. Hak konstitusional atas dana desa, yang semestinya segera dimanfaatkan oleh pemerintah desa bersama masyarakat, akhirnya harus tertunda.

Alasannya macam-macam. Daerah merasa masih ragu karena tafsir antar-regulasi yang tidak sama. Umumnya mereka berlindung dari ketakutan atas risiko hukum jika salah mengambil kebijakan. Sayangnya, keraguan ini berlarut-larut dan akibatnya desa tidak segera mendapatkan haknya. Padahal tinggal kurang dari dua bulan saja sampai akhir tahun dana itu harus dipertanggungjawabkan penggunaannya.

Ada pula gejala di beberapa daerah yang sedang menjalankan pemilihan kepala daerah ditengarai terjadi politisasi pencairan dana desa, terutama oleh inkumben (Koran Tempo, 28 September 2015). Bahkan, pemerintah kabupaten juga cenderung menakuti-nakuti desa dengan segala "glorifikasi" risiko hukum. Fenomena ini sebenarnya sudah diprediksi sejak awal, tapi tidak diantisipasi secara cepat dan tepat.

Situasi ini sempat direspons oleh pemerintah. Muncullah surat keputusan bersama (SKB) tiga kementerian yang menaungi penyelenggaraan dana desa. Tujuannya adalah agar pemerintah kabupaten tidak mempersulit pencairan dana, dari kemudahan persyaratan sampai pemotongan mekanisme agar lebih sederhana, termasuk pemberian sanksi.

Tapi, apakah sudah berjalan lancar? Ternyata belum. Kegalauan ini terutama dialami oleh kepala desa dan perangkatnya. Di satu sisi, banyak informasi dana desa telah cair, sehingga masyarakat terus bertanya kepada pemerintah desa agar dana itu segera dibelanjakan sesuai dengan peruntukannya. Namun, pemerintah desa, yang telah mendapatkan dana, ragu menggunakannya, karena belum ada kejelasan payung hukum dari kabupaten. Sebut saja soal peraturan bupati mengenai kewenangan desa sebagai dasar pembelanjaannya. Apalagi bagi desa yang belum mendapatkan transfer dana, tentu lebih bingung lagi.

Sejak awal, rancang bangun dana desa ini memang membutuhkan pendampingan. Masa transisi penataan keuangan desa jelas memerlukan tahap penyesuaian agar arah, tata kelola, dan mekanisme pelaporan penggunaan dana dapat akuntabel. Para pendamping itulah yang untuk sementara menemani desa, membantu menyiapkan penyusunan perencanaan dan penganggaran, serta mengawal implementasi dan pelaporannya. Minimal, ada tertib administrasi dan tidak ada korupsi.

Sayangnya, program pendampingan ini tidak sesuai dengan skenario. Jebakan sengkarut pendampingan sebagai konsekuensi "ketegangan lama antarkementerian" serta konflik kepentingan di dalamnya berisiko agenda pendampingan tidak cepat berproses sampai ke desa. Sampai pertengahan November 2015, baru sebagian kecil desa yang ditemani pendamping. Itu pun belum didalami apakah kapasitas dan kualitas pendampingan sesuai dengan skemanya.

UU Desa ini dirancang bukan untuk mempersulit desa. Jika pada kenyataannya penyalurannya tersendat dan kedodoran, kita harus segera menempuh langkah radikal. Pemerintah harus bergerak lebih cepat dan intensif, terutama memfungsikan pemerintah provinsi untuk segera mengecek kemandekan itu. Jika kabupaten secara sengaja mempersulit atau mendistorsinya, harus diberi sanksi sesuai dengan peraturan.

Di sisi lain, perlu pula asosiasi kepala desa atau perangkat desa untuk proaktif menanyakan dan mengawal proses ini di tingkat kabupaten. Perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat juga perlu membantu mereka untuk menekan risiko agar pada masa- masa transisi ini mereka dapat memecahkan masalahnya.

Oleh Arie Sujito, Sosiolog UGM, Tim Advokasi UU Desa IRE Yogyakarta

Sumber: Tempo 
Foto ilustrasi: Desa Indonesia Dalam Angka

23 November 2015

Pemerintah Selektif Salurkan Dana Desa Tahap III

GampongRT - Pemerintah telah menyalurkan dana desa ke 434 daerah (kabupaten/kota). Penyaluran dana desa tersebut mengucur melalui tiga tahap. Kabupaten dan kota telah menerima dana desa tahap I dan II, masing-masing sebesar Rp 8,3 triliun dengan porsi 40%. Jadi, total dana desa yang sudah tersalur Rp 16,6 triliun atau 80%.

Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo, sampai dengan Kamis (19/11) masih 287 daerah (tahap I) dan 209 daerah (tahap II) yang menyampaikan penggunaan alias menyalurkan dana desa ke desa-desa.

Karena itulah, melihat pelaporan yang lambat, Boediarso bilang, tidak semua daerah akan menerima penyaluran dana desa tahap III. "Dana desa tahap III akan disalurkan hanya ke kabupaten/kota yang telah menyampaikan laporan tahap I dan II," katanya, Jumat (20/11).

Dana desa tahap III

Menurut rencana, penyaluran dana desa tahap III akan mengucur akhir bulan ini. Dari total pagu berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 sebesar Rp 20,8 triliun, artinya dana desa tahap III sebesar Rp 4,2 triliun karena sudah tersalur Rp 16,6 triliun.

Boediarso mencatat, berdasarkan data laporan terakhir, Kamis (19/11), terdapat 287 daerah yang telah melaporkan penyaluran dana desa tahap pertama dan 209 daerah yang melaporkan dana desa tahap kedua. Berikut ini rinciannya:

Dana desa tahap I:

a. 179 daerah telah menyalurkan seluruhnya atau sekitar 41% dari 434 daerah. Nilainya Rp 3,81 triliun atau 45,9% dari dana desa tahap I;
b. 16 daerah belum menyalurkan dana desa sama sekali;
c. 92 daerah baru menyalurkan sebagian atau sekitar 21% dari total 434 daerah senilai Rp 1,28 triliun. Porsi penyaluran ini sebesar 15,8%.

Jadi, total penyaluran dana desa tahap I oleh daerah sebesar Rp 5,09 triliun atau sekitar 61,33% dari total dana desa tahap I sebesar Rp 8,3 triliun.

Dana desa tahap II:

a. 79 daerah telah menyalurkan seluruhnya atau 18% dari 434 daerah senilai Rp 1,61 triliun. Dari segi jumlah, nilai ini 19,4% dari total dana desa tahap II;
b. Enam daerah belum menyalurkan sama sekali;
c. 124 daerah baru menyalurkan sebagian alias 29% dari 434 daerah. Nilainya Rp 1,70 triliun atau 20,5% dari total dana desa tahap II.

Jadi, total penyaluran dana desa tahap II oleh daerah masih sebesar Rp 3,31 triliun alias 39,88% dari total dana desa yang disalurkan pemerintah sebesar Rp 8,3 triliun.

Dari data tersebut, kata Boediarso, daerah yang sudah menyalurkan dana desa tahap I dan II masih 252 daerah. Terdapat 216 daerah yang baru menyalurkan dana desa sebagian. Sedangkan ada 22 daerah belum menyalurkan dana desa sama sekali. Hanya saja, Boediarso tak menyebut kabupaten/kota mana saja yang sebenarnya belum menyalurkan dana desa ini.

Sumber: kontan.co.id