Pemerintah menyiapkan sejumlah skema untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan dana desa. Pada 2017, pemerintah akan mengalokasikan dana desa sebesar Rp 60 triliun atau naik hampir 10% dibanding alokasi tahun lalu yang sebesar Rp 47 triliun.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan, pihaknya akan meningkatkan koordinasi antarkementerian terkait, baik Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
"Selain itu, memperbaiki mekanisme penyaluran dana desa yang ditujukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan, yaitu penyaluran didasarkan kepada kinerja pelaksanaan dan tidak lagi hanya berdasarkan kinerja penyerapan yang selama ini dilakukan," kata dia kepada Investor Daily, Rabu (18/1).
Sebagaimana diketahui bahwa saat ini penyaluran dana desa dilakukan dalam dua tahap, dimana tahap kedua bisa disalurkan apabila penyaluran dan penggunaan dana desa tahap pertama sudah disalurkan dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa (RKD), dan digunakan di desa minimal 50%. Kedepan, persentase tersebut akan ditingkatkan, serta melihat capaian output.
Upaya lain, memperbaiki regulasi mengenai pengelolaan keuangan desa, melaksanakan pelatihan bagi perangkat desa dalam pengelolaan keuangan desa, mengoptimalkan peran tenaga pendamping desa dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, hingga penyusunan pelaporan dan pertanggungjawaban.
"Selain itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani urusan pemerintahan bidang pemberdayaan masyarakat dan desa, memperkuat peran camat dalam membina desa, dan tidak kalah pentingnya memberdayakan pengawasan masyarakat desa dalam pelaksanaan program/kegiatan di desa yang didanai oleh dana desa," tambah dia.
Untuk mencegah potensi overlapping pembangunan infrastruktur yang didanai melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) dengan dana desa, menurut dia, pada dasarnya infrastruktur yang didanai melalui DAU dan DBH digunakan untuk mendanai kegiatan yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota. Berbeda dengan dana desa yang digunakan untuk mendanai infrastruktur berskala desa.
Adapun pengaturan mengenai penggunaan dana desa juga telah diatur melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Selain itu, daerah didorong untuk menerbitkan peraturan kepala daerah mengenai pembagian kewenangan berskala desa untuk menghindari adanya duplikasi pendanaan.
"Dengan demikian, seharusnya ketiga jenis dana transfer untuk membiayai infrastruktur dasar publik dapat saling melengkapi dan mengisi, bukan justru menyebabkan overlapping apalagi crowding," tambah dia.
Sementara terkait adanya dugaan penggunaan dana desa untuk pilkada, lanjut dia, perlu dilakukan penguatan pengawasan oleh aparat pengawasan fungsional di daerah serta penguatan pemantauan dan evaluasi.
Jalan Desa
Secara terpisah, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengungkapkan dana desa yang disalurkan selama 2016 telah membangun 51.000 kilometer jalan desa di seluruh Indonesia.
Eko di Jakarta, Selasa (17/1), mengemukakan, dana desa juga telah membangun 412 ribu meter jembatan, 31 ribu unit MCK, dan 15.943 unit pengolahan air bersih yang dibangun oleh masyarakat desa.
Selain itu, dana desa yang disalurkan pada 2016 juga telah membangun 9.727 sekolah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 5.485 posyandu, dan 2.448 polindes.
Untuk sektor pertanian, lanjut Eko, sebanyak 11.626 sumur dibangun di desa daerah yang tidak ada sumber air, 1.058 tambatan perhau, 1.557 pasar desa, 628 embung desa dalam tiga bulan belakangan, serta 49.558 drainase saluran irigasi tersier.
Eko menyebutkan data tersebut merupakan laporan yang disampaikan desa-desa dengan persentase 70% data yang masuk dari total keseluruhan desa. Menurut dia, penyaluran dana desa pada 2016 naik signifikan dibanding 2015.
"Penyaluran dana desa dari pemerintah pusat ke kabupaten meningkat dari 80% di 2015 naik menjadi 99% lebih. Hanya ada beberapa daerah yang belum bisa dilakukan penyalurannya karena masalah hukum desa tersebut sudah berubah jadi kelurahan," kata dia.
Eko menyebutkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melakukan survei dengan metode sampling pada desa di beberapa daerah yang menunjukkan peningkatan di beberapa aspek.
"Kami lakukan semacam sensus dengan sampling 449.393 desa. Kenaikan desa tertinggal menjadi desa mandiri dari 0,23% sekarang 2%, desa maju dari 4,83% menjadi 14%, desa berkembang 30,66% menjadi 45%, desa tertinggal turun dari 45,41% jadi 32%, desa sangat tertinggal dari 18,87% menjadi 7%," kata Eko.
Namun, Eko menekankan, data tersebut hanya merupakan survei dari sampel sejumlah desa. Oleh karena itu dia berharap adanya sensus langsung dari Badan Pusat Statistik untuk mengetahui data pasti. "Kami akan minta BPS lakukan sensus. Kalau ini benar-benar tercapai, berarti target RPJMN kita sampai 2019 sudah tercapai," kata Eko.(*)
Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!
Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon