03 Januari 2016

Mental Baru dalam Memperlakukan Desa

Cara pandang, sikap dan tindakan dalam memperlakukan desa menurut UU Desa yang baru (mental baru), berbeda dengan cara padang, sikap dan tindakan yang lama (mental lama).

Dalam mental lama, keberadaan Desa diatur melalui sistem pemerintahan bersifat sentralistik dan birokratis, sehingga membuat pemerintah supradesa dan orang luar tidak menghargai desa. Argumen-argumen tentang desa tidak siap, desa tidak mampu, desa tergantungan merupakan bentuk-bentuk pesimis terhadap desa. 

Dalam mental lama, Desa hanya dianggap sebatas unit pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas adminitratif dan membantu program-program pemerintah yang masuk ke desa. Keberadaan orang desa hanya dijadikan operator mesin administrasi keuangan, serta menggiring kepala desa sibuk mengurus pelayanan administrasi, sehingga kesempatan untuk berpikir tentang desa dan rakyat menjadi berkurang.

Dilain sisi, pemerintah kabupaten cenderung tidak memberikan kepercayaan kepada desa. Banyak kabupaten yang sampai sekarang tetap enggan menetapkan kewenangan (asal usul dan lokal). Padahal, UU Desa No.6 tahun 2014 tentang Desa, pemerintah kabupaten/kota juga memiliki kewajiban mengatur tentang kewenangan hak asal usul desa dan kewenangan lokal berskala desa.

Untuk lebih jelas, silahkan Baca Buku Revolusi Mental Berdesa. Sekilas tentang Mental Lama dalam Memperlakukan Desa, telah disajikan dalam posting sebelumnya.

Mental Baru dalam Membangun Desa

Belajar pada sejarah, mental lama itulah yang membuat desa menjadi lemah, tergantung, terbelakang serta menjadi beban pemerintah. Karena itu revolusi mental dalam berdesa harus kembali kepada UU Desa. Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas dalam UU Desa.

Mental baru itu adalah menghormati, menghargai, mempercayai dan menantang desa. Asas rekognisi menegaskan bahwa negara maupun para pihak harus mengakui dan menghomati eksistensi desa, asal-usul desa, prakarsa desa, karya desa dan lain-lain.

Peraturan Desa, misalnya, merupakan salah satu karya desa yang sering menantang pihak luar untuk mengakui dan menghormati. Kalau institusi pemerintah mempunyai komitmen terhadap perubahan desa, maka sikap mempercayai desa adalah pilihan yang harus dilaksanakan.

Sikap keengganan, keraguan, dan kekhawatiran pemerintah diatas terhadap desa harus diubah menjadi kerelaan, ketulusan dan keyakinan, yang diterukan dengan pembagian kekuasaan, kewenangan, keuangan, sumberdaya dan tanggungjawab kepada desa.

Kepercayaan yang diberikan kepada desa tentu harus diikuti dengan fasilitasi, supervisi dan capacity building sehingga kewenangan dan keuangan yang dibagi kepada desa betul-betul dikelola secara efektif, bertanggungjawab dan membuahkan kemajuan desa.

Dalam rangka memperkuat implementasi UU Desa. Mental Baru Berdesa harus menjadi pegangan bagi semua pihak dan segenap elemen bangsa. 

Sejumlah Prinsip Menghargai, Mempercayai dan Menantang Desa, antara lain:
  1. Menghilangkan stigma-stigma buruk kepada desa.
  2. Menghilangkan sikap mengancam (menciptakan rasa takut) pada pemimpin desa tentang korupsi dan penjara.
  3. Menggantikan keraguan, keengganan dan kekhawatiran menjadi kerelaan, ketulusan dan keyakinan.
  4. Mengurangi perintah, campur tangan dan larangan kepada desa.
  5. Membagi kewenangan dan keuangan kepada desa.
  6. Kesediaan belajar pada masyarakat desa.
  7. Menggantikan sikap defensif menjadi responsif terhadap tuntutan dari desa.
  8. Membuka ruang akses desa terhadap pembuatan kebijakan.
  9. Membuka ruang dan mendorong akuntabilitas dan inovasi terhadap kreasi, prakarsa dan potensi desa.

Artikel Berdesa Lainnya

Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!

Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon