Pemerintah desa di Kabupaten Bandung Barat mempertanyakan format laporan keuangan desa. Soalnya, pencairan APBDes tahap kedua memerlukan penyertaan laporan penggunaan keuangan tahap pertama dulu.
"Sampai saat ini kami belum menerima formatnya, tapi informasi dari pemerintah daerah memang perlu dibuatkan laporan penggunaan dana tahap pertama untuk pencairan tahap kedua," kata Kepala Desa Cipatat Darya Suganda, seperti dilansir Pikiran Rakyat, Jumat (3/7/2015).
Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kecamatan Cipatat itu khawatir bahwa laporan penggunaan keuangan itu dapat menghambat pencairan anggaran tahap kedua, yang pada akhirnya turut mempengaruhi pelaksanaan program-program di desa.
Baca: Bendahara Gampong Wajib Memungut Pajak Dana Desa
"Itulah yang jadi kekhawatiran kami, karena belum ada pola baku yang diberikan kepada aparat desa dalam hal pelaporan dana bantuan, termasuk penerapan pajak," tuturnya.
Kepala Bidang Pemberdayaan Pemerintahan Desa Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Bandung Barat Rambey Solihin mengatakan, pemerintah daerah juga belum menerima format laporan keuangan desa dari pemerintah pusat.
"Formatnya belum kami terima, ini kan harus sesuai dengan ketentuan dari pemerintah pusat. Kami terus melakukan koordinasi mengenai format laporan keuangan itu," kata Rambey.
Dia menjelaskan, anggaran yang saat ini telah dicairkan ke pemerintah desa baru sebagian dari seluruh anggaran pendapatan di dalam APBDes. Soalnya, dana desa yang bersumber dari APBN dan alokasi dana desa yang berasal dari APBD kabupaten diberikan secara bertahap.
Begitu pula dengan anggaran desa yang bersumber dari bagi hasil pajak dan retribusi pemerintah daerah. "Dana desa diberikan bertahap dengan proporsi 40%, 40%, dan 20%. Alokasi dana desa juga bertahap, jadi dana sebesar Rp 111 miliar untuk seluruh desa di KBB itu dibagikan 30%, 40%, dan 30%," jelasnya.
Walaupun pencairan anggaran dilakukan dalam beberapa tahap, menurut dia, penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan desa hanya dilakukan dua kali, yakni per semester. Laporan itu idealnya diberikan pada Juli 2015 ini.
(Berikut contoh format Buku Kas Desa, tapi belum selesai dibuat)
"Pada Juli ini seharusnya laporan itu dibuatkan, tapi kan baru saja dicairkan. Mungkin pemerintah desa bisa membuat seadanya. Penerimaan berapa, realisasinya berapa, dan untuk apa saja. Kalau anggarannya belum digunakan, kan bisa jadi silpa," ucapnya.
Lebih lanjut, Rambey menyebutkan bahwa pencairan APBDes tahap pertama di KBB telah dilakukan di 147 desa. Dari total 165 desa di KBB, kini tinggal 18 desa saja yang belum menyerahkan pengesahan APBDes. Dari 18 desa itu, sebanyak 10 berasal dari Kecamatan Sindangkerta.
"Tinggal 18 desa lagi, yang 147 desa sudah dicairkan. Dari sisi regulasi sebenarnya kan sudah tidak ada masalah, tinggal inisiatif dari perangkat desa saja. Saya kira minggu depan semuanya beres. Soalnya, setiap hari itu selalu ada yang berkonsultasi ke kami. Artinya, ada pergerakan dari mereka agar APBDes itu cepat selesai," tukasnya.(*)
"Sampai saat ini kami belum menerima formatnya, tapi informasi dari pemerintah daerah memang perlu dibuatkan laporan penggunaan dana tahap pertama untuk pencairan tahap kedua," kata Kepala Desa Cipatat Darya Suganda, seperti dilansir Pikiran Rakyat, Jumat (3/7/2015).
Ketua Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kecamatan Cipatat itu khawatir bahwa laporan penggunaan keuangan itu dapat menghambat pencairan anggaran tahap kedua, yang pada akhirnya turut mempengaruhi pelaksanaan program-program di desa.
Baca: Bendahara Gampong Wajib Memungut Pajak Dana Desa
"Itulah yang jadi kekhawatiran kami, karena belum ada pola baku yang diberikan kepada aparat desa dalam hal pelaporan dana bantuan, termasuk penerapan pajak," tuturnya.
Kepala Bidang Pemberdayaan Pemerintahan Desa Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Bandung Barat Rambey Solihin mengatakan, pemerintah daerah juga belum menerima format laporan keuangan desa dari pemerintah pusat.
"Formatnya belum kami terima, ini kan harus sesuai dengan ketentuan dari pemerintah pusat. Kami terus melakukan koordinasi mengenai format laporan keuangan itu," kata Rambey.
Dia menjelaskan, anggaran yang saat ini telah dicairkan ke pemerintah desa baru sebagian dari seluruh anggaran pendapatan di dalam APBDes. Soalnya, dana desa yang bersumber dari APBN dan alokasi dana desa yang berasal dari APBD kabupaten diberikan secara bertahap.
Begitu pula dengan anggaran desa yang bersumber dari bagi hasil pajak dan retribusi pemerintah daerah. "Dana desa diberikan bertahap dengan proporsi 40%, 40%, dan 20%. Alokasi dana desa juga bertahap, jadi dana sebesar Rp 111 miliar untuk seluruh desa di KBB itu dibagikan 30%, 40%, dan 30%," jelasnya.
Walaupun pencairan anggaran dilakukan dalam beberapa tahap, menurut dia, penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan desa hanya dilakukan dua kali, yakni per semester. Laporan itu idealnya diberikan pada Juli 2015 ini.
(Berikut contoh format Buku Kas Desa, tapi belum selesai dibuat)
"Pada Juli ini seharusnya laporan itu dibuatkan, tapi kan baru saja dicairkan. Mungkin pemerintah desa bisa membuat seadanya. Penerimaan berapa, realisasinya berapa, dan untuk apa saja. Kalau anggarannya belum digunakan, kan bisa jadi silpa," ucapnya.
Lebih lanjut, Rambey menyebutkan bahwa pencairan APBDes tahap pertama di KBB telah dilakukan di 147 desa. Dari total 165 desa di KBB, kini tinggal 18 desa saja yang belum menyerahkan pengesahan APBDes. Dari 18 desa itu, sebanyak 10 berasal dari Kecamatan Sindangkerta.
"Tinggal 18 desa lagi, yang 147 desa sudah dicairkan. Dari sisi regulasi sebenarnya kan sudah tidak ada masalah, tinggal inisiatif dari perangkat desa saja. Saya kira minggu depan semuanya beres. Soalnya, setiap hari itu selalu ada yang berkonsultasi ke kami. Artinya, ada pergerakan dari mereka agar APBDes itu cepat selesai," tukasnya.(*)
Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!
Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon