INFODES - Pemerintah segera menerbitkan surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri terkait pengelolaan dana desa. Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Taufik Madjid mengatakan terbitnya SKB 4 Menteri ini untuk menghindari tumpang tindih wewenang pengelolaan dana desa.
"Kami nanti terbitkan SKB 4 Menteri. Juga ada tim monitoring evaluasi dana desa yang diinisiasi oleh Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK)," kata Taufik di Jakarta akhir pekan ini.
Rencananya SKB 4 Menteri akan disepakati oleh Mendes, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Keuangan (Menkeu), dan Kepala Bappenas atau Menteri PPN.
Taufik menjelaskan, sebelumnya Permendagri kerap bertabrakan dengan Permendesa. Oleh karena itu, tiap kementerian dan lembaga harus sering duduk bersama membahas hal tersebut. Pertemuan rutin akan dilakukan tiap dua kali dalam satu bulan.
"Kami kumpul sama-sama bicarakan mana yang jadi lintas kewenangan itu, agar tidak tumpang tindih," kata Taufik.
Selain mengatur wewenang pengelolaan dana desa, penerbitan SKB 4 Menteri bertujuan untuk menyeimbangkan antara perencanaan pembangunan desa dengan dana desa.
Mendes PDTT Usulkan Peningkatan Anggaran Inspektorat Daerah
Untuk meningkatkan pengawasan dana desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sepakat mengusulkan adanya peningkatan anggaran bagi Inspektorat Daerah. Selain itu, peningkatan kapasitas aparat kecamatan juga menjadi perhatian serius pemerintah.
“Saya usulkan kepada Kementerian Keuangan agar ada peningkatan kapasitas. Saya juga terus mendorong masyarakat dan media untuk mengawasi tata kelola dana desa,”ujar Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo, dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema Peningkatan Kesejahteraan dan Pembangunan Daerah di Jakarta, beberapa hari yang lalu.
Terkait kasus dugaan korupsi dana desa di Pamekasan, Menteri Eko juga kembali menegaskan tidak perlu membuat lembaga baru untuk pengawasan. Persoalan di Pamekasan, lanjutnya, bukan terletak pada sistemnya (dana desa), melainkan pada perilaku korupsinya.
“Setiap penyelewengan dan laporan harus ada tindaklanjutnya, misalnya kasus Pamekasan. Itu bukan sistem atau programnya yang salah. Oleh karena itu, tidak perlu buat lembaga baru untuk mengawasi dana desa, nanti bikin bingung kepala desa harus melapor kemana,” ujarnya.
Menteri Eko mengatakan, indikasi perilaku korupsi dana desa akan sangat mudah tercium karena dana desa diawasi oleh banyak pihak. Selain media dan masyarakat, peran aparatur di tingkat kabupaten dan kecamatan pun harus diperkuat.
“Tiap Pemerintah Daerah ada Inspektorat Daerah dan perangkatnya. Tugasnya mengawasi kepala desa. Supaya dana desa bisa cair pada tahap berikutnya, kepala desa harus memberikan laporan kepada Inspektorat di Kabupaten. Jika tidak bermasalah, laporan diterima,” ujarnya.
Dirinya pun meminta kepada media untuk ikut mensosialisasikan dana desa. Selain itu, ia juga meminta agar masyarakat berpartisipasi aktif dalam musyawarah desa. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pengawasan sejak tahap perencanaan, pengelolaan, pemanfaatan, hingga pelaksanaan.
“Setiap ada indikator penyelewengan dana desa bisa hubungi Satgas Dana Desa di 1500040. Begitu juga jika ada upaya kriminalisasi kepala desa bisa menghubungi Satgas Dana Desa. Kepala Desa jangan takut lapor. Kami akan kirim pendampingan advokasi untuk kades,” tegasnya. (Kompas/Kemendesa)
Untuk meningkatkan pengawasan dana desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sepakat mengusulkan adanya peningkatan anggaran bagi Inspektorat Daerah. Selain itu, peningkatan kapasitas aparat kecamatan juga menjadi perhatian serius pemerintah.
“Saya usulkan kepada Kementerian Keuangan agar ada peningkatan kapasitas. Saya juga terus mendorong masyarakat dan media untuk mengawasi tata kelola dana desa,”ujar Mendes PDTT, Eko Putro Sandjojo, dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema Peningkatan Kesejahteraan dan Pembangunan Daerah di Jakarta, beberapa hari yang lalu.
Terkait kasus dugaan korupsi dana desa di Pamekasan, Menteri Eko juga kembali menegaskan tidak perlu membuat lembaga baru untuk pengawasan. Persoalan di Pamekasan, lanjutnya, bukan terletak pada sistemnya (dana desa), melainkan pada perilaku korupsinya.
“Setiap penyelewengan dan laporan harus ada tindaklanjutnya, misalnya kasus Pamekasan. Itu bukan sistem atau programnya yang salah. Oleh karena itu, tidak perlu buat lembaga baru untuk mengawasi dana desa, nanti bikin bingung kepala desa harus melapor kemana,” ujarnya.
Menteri Eko mengatakan, indikasi perilaku korupsi dana desa akan sangat mudah tercium karena dana desa diawasi oleh banyak pihak. Selain media dan masyarakat, peran aparatur di tingkat kabupaten dan kecamatan pun harus diperkuat.
“Tiap Pemerintah Daerah ada Inspektorat Daerah dan perangkatnya. Tugasnya mengawasi kepala desa. Supaya dana desa bisa cair pada tahap berikutnya, kepala desa harus memberikan laporan kepada Inspektorat di Kabupaten. Jika tidak bermasalah, laporan diterima,” ujarnya.
Dirinya pun meminta kepada media untuk ikut mensosialisasikan dana desa. Selain itu, ia juga meminta agar masyarakat berpartisipasi aktif dalam musyawarah desa. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pengawasan sejak tahap perencanaan, pengelolaan, pemanfaatan, hingga pelaksanaan.
“Setiap ada indikator penyelewengan dana desa bisa hubungi Satgas Dana Desa di 1500040. Begitu juga jika ada upaya kriminalisasi kepala desa bisa menghubungi Satgas Dana Desa. Kepala Desa jangan takut lapor. Kami akan kirim pendampingan advokasi untuk kades,” tegasnya. (Kompas/Kemendesa)
Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!
Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon