Asisten Administrasi dan Keuangan Pemkab Aceh Tamiang, Amiruddin, kemarin membenarkan adanya pencopotan kepala BPM setempat. “Pencopotan Kepala BPM itu, yang saya tahu dikarenakan masalah dana desa yang belum juga terealisasi di kabupaten ini,” ujarnya.
Pemberhentikan Kepala BPM Aceh Tamiang itu, diperkuat dengan SK Bupati Aceh Tamiang, nomor 821.22/09/2015, tentang pemberhentian pegawai negeri sipil dari jabatan struktural, terhitung 6 Oktober 2015. “Mengucapkan terimakasih atas jasa-jasa dan karyanya yang telah disumbangkan kepada negara, dan untuk selanjutnya ditugaskan sebagai analis pemerintahan daerah pada staf ahli bidang pemerintahan (non eselon),” demikian isi surat keputusan yang ditanda tangani Bupati Aceh Tamiang.
Seperti diketahui, pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) di kabupaten ini berjalan lebih lamban dibandingkan kabupaten lain. Hal itu mungkin disebabkan ketatnya persyaratan pencairan dana, untuk mencegah timbulnya persoalan hukum.
Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, syarat mencairkan dana desa, pihak desa/kampong harus menyusun memiliki peraturan desa (Perdes/Reusam) tentang APBDes, RPJM Desa, dan Rencana Kerja Pemerintah Desa.
Hal ini lah yang menjadi beban BPM selaku leading sector, untuk membantu aparatur desa/kampong menyusun tiga dokumen tersebut, agar pihak kampong tidak melanggar Permendagri.
Pemerintah Pusat sebenarnya sadar akan persoalan ini. Karena itu, dua minggu lalu, pemerintah memberi kelonggaran syarat pencairan dana desa, dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Mendagri, Menteri keuangan dan Menteri Desa Tertinggal dan Transmigrasi, yang membolehkan dana dicairkan dengan syarat dokumen APBDes saja. Sementara, dua dokumen lainnya dibolehkan menyusul.
Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 113 tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, syarat mencairkan dana desa, pihak desa/kampong harus menyusun memiliki peraturan desa (Perdes/Reusam) tentang APBDes, RPJM Desa, dan Rencana Kerja Pemerintah Desa.
Hal ini lah yang menjadi beban BPM selaku leading sector, untuk membantu aparatur desa/kampong menyusun tiga dokumen tersebut, agar pihak kampong tidak melanggar Permendagri.
Pemerintah Pusat sebenarnya sadar akan persoalan ini. Karena itu, dua minggu lalu, pemerintah memberi kelonggaran syarat pencairan dana desa, dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yakni Mendagri, Menteri keuangan dan Menteri Desa Tertinggal dan Transmigrasi, yang membolehkan dana dicairkan dengan syarat dokumen APBDes saja. Sementara, dua dokumen lainnya dibolehkan menyusul.
Apes bagi Tarmihin, kebijakan (SKB tiga menteri) ini lahir saat dirinya sudah bersusah payah mengupayakan agar seluruh desa mampu menyusun tiga dokumen tersebut (APBDes, RPJM Desa, RKP Desa). Sehingga ia pun telanjur dianggap gagal, yang berujung pada pencopotan dirinya oleh Bupati Hamdan Sati.
Mantan Kepala BPM Aceh Tamiang, Tarmihim mengatakan dirinya sudah menerima surat pencopotan dari jabatan Kepala BPM Tamiang, pukul 11.00 WIB kemarin, tanpa mengetahui alasan pencopotan dirinya itu.
Ia mengakui, pencairan dana desa di kabupaten itu memang agak terlambat, karena perlu kehatian-hatian untuk menjaga agar kepala desa (di Tamiang disebut datok penghulu-red) tidak tersandung hukum. “Makanya kami menyiapkan dokumen (APBDes, RPJM Desa, RKP Desa) sesuai arahan sejak awal,” ujarnya.
Sejak terbitnya SKB tiga menteri yang hanya mewajibkan dokumen APBDes sebagai syarat pencairan dana desa, ia pun mengaku sudah mengejar ketertinggalan selama ini. “Terhitung 1 Oktober lalu, sudah 79 dokumen APBDes berhasil kami ajukan ke DPKA Tamiang, dan saat ini tinggal pencairan saja,” ungkapnya.
Kepada Serambi, ia juga mengaku tidak mempermasalahkan pencopotan jabatannya dari Kepala BPM. “Itu hak prerogratif bupati. Saat dipercaya bupati, amanah itu saya jalankan. Sebaliknya, ketika tidak dipercaya lagi dan ditempatkan di posisi lain, saya juga siap menerimanya,” kata Tarmihin.
Mantan Kepala BPM Aceh Tamiang, Tarmihim mengatakan dirinya sudah menerima surat pencopotan dari jabatan Kepala BPM Tamiang, pukul 11.00 WIB kemarin, tanpa mengetahui alasan pencopotan dirinya itu.
Ia mengakui, pencairan dana desa di kabupaten itu memang agak terlambat, karena perlu kehatian-hatian untuk menjaga agar kepala desa (di Tamiang disebut datok penghulu-red) tidak tersandung hukum. “Makanya kami menyiapkan dokumen (APBDes, RPJM Desa, RKP Desa) sesuai arahan sejak awal,” ujarnya.
Sejak terbitnya SKB tiga menteri yang hanya mewajibkan dokumen APBDes sebagai syarat pencairan dana desa, ia pun mengaku sudah mengejar ketertinggalan selama ini. “Terhitung 1 Oktober lalu, sudah 79 dokumen APBDes berhasil kami ajukan ke DPKA Tamiang, dan saat ini tinggal pencairan saja,” ungkapnya.
Kepada Serambi, ia juga mengaku tidak mempermasalahkan pencopotan jabatannya dari Kepala BPM. “Itu hak prerogratif bupati. Saat dipercaya bupati, amanah itu saya jalankan. Sebaliknya, ketika tidak dipercaya lagi dan ditempatkan di posisi lain, saya juga siap menerimanya,” kata Tarmihin.
Sumber: Serambinews.com
Foto ilustrasi: Suara-tamiang.com
Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!
Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon