Pemerintah dan DPR telah sepakat mengalokasikan dana transfer ke daerah dan dana desa lebih besar dari belanja kementerian dan lembaga (K/L). Sebagaimana tercermin dari keputusan pemerintah dan DPR untuk memberikan anggaran transfer ke daerah yang lebih besar dibandingkan belanja K/L.
Hal ini baru pertama kalinya dilakukan sepanjang sejarah. Dengan alokasi anggaran yang besar ke daerah, maka sumber pertumbuhan akan sangat ditopang dari realisasi belanja pemerintah daerah. Dalam postur APBN-P, belanja transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp776,3 triliun, sedangkan belanja K/L tadi besarnya adalah Rp767,8 triliun.
Perubahan dana transfer ke daerah terdiri atas kenaikan dana bagi hasil, yaitu dari Rp106,1 triliun menjadi Rp109,08 triliun pada APBN-P. Sementara anggaran dana transfer khusus meningkat dari Rp208,9 triliun menjadi Rp211 triliun. Peningkatan ini terutama karena adanya realokasi dan tambahan dana alokasi khusus fisik untuk mendukung produktivitas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah 2016.
Selain itu, terdapat dana tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat. Dana yang disalurkan akan diarahkan untuk mempercepat penyediaan infrastruktur di kedua provinsi tersebut.
Penambahan alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa sesuai dengan Nawacita Presiden Jokowi yang salah satunya mencanangkan pembangunan dari daerah. “Dana transfer ke daerah yang lebih besar dari belanja K/L dilakukan supaya pertumbuhan ekonomi inklusif. Pemerataan pembangunan antarwilayah diharapkan terjadi,” ungkap Direktur Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran, Kunta Wijaya, dalam Media Keuangan.
Peningkatan Dana Infrastruktur untuk Daerah
Pertama kalinya dalam riwayat anggaran, dana untuk daerah lebih tinggi. Pemerintah bangun infrastruktur dan konektivitas antar wilayah untuk negeri.
Menurut Boediarso Teguh Widodo, Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, pada prinsipnya kebijakan ini diambil untuk mendukung implementasi nawa cita. “Salah satu visi pemerintahan Joko Widodo ialah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah. Pembangunan ini tidak mudah mengingat tidak meratanya sebaran daerah dan antarwilayah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu alokasi dana yang besar dalam mencapai sasaran pembangunan,” katanya.
Kebijakan ini juga diambil sebagai bentuk pelaksanaan desentralisasi fiskal. Esensi desentralisasi fiskal ini, lanjut Boediarso, menitikberatkan pemberian kewenangan bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan pendanaan yang dimilikinya sesuai kebutuhan dan prioritas masing-masing daerah. Sebagai salah satu sumber pendapatan utama daerah, transfer ke daerah dan dana desa bertujuan mendukung pembangunan daerah yang lebih tinggi dan inklusif.
Tahun 2015 lalu, pemerintah telah mengalokasikan dana desa sebesar Rp20,76 triliun atau 3,23 persen daritransfer ke daerah kepada sekitar 74.754 desa melalui APBD kabupaten/kota. Dengan kata lain, rata-rata setiap desa menerima dana sebesar Rp280 juta tahun lalu. Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, menjelaskan bahwa masih terdapat dana yang belum disalurkan dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa (RKD).
"Berdasarkan laporan yang telah kami terima dari 411 daerah, masih terdapat sisa dana desa yang mengendap di RKUD sebesar Rp194,93 miliar. Konsekuensinya, bagi daerah yang masih mengendapkan dana desa di RKUD, maka penyaluran tahap I dana desa tahun 2016 ditunda sebesar dana yang mengendap. Dana akan disalurkan setelah daerah menyalurkan sisa dana ke RKD”.
Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa 90,39 persen dari dana desa digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sisanya sebesar 9,61 persen digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan, kemasyarakatan, dan belanja lainnya.
Terakhir, pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap kinerja keuangan daerah. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan melalui penilaian kinerja berdasarkan indikator, antara lain kesehatan keuangan daerah, hasil capaian dari program/kegiatan, pengelolaan keuangan daerah, dan kesejahteraan masyarakat. []
Hal ini baru pertama kalinya dilakukan sepanjang sejarah. Dengan alokasi anggaran yang besar ke daerah, maka sumber pertumbuhan akan sangat ditopang dari realisasi belanja pemerintah daerah. Dalam postur APBN-P, belanja transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp776,3 triliun, sedangkan belanja K/L tadi besarnya adalah Rp767,8 triliun.
Perubahan dana transfer ke daerah terdiri atas kenaikan dana bagi hasil, yaitu dari Rp106,1 triliun menjadi Rp109,08 triliun pada APBN-P. Sementara anggaran dana transfer khusus meningkat dari Rp208,9 triliun menjadi Rp211 triliun. Peningkatan ini terutama karena adanya realokasi dan tambahan dana alokasi khusus fisik untuk mendukung produktivitas nasional dalam Rencana Kerja Pemerintah 2016.
Selain itu, terdapat dana tambahan Infrastruktur dalam rangka Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat. Dana yang disalurkan akan diarahkan untuk mempercepat penyediaan infrastruktur di kedua provinsi tersebut.
Penambahan alokasi dana transfer ke daerah dan dana desa sesuai dengan Nawacita Presiden Jokowi yang salah satunya mencanangkan pembangunan dari daerah. “Dana transfer ke daerah yang lebih besar dari belanja K/L dilakukan supaya pertumbuhan ekonomi inklusif. Pemerataan pembangunan antarwilayah diharapkan terjadi,” ungkap Direktur Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran, Kunta Wijaya, dalam Media Keuangan.
Peningkatan Dana Infrastruktur untuk Daerah
Pertama kalinya dalam riwayat anggaran, dana untuk daerah lebih tinggi. Pemerintah bangun infrastruktur dan konektivitas antar wilayah untuk negeri.
Menurut Boediarso Teguh Widodo, Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, pada prinsipnya kebijakan ini diambil untuk mendukung implementasi nawa cita. “Salah satu visi pemerintahan Joko Widodo ialah membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah. Pembangunan ini tidak mudah mengingat tidak meratanya sebaran daerah dan antarwilayah di Indonesia. Oleh karena itu, perlu alokasi dana yang besar dalam mencapai sasaran pembangunan,” katanya.
Kebijakan ini juga diambil sebagai bentuk pelaksanaan desentralisasi fiskal. Esensi desentralisasi fiskal ini, lanjut Boediarso, menitikberatkan pemberian kewenangan bagi pemerintah daerah untuk memanfaatkan pendanaan yang dimilikinya sesuai kebutuhan dan prioritas masing-masing daerah. Sebagai salah satu sumber pendapatan utama daerah, transfer ke daerah dan dana desa bertujuan mendukung pembangunan daerah yang lebih tinggi dan inklusif.
Guna memastikan pelaksanaan transfer ke daerah berjalan dengan baik, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/ PML.07/2016 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. (Donwload Disini)Sebagaimana diketahui, sesuai Road Map Dana Desa 2015-2019, tahun depan alokasi dana desa direncanakan mencapai 10 persen dari dan di luar transfer ke daerah. Dengan besaran alokasi tersebut, maka pada saat itu rata-rata setiap desa akan memperoleh dana desa sekitar Rp1 miliar.
Tahun 2015 lalu, pemerintah telah mengalokasikan dana desa sebesar Rp20,76 triliun atau 3,23 persen daritransfer ke daerah kepada sekitar 74.754 desa melalui APBD kabupaten/kota. Dengan kata lain, rata-rata setiap desa menerima dana sebesar Rp280 juta tahun lalu. Direktur Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Boediarso Teguh Widodo, menjelaskan bahwa masih terdapat dana yang belum disalurkan dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa (RKD).
"Berdasarkan laporan yang telah kami terima dari 411 daerah, masih terdapat sisa dana desa yang mengendap di RKUD sebesar Rp194,93 miliar. Konsekuensinya, bagi daerah yang masih mengendapkan dana desa di RKUD, maka penyaluran tahap I dana desa tahun 2016 ditunda sebesar dana yang mengendap. Dana akan disalurkan setelah daerah menyalurkan sisa dana ke RKD”.
Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa 90,39 persen dari dana desa digunakan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sisanya sebesar 9,61 persen digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan, kemasyarakatan, dan belanja lainnya.
Terakhir, pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap kinerja keuangan daerah. Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan melalui penilaian kinerja berdasarkan indikator, antara lain kesehatan keuangan daerah, hasil capaian dari program/kegiatan, pengelolaan keuangan daerah, dan kesejahteraan masyarakat. []
Terima kasih atas komentar Anda. Sampaikan pendapat, ide dan gagasan Anda dengan baik dan sopan. Setiap komentar yang berisikan Porno, SARA dan Judi akan di SPAM!
Terima Kasih atas Perhatiannya.
EmoticonEmoticon