GampongRT - Anggaran dana desar sebesar Rp 16,6 triliun hanya terserap 30%, atau setara Rp 4,9 triliun. Sisanya yang hampir Rp 12 triliun, mengendap di rekening kabupaten.
Ihwal mengendapnya dana desa sebesar Rp 12 triliun itu, diungkap Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat sosialisasi dana desa di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Selasa (10/11/2015).
"Tahun ini, pemerintah pusat melalui APBN menganggarkan dana desa sebesar Rp 16,6 triliun. Namun hingga akhir Oktober 2015 baru sekitar Rp 4,9 triliun yang terealisasi ke desa," kata Menkeu Bambang.
Kondisi ini, kata Menkeu Bambang, terjadi karena banyaknya desa yang belum siap dengan program untuk mengakses dana tersebut. "Ya kita bisa memaklumi minimnya penyerapan dana desa tersebut, karena ini masih yang pertama, kami harap pada 2016 sudah ada perbaikan," kata Bambang.
Sisa dana tersebut, kata Bambang, kini masih mengendap di kas kabupaten. Dana tersebut tidak bisa dimanfaatkan alias tidak terserap. "Dapat dibayangkan, seandainya seluruh dana tersebut bisa terserap, tentu akan membawa dampak pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat desa yang luar biasa," kata Bambang.
Khusus 2015, kata Bambang, masing-masing desa di Indonesia mendapatkan dana desa dari APBN sebesar Rp 280 juta per desa, ditambah dari APBD dan dari bagi hasil, maka masing-masing desa bisa mendapatkan dana desa hingga Rp 500 juta lebih.
Dana tersebut, bisa dimanfaatkan oleh desa untuk membangun berbagai keperluan peningkatan kesejahteraan desa, mulai dari infrastruktur, pembangunan sektor pertanian, perkebunan, UMKM dan lainnya.
Mendorong penyerapan dana desa yang waktunya kurang dari dua bulan ini, tambah Bambang, pemerintah memprioritaskan pemanfaatan dana desa untuk tiga proyek, yaitu untuk pembangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Posyandu.
Kemudian untuk pembangunan infrastruktur, baik itu irigasi pertanian, jalan usaha tani, saluran air, jalan dan jembatan dan lainnya, yang dibangun secara swakelola dan padat karya.
Artinya, pembangunan tersebut tidak boleh dilakukan oleh kontraktor, tetapi oleh masyarakat desa, yang digaji dari dana tersebut.
"Bahkan kalau perlu material, baik itu batu, tanah, pasir dan lainnya, juga berasal dari warga desa setempat yang dibeli sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan," kata Bambang.
Ihwal mengendapnya dana desa sebesar Rp 12 triliun itu, diungkap Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat sosialisasi dana desa di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Selasa (10/11/2015).
"Tahun ini, pemerintah pusat melalui APBN menganggarkan dana desa sebesar Rp 16,6 triliun. Namun hingga akhir Oktober 2015 baru sekitar Rp 4,9 triliun yang terealisasi ke desa," kata Menkeu Bambang.
Kondisi ini, kata Menkeu Bambang, terjadi karena banyaknya desa yang belum siap dengan program untuk mengakses dana tersebut. "Ya kita bisa memaklumi minimnya penyerapan dana desa tersebut, karena ini masih yang pertama, kami harap pada 2016 sudah ada perbaikan," kata Bambang.
Sisa dana tersebut, kata Bambang, kini masih mengendap di kas kabupaten. Dana tersebut tidak bisa dimanfaatkan alias tidak terserap. "Dapat dibayangkan, seandainya seluruh dana tersebut bisa terserap, tentu akan membawa dampak pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat desa yang luar biasa," kata Bambang.
Khusus 2015, kata Bambang, masing-masing desa di Indonesia mendapatkan dana desa dari APBN sebesar Rp 280 juta per desa, ditambah dari APBD dan dari bagi hasil, maka masing-masing desa bisa mendapatkan dana desa hingga Rp 500 juta lebih.
Dana tersebut, bisa dimanfaatkan oleh desa untuk membangun berbagai keperluan peningkatan kesejahteraan desa, mulai dari infrastruktur, pembangunan sektor pertanian, perkebunan, UMKM dan lainnya.
Mendorong penyerapan dana desa yang waktunya kurang dari dua bulan ini, tambah Bambang, pemerintah memprioritaskan pemanfaatan dana desa untuk tiga proyek, yaitu untuk pembangunan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Posyandu.
Kemudian untuk pembangunan infrastruktur, baik itu irigasi pertanian, jalan usaha tani, saluran air, jalan dan jembatan dan lainnya, yang dibangun secara swakelola dan padat karya.
Artinya, pembangunan tersebut tidak boleh dilakukan oleh kontraktor, tetapi oleh masyarakat desa, yang digaji dari dana tersebut.
"Bahkan kalau perlu material, baik itu batu, tanah, pasir dan lainnya, juga berasal dari warga desa setempat yang dibeli sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan," kata Bambang.
Sumber: inilah.com
Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!
Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon