14 Mei 2015

Tuhan, Maaf, Kami Sedang Sibuk

Tuhan, Maaf, Kami Sedang Sibuk - Tuhan, Maaf, Kami Sedang Sibuk

Tuhan kita Maha Adil. Tetapi mengapa kita tak adil kepadaNya. Ketika ada SMS masuk, kita begitu bergegas membaca dan membalasnya, tetapi mengapa ketika Tuhan memanggi-manggil untuk menghapaNya kita begitu berani menunda-nunda?

Ketika bos kita memanggil, betapa takutnya kita sehingga dengan cepat kita menghadapnya, namun ketika panggilan Tuhan berkumandan, betapa berani dan lamanya kita untuk menghadapNya. Padahal yang memanggil kita adalah Tuhanya bos, Atasannya atasan.

Dengarlah kalimat-kalimat muadzin yang berkumandan paling tidak lima kali sehari. Kalimatnya tak hanya mengajak kita untuk melaksanakan shalat, tetapi disusul dengan tawaran kesuksesan. Hayya'alash shalah, merilah kita menunaikan shalat. Dilanjutkan dengan, Hayya'alal falah. Marilah meraih kemenangan.

Seolah Tuhan berkata, wahai manusia, berhentilah dari rutinitas kerjamu, istirahatlah sejenak dari kesibukanmu. Shalatlah, dan sambutlah kemenangan. Shalat, dan sambutlah kesuksesan, Shalatlah, dan yakinlah kerjamu akan membuahkan keberasilan dan lebih berkah. 

Tapi tidak, manusia masih begitu pelit kepada Tuhan, bahkan untuk bersedekah pun kita menyisih-nyisihkan harta kita. Kita begitu boros untuk dunia, tetapi untuk bekal kehidupan abadi, malah kita tabung harta yang tersisih. Jangankan sedekat, bahkan zakat yang hanya 2,5 persen saja terkadang begitu berat terambil dari dompet dan tabungan.

Bertapa kecilnya harga uang ketika kita sedang berhadapan dengan penjual baju. Betapa murahnya angka satu juta ketika kita sedang shopping, ketika berhadapan dengan sebuah hobbi. Bertapa kecilnya uang seratus ribu ketika kita beli pulsa, untuk telepon, BBM, dan internetan. 

Bertapa mahalnya uang seribu rupiah, ketika kita berhadapan dengan si fakir yang mengiba pinta. Bertapa besar nilai uang seratus ribu rupiah dibawa ke mesjid untuk pembangunan rumah Allah, tetapi betapa kecilnya kalau dibawah ke mal untuk dibelanjakan.

Ya Allah, tak sadar kita begitu pelit ketika dihadapkan pada bekal akhirat, tetapi untuk hawa nafsu dan keinginan duniawi, betapa ringan kita mengeluarkan isi dompet. Padahal seharusnya justru sebaliknya, pelitlah untuk dunia, dan boroskan harta untuk akhirat.

Ternyata, kita sudah keliru dalam memaknai konsep kehidupan yang sesungguhnya. Ingatkanh kita, berapa lama kita bentah berkomunikasi dengan Tuhan. Terkadang lima menit saja kita sudah meninggalkan imam sendiri. Tapi betapa singkat waktunya untuk menonton sebuah film.

Bertapa nyamannya apabila pertandingan bola ada sepanjang waktu, namun bertapa tidak nyamannya ketika kita mendegar khutbah di mesjid, mendegar pengajia disurau dan menasah. Lama sedikit saja, kita sudah mengeluh. "Ah, yang diomongin itu-itu saja", padahal yang disampaikan itu, belum tentu kita sudah paham.

Padahal setiap orang begitu takut dengan azab Neraka, tetapi kelakuan-kelakuan sehari-hari kita. Seolah-olah sedang memohon untuk dimasukkan ke neraka secepatnya. Padahal semua orang ingin dimasukan dalam surga Allah, tetapi kalakuan-kelakuannya tiap hari justru menjauhkannya.

"Semua umatku akan masuk surga kecuali yang enggan memasukinya. Siapa yang mentaaiku akan memasuki surga, dan siapa yang mendurhakaiku, maka dialah orang yang engan masuk surga." (HR. Bukhari).

Tuhan, Harap Maklumi Kami

Tuhan, harap maklumi kami, manusia-manusia yang begitu banyak kegiatan. Kami benar-benar sibuk, sehingga kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk-Mu. Tuhan, kami sangat sibuk, jangankan berjamaah, bahkan munfarid pun kami tunda-tunda. Jangankan rawatib, zikir, berdoa, tahajud, bahkan kewajibanMu yang lima waktu saja sudah sangat memberatkan kami. Jangankan puasa senin - kamis, ayyaamul baith, puasa nabi Daud, bahkan puasa Ramadhan saja kami sering mengeluh.

Tuhan, maafkan kami, kami tak sempat bersyukur. Jiwa kami begitu rakus. Kami tak kunjung puas dengan nikmatMu, sehingga kami kesulitan mencari-cari mana karuniaMu yang layak kami syukuri. Tuhan, urusan-urusan dunia kami masih amatlah banyak. Jadwal kami masih amatlah padat. Kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk mencari bekal menghadapMu. Tuhan, tolong, jangan dulu Engkau menyuruh Izrail untuk mengambil nyawa kami, karena kami masih terlalu sibuk.

Tuhan, maaf, selama ini kami merasa sok sibuk. Padahal Engkaulah Yang Mahasibuk. Kami sering kali telat menghadapmu, padahal Engkau tak pernah sekali pun telat memberi kami makan dan minum setiap hari. Kami sering kali lupa menunaikan kwajibanku padaMu, padahal Engkau tak pernah lupa menerbitkan mentari di pagi hari. Kami sering lalai mengingatMu, padahal Engkau tak pernah sekali pun lalai mempergilirkan siang dan malam.

Setiap saat keburukan kami naik disampaikan para malaikat kepadaMu, sementara kabaikanMu setiap detik tercurahkan kepada kami.

"Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur..." (QS. Al-Baqarah: 255).

Semoga Anda tidak merasa tersindir

Diringkas dari buku, "Tuhan, Maaf, Kami Sedang Sibuk" karya Ahmad Rifa'i Rif'an. 

Artikel Berdesa Lainnya

Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!

Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon