Politik pembangunan dan anggaran, mesti sungguh-sungguh memperhatikan sungguh-sungguh posisi desa. Saat ini tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR, sebuah rancangan regulasi yang khusus mengatur tentang desa, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Desa. Rancangan regulasi itulah yang akan dijadikan sebagai basis legal pengaturan desa di Indonesia.
Dosen Ilmu Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Arie Sudjito berpendapat, RUU Desa adalah sebuah momentum dan kesempatan mendorong pembaharuan desa yang sesuai cita-cita, yaitu mewujudkan desa yang demokratis dan sejahtera. Namun Arie melihat, dalam pembahasan RUU Desa terjadi pertarungan, yang hanya bersifat ideologi, tapi juga tarik-menarik kepentingan politik jangka pendek. Menurut dia, pertarungan itu terasa kentara mewarnai dalam setiap pembahasan RUU Desa. “Karena itu pembahasan RUU Desa, harus dikawal, Publik, mesti mengawalnya,”kata Arie.
Arie yang juga peneliti senior di Institute for Research and Empowerment (IRE) ini mengatakan, jangan sampai RUU Desa dibajak oleh elite politik dan ekonomi, baik di aras local maupun nasional. Karena itu, substansi dari RUU Desa harus dicermati dengan ketat, misal soal kewenangan desa dalam sistem pemerintahan dan demokrasi Indonesia. Hal ini harus diperjuangkan agar masuk dalam regulasi Desa.
“Subtansi lainnya, adalah pengakuan keragaman atau pluralitas struktur dan format desa (adat) di Indonesia sesuai konteks lokasi sebagai bentuk penghargaan pada entitas local,”kata dia. Selain itu, hal yang perlu dicermati juga terkait dengan reformasi perencanaan dan penganggaran pembangunan, serta redistribusi sumberdaya ke desa. RUU Desa menjadi salah satu elemen kunci pertaruhan masa depan desa. “Masyarakat sipil yang peduli atas nasib desa dituntut aktif mengawal RUU Desa ini agar tidak terdistorsi. Jangan sampai RUU Desa ini dibajak oleh kepentingan segelintir elit politik nasional maupun lokal, bahkan perangkat desa sekalipun,”katanya.
Sementara itu, anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Desa DPR RI Arif Wibowo mengatakan, salah satu poin yang perlu diatur dalam RUU Desa adalah alokasi anggaran untuk desa dari APBN. Alokasi anggaran untuk desa ini diharapkan dapat mendorong usaha masyarakat dalam rangka memajukan desa.
Persoalan lainnya yang perlu mendapatkan perhatian adalah pembangunan desa yang diharapkan dapat menekan angka urbanisasi penduduk dari desa ke kota. Fokus pembangunan desa ini juga diharapkan dapat meminimalisir kemerosotan aktivitas ekonomi di desa, diantaranya karena minimnya sumber daya manusia pedesaan yang bersedia bekerja di sektor-sektor ekonomi pedesaan.
“Eksesnya adalah, tidak saja memerosotkan desa namun juga menggerogoti pembangunan perkotaan dengan masalah urbanisasi yang kian kompleks,”kata Arif. Terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, pemerintah pada dasarnya memiliki komitmen untuk memajukan serta mensejahterakan masyarakat desa. Namun, caranya tidak memberikan anggaran kepada desa secara langsung, seperti wacana Rp. 1 miliar satu desa.
Anggaran negara untuk pembangunan desa sebaiknya ditransfer ke kas pemerintah daerah saja. Idealnya, kata Mendagri, transfer dana APBN untuk desa diserahkan kepada kabupaten/kota. Pasalnya, struktur organisasi desa berada dibawah kabupaten atau kota. “Itu nanti biar bupati/wali kota yang mengatur penyalurannya kedesa-desa,”katanya.
Sumber: http://www.kemendagri.go.id/
Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!
Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon